Tinjauan hukum islam dan hukum positif tentang tindak pidana pencurian dengan duplikasi credit card: analisis putusan pengadilan negeri Jakarta selatan No.1256/PId.b/2009/pn Jakarta

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI CREDIT CARD

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1256/Pid.B/2009/PN.Jaksel) Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

OLEH : KHOIRUL AFANDI

105043101279

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh:

Khoirul Afandi NIM: 105043101279 Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H.A. Juaini Syukri,Lcs.MA Dedi Nursamsi, SH,M.Hum 195507061992031001 19611011993031002

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul, TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI CREDIT CARD (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1256/Pid,B/2009/PN,Jak-Sel) telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Fiqih.

Jakarta, 15 Juni 2010

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. H. A. Mukri Adji, MA (………...) NIP.195703120985031003

2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (………...) NIP.196511191998031002

3. Pembimbing I : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lcs, MA. (………...) NIP.195507061992031001

4. Pembimbing II : Dedy Nursamsi, SH,M.Hum. (………...) NIP. 19611011993031002

5. Penguji I : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (………...) NIP.197107011998032002

6. Penguji II : Drs. Heldi, M.Pd. (………...) NIP.196304141993031002


(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Maret 2010


(5)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Juni 2010

Muhammad Agus Setiawan


(6)

Allah SWT sebab curahan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat wal ‘afiah yang diberikan-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa Shalawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasul Rahmatan Lil’alamin Nabi Muhammad SAW, dengan kehadirannya telah memberikan pencerahan, ketenangan, dan kenyamanan hidup manusia. Tak lupa kepada keluarga, karib kerabat, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti dan mentaati agamanya hingga akhir zaman.

Setelah melewati waktu yang cukup panjang, melelahkan, dan penuh perjuangan, akhirnya dengan penuh kesabaran dan keyakinan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semua ini tentunya tidak dapat menjadi kenyataan tanpa bantuan dan partisipasi semua pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma., SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. H Ahmad Mukri Adji, MA., Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Hukum (PMH) dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) yang telah


(7)

memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. H.A. Juaini Syukri, Lcs, MA dan Dedi Nursyamsi, SH.,M.Hum pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bantuan baik dari segi arahan, waktu, tenaga dan pikirannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Pimpinan, karyawan dan staf-staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pimpinan, staf, karyawan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani masa pendidikan berlangsung. Semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat.

6. Keluarga penulis Ayahanda H. Tatang, HS, Ibunda tercinta Umi Sarnih, adinda Kamal Ludin, Muhammad Zakaria, Muhammad Alfarhani, Muhammad Romdoni, serta Nurul Hilala, S,pdi, SQ. yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini.


(8)

iii

8. Teman-teman seperjuangan dalam mengarungi bahtera kemahasiswaan yang penuh dengan perjuangan, Masy’ari, Fahrudin, Faisal, A.Hambali, Eka Saripuddin, Dedi, Ali, Ubaidillah, Bintang, Ivan, Siro, Tedy, Kun Hendarso serta teman PMF lainnya yang tidak penulis sebutkan namanya. Thanks For All, You are the best.

Semoga segala partisipasi, dukungan dan motivasi serta do’a kepada penulis dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi wacana keilmuan dan keislaman. Akhirnya kepada-Nyalah segala urusan akan kembali dan kepada-Nyalah kita memohon hidayah dan taufiq serta ampunan.

Jakarta, 04 Juni 2010 M

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Review Studi Terdahulu (Tinjauan Pustaka) ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Menurut Hukum Islam ... 14

1. Hukum Pidana Islam... 14

2. Pengertian dan Sanksi Pencurian Menurut Hukum Islam ... 17

3. Dasar Hukum Pencurian ... 25

4. Unsur Pencurian dalam Hukum Islam ... 28

B. Menurut Hukum Positif ... 30

1. Hukum Pidana, Pemidanaan, dan Tindak Pidana ... 30

2. Pengertian dan Unsur Pencurian ... 40


(10)

C. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Kartu Kredit ... 53

D. Keuntungan dan Kerugian dari Kartu Kredit ... 54

E. Mekanisme Transaksi dengan Kartu Kredit ... 55

F. Pencurian Dengan Duplikasi Kartu Kredit ... 57

BAB IV PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NO : 1256 /Pid B / 2009 / PN JAK-SEL A. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Terhadap NO : 1256 /Pid B / 2009 / PN JAK-SEL ……….... 64

B. Analisa Putusan Hakim ... 68

1. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Positif... 69

2. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Islam ... 71

BABV PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, baik dalam perekonomin, perdagangan, maupun dalam hal teknologi. Perkembangan teknologi sekarang ini berdampak signifikan mempengaruhi kehidupan masyarakat global. Perkembangan teknologi tersebut dapat mempermudah dan memperluas ruang gerak manusia, termasuk dalam hal transaksi.

Perkembangan di bidang informatika telah mengubah cara pandang sebagai pelaku ekonomi di bidang bisnis komersial. Dengan sistem ini masyarakat, khususnya ekonomi menengah ke atas menggunakan kartu kredit sebagai alat transaksi yang simpel. Kecanggihan teknologi komputer memudahkan menyimpan dan mengola data yang diinginkan. Selain memiliki dampak positif, pemanfaatan jasa komputer juga berdampak negatif, berupa timbulnyah kejahatan baru. Namun seiring kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang transaksi, modus operandi pencurian pun semakin canggih. Hanya dengan memakai kode-kode tertentu dapat membobol rekening orang lain. Idealnya kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan manusia itu sendiri, sehingga diharapkan terciptanya ketertiban dan keamanan serta usaha untuk melindungi dan mengayomi masyarakat dapat tercapai.


(12)

Lihat saja laporan soal penerbitan kartu yang masuk ke Bank Indonesia (BI). Ada 56.900 kasus kejahatan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) selama 2006. Total kerugian yang dialami ngara mencapai Rp36 miliar. Data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) juga cukup mencengangkan. Selama periode Juli 2003-April 2006, tercatat ada 89 kasus dengan total kerugian mencapai Rp41 miliar. Artinya, kalau dihitung rata-rata untuk satu kasus telah terjadi kerugian sebesar Rp 4,6 miliar. Belum lagi, data dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang memperlihatkan bahwa dari sejumlah permasalahan yang ada di perbankan, lebih dari separohnya merupakan kasus kartu kredit. Sampai November 2006, jumlah pengaduan konsumen yang mengalami masalah dengan bank sebanyak 92 kasus. Sementara pada 2005 jumlahnya lebih banyak lagi, yakni sebanyak 337 kasus.1

Data dari ketiga lembaga tersebut semakin memperlihatkan bahwa kejahatan berbasis kartu kian memperihatinkan. Selain jumlahnya yang meningkat, modus kejahatannya pun makin canggih.

Modus yang terbilang cukup canggih ditemukan pada kasus-kasus

counterfeiting. Pelaku menyasar kartu-kartu berbasis magnetic stripe yang digesekan pada alat tertentu yang berfungsi seperti electronic data capturing (EDC). Untuk modus kejahatan wire tapping (penyadapan), si pelaku melakukan penyandapan informasi melalui jaringan telepon, PABX atau LAN yang terhubung dengan jaringan EDC. Ketika melakukan transaksi di mesin EDC yang sudah disadap, secara otomatis

1

Diakses pada tanggal 22 Desember 2001 dari http://www.hukumonline.com/detail.asp?id= 16399&cl=Berita.


(13)

3

informasi yang ada di kartu akan tersalin semua. Setelah pelaku kejahatan mendapatkan informasi, mereka membuat kartu tiruan dan melakukan transaksi.2

Tindakan kejahatan pencurian dengan kartu kredit atau sering disebut carding

merupakan salah satu bentuk atau tidak dimensi tindakan kejahatan pada masa kini yang mendapatkan perhatian luas dan sangat serius oleh dunia internasional.

Carding adalah suatu bentuk kejahatan menggunakan kartu kredit orang lain untuk dibelanjakan barang demi kepentingan peribadi tanpa sepengetahuan pemiliknya.3

Indonesia yang nota bene sebagai negara hukum harus bisa mengakomodasi ketentuan hukum tindak pidana yang juga semakin 'canggih' ini, karena sifat hukum yang dinamis, tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dan pekembangan zaman.

Khusus untuk kejahatan kartu ATM atau debit, biasanya yang sering terjadi adalah pencurian nomor PIN. Modusnya, pelaku kejahatan akan mengintip nasabah saat memasukan nomor PIN di mesin ATM. Atau, pemegang kartu ATM diminta memperlihatkan nomor kartu yang kemudian disalin ke kartu palsu. Bisa juga si pelaku berpura-pura mengalami kesulitan dalam memakai ATM dan minta dicontohkan. Bahkan, ada pelaku kejahatan yang mengaku sebagai pegawai bank yang mencoba membantu nasabah yang kesulitan dalam perubahan nomor PIN yang lalu menyalin nomor kartu dan PIN si nasabah.

2

Ibid.

3


(14)

Modus operandi yang 'cerdas' dan 'canggih' ini salah satunya adalah dengan menggandakan (mencopy) data-data, baik kode-kode maupun PIN yang terdapat di

credit card seseorang, selanjutnya dibuat credit card baru dengan memakai data-data

credit card yang dicopy tersebut. Pencurian data maupun PIN (Personal Identity Number) di dalam kartu kredit yang selalu tak terlihat, karna kejahatan tersebut di lakukan dengan sangat rapih, sehingga kejahatan ini tumbuh dan berbahaya. Tindak kejahatan pencurian data atau PIN dari kartu kredit merupakan salah satu bentuk atau dimensi tindak kejahatan pencurian yang tergolong baru dan tindakan kejahatan pada masa kini yang mendapatkan perhatian yang dunia internasional.

Data-data yang ada di dalam kartu kredit tersebut dicopy dengan menggunakan sebuah alat yang di sebut dengan skimmer. Setelah itu data tersebut disimpan di komputer, lalu ia kartu tersebut digandakan dengan memakai data-data kartu kredit yang telah dicopy.

Pencurian merupakan tindakan kejahatan yang bisa menggoncangkan stabilitas keamanan terhadap harta dan jiwa masyarakat. Oleh karena itu, al-Qur'an melarang keras tindakan kejahatan tersebut dan menegaskan ancaman secara rinci dan berat atas diri pelanggarnya.4

Ketegasan aturan hukum pencurian merupakan pengakuan Islam akan hak milik dan hak perlindungan harta dengan cara mengatur perpindahan secara adil. Di dalam hukum Islam, mencuri bukan hanya merugikan orang lain secara individu,

4

Muhammad Amin Suma dkk, Pidana Islam di Indonesia; Peluang, Prospek, dan Tantangan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), cet. ke-1, h.108.


(15)

5

tetapi juga mempengaruhi sosial masyarakat luas, bangsa atau kemanusian itu sendiri, bahkan secara vertikal mencuri itu juga termasuk menzalimi Allah SWT. 5

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk menganalisis putusan Perdilan Negeri Jakarta Selatan dalam tindakan pencurian dengan cara mencopy PIN dan data yang berada di dalam kartu kredit persepektif hukum Islam dan hukum pidana. Berdasarkan konsidern di atas, penulis ingin menuangkan masalah tersebut dalam sebuah karya ilmiah dan kemudian di kemas dengan judul ”TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI CREDIT CARD” (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No:

1256/Pid.B/2009/PN. Jak-Sel).

B. Batasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Hukuman yang merupakan cara pembebanan pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, atau dengan kata lain sebagai alat menegakkan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu besarnya hukuman harus disesuaikan dengan kebutuhan masarakat, yakni tidak boleh melebihi apa yang diperlukan, atau kurang dari yang diperlukan untuk melindungi kepentingan masyarakat serta untuk menjauhkan akibat-akibat buruk dari perbuatan jahat.

5


(16)

Mengingat begitu kompleknya hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat, masalah tindak pidana pemalsuan untuk keperluan pencurian, disertai menghindari kesalahpahaman serta untuk mencapai kesamaan persepsi dalam masalah yang hendak Penulis bahas, maka Penulis merasa perlu untuk memberikan suatu batasan dan rumusan terhadap masalah yang akan dikaji, pembahasan ini akan dibatasi sekitar masalah-masalah tidak pidana pemalsuan dalam kartu kredit untuk keperluan pencurian.

Dalam masalah putusan hakim yang akan di analisis oleh Penulis, maka Penulis akan menganalisis putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terjadi pada tahun 2009 dengan Nomor 1256/ Pid.B/ 2009/ PN, Jak-Sel. Namun tidak menutup kemungkinan untuk lebih memperjelas pembahasan, Penulis akan membahas hal-hal lain yang ada kaitanya dengan pemasalahan tersebut. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang akan dilakukan dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana modus pencurian dengan cara penduplikasi kartu kredit ? 2. Bagaimana pemidanaan pencurian kartu kredit menurut hukum islam dan

hukum positif ?

3. Apakah putusan hakim Nomor: 1256/ Pid.B/ 2009/ PN.JAK-SEL terhadap pencurian dengan cara penduplikasian kartu kredit telah sesuai dengan hukum Islam?


(17)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui modus-modus yang digunakan dalam penduplikasian kartu kredit oleh pelaku kejahatan.

b. Untuk mengetahui jenis hukuman yang diberikan oleh hukum Islam dan hukum konfensional (KUHP) bagi sipelaku kejahatan tersebut.

c. Untuk mengetahui hasil putusan dan lamanya hukuman yang diberikan oleh Hakim terhadap putusan Nomor: 1256/ Pid. B/ 2009/ PN. JAK-SEL terhadap pencurian dengan cara penduplikasian kartu kredit dalam hukum Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memperkaya literatur khazanah komparasi hukum Islam dan hukum positif tentang kejahatan yang menggunakan kartu kredit sebagai sarananya.

b. Penelitian ini sekiranya dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat tentang hukuman yang diberikan sipelaku kejahatan dalam hukum islam dan konfensional.

c. Agar sipelaku kejahatan dapat di hukum lebih berat lagi oleh hakim untuk menimbulkan efek jera dan hukum islam dapat dijadikan masukan dalam mengambil putusan..


(18)

D. Metode Penelitian

Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.6

1. Jenis Penelitian

Melihat pada pendekatan keilmuan yang digunakan dalam skripsi ini, maka penelitian skripsi ini termasuk pada jenis penelitian hukum normatif, karena titik tekannya adalah pada peraturan perundang-undangan serta peraturan lainnya yang terkait dengan isi putusan hakim Pengadilan Jakarta Selatan tersebut. Selain itu, titik tekan penelitian ini juga terletak pada aturan-aturan dan pandangan para ahli hukum Islam baik klasik maupun kontemporer tentang konsep pencurian dengan modus duplikasi (pemalsuan) data dalam Islam.

2.Jenis dan Sumber Data

Ada dua jenis dan sumber yang dijadikan sebebagai bahan pengambilan data penelitian ini, yakni jenis data dari sumber primer dan sekunder. Untuk jenis penelitian normatif, data primer diambil dari undang-undang atau peraturan lainnya yang masuk dalam kategori sistematika sumber hukum di negara hukum Indonesia sedangkan sekundernya adalah komentar, penjelasan dan juga

6

Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), cet. ke-2, h. 24.


(19)

9

penafsiran terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang terkait dengan objek penelitian. Kedua jenis data tersebut diambil langsung dari undang-undang dan buku-buku yang terkait dengan objek penelitian (das sollen).

2. Pengumpulan Data

Untuk jenis penelitian normatif dilakukan dengan cara studi kepustakaan yakni menelusuri bahan pustaka yang terkait dengan proses pengambilan keputusan oleh hakim pengadilan tersebut, baik itu dari perundang-undangan konvensional maupun dari referensi-referensi Islam yang terkait dengan objek masalah yang dikaji dalam skripsi ini.

3. Analisis data

Analisis dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara menggunakan content analisis, yaitu menganalisa dengan cara mendeskripsikan putusan tindak pidana pencurian dan menggambungkan dengan hasil wawancara dan analisis yuridis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.


(20)

F. Riview Study Terdahulu

No Judul Penulis Univ/Fakultas/

Jurusan Fokus Bahasan Perbedaan 1. Pidana Pencurian Kartu Kredit untuk Transaksi Jual Beli melalui jalur Internet Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam Tegus Santoso UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Syariah dan Hukum/ Jinayah Siyasah, 2007 Jual-beli melalui internet dengan pen-copian data Penulis melakukan analisis terhadap Putusan Hakim yang sudah memilki kekuatan hukum tetap

2. Tindak Pidana Pemalsuan Ijasah dalam Pandangan Hukum Konvensional Ipas Paisaroh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Syariah dan Hukum/ Jinayah

Siyasah, 2006

Fokusnya membahas putusan hakim tentang pemalsuan ijasah. Penulis membahas putusan hakim tentang tindak pidana pencurian dengan modus


(21)

11 dan Hukum Islam terhadap Putusan PN Jakarta Selatan menduplikasi credit card yang terlebih dahulu dicopy melalui

skimmer . 3. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum positif terhadap sanksi Hukum Pidana Pencurian (Analisis Putusan Pengadilan Negri Depok No: 188/ Pid.b, 2008/ PN Depok) Laila Lathifah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Syariah dan Hukum/ Jinayah

Siyasah, 2009

Tindak pidana pencurian dengan cra kekerasan Tindak pidana pncurian dengan cara menduplikasian kartu kredit


(22)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk bab-bab yang berhubugan dengan masalah yang diteliti. Untuk lebih mempermudah dalam memahami masalah ini, Penulis membagi menjadi lima bab, yaitu:

BAB I : Berupa pendahuluan yang berfungsi sebagai acuan pembahasan bab-bab selanjutnya sekaligus mencerminkan isi skripsi ini secara global. Bab ini mencakup Latar Belakang Masalah, Identifikasi Pembatasan, dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Penulisan, Review Studi Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Merupakan bab yang membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana pemalsuan data dan pencurian, dasar hukum larangan serta sanksi terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan data dan pencurian tersebut.

BAB III : Merupakan bab yang membahas tentang tindak pidana pemalsuan data dan pencurian dalam perspektif hukum konvensional, defenisi, dasar hukum larangan tindak pidana pemalsuan data dan pencurian, serta sanksinya.


(23)

13

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor :1256/ Pid.B/ 2009/ PN, Jak-Sel, analisis hukum Islam serta analisis hukum positif terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap perkara tersebut. Analisis fokus pada sumber dan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.

BAB V : Penutup, berisi kesimpulan umum, saran-saran dari pembahasan skripsi ini, dan lampiran putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan


(24)

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta, Bumi Aksara, 1993.

Qardawi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta, PT Akbar, 1994.

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, PT Angkasa, 1988.

Suma, Muhammad Amin, dkk, Pidana Islam di Indonesia; Peluang, Prospek, dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.


(25)

BAB II

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. MENURUT HUKUM ISLAM 1. Hukum Pidana Islam

Hukum Pidana Islam merupakan salah satu bagian dari syariat Islam, yang materinya kurang begitu dikenal oleh masyarakat muslim. Aturan hukum Islam dibuat langsung oleh pencipta jagad raya ini bertujuan untuk kesejahteraan, kedamaian, ketentraman bagi seluruh manusia di bumi ini. Namun anggapan hukum Islam yang sudah tidak ada relevansinya pada zaman modern ini telah dipengaruhi oleh pemikiran orientalis barat yang menyatakan begitu kejamnya hukum pidana yang diterapkan pada agama Islam, Hukum pidana Islam tidak mempunyai nilai kemanusiaan, melanggar hak asasi manusia.

Padahal kalau kita teliti lebih jauh dan seksama, tidak ada satupun tindak pidana hukum pidana di dunia ini yang tidak merampas hak asasi manusia. Anggapan miring yang dilakukan oleh kaum orentalis barat terhadap hukum pidana Islam, perlu kita kikis dan elementasikan dengan cara mensosialisasikan dengan penyebaran ilmu agama khususnya hal-hal hukum pidana ke segenap lapisan masyarakat.

Di dalam hukum pidana islam sering kita menyebut dengan nama “Fiqih Jinayah“ yang berarti segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana


(26)

atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban) sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.1

Dari pengertian di atas dapat dilihat dari objek pembahasannya itu dengan menarik garis besarnya yaitu : Perbuatan kejahatan yang menyimpang (Tindak pidana) dan sanksi (Hukuman). Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang di ancam pidana dengan hukuman had atau ta’zir.2

Abdul Qodir Audah mendefinisikan tidak pidana dengan satu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau yang lainnya. Sedangkan pengertian sanksi adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan syara’.3

Macam-macam jarimah dalam pembagian yang paling penting adalah pembagian yang ditinjau dari segi pemidanaan hukumannya yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan hukuman Allah secara mutlak.

Pemidanaan Hukum Islam di bagi menjadi tiga bagian :

1

H.Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Cet.I (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal.01 2

Abu Al-Hasan Al-Mawardi, Al-ahkam Al-sultoniyah, Mustofa Al-baby Al-Halaby, Mesir, cet lll, 1975, h. 219.

3

.A. Qodir Audah, At-Tasrie Al jinayah Al Islami, juz 1 Dar Al Kitab Al Arabi, Tanpa tahun h. 67.


(27)

16

a. Jarimah Hudud

Jarimah Hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Pengertian had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah secara mutlak 4

Dari pengertian tersebut dapat di ketahui bahwa ciri khas jarimah hudud adalah :

1) Hukuman tertentu dan terbatas. 2) Hukuman hak Allah semata.

Karena hukuman had merupakan hak Allah, maka hukuman tersebut tidak dapat digantikan atau digugurkan oleh seorangpun yang mewakili Negara5.

b. Jarimah qisos diyat

Jarimah qisos adalah persamaan atau kesinambungan antara jarimah dan hukuman. Dan diyat adalah aturan pengganti atau pengguran hukuman qisos jika di maafkan oleh keluarga korban6

Jarimah qisos dan diyat ini mempunyai dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiyan.

c. Jarimah Ta’zir

Jarimah Ta’zir adalah yang dihukum dengan hukuman ta’zir, pengertian ta’zir menurut bahasa adalah pemberian pembelajaran atau hukuman pendidikan atas

4

ibid, h. 79. 5

Ibid, h. 79. 6

M Abu Zahra, Al-Jarimah Wa Uqubah Fi Al-Fiqih Al-Islami , Daar Al-Arobi, Tanpa Tahun, hal. 80.


(28)

tindak pidana yang belum di tetapkan oleh syara7. Dari definisi ta’zir dapat di ketahui bahwa hukuman taa’zir adalah hukuman yang belum di tetapkan oleh syara’ dan wewenang untuk menetapkannya kepada Ulil Amri. Melihat dari gambaran dari persepsi hukum pidana islam. Maka penulis menyelaraskan terkait dengan pencurian kartu kerdit sesuai dengan tujuannya sama dengan jarimah hudud yang diartikan dengan tindakan pencurian saja yang akan lebih lanjut.

2. Pengertian dan Sanksi Pencurian dalam Hukum Islam.

Hukuman pencuri disebut lebih banyak dari hukuman pelanggaran lain. Disebabkan adanya gambaran bahwa potong tangan bagi pencuri merupakan jalan satu-satunya menyelesaikan tiap bentuk penyimpangan yang sering terjadi di masyarakat.

Melihat hukum Islam tentang definisi pencuri dan syarat yang berkaitan dengan potong tangan. Sebaiknya di teliti terlebih dahulu. Ada baiknya jika kita memaparkan secara luas untuk mengetahui apakah benar hukuman potong tangan itu merupakan hukuman yang sangat kejam. Pengertian pencuri dalam kitab Fathul Qorib mendefinisikan pencuri adalah pengambilan harta benda secara sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau orang yang menggantikan posisinya8

7

Abu Alhasan Al-Mwardi “Al-Ahkam As-Sultoniyah, Mustofa Al-Baby Al-Halaby,Mesir, cet lll, th 1975, hal .26.

8

Muhammad Bin Qsim Al-Gozi As-Syafi’I, Fatul Qorib Al Mujib, Toko Kairo, Tasik Malaya , h 57


(29)

18

Kemudian Al-jaziri menambahkan definisi pencurian mencangkup arti yang sangat luas, artinya yang dimaksud dengan pencuri adalah mengambilnya seseorang yang berakal dan dewasa (baligh) terhadap satu barang yang telah di tentukan nasibnya yang tersimpan bagi pemilik orang lain dan rahasia baik mengambilnya secara berangsur atau secara kontan9. Sang pencuri dalam ke adaan normal tidak ada paksaan dari pihak lain, seorang muslim, baik laki-laki maupun permpuan, baik orang itu merdeka ataupun budak. Sedangkan Pencuri menurut A.Qodir Audah dibagi menjadi dua jenis, yaitu pencuri ringan dan pencuri yang berat. Pencuri ringan adalah pengambilan oleh seorang mukallaf terhadap harta milik orang lain dengan cara diam-diam, pencuri berat yaitu dengan menggunakan kekerasan.

Sedangkan pengambilan barang tersebut telah sampai nisabnya dari tempat simpanan tanpa ada yang subhat dalam barang yang di ambil tersebut, perbedaan pencuri ringan dan pencuri berat di tentukan dari cara pengambilannya. Pencuri ringan cara pengambilan hartanya dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik dan tanpa seprtujuan pemiliknya, sedangkan pencuri berat cara pengambilan harta dilakukan sepengetahuan pemiliknya dan walaupun ada ketidaksetujuan pemiliknya.

Adapun mengenai rukun pencurian diantaranya adalah :

9


(30)

a) Syariq (pelaku pencuri)

Bagi pelaku diisaratkan adanya kelayakan mendapatkan hukuman potong tangan. Seorang pencuri yang layak untuk di potong tangan . manakalah ia sudah berakal dan baligh, oleh karna itu hukuman potong tangan tidak mengenai anak kecil dan orang gila. Apabila anak kecil dan orang gila ikut serta beserta sekelompok orang, alasan itu di karnakan pecuri itu adalah satu, sementara pelakunya adalah orang yang bisa dikenai hukuman potong tangan, ini di samakan dengan orang yang lupa dan sengaja bekerja sama dalam sebuah perbuatan pidana. Pelaku pencuri disyaratkan tidak dalam keadan paksaan orang lain. Imam Nawawi menjelaskan bahwa perncuri yang dalam keadan paksaan orang lain atau orang itu sebagai kafir harbi tidak di kenakan hukuman potong tangan10

b) Masyruq (barang curian)

Syarat-sayarat masyruq adalah pertama, barang yang dicuri berupa harta yang dimuliakan. Seseorang mencuri alat-alat permainan atau barang-barang yang di haramkan itu tidak dapat di potong tangan, Kedua bukan milik pelaku. Disyaratkan dalam pidana pencuri bahwa sesuatu yang dicuri itu merupakan “milik orang lain” yang dimaksud milik orang lain adalah pencuri harta curianya dari tempat penyimpanan yang terpelihara. Ketentuan adalah “peristiwa kejadian” barang tersebut tidak terjadi subhat, ketiga barang yang tersipan. Artinya memiliki tempat penyimpanan yang aman dan layak, tempat penyimpanan harta

10


(31)

20

di bagi menjadi dua yaitu tempat yang disediakan khusus untuk penyimpanan barang dan tidak setiap orang di perbolehkan masuk tanpa seizin pemiliknya dan barang tersebut dalam penjagaan peribadi. Keempat, barang tersebut telah di tentukan kadarnya. Dan tidak ada unsur subhat didalam harta tersebut.

c) Saraqah (pencuri)

Pengambilan oleh seorang mukalaf terhadap milik orang lain dengan cara diam-diam sesuai dengan rukun-rukun di atas.

Mengenai syarat-syarat pencurian di bagi tiga bagian , yaitu

• Pencuri tidak meragukan barang yang di curi, apakah barang tersebut milik pribadi atau milik umum. Syarat semacam ini di sebutkan oleh pakar fiqih bahwa penguasa atas barang yang bersifat harta di serahkan kepada pemeliharaanya kepada umat islam seperti harta yang disimpan pada kas Negara. Jenis pencurian ini tidak di kata gorikan sebagai pencuri karna dapat keraguan hak milik bagi seorang pencuri.

• Pencurian dilakukan di tempat yang sepi. Dengan syarat ini pencuri yang di lakukan dalam kondisi terang-terangan (Tempat umum, di kendaraan, di jalan raya atau pelanggaran secara paksa) atas harta benda belum juga di kata gorikan pencurian. Pencuri jenis ini tidak boleh dilakukan hukuman potong tangan. Pelanggran jenis ini hanya di lakukan hukuman ta’zir.


(32)

• Barang yang dicuri harus ditempat yang telah di jaga syarat yang berikut, berarti mengambil suatu barang yang harus di jaga dan terpelihara11:.

Adapun ada beberapa persoalan yang di sepakati oleh para ahli fiqih, tidak bolehnya potong tangan terhadap pencuri, jika salah satu syarat tidak terpenuhi dengan katagorinya. Diantara syarat-syarat yang tidak boleh di gunakan potongan tangan adalah:12

a. Kalau pencuri itu masih mempunyai hak atas barang yang di curi.

b. kalau pencuri terjadi pada tempat umum dan pencuri ikut bekerja didalamnya atau di tempat yang lain yang telah diizinkan pencuri memasuki tempat itu sedang barang yang di curi itu tidak terjaga dan terpelihara.

c. jika pencuri itu terjadi di antara bapak dan anak atau terjadi antara suami dan istri.

d. Jika pemilik barang itu tidak di ketahui identitasnya.

Mengenai sanksi terhadap tindak pidana pencurian meliputi dua hal yaitu: 1. Hukum Potong Tangan

Hukuman potong tangan merupakan hukuman pokok dari tidak pidana pencurian, hukuman potong tangan merupakan Hak Allah SWT yang tidak bisa di gugurkan, baik oleh korban maupun Ulil Amri. Dan adapun beberapa persyaratan hukum potong tangan bagi pencuri yaitu:

11

Ahmad Abdul Majid, Hakikat Hukum Allah, Mutiyara Ilmu, surabya 1995, h. 66. 12


(33)

22

a. Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai 1 nisab yaitu kadar harta tertentu yang di tetapkan sesuai dengan undang-undng.

b. Barang yang dicuri itu dapat di perjual belikan. c. Barang atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal. d. Pencuri usianya sudah dewasa.

e. Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain. f. Tidak dalam kondisi dilanda krisis ekonomi.13

Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencuri yang pertama dengan cara memotong tangan pencuri dari pergelangan tangannya. Apabila ia mencuri untuk yang kedua kalinya maka ia dikenai hukuman kaki kirinya. Dan apabila melakukan untuk yang ketiga kalinya, para ulama berbeda pendapat. 2. Pengganti Kerugian (Dam)

Menurut Imam Abu Hanifah dari murid-muridnya, pengertian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenai hukuman potong tangan. Akan tetapi, Jika hukuman itu dilaksanakan, maka pencuri tersebut tidak dikenai hukuman pengganti kerugian.14

Dengan demilkian menurut mereka, hukuman potong tangan dan pergantian kerugian tidak dapat di laksanakan sekaligus bersama-sama. Dengan alasan bahwa Al-Quran hanya menyebutkan tindak pidana pencuri adalah potong tangan sebagai mana dijelaskan dalam dasar hukum pidana pencuri diatas.

13

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, h.67 14

Al-Kasani, Al-Din, Badai Ash-Shanai FI Tartib Asy-Syarai’Beirut : Dar Al Fakir VII, h 125


(34)

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, hukuman potong tangan dan penggantinya kerugian dapat dilaksanakan beasama. Alasan mereka bahwa pencuri terdapat dua hak yang di singgung. Pertama, Hak Allah. Dan yang kedua, hak manusia. Hukuman potong tangan di jatuhkan sebagai timbangan hukum dari hak Allah sedangkan pengganti kerugian di kenakan sebagai timbangan dari hak mausia15

Hukuman karena mencuri “Barang siapa yang melakukan kesalahan mencuri wajib dikenakan hukuman hudud sebagaimana yang di kehendaki hukum syara”:

a) Mencuri kali pertama dipotong tangan kanannya.

b) Mencuri yang kedua kalinya handaklah di potong kaki kirinya.

c) Mencuri untuk yang ketiga kalinya dan berikutnya hendaklah di kenakan hukuman ta’zir dan dipenjara sehingga ia terbunuh.

3. Hal-hal yang membatalkannya dari hukuman potong tangan.

Adapun bagian dari batalnya dari hukuman potong tangan sebagai berikut:16 a. Jumlah nilai hartaatau barang yang di curi itu kurang dari satu perempat

dinar atau tiga dirham.

b. Untuk melakukan kesalahan mencuri itu tidak dapat di buktikan mengikuti yang di kehennaki..

c. Pencuri itu bukan orang yang mukalaf.

15

Abdul Qadir Audah, II, Ibid, H, 426. 16


(35)

24

d. Orang yang memiliki harta atau barang yang dicuri itu tidak menyimpan dan menjaga harta atau barangnya di tempat yang aman dari pencurian.. e. Pencuri itu belum lagi mendapatkan yang sepenuhnya atas barang yang

dicuri itu.

f. Harta atau barang yang di curi bukan barang yang berharga atau bernilai g. Harta atau barang yang dicuri itu tidak memberi apa-apa faedahnya dan

tidak menilai hukum syuara seperti akibat hiburan atau minuman yang memabukan.

h. Pencuri yang di lakukaan oleh orang yamg memberi hutang ke atas harta atau barang yang berhutang.

i. Pencuri yang berlaku itu dalam keadaan yang mendesak seperti didalam peperangan, disaat sangat lapar dan dahaga.

j. Pencuri yang di lakukan oleh anak keatas harta atau barang kepunyaan ibu bapanya hingga atas (kakek dan seterusnya )

k. Pencuri yang dilakukan oleh suami atas harta atau barang kepunyaan

istrinya dan sebaliknya.

4. Pembuktian untuk tindak pidana pencurian

Kesalahan mencuri boleh di buktikan dengan salah satu dari bukti-bukti tersebut :

a) Ikrar (pengakuan).


(36)

c) Sumpah yang mardud yaitu supah pencuri itu di kembalikan kepada orang yang terdakwa.

Pencuri mengaku telah melakukan kesalahan tindakan pencurian, dengan membuat pengakuan hanya melakukan sekali saja dan pengakuan itu dibuat di depan majlis hakim. Untuk membenarkan kebenaran saksi-saksi bagi membenarkan kesalahan pelaku itu mengenai harta atau barang yang dicuri, cara pencurian, tempat pencurian, waktu pencurian dan lain-lainnya. Hakim hendaknya juga menanyakan kepada saksi-saksi itu hubungan antara orang yang menjadi korban pencurian dan orang yang mencuri.

3. Dasar Hukum

Sesuai dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 38

ﻪﱠ او

ﻪﱠ ا

ﻻﺎﻜ

ﺎ ﺴآ

ءاﺰﺟ

ﺎ ﻬ ﺪْأ

اﻮ ﻄْﻗﺎﻓ

ﺔﻗرﺎﱠﺴ او

قرﺎﱠﺴ او

ﻜﺣ

ﺰ ﺰ

)

ةدءﺎ ا

(

Artinya:“Laki-laki yang mencuri dan permpuan yang mencuri,

potonglah tangan keduanyah (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari allah. dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.(Q.S.Al-Maidah 4:38).17


(37)

26

Adapun dasar hukum didalam hadts Nabi Muhammad SAW yang diriwatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi sebagai berikut:

ﱠﻟا

لﻮ ر

لﺎ

لﺎ

ةﺮْﺮه

ﻰﺑأ

ْﻦ

قرﺎﱠﺴﻟا

ﱠﻟا

ﻦ ﻟ

ﻢ و

ﷲا

ﻄْ ﺘﻓ

ْﺤْﻟا

قﺮْﺴ و

ﻄْ ﺘﻓ

ﺔﻀْﻴ ْﻟا

قﺮْﺴ

ﻢ ﺴ

اور

(

Artinya:Dari Abu Hurairah ra. Katanya:Rasulullah SAW bersabda: Allah

melaknat seorang pencuri yang mencuri telur sehingga harus di potong tangannya kemudian ia mencuri tali lalu dipotong tangannya.( HR.Muslim)18

Ketegasan aturan mengenai “mencuri’ ini merupakan pengakuan Islam akan hak milik atas harta benda serta perlindungannya secara adil. ( Tulisan ini tidak akan membahas apakah format hukum potong tangan harus dilakukan sekarang). Di dalam islam, bukan hanya dianggap merugikan orang yang dicuri secara individual, tetapi secara sosial masyarakat, sebuah bangsa, atau kemanusian itu sendiri bahkan secara vertikal mencuri itu termasuk mendholimi Allah SWT. Hukuman potong tangan, yang sering di pandang sebagai tidak manusiawi bagi yang menentangnya atau sebagai hukuman yang serta merta di jalankan apa adanya bagi pendukung literalnya. Tanpa perktek tidaklah di lakukan tanpa konteks. Para ahli hukum islam sering mencontohkan kisah yang terjadi

18

Al-Imam Abi al-Husaini Muslim bin Al-Hajjaji Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, juz 3, (Arabiyah: Darul Kutub As-Sunnah, hal.543)


(38)

pada masa khalifah kedua Umar bin Khatab yang tidak menghukum pencuri yang justru mengancam akan menghukum yang dicuri atau tuan sang pencuri.19

Dikisahkan pada suatu ketika terjadi musim paceklik ada kasus pencuri yang dilaporkan kepada Umar untuk dihukum, tetapi Umar menolak untuk menghukum, alasanya karena musim paceklik mngkin orang itu terpaksa untuk mencuri dikarenakan ia takut mati kelaparan. sebaliknya Umar malah balik mengancam, “ Kalau kamu terus menerus melaporkan pencuri hartamu padahal kamu kaya. Malah nanti tangan kamu yang saya potong, dikarenakan kamu yang menjadi penyebab orang ini lapar.20.

Dalam kisah lain disebutkan ada dua orang hamba sahaya yang mencuri dari tuanya karena ia tidak diberi makan yang cukup, dan Umar tidak menghukumnya, tetapi ia mengancam akan memotong tangan tuanya. Kisah Serupa juga bisa didapati pada suatu kisah ketika ada beberapa budak milik Hatnib bin Abi Balt’ah mencuri seekor unta kepunyaan tetangga, dan ia menyembelihnya, lalu Umar bin Khatab menerima pengaduan tetapi ia tidak segera menjatuhkan hukuman melainkan terlebih dahulu menanyakan kepada budak-budak terlebih dahulu, tentang sebab-sebab mengapa ia mencuri. Ternyata mereka benar-benar terpaksa untuk mengisi perut karena ditelantarkan oleh majikannya. Umar benar-benar marah kemudian Hathib segera dipanggil dan di

19

Ibid h 79 20


(39)

28

paksanya untuk mengganti unta yang dicuri oleh budak-budaknya. Sementara budak-budak itu sendiri ia bebaskan dari segala tututan.21.

Hal ini menunjukan bahwa dalam pelaksanaanya hukuman itu melihat konteks atau pra-kondisinya. Setiap keputusan hukum memiliki apa yang disebut dengan ‘illat (sebab, rasio-logis tentang kenapa hukum itu diterapkan ). Jadi apabila pra-kondisinya tidak terpenuhi maka hukum itu sendiri tidak bisa berjalan. 4. Unsur Pencuri Menurut Hukum Islam

Pencuri adalah pengambilan harta benda secara sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau orang yang menggantikan posisi pemiliknya Dari pengertian pencurian yang telah dikemukakan di atas, dapat kita analisa bahwa unsur-unsur pencurian meliputi sebagai berikut:

a) Pelaku pencurian, adanya tindakan pencurian berarti adanya pelaku

pencurian. Ini dibuktikan ketika adanya pengaduan dari seseorang yang telah kehilangan suatu barang sangat berharga bagi pemiliknya. Dengan begitu salah satu sarat-sarat pencurian merupakan adanya pelaku pencurian.

b) Pengambilan barang secara sembunyi-sembunyi. pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik tidak mengetahui tejadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merlakanya untuk pengambilan secara sempurna diperlukannya tiga syarat, yaitu pencuri telah mengeluarkan barang yang dicuri, barang tersebut dikeluarkan dari kekuasaan pemiliknya dan barang tersebut dimasukan kekuasaan pencuri.

21


(40)

c) Barang yang diambil berupa harta, salah satu unsur yang terpenting untuk dapat dikenakanya hukuman potongan tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai Mal (harta), apbila barang yang dicuri itu bukan harta maka pencuri tidak di kenakan hukuman had, barang yang di curi harus mempunyai syarat-syarat yang harus di penuhi sebagai berikut barang tersebut harus berupa harta, barang yang bergerak, barang yang tersimpan dan telah mencapai nisabnya,

d) Harta tersebut milik orang lain, untuk terwujudnya tidak pidana pencuri dan pelakunya dikenakan had, diisaratkan barang yang dicuri itu merupakan hak milik orang lain, apabila yang diambil milik orang lain itu hak milik si pencuri yang dititipkan kepadanya maka perbuatan tersebut tidak di katakan perbuatan pencurian, walaupun pengambilannya secara diam-diam.

e) unsur yang kelima adalah adanya niat melawan hukum, unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian melakukan suatau barang padahal ia sudah mengetahui barang itu bukan miliknya, dan karenanya haram untuk diambil, Dengan demikian, apabila ia mengambil barang tersebut dengan keyakinan barang tesebut adalah barang yang mubah maka ia tidak dikenakan hukuman, dikarenakan dalam hal ini tidak ada maksud untuk melawan hukum.


(41)

30

B. MENURUT HUKUM POSITIF

1. Pidana, Pemidanaan dan tindak pidana a. Pengertian Pidana

Sumber hukum pidana yang kita gunakan sekarang ini, masih menggunakan kondifikasi yang bersal dari jaman hindia belanda (walaupun mengalami adanya perubahan-perubahan dalam penyesuaian hukum Indonesia). Pada jaman hindia belanda tatanan hukum dijadikan dua bagian yaitu; hukum pidana dan hukum perdata. KUHP yang berlaku setelah kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 adalah warisan hukum belanda dengan perubahan penting berdasarkan UU No 1 tahun 1946.22

Hukuman pidana adalah hukuman yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi sarat-sarat tertentu dan suatu akibat berupa pidana atau hukuman,23 hukuman pidana juga dapat diartikan dengan penderitaan yang sengaja di bebankan kepada orang yang melakukan perbuatan syarat-syarat tertentu.24

Berarti pidana adalah suatu reaksi atas tindakan kejahatan dan ini berujud pada suatu yang sengaja ditimpakan kepada pembuat kejahatan atau pelanggaran,.25 Hukum pidana sebagai suatu hukuman yang bersifat keras, contoh, dalam perbuatan pencurian yang diatur dalam pasal 362 KUHP”Barang

22

S. Soetami, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, PT, Eresc, Bandung, 1992,h 52. 23

R, Soedarto, Ilmu Hukum, UNDIP, Semarang 1982, h 7 24

Ibid h,8 25


(42)

siapa yang mengambil satu barang kepunyaan orang lain dengan maksud memiliki di kenakan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda Rp.900”. Kerasnyah hukuman pidana terletak hukumanbagi si pelaku. Hukuman pidana terbagi menjadi 2 macam yaiu:

1) Hukuman pidana yang bersifat objektif yang artinya hukuman pidana yang bersifat sekumpulan peraturan yang isinya larangan-larangan, keharusan dan bagi siapa saja yang melanggar akan di kenankan pidana. Hukum pidana yamg bersifat objektif dibagi menjadi dua yaitu:

a) Hukum Pidana Materil adalah perturan yang berisikan mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang kemudian diancam hukumannya bagi siapa saja yang melanggar.

b) Hukum pidana formil adalah kumpulan perturan untuk mengetahui

bagaimana cara pidana materil dalam persidangan (peroses beracara) . 2) Hukuman pidana bersifat subjektif adalah aturan yang berupa hak untuk menjatuhkan hukuman.

Jenis-jenis pidana menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, menyebutkan bahwa: 1. Pidana pokok yaitu:

a) Hukuman Mati, b) Hukuman Penjara. c) Hukuman Kurung. d) Hukuman denda.


(43)

32

e) Hukuman tutupan 2. Pidana tambahan yaitu:

a) Pencabutan Hak. b) Perampasan Barang.

c) Pengumuman Putusan Hakim26.

b. Pemidanaan

Pengertian pemidanaan dapat dimungkinkan mempunyai dua arti .

kesatuan sebagai hak atau wewenang dan kedua sebagai perturan hukum.27

Dengan adanya pengertian pemidanaan sebagai hak untuk memindanakan seseorang, persoalan ini timbul menjadi dasar pemikiran dari teori-teori hukum pidana yaitu pada pesoalan: Kenapa Negara mempuyai hak untuk memidana seseorang yang melakukan kejahatan? Dalam Hukum pidana. Manusia terikat dengan suatu cara yang mendalam.

Dilihat dari sistem pemidanaan terhadap seseorang bukan hanya seseorang itu melakukan kejahatan atau menyimpang, tetapi juga menyinggung kepada korban-korbanya. Untuk itu, Negara memerintahkan pesuruh-pesuruhnya untuk menegakan keaadilan dengan melibatkan alat-alat Negara yaitu Hakim, Jaksa, Polisi bahkan masyarakat itu sendiri yang terlibat utuk menuntaskan perkara-perkara penyimpangan. Sebagai asas pemidanaan, pada umumnya telah

26

KUHP, Pasal 10, h 6 27


(44)

diakui dengan perkenalan azas legalitas yaitu dengan penerapan “tindak dipidana seseorang jika ada kesalahan yang diperbuatkannyan” dan sebagai unsur kesalahan, ditegaskan pula tidak hanya kesengajaan, tetapi kemampuan seseorang dalam bertanggung jawab. Asas-asas inilah yang menggeserkan kita akan pemidanaan diartikan sebagai perturaan hukum. Dalam praktek hukum pemidanaan, mempunyai 3 aliran teori yang mendsar28

Termaksuk pemidanaan di Indonesia dengan memakai salah satu ketiga aliran tersebut. Ketiga aliran tersebut yaitu: aliran Legisme, aliran hukum bebas, dan aliran penemuan hukum.

1). Aliran Legisme

Aliran legisme beranjak ketika adanya penyelewengan keputusan raja di Perancis, raja dengan semena-mena memutuskan hukuman kepada rakyatnya tanpa mengetahui unsur-unsur kesalahan yang di perbuat rakyatnya. Pada zaman refolusi perncis kondifikasi hukum legalitas di Negara perancis mengangap kode sipil sudah sempurna dan lengkap serta dapat menampung aspirasi rakyat dalam masalah perturan hukum. Aliran legisme berpendapat bahwa:

a) Aliran satu-satunya dalam undang-undang. b) Di luar Undang-undang tidak adanya hukuman.

Dalam aliran ini, Hakim hanya merupakan Sub sumite authomat dan dalam pemutusan perkara di dasarkan melalui undang-undang saja. Pada waktu itu alieran tersebut di anggap suatu usaha yang sangat baik yang menghasilkan

28


(45)

34

kesatuan dan kepastian hukum tersebut, maka bayak Negara-negara lain mengikuti aliran ini terutama pada Negara belanda, belgia, dan suwis.

Setelah berjalan kuarang lebih dari 40 tahun, aliran ini menunjukan kekurangnanya yaitu permasalahan kasus penyimpangan golongan baru yang timbul, kemudian tidak dapat di pecahkan. Oleh undang-undang yang telah di bentuk.

2) Aliran hukum bebas

Aliran ini bertolak belakang dari aliran legalisme, lahirnya aliran ini justeru karna melihat kekurangan aliran legalisme yang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan dan tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan baru. Aliran-aliran ini merupakan Aliran-aliran bebas yang hukumanyah tidak di buat oleh badan legislative dan menyatakan bahwa hukum terdapat pada undang-undang. Hukum bebas ini timbul di dalam masyarakat dan diputuskan oleh masyarakat itu sediri berupa kebiasaan di dalam kehidupan masyarakat (Hukum yang sudah menjadi tradisi baik yang diajarkan oleh adat istiadat maupun itu dari agama). Tujuan aliran hukum bebas ini adalah:

a) Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara memberikan kebebasan hakim tanpa terikat undang-undang.

b) Membuktikan bahwa undang-undang tedapat kekurangan dan harus di

lengkapi.

c) Hakim memutuskan perkara didasarkan keadilan 3). aliran penemuan hukum


(46)

. Dalam perkembangn lebih lanjut perundang-undangan terhadap hukum mempunyai perubahan-perubahan oleh karena itu:

a) Hukum itu harus adil

b) Membuat Undang-undang tidak dapat mengikuti kecepatan peroses

perkembangansosial.

c) Undang-undang tidak dapat menyelesaikan setiap persoalan yang timbul. d) Hakim harus memperjelas makna yang tersirat setiap permasalahan yang

timbul.

e) Hakim harus memperjelas makna yang tersirat dalam penafsiran undang-undang

Aliran ini merupakan aliran analisa dari kedua aliran tersebut. Aliran ini tetap berpegang kepada undang-undang tetapi aliran tersebut tidak seketat liran legalisme dan tidak sebebas aliran hukum bebas dengan menggunakan kekuatan hakim saja. Menurut aliran ini hakim harus tunduk pada kehendak perbuatan Undang-Undang yang bersangkutan dan sewaktu hakim menentukan dan menetapkan hukuman, hakim harus teliti dan jeli atas tindakan keputusan dengan menyesuaikan ke adaan sosial yang ada.

4. Aliran yang berlaku di Indonesia

Indonesia mempergunakan aliran penemuan hukum ini berarti bahwa hakim dalam menentukan putusan perkara berpegang kepada Undang-Undang dan hukum lainya yang berlaku di dalam masarakat secara mutlak, Tindakan hakim dilindungi oleh hukum berdasarkan undang-undang yang menyatakan


(47)

36

bahwa hakim, harus mengadili dan tidak boleh menolak pengadilan perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkapnya Undang-Undang.

Pemidanaan di Indonesia mempunyai dua konsep yaitu:

a) seorang yang melakukan penyimpangan harus mengalami pidananya

dengan di asingkan atau di penjara. b) Kekuasaan hakim.

1. Sebelum sidang 2. Saat sidang 3. Setelah sidang

Kekuasaan hakim di dalam Undang-undang pokok kekuasaan hakim dengan tujuan mengetahui efektifitasnya dari keputusan penjatuhan pidana.

C. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana di pakai sebagai istilah resmi dalam KUHP di Indonesia,i tindak pidana ini tumbuh dari pihak kementerian kehakiman, karma tindak pidana sering di pakai dalam undang-undang, tindak pidana meliputi satu perbuatan atau kelalaian yng menimbulkan suatu akibat atau ke adaan yang ditimbulkan oleh perbuatan yang melalaikan itu.

Tindak pidana di istilahkan dengan perbuatan tindak pidana yaitu dengan alasan pertimbangan hukum. Perkataan perbuatan pidana sudalah lazim dipergunakan dalam percakapan sehari-hari seperti perbuataan jahat, melakukan hal-hal yang tidak senonoh dan banyak lagi yang lainnya yang mengenai tindak melanggar hukum. Perkataan perbuatan ini menunjukan bahwa penyimpangan


(48)

dibuat oleh seseorang yang menunjukan perbuatan dengan menimbulkan suatu akibat. Tindak pidana adalah suatu perbuataan penyimpangan baik yang di sengaja atupun tidak di sengaja, dimana hukum telah melarng perbuataan terebut serta mengancam perbuataan tersebut dalam sanksi pidana.

1) Jenis-jenis Tindak Pidana

Penggolangan tindak pidana didalam KUHP terdiri atas kejahatan dan pelanggaran. Pengolongan untuk tindak kejahatan disusun dalam buku ke dua di dalam KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran saja, akan tetapi tindak memberikan arti yang cukup jelas. Dalam pembagiaan dalam dua jenis tindak pidana, berdasarkan perbuatan bahwa kejahatan adalah perbuataan-perbuatan yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan di sebut dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana dikenal dalam prakteknya teorinya yaitu:

a. Delik Formil & Materil

1) Delik formil adalah delik yang perumusannya di titik beratkan kepada perbuatan yang di larang.29 Misalnya: penghasutan dan pencurian.

2) Delik materil adalah delik yang perumusanya dititik beratkan kepada akibat yang tidak di kehendaki..30 misalnya : Pembakaran, penipuaan, dan

pembunuhan.

b. Delik Commissions, Ommisionis dan Commisisionis Omisionen commisa.

29

R, seodarto, Ilmu Hukum , UNDIP, Semarang, 1989, h 35 30


(49)

38

1) Delik commissisons adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan ( berbuat sesuatu yang dilarang).31

2) Delik ommistionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah misalnya: Tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan32 .

3) Delik commissionis perommisionen commisa adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan dengan cara tidak berbuat33 misalnya : seorang ibu memberi makan anaknya dengan tidak memberi makan anaknya.

c. Delik Dolus dan Culpa

Delik Dolus adalah delik yang memuat dengan cara kesengajaan., sedangkan delik culpa adalah delik yang mengatur unsur kealpaan. 34.

d. Delik tunggal dan Berganda

Delik tunggal adalah delik yang dilakukan dengan perbuaatan satu kali. Sedangkan delik berganda delik yang melakukan dengan perbuatan dua atau lebih.35

e. Delik aduan dan Bukan delik Aduan

31

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum pidana bagian 1, PT Raja Gerafindo Persda, Jakarta:2000, h 50.

32

Ibid, h 37

33

Ibid, h36

34

Wirjono Perojodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2003, h71.

35


(50)

Delik aduan adalah delik yang menutunnya hanya bisa di lakukan apabila adanya pengaduan dari pihak korban. Sedangkan delik Aduan adalah delik yang penentuaanya tidak perlu di lakukan pengaduan dari pihak korban.36

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Pada hakekatnya tiap-tiap tindak pidana, itu harus terdiri dari unsur yang merupakan syarat untuk diadakannya pemidanaan bagi seseorang yang perbuatanya telah memenuhi perumusan tindak pidana sebagaimana telah di rumuskan di dalam undang-undang. Para sarjana hukum dalam membagi unsur perumusan tindak pidana mempuyai jalan pikiran yang berlainan.

Pembagian unsur tindak pidana secara terperinci didasarkan atas sususnan isi perumusan tiap-tiap tindak pidana yang bersangkutan, sehingga setiap tindak pidana harus mempuyai unsur yang luas dari isi rumusan tindak pidana yang berkembaang dari ilmu pengetahuan. Para sarjana mengkategorikan berupa unsur tindak pidana antara lain:37

A. Ancaman pidana

B. Unsur melawan hukum

C. Melakukan penyimpangan hukum D. Mampu bertanggung jawab.

36

Ibid, 50

37

Soofjan Satarawidjaja, Hukum Pidana: Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan Penidanaan Pidana. Bandung, Amrico. 1996. h,16.


(51)

40

2. Pengertian Pencurian dan Unsur Pencurian

a. Pengertian pencurian

Hukum pencurian merupakan bentuk penyimpangan yang sering terjadi di masyarakat dan pencuri sering di kaitkan dengan faktor ekonomi yang lemah, orang-orang yang sangat rakus terhadap harta dan lain-lain.

Pengertian pencuri dalam kitab undang-undang hukum pidana pasal 362 yang merumuskan bahwa’barang siapa mengambil suatu barang suatu yang sama sekali atau sebagian termaksuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak, dihukum karna pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-bayaknya Rp 900. Pencurian adalah pengambilaan harta benda milik orang lain dengan maksud akan memilikinya,38 pengambilan barang dapat di kategorikan sebagai pencuri apbila sudah sampai ditangan mereka. b. Rukun pencurian

1) Rukun Pencurian di bagi Menjadi tiga bagian a. Pelaku pencurian

Sesuai dengan perumusan pengertian pencurian alam KUHP psal 362 yaitu menunjukan adanya pelaku. Dalam pelaku pencurian merupakan salah satu rukun dari tindak pidana pencurian. Tidak ada pencuri jika tidak ada kesempatan atau yang melakukan pencurian. Pelaku pencuri dalam suatu barang yang apabila masih memiliki harta

38


(52)

tersebut tidak di pidana atau tidak terkena sanksi (pencurian harta suami atau harta istri) ini sesuai dengan KUHP pasal 7 ayat 1. namun jika pencurian tersebut dilakukan pada sanak saudara, tetap akan di kenakan hukuman pidana jika adanya delik aduaan

b. Delik aduan

Segala sesatu ysang berujud, termasuk juga binatang, dalam pengertian barang dimaksudkan juga sumberdaya alam termaksuk juga gas, minyak bumi, batu bara dan listrik, meskipun listrik tidak berwujud, harga barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis. Oleh karena itu mengambil beberapa helai rambut wanita untuk kenang-kenangan tidak dengan ijin wanita, itu termaksud tindak pencurian, meskipun beberapa helai saja yang tidak ada harganya.

c) Pencuri

Pencuri adalah pengambilan harta benda milik orang lain yang sudah dikategorikan sebagai melawan hukum.39

Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk ”memiliki” barang itu dengan melawan hukum. “Mengambil” sama juga mencuri untuk menguasai suatu barang yang bukan miliknya. Maksudnya, waktu pencuri mengambil barang itu dan barang tersebut belum ada dalam kekuasaanya, perbuatan tersebut di kategorikan sebagai penggelapan, dan barang tersebut di milikinya. Contohnya : seseorang menemukan suatu barang di jalanan,


(53)

42

kemudian di ambilnya dan waktu mengambilnya terlintas akan menyerahkan barang tersebut kepada polisi, maka tidak bermaksud tindakan pencurian. Namun apabila barang tersebut tidak diserahkan kepada polisi maka di kategorikan sebagai tindak penggelapan.

c. Dasar Hukum

Sesuai dalam KUHP pasal 362 yaitu:

Barang siapa yang mengambil suatu barang yang sama sekali atau sebagian termaksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak, di hukum karna pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebayak-banyaknya Rp 900,-

d. Unsur-unsur dalam Pencurian

Sesuai dengan KUHP pasal 362 maka dapat kita analisa tentang unsur-unsur dalam tindakan pencurian meliputi, yaitu :

1) Unsur pertama yaitu, “Barang siapa” unsur ini menunjukan pelaku.

Pengertian pelaku disini diartikan sebagai “perbuataan manusia” siapa yang melakukan

2) Unsur Kedua yaitu perbuataan mengambil, bentuk pengambilan sudah

dapat dikatakan selesai jika barang tersebut berpindah tempat, apabila pelakunya memegang saja, maka belum dikatakan tindakan pencurian. Melainkan tindakan percobaan pencurian.

3) Unsur Ketiga yaitu, Objek yang diambil, “berupa barang” yaitu segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang, (manusia tidak


(54)

termaksud) atau tidak berwujud sepert gas, listerik, dan tidak perlu mempunyai harga yang ekonomis seperti 2 helai rambut wanita yang di ambil tanpa seizin pemiliknya dapat di katakan tindakan pencurian.

4) Unsur Keempat adalah adanya niat yang melawan hukum, yaitu pelaku

pencuri mengambil suatu barang padahal ia mengetahui barang tersebut bukan miliknya, dan tidak boleh di ambil. Dengan demikian, apabila ia mengambil barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut adalah barang yang sah maka ia tidak dikenakan hukuman, dikarenakan dalam hal ini tidak ada maksud untuk melawan hukum.

e. Sanksi Pencurian

Sesuai dalam KUHP pasal 362 yaitu: Barang siapa yang mengambil suatu barang yng sama sekali atau sebagian termaksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak, dihukum karma pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-. Dengan demikian jelaslah bahwa sanksi bagi pelaku pencurian dalam hukum positif adalah 5 tahun penjara atau membayar denda sebesar Rp. 900

Namun dalam pasal 363 ayat 1 KUHP diterangkan tindakan pencurian diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, dengan ketentuan :


(55)

44

b. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan, atau bahaya perang,

c. Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak,

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, e. Pencurian yang untuk masuk ketempat kejahatan atau untuk sampai pada

barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, dan pakaian jabatan palsu.

Yang dimaksud dengan pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dangan bersekutu yaitu kejahatanya tidak dilakukan oleh seorang diri melainkan dilakuakan secara brsama-sama lebih dari seorang, denagancara mengorganisir dalam melakukan kejahatan tersebut, artinya kejahatan tersebut dilakukan dengan perencanaan-perencanaan tertentu dan adanya pembagian tugas-tugas tertentu yang dilakukan oleh pelaku tindak kejahatan tersebut.

Adapun sanksi yang dapat dikenakan bagi para pelaku kejahatan secara bersama-sama itu tergantung dari peran masing-masing pelaku dalam melakukan pencurian tersebut, maka hukumannya pun akan berbeda sesuai dengan apa yang dilakukannya, apakah pelaku tersebut sebagai pelaku utama, pelaku ikut serta secara langsuang atau pun tidak langsung. namun secara umum hukuman bagi


(56)

pelaku pencurian diancam hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun berdasarkan pasal 363 ayat 1 Kompilasi Hukum Pidana (KUHP).


(57)

BAB III

PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI KARTU KREDIT A. Pengertian Kartu Kredit

Kartu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kertas panjang berukuran persegi panjang1, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kredit adalah cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai (pembayaran ditangguhkan atau di angsur)2. Salah satu kegiatan bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dan dana tersebut berasal dari dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito. Penyaluran dana ini dikenal juga dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit.

Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dalam pasal 1 butir 11, pengertian kartu kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga3.

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 510.

2

Ibid, h. 599.

3

Rahmat Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Abadi, h.130.


(58)

Kartu kredit yaitu kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan pengelola kartu kredit yang memberikan hak kepada orang yang memenuhi persyaratan tertentu yang namanya tertera dalam kartu untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran secara kredit atas perolehan barang atau jasa, atau untuk menarik uang tunai dalam batas kredit sebagaimana telah ditentukan oleh bank atau perusahaan pengelolaan kartu kredit.4

Istilah kredit dalam Bank Syariah disebut dengan pembiayaan, pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil5.

Pengertian kartu kredit dalam penggunaan yang semakin meluas dan perlu untuk ditelusuri sejauh mana relevansi penggunaannya dalam peraktek bisnis umumnya dan perbankan khususnya. Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi “Ceredere” yang berarti percaya atau “Ceredo” atau

“cereditum” yang berarti saya percaya. Maksud dari percaya bagi pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjiaan, sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai

4

Depag RI, Istilah Ekonomi Syariah, Dirjen Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2008, h.

5


(59)

48

kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu yang telah disepakati bersama.

Kredit diberikan atas dasar kepercayaan. Artinya prestasi yang diberikan diyakini dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat yang telah disepakati bersama di antara kedua belah pihak.

Berdasarkan hal di atas, unsur-unsur yang terdapat dalam kartu kredit tersebut adalah.6:

a. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikan kepada debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang telah diperjanjikan di antara belah pihak.

b. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya dan jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu memberikan kesepakataan bersama antara antara pihak bank dan debitur. c. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi

pada saat tercapainya persetujuan antara kesepakataan perjanjian pemberian kredit antara bank dan debitur maka bank akan memperoleh uang dan bunga atau imbalan.

d. Resiko, yaitu adanya resiko yang memungkinkan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasaan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari debitur, maka diadakan pengikataan jaminan anggunan.

6

Johanes Ibrahim, Kartu Kredit, Dilematis antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung, PT. Rafika Aditama, 2004. h.11.


(60)

Keempat unsur tersebut di atas keseluruhannya saling berkaitan. Pemberian kredit tidak dapat dilakukan tanpa adanya kepercayaan,. Dengan kepercayaan yang diberikan oleh bank, dijanjikan periode waktu yang disepakati bersama untuk penggunaan dan pelunasannya. Sebagai objek perjanjian kredit bank, ada prestasi timbal balik yang di berikan oleh masing-masing pihak, dimana bank memberikan fasilitas kredit yang penarikannya disesuaikan oleh debitur dan sebaliknya debitur harus membayar berupa bunga atau imbalan. Dan terakhir bahwa pemberian kredit tidak luput dari unsur resiko, dapat karena kondisi atau kebijakan pemeritah berpengaruh terhadap aktifitas debitur atau debitur nakal alias tidak beri’tikad baik untuk memberikan kontra prestasi dengan membayar bunga atau imbalan.

Dan adapun kartu kerdit ditinjau dari fungsi dan cara pembayaran atas tagihan yang harus dipenuhi oleh pemegang kartu yitu:

a. Credit Card, yaitu jenis kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaraan transaksi jual beli barang atau jasa dimana pelunasan atau pembayaraan dapat digunakan sekaligus atau mecicil sejumlah minimal tertentu, jumlah cicilan tersebut dari saldo tagihan di tambah bunga bulanan. Kartu kerdit dapat di gunaan untuk melakukan penarikan tunai baik langsung melalui teller pada kantor bank yang bersangkutan maupun ATM dimana tertera logo atau nama kartu yang dimilikinya, baik di dalam maupun di luar negri. Kartu kerdit yang umum digunakan dalam teransaksi ini adalah Visa dan Master card.


(61)

50

b. Change Card, yaitu suatu kartu yang dapat digunakan sebagai alat transaksi dalam jual beli barang ataupun jasa dimana nasabah harus membayar kembali seluruh tagihan secara penuh pada akhir bulan atau tanpa biaya tambahan. Contoh jenis kartu yang telah di gunakan di Indonesia antara lain yaitu BCA Card, Hero Master, Dinner Card, dan banyak lagi yang lainnya.

c. Debit Card, yaitu berbeda dengan kedua kartu tersebut di atas, pembayaran atas transaksi jual beli barang atau jasa dengan menggunakan kartu ini, pada perisipnya adalah transaksi tunai dengan tidak menggunakan uang tunai tetapi pelunasannya atau pembayaraannya dilakukan menggunakan dengan cara mendebet (mengurang) secara langsung rekening simpanan pemegang kartu yang bersangkutan sejumlah nilai transaksi pada merehant atau penjualan.

d. Cas Card, yaitu jumlah kartu yang memungkinkan pemegangnya atau pemiliknya utuk memperoleh atau menarik uang tunai baik langsung pada kasir bank maupun pada ATM bank tertentu yang biasanya tersebar di tempat-tempat strategis, misalnya di swalayan, hotel, dan wilayah perkantoran. Dengan melakukan perjanjian kerjasama terlebih dahulu, pemegang cash card salah satu bank dapat pula menggunakan pada bank lainnya. Kartu jenis ini tidak dapat di gunakan untuk menggunakan transaksi jul beli sebagai mana credit card, cange card, dan debit card.7

7


(62)

Dilihat dari wilayah berlakunya, kartu kredit ini dapat dibedakan antara lain:

a) Kartu Kredit Lokal, yaitu kartu kredit yang hanya berlaku dan dapat di gunakan di suatu wilayah tertentu saja di suatu negara, Contoh kartu yang berlaku secara local di Indonesia saat ini antara lain adalah Duta Card, BCA Card, Kassa Card, dan lain sebagainya.

b) Kartu kerdit Internasional, yaitu kartu yang dapat di gunakan dan berlaku antar lintas Negara. Pasar kartu keredit Internasional dewasa ini di domominasi oleh dua merek kartu yang memiliki jaringan antar dua benua, yaitu Visa dan master card, kedua merek ini masing-masing telah memiliki lebih dari 100 juta pemegang kartu yang tersebar di kota-kota di seluruh dunia dan dapat di gunakan melakukan teransaksi hamper di seluruh kota8.

B. Fungsi dan Prosedur Mendapatkan Kartu Kredit

Fungsi kartu kredit sebagai instrument dalam melakukan transaksi pada prinsipnya dapat di bedakan antara lain sebagai berikut:

a. Sumber kredit

Kartu kredit dapat pula digunakan sebagai instrument untuk memperoleh kredit yang dilakukan dengan cara: pertama, mekanisme pembayaran dilakukan secara bulanan atas setiap teransaksi (change card). Kedua, kartu kredit dapat memberikan ke leluasan kepada pemegangnya untuk membayar bulanan sejumlah minimum tertentu dari

8


(63)

52

total transaksi yang dilakukan (kart kredit). Ketiga, jumlah pembayaran tiap bulan itu harus pasti.

b. Sumber uang tunai

Beberapa cara dimana kartu kredit ini dapat digunakan untuk memperoleh uang tunai melalui counter ATM atau menggunakan kartu sebagai jaminan atas cek yang ditarik (chek guarante card). Dengan menggunakan kartu misalnya, Visa dan Master Card, di Negara mana saja pada bank yang memiliki kerjasama dengan penglola kartu tersebut, pemegang kartu yang bersangkutaan dapat menarik dana dengan tunai. c. Penjaminan cek

Kartu kerdit yang di terbitkan beberapa bank dapat di gunakan untuk menjamin penarikan cek. Di samping itu dapat juga digunakan sebagi cash card untuk memperoleh uang untuk memperoleh uang tunai melalui ATM.

Adapun mengenai persyaratan atau prosedur mendapatkan kartu kredit secara umum adalah :

a. Nasabah mengajukan permohonan dengan mengisi folmulir permohonan yang sudah di siapkan oleh lembaga penerbit.

b. Nasabah melengkapi persyaratan yang di perlukan. Misalnya: - menyerahkan foto copy bukti dari seperti KTP

- Menyerahkan slip gaji atau surat keterangan penghasilan c. Pihak bank atau lembaga pembiayaan akan melakukan penelitian


(64)

penelitian ini untuk melihat kebenaran data yang dibuat serta kredibilitas dan kapabilitas calon nasabah tersebut.

d. Pihak bank atau lembaga pembiayaan akan menyetujui penerbitan kartu jika dari hasil penelitian dianggap layak dan mengirimkan kartu kerdit tersebut kepada nasabah.

C. Pihak-pihak yang terlibat dalam Kartu Kredit

Transaksi yang menggunakan kartu kredit melibatkan berbagai pihak. Masing-masing pihak satu sama lain terikat perjanjian baik mengenai hak maupun kewajibannya, pihak-pihak yang terlibat akan membentuk suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri.

Adapun pihak yang terlibat dalam sistem kerja kartu kredit adalah: a. Bank atau perusahaan pembiayaan baik sebagai penerbit dan pembayar

( issuer bank).

b. Pedagang (Merchant) sebagai tempat belanja seperti supermarket, toko dan tempat-tempat lain yang mana bank telah mengikat perjanjian terlebih dahulu.

c. Pemegang kartu (Card holder) adalah nasabah yang namanya tertera dalam kartu tersebut dan yang berhak menggunakannya untuk melakukan berbagai macam transaksi.

d. Acquiler adalah lembaga yang mengelola penggunaan kartu kredit terutama dalam penagihan atau pembayaran antar pihak issuer dengan pihak merchant. Dalam mekanisme pasar pengelolaan kartu kredit


(65)

54

misalnya, bank berpungsi sebagai acquirer atau memang lembaga khusus yang terkonsentrasi pada fungsi ini.

D. Keuntungan dan Kerugian dari Kartu Kredit

Adapun keuntungan yang diperoleh dari kartu kredit adalah: 1. Keuntungan bagi pihak bank atau lembaga pembiayaan:

a. Iuran yang dikenakan kepada setiap pemegang kartu. b. Bunga yang di gunakan pada setiap belanja.

c. Biaya administerasi yaitu biaya yang di bebankan setiap pemegang kartu yang akan menarik uang tunai di ATM.

d. Biaya denda terhadap keterlambatan pembayaran.

2. Keuntungan bagi pemegang kartu diantaranya:

a. Kemudahan berbelanja dengan kartu kredit, jadi nasabah tidak perlu membawa uang tunai untuk melakukan transaksi.

b. Dari segi ke amanan, membawa uang tuani dengan jumlah yang sangat besar jelas tidak aman karena memiliki resiko kehilangan. Dengan menggunakan kartu kredit resiko kehilangan tetap ada tetapi resikonya lebih kecil di bandingkan dengan membawa uang tunai. Apabila kartu kreditnya hilang atau dicuri oleh orang lain maka kartu kredit tersebut tidak mudah dipergunakan mereka yang tidak berhak atas kartu itu, karena kartu kredit ada fasilitas foto card dan digital signature yang tercantum di kartu tersebut, oleh


(66)

c. Kemudahan memperoleh uang tunai selam 24 jam, 7 hari dalam seminggu di berbagi tempat.

d. Bagi sebagian kalangan, pemegang kartu kredit memberikan kesan bonafidasi, sehingga memberikan kebanggaan tersendiri.

Sebagian keuntungan-keuntungan di atas, kartu kredit juga memiliki kerugian antara lain :

a. Kerugian bagi bank atau lembaga pembiayaan

Jika terjadi kemacetan pembayaran oleh nasabah atau sulit untuk menagih, mengingat persetujuan penerbitan kartu kredit biasanya tanpa jaminan benda-benda berharga sebagaimana layaknya kredit, karena ketika memperoleh kartu kredit nasabah hanya menyerahkan bukti penghasilan saja

b. Kerugian nasabah bagi pemegang kartu

Biasanya nasabah agak boros dalam berbelanja, hal ini karena nasabah merasa tidak mengeluarkan uang tunai untuk belanja, dibeli juga. Kemudian kerugian nasabah disebabkan karena sebagian mereka membebankan biaya tambahan untuk setiap kali melakukan transaksi.

E. Mekanisme Transaksi dengan Kartu Kredit

Untuk menjadi anggota atau pemegang kartu harus mengajukan permohonan terlebih dahulu dengan memenuhi pemenuhan persyaratan


(1)

69

c. Terdakwa bersifat sopan di persidangan.

d. Terdakwa mengakui secara terus terang atas perbuataanya.

e. Menjatuhkan pidana oleh karna itu kepada terdakwa tersebut dengan pidana penjara selam 10 (sepuluh) Bulan.

f. Menetapkan bahwa lamanya masa penahanan yang telah di jalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan kepadanya..

g. Menyatakan bahwa barang bukti dikembalikan kepada jaksa penntut untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

h. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2000, i. Memerintahkan agar terdakwa tetap di tahan.5

B. Analisa Putusan Hakim

1.Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum positif

Jika ditinjau dari sudut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas perkara No. 1256/Pid.B/2009/PN.Jak-Sel tentang tindak pidana pencurian kartu kredit yang di lakukan Yolanda Lasabuda alias Yola alias Lisa belum sesuai dengan amanat Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Dalam putusan tersebut terdakwa di jatuhi hukuman selama 10 Bulan. Padahal dalam perkara tersebut terdakwa telah terbukti secara meyakinkan melakukan perbuatan pencurian (pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP) yang seharusnya dihukum 7 tahun penjara pada dakwaan pertama dan tindakan membuat surat palsu yang dapat

5


(2)

70

merugikan orang lain (pasal 263 ayat(1) KUHP) yang seharusnya dihukum dengan 6 tahun penjara atas pelanggaran pada dakwaan kedua. Jadi hukuman bagi Yolanda Lasabuda alias Yola alias Lisa seharusnya 7 tahun atau paling ringan 6 tahun penjara mengingat adanya alasan-alasan yang meringankan terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Dalam hal ini penulis berasumsi bahwa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara ini belum menjalankan amanat sesuai KUHP atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berlaku.

Sebagai catatan seharusnya jaksa mendakwa pula, dakwaan berdasarkan Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam pasal 46 ayat 1 mengenai ancaman pidana terhadap perbuataan yang dilarang sebagimana dalam pasal 30 ayat 1 yang berbunyi bahwa, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun. Sesuai pasal 46 ayat 1, perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah).

Seharusnya hakim memberikan hukuman yang lebih berat kepada Yolanda Lasabuda alias Yola alias lisa karna, dilihat dalam KUHP Pasal 363 ayat (1) butir 4 dengan hukuman paling lama 7 tahun penjara dan UU NO 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekteronik pasal 46 ayat 1, perbuatan tersebut diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/


(3)

71

atau denda paling banyak 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah). Jadi menurut keterangan di atas terdakwa Yolanda Lasabuda alias Yola alias Lisa tidak seharusnya hukuman yang di berikan 10 bulan.

2. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam tentang pencurian merupakan perbuatan yang dapat dikategorikan merugikan orang lain dikarenakan harta milik orang lain secara diam-diam diambil atau dimilikinya.6 Hal ini senada dengan firman allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 38 sebagai berikut

قرﺎﱠﺴ او

ﺔﻗرﺎﱠﺴ او

اﻮ ﻄْﻗﺎﻓ

ﺎ ﻬ ﺪْأ

ءاﺰﺟ

ﺎ ﺴآ

ﺎ ﺎﻜ

ﻪﱠ ا

ﻪﱠ او

ﺰ ﺰ

ﻜﺣ

.

)

ةدءﺎ ا

:

(

.

Artinya:“Laki-laki yang mencuri dan permpuan yang mencuri, potonglah tangan keduanyah (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.(Q.S.Al-Maidah/4:38

Sedangkan perbuatan mencuri merupakan perbuataan yang merugikan orang lain7, sehingga didalam islam telah diatur mengenai hukum pencurianan dan apabila melakuan pencurian hukuman yang pantas bagi si pelaku yaitu hukumanya (Had) potong tangan atas perbuatanya tersebut, hukuman potong tangan merupakan hak Allah SWT yang tidak bisa digugurkan, baik korban

6

. Ahmad Wardi Muslih, hukum Pidana Islam, hal 93.

7


(4)

72

maupun ulil amri,8 pada jariamah ini terdapat tujuh macam bentuk yaitu: Zina, Qazaf, meminum Khomer, Pencurian, Hirobah, Murtad dan Pemberontakan. Jadi tindak pidana Pencurian ini dapat dikategorikan sebagai perbuataan yang di acam hukumannya potong tangan bagi si pelaku.

Sedangkan jika menganalisa hasil putusan Nomor: 1256 / Pid.B/ 2009/ PN.Jak-Sel mengenai saksi pidananya, sungguh sangat jauh berbeda, dimana hukum Islam menjelaskan, hukuman bagi tindakan pencurian adalah maksimal hukuman potong tangan dalam kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP) maksimal 7 tahun penjara.

8


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim Departemen Agama Republik Indonesia.

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Jakarta:PT Raja Gerafindo

Persda,:2000.

Al-Qusyairi An-Naisaburi, Abi Al-Husaini Muslim bin Al-Hajjaji, Shahih Muslim, Arabiyah: Darul Kutub As-Sunnah juz 3.

Al-Mwardi Abu Alhasan, “Al-Ahkam As-Sultoniyah, Mesir:Mustofa Baby

Al-Halaby, cet lll, th 1975.

Al-Din ,Al-Kasani, , Badai Ash-Shanai FI Tartib Asy-Syarai’Beirut : Dar Al Fakir VII.

Al-Zaziri, Al-Fiqih Al-Mazahib Al-Arba’ah, Bairut : Dar Al-fikir,t,t. Ali, Zainudin Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

Al-Gozi As-Syafi’I, Muhammad Bin Qasim, Fahtul Qorib Al Mujib, Tasik Malaya: Toko Kairo.

Audah A. Qodir, A,Tsrie Al jinayah Al Islami, juz 1 Beirut:Dar Al Kitab Al Arabi, , t,t.

Depag RI, Istilah Ekonomi Syariah, Dirjen Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama

Islam dan Pembinaan Syariah.

Hanafi , Ahmad, Asas-Asas hukum Pidana, Jakarta: Bulan Bintang, 1993 cet 5. Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz VIJakarta, PT: Pustaka Panimas, , 1984.

Majid, Ahmad Abdul Hakikat Hukum Allah, Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995.

Mardalis, “Metode Penelitian” Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara,

1993.

Projodikoro, Wirjono Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika


(6)

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, PT Angkasa, 1988..

Soedarto, Ilmu Hukum, Semarang :Fak, Hukum, UNDIP, 1982.

Soetami S, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, PT, Eresc, Bandung, 1992. Saleh, RR, Pidana Islam, Jakarta :PT, Aksara Baru, , 1983.

Satarawidjaja Soofjan, Hukum Pidana: Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan

Penidanaan Pidana. Bandung, Amrico. 1996.

Suedarto, R,“Sistem Pidana dan Pemidanaan”, Jakarta :Madya Permita,:1986.

Wirjono Perojodikoro, Asa-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:Refika

Aditama, 2003.

Qardawi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta:PT Akbar, 1994.

Suma, Muhammad Amin, dkk, Pidana Islam di Indonesia; Peluang, Prospek, dan

Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Rahmat Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung:

PT.Citra, Aditya Abadi.

Lamitang, Dijman, Delik-Delik Khusus Kejahataan Yang di Tukan Terhadap Benda

Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Bandung, Tarsiti, 1979.

Wirjono Perojodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:Rafika