Buah-buah yang sakit atau rusak harus dipisahkan dari buah yang sehat. Buah-buah yang besar harus dipisahkan dari buah-buah yang kecil supaya
menjadi seragam, sehingga dapat menentukan harganya dengan mudah. Sebelum buah jeruk dikirim ke lain daerah atau dipasarkan, perlu disimpan
selama 1 –2 malam di tempat yang teduh dengan cara dihamparkan di atas
lantai yang kering dan jangan sampai tertumpuk. Seandainya jeruk terpaksa ditumpuk, maka tumpukan jeruk tersebut tidak
boleh terlalu tinggi, karena udara di dalam tumpukan akan menjadi panas dan lembab sehingga mudah menimbulkan pembiakan lapuk hijau atau biru.
2.2 Landasan Teori
Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki
sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran output yang melebihi masukan input Soekartawi,
1995.
Usahatani pada skala usaha yang luas umumnya bemodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, lebih bersifat komersil, dan sebaliknya usahatani
skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahataninya subsistem, serta lebih bersifat untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Berhasil atau
tidaknya usahatani tidak terlepas dari karakteristik petani dalam menjalankan usahataninya. Untuk itulah maka dalam menganalisis usahatani jeruk siam,
peneliti hendaknya memperhatikan berbagai karakteristik petani jeruk siam dalam menjalankan usahataninya dan selalu mengingat untuk apa analisis tersebut
dilakukan. Karakteristik dari petani dalam usahatani yaitu sebagai berikut : 1.Umur
Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja. Bilamana dalam kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan
besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal Hasyim, 2006. Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin
berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja akan semakin turun pula prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga
kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman Suratiyah, 2008.
2. Pengalaman Bertani Pengalaman seseorang dalam bertani berpengaruh dalam menerima inovasi dari
luar. Bagi yang mempunyai pengalaman yang sudah cukup lama akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada pemula dalam berusahatani Soekartawi,
1999. 3. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya
jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani melakukan banyak aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya Soekartawi, 1989.
4. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan sarana belajar bagi setiap orang, selanjutnya akan
menanamkan pengertian dan sikap yang menguntungkan menuju penggunaan peraktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi
relatif lebih cepat dalam melakukan adopsi Arifin, 2005. Tingkat pendidikan manusia pada umumnya menunjukkan daya kreativitas
manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia.
Usaha-usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah Kartasapoetra, 1994.
5. Luas Lahan Lahan usahatani adalah lahan di darat maupun di air, yang di gunakan untuk usaha
budidaya tanaman, budidaya perairan, peternakan. Lahan usahatani bisa dimiliki oleh individu, keluarga, komunitas, hingga perusahaan. Sebuah lahan usahatani
bisa seluas kurang dari satu hektar hingga beberapa ribu hektar. Lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang
mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang
digunakan Mubyarto, 1994. Meskipun demikian bukan berarti semakin luas lahan pertanian maka semakin
efisien lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat terjadi inefisiensi yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor
produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja, serta terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usahatani tersebut. Sebaliknya dengan lahan
yang luasnya relatif sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan modal yang
dibutuhkan tidak terlalu besar Soekartawi, 1995. Untuk menghasilkan produksi output diperlukan bantuan kerjasama beberapa
faktor produksi sekaligus. Masalah ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar
tercapai efiisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun ekonomis Mubyarto, 1994.
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi
dikenal juga dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi
lahan, modal, pupuk, obat – obatan, dan tenaga kerja, dan aspek manajemen
adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi input dan produksi output biasanya di sebut dengan fungsi produksi Soekartawi,
1989. Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian.
Tanpa modal udah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk penggandaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal
mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan masukan Daniel, 2002.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya. Dalam usahatani
swasembada atau usahatani keluarga, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu Tohir, 1991.
Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen petani, nelayan, peternak untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan
dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil maksimal Rahim dan Hastuti, 2007.
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap fixed cost dan biaya tidak tetap variabel cost. Biaya tetap ini umumnya didefinisikan
sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besar biaya tetap tidak tergantung
pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu di tambah dan
sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi yang di inginkan Soekartawi, 1995.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam
memperoleh pendapatan yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang
pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah dengan megatur
biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efesien Simajuntak, 2004.
Untuk menganalisa layak atau tidak layaknya usahatani yang dijalankan oleh petani jeruk siam dapat dilihat melalui kriteria investasi. Beberapa kriteria yang
sering digunakan dalam analisis kelayakan yaitu : 1.
Net Present Value NPV NPV sering diterjemahkan sebagai nilai bersih sekarang. NPV dari suatu proyek
atau usaha merupakan nilai sekarang present value dari selisih antara benefit manfaat dengan cost biaya pada discount rate tertentu. NPV merupakan
kelebihan benefit manfaat dibandingkan dengan costbiaya. NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan untuk mengukur apakah proyek fleksible atau
tidak Soekartawi, 1995. 2.
Internal Rate of Return IRR IRR merupakan sebuah tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang
identik dengan ongkos investasi. Dapat disebut pula sebagai nilai discount rate i yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. IRR merupakan tingkat
keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang postif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat i yang sama yang diberi
berbunga selama sisa umur proyek. Jadi bila IRR discount factor proyek dikatakan layak, dan sebaliknya IRR discount factor proyek dikatakan tidak
layak Prawirokusumo, 1990. 3.
Net Benefit Cost Ratio Benefit BC Net BC adalah perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV
negatif. Net BC ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat benefit
yang diperoleh dari biaya cost yang dikeluarkan. Apabila net BC 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan layak untuk dilaksanakan.
Demikian pula sebaliknya, apabila net BC 1, maka proyek atau gagasan usaha yang akan didirikan tidak layak untuk dilaksanakan Soekartawi, 1995.
2.2 Penelitian Terdahulu