13
perlakuan terhadap masyarakat etnis Cina dan Pribumi dalam proses kewarganegaraan yang berdampak pada peran dan keberadaan masyarakat etnis
Cina dalam masyarakat Indonesia sebagai suatu bangsa. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan yaitu pertanyaan penelitian tentang Bagaimana kedudukan
masyarakat etnis Cina dalam Kewarganegaraan Republik Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dilaksanakan terhadap suatu masalah sudah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Pada dasarnya, tujuan seseorang melakukan penelitian
adalah mencari jawaban atas masalah yang timbul, sehingga dapat dicari jawaban
untuk memecahkan permasalahan tersebut.
1. Agar tidak ada kebijakan diskriminatif terhadap warga negara di Indonesia,
baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga setiap orang merasa bahwa mereka benar-benar warga negara Indonsia sepenuhnya, dengan harapan
bahwa komitmen dan nasionalisme mereka terhadap Indonesia akan meningkat secara signifikan.
2. Dapat mengetahui aspek-aspek apa saja yang menjadi perbedaan dalam
pengurusan Kewarganegaraan dan kemudian diharapkan tidak akan terjadi lagi diskriminasi atau perbedaan dalam hal pelaksanaan kebijakan pemerintah
tersebut karena akan menimbulkan permasalahan baik masalah suku, agama, ras, atau golongan yang berawal dari ketidakseimbangan dan kecemburuan.
Universitas Sumatera Utara
14
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya
bahwa potensi kekuatan semua ras dan kelompok etnis di Indonesia seyogianya disatukan guna memperkuat ekonomi untuk kesejahteraan semua rakyat Indonesia
dan untuk menjaga stabilitas politik, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu tidak ada kebijakan diskriminatif terhadap warga negara di Indonesia, baik tertulis maupun
tidak tertulis, sehingga setiap orang merasa bahwa mereka benar-benar warga negara Indonsia sepenuhnya, dengan harapan bahwa komitmen dan nasionalisme
mereka terhadap Indonesia akan meningkat secara signifikan.
E. Kerangka Teori 1. Nasionalisme dan Kewarganegaraan
Mengacu pada awal timbulnya nasionalisme secara umum, maka nasionalisme dapat dikatakan sebagai suatu situasi kejiwaan di mana kesetiaan
seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara dan bangsa atas nama sebuah bangsa.
5
Dalam perkembangan selanjutnya, para pengikut nasionalisme ini berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan
dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam sebuah wadah yang disebut bangsa nation. Dengan demikian bangsa nation merupakan suatu
5
Trianto dan Titik Triwulan, Falsafah Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
15
badan wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persamaan keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis,
agama, budaya, dan bahasa. Unsur persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama atau untuk menentukan tujuan bersama. Tujuan bersama
ini direalisasikan dalam suatu bentuk etnisitas organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri atas populasi, geografis, dan pemerintah yang
permanen yang disebut negara. Berdasarkan dari uraian di atas, salah satu unsur yang tidak dapat
dilewatkan dalam pembahasan negara-bangsa adalah hubungan erat antara nasionalisme dengan warga negara. Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro, bahwa
secara hukum peraturan tentang kewarganegaraan merupakan suatu konsekuensi langsung dari perkembangan paham nasionalisme. Lahirnya negara bangsa
merupakan akibat langsung dari gerakan nasionalisme yang sekaligus telah melahirkan perbedaan pengertian tentang kewarganegaraan dari masa sebelum
kemerdekan. Menurut Kansil, orang-orang yang berada dalam wilayah suatu negara itu
dapat dibedakan menjadi :
6
a. Penduduk ialah mereka yang memiliki syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok domisili dalam wilayah negara itu.
Penduduk ini dapat dibedakan 2 lagi, yaitu:
6
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
16
1 Penduduk warga negara atau warga negara adalah penduduk yang
sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah negara tersebut dan Pemerintahnya sendiri ;
2 Penduduk bukan warga negara atau orang asing adalah penduduk yang
bukan warga negara. b.
Bukan penduduk mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah
negara tersebut. Menurut Harold J. Laski negara adalah suatu masyarakat yang
diintegrasikan, karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa, dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok manusia yang merupakan
bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka
bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang
yang bersifat memaksa dan mengikat.
7
Salah satu unsur yang ada dalam suatu negara adalah adanya penduduk atau rakyat. Penduduk atau penghuni suatu negara merupakan semua orang yang
pada suatu waktu mendiami wilayah negara. Meraka secara sosiologis lazim dinamakan “rakyat” dari negara tersebut, yaitu sekumpulan manusia yang
7
Tim ICCE, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Maasyarakat Madani, Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003, hal. 92.
Universitas Sumatera Utara
17
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
8
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Warga negara mengandung arti peserta,
anggota, atau warga dari suatu negara, yaitu peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk
kepentingan bersama.
9
AS Hikam mendefinisikan warga negara sebagai terjemahan dari citizenship, yaitu anggota dari sebuah komunitas yang membentuk suatu negara
itu sendiri. Sedangkan Koerniatmanto S, mendefinisikan warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai
kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
10
Secara yuridis, berdasarkan Pasal 26 ayat 1 UUD 1945, iistilah warga negara Indonesia dibedakan menjadi dua golongan: Pertama warga negara asli
pribumi, yaitu penduduk asli negara tersebut. Misalnya, suku Jawa, suku Madura, suku Dayak dan etnis keturunan yang sejak kelahirannya menjadi WNI,
merupakan warga negara asli Indonesia; dan Kedua, warga negara asing, misalnya Tionghoa, Timur Tengah, India dan sebagainya, yang telah disyahkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan menjadi warga negara Indonesia WNI.
8
Ibid, hal. 177.
9
Tim ICCE, Op.Cit, hal.73.
10
Trianto dan Titik Triwulan, Ibid, 179.
Universitas Sumatera Utara
18
Pernyataan ini ditetapkan kembali dalam pasal 1 UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI UU Kewarganegaraan, bahwa Warga Negara
Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia.
Sistem Kewarganegaraan Pada dasarnya ada tiga sistem kriteria umum yang dipergunakan untuk
menentukan siapa yang menjadi warga negara suatu negara, yakni kriterium yang didasarkan atas kelahiran, perkawinan dan naturalisasi. Kriterium kelahiran dibagi
dalam ius sangunis asas keibubapakan dan kriterium ius soli tempat kelahiran.
Hal inilah yang menjadi asas kewarganegaraan. Dalam prsktek mungkin salah satu dari syarat tersebut dipergunakan atau mungkin pula kombinasi antara
keduanya. Kriterium perkawinan dikenal pula asas kesatuan hukum dan asas persamaan; sedangkan naturalisasi dikenal naturalisasi melalui permohonan dan
naturalisasi yang diberikan.
2. Politik Identitas
Konsep ini dijelaskan oleh Gabriel Almond secara panjang lebar dan mudah dimengerti, yaitu sebagai berikut ini.
11
Sarana-sarana, pengalaman- pengalaman, dan pengaruh-pengaruh tersebut, yang semuanya membentuk sikap-
sikap individu, selanjutnya menciptakan apa yang disebut “politik identitas” seseorang, yaitu suatu kombinasi dari beberapa perasaan dan sikap: 1. Di dalam
11
Dedi Irawan dan Lelita Yunita, Mengenal teori-Teori Politik, Edisi Khusus, Depok, 2005, hal. 462- 463.
Universitas Sumatera Utara
19
sistem politik terdapat sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan dasar seperti nasionalisme, identifikasi etnik atau kelas, keterikatan ideologis, dan perasaan
fundamental akan hak-hak, keistimewaan dan kewajiban pribadi; 2. Kurang terdapat komitmen emosional terhadap, dan pengetahuan tentang, lembaga-
lembaga pemerintahan dan politik seperti pemilihan umum, struktur badan perwakilan, kekuasaan badan eksekutif, struktur badan pengadilan; dan sistem
hukum; 3. Lebih banyak terdapat pandangan-pandangan yang cepat berubah tentang peristiwa-peristiwa, kebijaksanaan politik, issue-issue politik dan tokoh-
tokoh politik yang sedang terkenal. Politik identitas memang sejauh ini dipahami dan diarahkan dalam artian
identitas personal dan identitas kolektif seperti identitas yang dibangun atas dasar gender, orientasi seksual, suku, agama dan bangsa. Tentu saja identitas seperti ini
penting tetapi pada saat yang sama sebuah afirmasi atas identitas manusiawi yang universal sangat krusial di mana identitas khusus bisa ditempatkan dalam bingkai
identitas manusia yang universal sebagai sebuah politik identitas. Politik identitas perlu didasari oleh etika dan tanggung jawab global dan
disemangati oleh roh solidaritas antar manusia. Tidak begitu saja menutup mata atas kenyataan perbedaan politis, budaya dan sosial antar masyarakat atau
komunitas. Tetapi memahami atau lebih tepat memberi definisi baru atas politik perbedaan. Perbedaan adalah sumber-sumber energi moral yang kaya yang perlu
diberi struktur baru dalam terang harmoni identitas universal. Perbedaan dan nilai universal karena itu bukanlah dua hal yang bertentangan tetapi saling melengkapi.
Universitas Sumatera Utara
20
Di sini, partikularitas atau perbedaan dihargai, tetapi bukan partikularisme yang memandang perbedaan sebagai horison yang absolut dalam pemahaman atas
identitas dan pencapaian nilai universal sebagai sebuah mimpi; hal yang universal dijunjung, tetapi bukan universalisme yang memandang perbedaan-perbedaan
sebagai penjara-penjara yang menyengsarakan hidup bersama masyarakat dan komunitas umat manusia.
3.Keadilan Justice
Istilah Justice yang berarti keadilan adalah suatu definisi, konsep, aturan yang senantiasa menjadi ekpektasi bagi semua manusia kapan dan dimanapun
berada. Menurut Thommas Hobbes justice merupakan suatu norma atau aturan dimana manusialah yang memberikan arti dan makna justice tersebut. Dengan
kata lain istilah justice menurut Hobbes hanya sekedar kata ”adil” dimana ukuran keadilan bergantung dengan penafsiran manusia. Ibnu Taimiyah mengartikan
justice sebagai gagasan yang universal dibandingkan segala-galanya, termasuk keimanan agama seseorang. Senada dengan itu, Jhon Rawls mendefiniskan justice
adalah sesuatu kebaikan yang paling tinggi derajatnya dalam institusi sosial.
12
Kembali lagi dengan pernyataan Hobbes diatas, maka banyak para filsuf dan pemikir menggunakan istilah dan konsep justice dalam kehidupan sehari-hari
bagi umat manusia. Jhon Rawls contohnya, dimana Rawls membatasi dan mendefinisikan istilah justice menjadi dua bagian : justice as liberty and justice as
12
Arif Wibowo, Teori Keadilan John Rawls ,Jurnal, Jakarta, 1 Desember 2008, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
21
the principle of difference. Justice as liberty menitikberatkan bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama, sedangkan justice as the principle of
difference adalah adanya perbedaan pembagian hak antara yang “lebih” dibanding dengan yang “kurang”.
Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of Justice bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan
menghasilkan keadilan. Ada prosedur-prosedur berfikir untuk menghasilkan keadilan.
Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu Ia melihat tentang Equal
Right dan juga
Economic Equality . Dalam
Equal Right dikatakannya harus diatur
dalam tataran leksikal, yaitu different principles
bekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip perbedaan akan bekerja jika
basic right tidak
ada yang dicabut tidak ada pelanggaran HAM dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang beruntung. Dalam prinsip Rawls ini ditekankan harus ada
pemenuhan hak dasar sehingga prinsip ketidaksetaraan dapat dijalankan dengan kata lain ketidaksetaraan secara ekonomi akan valid jika tidak merampas hak
dasar manusia. Bagi Rawls rasionalitas ada 2 bentuk yaitu
Instrumental Rationality dimana akal budi yang menjadi instrument untuk memenuhi kepentingan-
kepentingan pribadi dan kedua yaitu Reasonable
, yaitu bukan fungsi dari akal budi praktis dari orang per orang. Hal kedua ini melekat pada prosedur yang
mengawasi orang-orang yang menggunakan akal budi untuk kepentingan
Universitas Sumatera Utara
22
pribadinya untuk mencapai suatu konsep keadilan atau kebaikan yang universal. Disini terlihat ada suatu prosedur yang menjamin tercapainya kebaikan yang
universal, dengan prosedur yang mengawasi orang per orang ini akan menghasilkan
public conception of justice .
Untuk itu Rawls mengemukakan teori bagaimana mencapai public
conception , yaitu harus ada
well ordered society roles by public conception of
justice dan
person moral yang kedunya dijembatani oleh
the original position .
Bagi Rawls setiap orang itu moral subjek, bebas menggagas prinsip kebaikan, tetapi bisa bertolak belakang kalau dibiarkan masyarakat tidak tertata dengan baik.
Agar masyarakat tertata dengan baik maka harus melihat the original position
. Bagi Rawls
public conception of justice bisa diperoleh dengan
original position .
Sepaham dengan pendapat John Rawls, Soerjono Soekanto mengatakan bahwa keadilan pada hakekatnya didasarkan pada dua hal: Pertama asas
kesamarataan, di mana setiap orang mendapat hak yang sama; Kedua didasarkan pada kebutuhan, sehingga menghasilkan kesebandingan hal mana biasanya
ditetapkan di bidang hukum.
13
4.Persamaan Equality Teori equality atau egalitarianism sering didengungkan oleh negara-negara
kulon seperti Amerika sebagai dasar hukum untuk menyuarakan Hak Azasi Manusia. Prinsip ini dipakai sebagai pijakan demokrasi bahwa semua manusia
13
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius, hal. 197.
Universitas Sumatera Utara
23
dianggap sama, punya hak yang sama , tidak boleh dibeda-bedakan. Tidak ada diskriminasi berdasarkan agama, ras, jenis kelamin ataupun apapun. Tidak ada
kelas dalam masyarakat, semua orang sama.
14
Dalam teori, equality pada umumnya dipilah menjadi tiga, yaitu: 1
Equality before the law perlakuan yang sama oleh penguasa, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan
dan Negara sebagai penguasa harus menjamin terlaksananya perlakuan yang sama tersebut.Setiap warga negara adalah sama terhadap Undang-Undang
dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tidak ada perbedaan. 2
Equality of opportunity peluang yang sama dalam system perekonomian, bahwa setiap warga negara mendapat peluang yang sama untuk mendapat
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 3
Equality of result distribusi barangjasa yang sama, bahwa setiap warga negara harus mendapatkan distribusi barang dan jasa yang sama dengan
tidak terkecuali apapun. Sifat perhubungan antara manusia dan lingkungan masyarakat pada
umumnya adalah timbal balik, artinya orang-orang itu sebagai anggota masyarakatnya, mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat
maupun pemerintah dan negara. Beberapa hak dan kewajiban penting ditetapkan dalam Undang-Undang Konstitusi sebagai hak dan kewajiban asasi. Untuk dapat
melaksanakan hak dan kewajiban ini dengan bebas dari rasa takut perlu adanya
14
Arif Wibowo, Op.Cit, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
24
jaminan, dan yang mampu memberi jaminan ini adalah pemerintah kuat dan berwibawa. Didalam susunan negara modern hak-hak dan kebebasan-kebebasan
asasi manusia itu dilindungi oleh Undang-Undang dan menjadi hukum positif. Undang-Undang tersebut berlaku sama pada setiap orang tanpa kecualinyadalam
arti semua orang mempunyai persamaan dan dijamin oleh Undang-Undang. Persamaan ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor
kehidupan.
5. Diskriminasi
Diskriminasi dalam konteks kultural, hubungan antar individu, sebenarnya merupakan fenomena umum terjadi di mana pun di belahan dunia ini. Naamun,
fenomena tersebut menjadi tidak lazim dan menjadi permasalahan serius ketika suatu pemerintahan negara yang berdasarkan kepada hukum negaranya sendiri,
melalui berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan, yang merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Dalam konteks Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan diskriminasi adalah
setiap pmbatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan kepada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
Universitas Sumatera Utara
25
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Sementara itu, pengertian diskriminasi rasial menurut Kovensi Internasioanal tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Rasial
International Convention on Elimintion of All Forms of Racial Discrimination, ICERD 1965 yang diratifikasi oleh Republik Indonesia pada tahun 1999, adalah
berarti segala bentuk perbedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan yang didasarkan kepada ras, warna kulit, asal usul keturunan, bangsa atau etnis
yang mempunyai tujuan atau akibat meniadakan atau menghalangi pengakuan, perolehan atau pelaksana pada suatu tumpuan yang sama, akan hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan hakiki di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan masyarakat.
F. Definisi Konsep
Untuk memahami tentang hal-hal yang akan diteliti nantinya maka penulis akan mengemukakan konsep pemikiran mengenai implementasi kebijakan
pemerintah terhadap golongan etnis Cina di Indonesia. Adapun definisi konsep disini adalah :
Nasionalisme dapat dikatakan sebagai suatu situasi kejiwaan di mana
kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara dan bangsa atas nama sebuah bangsa. nasionalisme adanya persamaan cita-cita yang
mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau
Universitas Sumatera Utara
26
kepentingan bersama dalam sebuah wadah yang disebut bangsa nation. Dengan demikian bangsa nation merupakan suatu badan wadah yang
didalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persamaan keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, budaya, dan
bahasa.
Status suatu kewarganegaraan memiliki dua aspek, yaitu: 1 Aspek hukum, dimana kewarganegaraan merupakan suatu status hukum kewarganegaraan,
suatu kompleks hak dan kewajiban, khususnya dibidang hukum publik, yang dimiliki oleh warga negara dan yang tidak dimiliki oleh orang asing. Dan 2
Aspek sosial, dimana kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu bangsa tertentu, yakni sekumpulan manusia yang terikat suatu dengan lainnya karena
kesatuan bahasa, kehidupan sosial budaya serta kesadaran nasional.
Membatasi dan mendefinisikan istilah justice menjadi dua bagian : justice as liberty and justice as the principle of difference. Justice as liberty
menitikberatkan bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama, sedangkan justice as the principle of difference adalah adanya perbedaan pembagian hak
antara yang “lebih” dibanding dengan yang “kurang”
Prinsip equality dipakai sebagai pijakan demokrasi bahwa semua manusia dianggap sama, punya hak yang sama , tidak boleh dibeda-bedakan. Tidak ada
diskriminasi berdasarkan agama, ras, jenis kelamin atau apapun. Tidak ada kelas dalam masyarakat dengan kata lain semua orang sama.
Universitas Sumatera Utara
27
G. Metode Penelitian