38
Di bawah pemerintahan rezim Orde Baru, ketegangan antara warga etnis Cina dan wargan Indonesia asli tumbuh akibat jurang yang semakin lebar antara si
kaya dan si miskin di Indonesia, birokrat pemerintah, militer dan polisi bergaji rendah. Selain itu, di saat masyarakat Indonesia semakin dekat ke agama Islam,
warga etnis Cina mencari ketenangan spritual ke agama Kristen dan Buddha. Peristiwa kekerasan selama pemerintahan Orde Baru bersifat rasial dan agama.
Onghokham juga mengatakan bahwa kerusuhan anti-etnis Cina baru-baru ini di Jakarta terjadi akibat kecemburuan dan sentiment ras. Masyarakat etnis Cina
menunjukan kreatifitas mereka dan mencapai kebehasilan ekonomi, meskipun posisi mereka di masyarakat kurang populer. Fakta keunggulan di bidang
ekonomi ini adalah menjamurnya toko-toko milik warga etnis Cina di sepanjang jalan-jalan utama di semua kota di Indonesia.
B. Pembuktian Kewarganegaraan Republik Indonesia
Salah satu permasalahan klasik dalam penyelengaraaan Republik Indonesia adalah bukti kewarganegaraan Republik Indonesia yang dalam
pemahaman umum disebut dengan surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia yang disingkat SBKRI.. Dalam implementasinya SBKRI sebagian besar
hanya ditujukan terhadap warga negara Republik Indonesia etnis Tionghoa. Dalam beberapa kasus ditemukan juga diterapkan kepada sebagian warga negara
Republik Indonesia etnis India di Yogyakarta. Dalam peraturan pemerintah No. 5 Tahun 1947 yang merupakan peraturan
Universitas Sumatera Utara
39
pelaksanaan dari UU No. 3 Tahun1946 tentang penduduk dan warga negara ditegaskan bahwa ”dalam sistem undang undang warga negara Indonmesia suatu
bukti kewarganegaraan Indonesia Tidak Diperlukan untuk orang-orang yang tentu dan diharapkan tentu menjadi warga negara Indonesia, yaitu untuk orang
Indonesia asli dan untuk orang peranakan. Maka, bukti kewarganegaraan Indonesia hanya diberikan kepada orang yang pada umumnya bukan warga negara
Indonesia yaitu, kepada orang asing yang menjadi warga negara Indonesia dengan naturalisasi”.
Ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia tidaklah perlu dibuktikan dalam suatu bukti khusus, dalam pengertian
bahwa pembuktian kewarganegaraan Republik Indonesia dapat ditunjukkan dalam berbagai dokumen catatan sipil dan kependudukan yang sudah ada, seperti kartu
tanda penduduk KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, dan surat perjalanan ke luar negeri atau yang dikenal dengan paspor bagi mereka yang sudah menjadi
warga negara Indonesia WNI by operation of law baik karena prinsip ius sanguinis maupun ius soli. Warga negara by operation of law ini pada hakikatnya
tidak memerlukan surat bukti kewarganegaraan, sehingga sesungguhnya sangat jelas bahwa surat bukti kewarganegaraan hanya diberikan kepada orang asing
yang menjadi warga negara Indonesia karena naturalisasi by registration. Menurut UU No. 3 Tahun 1946 tentang Penduduk dan Warga Negara,
yang merupakan UU Kewarganegaraan Republik Indonesia pertama sejak kemerdekaan RI, mereka yang termasuk sebagai warga negara by operation of law
Universitas Sumatera Utara
40
sebagai berikut : 1. Orang yang asli dalam wilayah negara Indonesia
2. Orang yang bukan asli, tetapi keturunan dari seseorang yang asli dan lahir, bertempat kedudukan dan kediaman dalam wilayah negara Indonesia; serta orang
bukan turunan seorang yang asli yang lahir, bertempat kedudukan dan kediaman selama sedikitnya lima tahun berturut-turut yang paling akhir di dalam wilayah
negara Indonesia, yang telah berumur 21 tahun atau telah kawin. Dalam pengertian ini tentu saja pengaturan tersebut bukan dalam
pengertian rasialis, tetapi dalam pengertian etis konstitusional. Namun, dalam perkembangannya permasalahan pembuktian kewarganegaraan Republik
Indonesia ini kemudian mengalami pasang surut sejalan dengan sejarah perjalanan konsepsi dan implementasi hukum kewarganegaraan Republik Indonesia Sebut
saja dari munculnya Piagam Persetujuan Pembagian Warga Negara PPPWN sebagaiakibat dari Konferensi Meja Bundar KMB sebagai bentuk ”penyerahan
kedaulatan” pada tanggal 27 Desember 1949, yang diusul terjadinya Perjanjian Dwi Kewarganegaraan RI-RRT pada tahun 1955, terbitnya UU No. 62 Tahun
1958 tentang Kewarganegaraan RI, hiruk pikuk Peraturan Presiden No. 10 Tahun 1959, Peraturan Menteri No. 3412 Tahun 1978 tentang SBKRI, Keputusan
Presiden No. 59 Tahun 1996, hingga lahirnya UU No. 12 Tahun 2006 sebagai UU Kewarganegaraan ketiga RI. Pasang surut konsepsi kewarganegaraan RI tersebut,
secara tidak langsung mengakibtkan berkembangnya persoalan bukti kewarganegaraan Republik Indonesia dengan berbagai variannya.
Universitas Sumatera Utara
41
Menurut Dr. B. P. Paulus, SH
17
atau yang juga diinventarisir oleh Koerniatmanto Soetoprawiro, SH,
18
surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia dalam pengertian umum, selanjutnya dalam buku ini akan disebut
dengan bukti kewarganegaraan RI, sebenarnya terdiri dari bermacam-macam bentuk yang formatnya disesuaikan, dari yang disebut dengan surat bukti
kewarganegaraan RI karena pernyataan memilih sampai bukti petikan keputusan presiden karena pewarganegaraan sebagai berikut :
1. Undang-Undang tentang Pewarganegaraan yang diberikan kepada 9 WNA
pada tahun 1947 dan 1948 berdasarkan UU No. 3 tahun 1946. 2.
Formulir Model A yang dikeluarkan pengadilan negeri, bupati, atau perwakilan Republik Indonesia di luar negeri berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 11950. 3.
Surat opsi verwerpingsverklaring yang dikeluarkan oleh Komisariat Belanda di Indonesia, atau pejabat opsi Kerajaan Belanda di SurinameAntillen, atau
Arrondisementsrechtbank di negeri Belanda. 4.
Surat kawin yang sah berlaku pula sebagai bukti kewarganegaraan bagi istri pemegang formulir model A atau surat opsi verwerpingsverklaring
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11950. 5.
Surat kelahiran atau surat Pengakuan anak oleh bapak yang memegang formulir model A atau surat opsi verwerpingsverklaring berdasarkan
17
Paulus BP, Kewaranegaraan Republik Indonesia Ditinjau dari UUD 1945, Jakarta, Pradnya Paramita, 1993, hal.19
18
Soetoprawiro Koerniatmanto, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1996, hal.19
Universitas Sumatera Utara
42
Peraturan Pemerintah No. 11950. 6.
Surat Penetapan Kewarganegaraan Indonesia oleh pengadilan negeri bagi mereka yang diharuskan oleh instansi resmi untuk membuktikan bahwa ia
warga negara Indonesia berdasarkan Peraturan Penguasa Militer No. PrtPM091957 jo Peraturan Penguasa Perang Pusat No.
PrtPeperpu0141958. 7.
Surat Penetapan Menteri Kehakiman RI untuk seorang wanita asing yang kawin dengan seorang warga negara Indonesia setelah 27 Desember 1949
Berdasarkan Peraturan Penguasa Militer No. PrtPM091957 jo Peraturan Penguasa Perang Pusat No. PrtPeperpu0141958.
8. Formulir IIA untuk orang laki-laki yang mempunyai anak belum dewasa yang
sah, disahkan, diakui, atau diangkat dengan sah berdasarkan Peraturan pemerintah No. 201959.
9. Formulir IIIIA untuk orang perempuan yang mempunyai anak belum dewasa
yang tidak mempunyai bapak yang sah, tidak diketahui kewarganegaraan bapaknya, atau bapaknya meninggal dunia sebelum menyatakan keterangan
melepaskan kewarganegaraan RRC berdasarkan Peraturan pemerintah No. 201959.
10. Formulir IIIIIIA untuk orang yang tidak mempunyai anak yang belum
dewasa, dan untuk perempuan yang anak-anaknya semuanya mempunyai bapak yang sah yang masih hidup, atau sudah meninggal dunia setelah
menyatakan keterangan melepaskan kewarganegaraan RRC berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
43
Peraturan pemerintah No. 201959. 11.
Formulir IVIVA untuk orang yang telah menjadi dewasa dan selama belum dewasa mengikuti kewarganegaraan bapakibunya yang memilih
kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam hal ini pemegang formulir ini sebenarnya adalah warga negara Indonesia, yang setelah dewasa berstatus dwi
kewarganegaraan dan diberi waktu satu tahun untuk memilih kewarganegaraannya. Apabila kemudian tidak menggunakan kesempatan
tersebut, yang bersangkutan akan tetap berkewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Peraturan pemerintah No. 201959.
Catatan : Sejak tanggal 10 April 1960 UU NO. 41969, formulir ini tidak diterbitkan lagi dan digantikan oleh SKKRI. Dan untuk formulir IV khusus
perempuan RRC menggunakan formulir I AS. 12.
Formulir VVA untuk orang yang telah menjadi dewasa selama belum menjadi dewasa dianggap hanya berkewarganegaraan RRC, karena mengikuti
bapakibunya. Pada masa opsi 27 Desember 1949 – 27 Desember 1951 orang tersebut berkewarganegaraan Indonesia dan berkewarganegaraan RRC
pada waktu berlakunya UU No. 2Tahun 1958 disebabkan ikut bapakibunya. Apabila dalam jangka waktu satu tahun sejak menginjak usia dewasa tidak
menyatakan pilihannya, orang tersebut akan tetap berkewarganegaraan RRC berdasarkan Peraturan pemerintah No. 201959.
Catatan : Sejak tanggal 10 April 1969 UU No.41969, formulir ini tidak diterbitkan lagi dan berlaku pasal 4 dan 5 UU No. 621958.
Universitas Sumatera Utara
44
13. Formulir VIVIA untuk orang yang telah dewasa dan sebelum itu hanya
berkewarganegaraan RRC, karena mengikuti penolakan bapakibunya terhadap kewarganegaraan Republik Indonesia atau karena kewarganegaraan
Republik Indonesia ditolak oleh bapakibunya. Orang tersebut pada masa opsi 27 Desember 1949 – 27 Desember 1951 masih belum dewasa dan ikut dalam
penolakan tersebut, sehingga pada masa sebelum perjanjian dwi kewarganegaraan adalah berstatus asing. Apabila dalam jangka waktu satu
tahun menginjak usia dewasa tidak menyatakan pilihannya, orang tersebut akan tetap berkewarganegaraan RRC. Formullir ini harus dilampirkan bersama
surat keterangan dari perwakilan RRC dan surat keterangan daari kantor imigrasi berdasarkan Peraturan pemerintah No. 51961 tentang Tambahan
Peraturan Pemerinttah No. 201959. Catatan : untuk formulir A apabila pernyataan lisan diisikan oleg petugas yang
menerima pernyataan itu ke dalam formulir. 14.
Formulir C untuk orang yang karena kedudukan sosial politiknya telah menunjukkan dengan tegas bahwa mereka secara diam-diam telah melepaskan
kewarganegaraan RRC mereka Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 201959.
15. Formulir D untuk orang yang dianggap telah melepaskan kewarganegaraan
RRC karena telah membuktikan tururt dengan sah dalam pemilihan umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
berdasarkan Peraturan pemerintah No. 51961 tentang Tambahan Peraturan
Universitas Sumatera Utara
45
Pemerinttah No. 201959. 16.
Kutipan Pernyataan Sah Buku Catatn Pengangkatan Anak Asing contoh A untuk mereka yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia karena
pengangkatan berdasarkan Peraturab Pemerintah No.671958, SE Menteri Kehakiman No. JB.3225 butir 6 tanggal 5 Januari 1959.
17. Petikan Keputusan Presiden tentang Permohonan Pewarganegaraan RI tanpa
pengucapan sumpah atau janji setia untuk mereka yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia kerena dikabulkannya permohonan
pewarganegaraan RI berdasarkan UU NO. 62 Tahun 1958. 18.
Petikan Keputusan Presiden tentang Pewarganegaraan RI dan Berita Acara Sumpah atau Janji Setia kepada negara RI untuk mereka yang memperoleh
kewarganegaraan Indonesia karena pewarganegaraan RI berdasarkan UU No. 62 Tahun 1958.
19. Formulir I : Surat catatan pernyataan keterangan untuk perempuan WNA yang
kawin dengan seorang warga negara Indonesia eks Pasal 7 ayat 1 UU No. 621958 jo. Pasal II Peraturan Peralihan dan Pasal V Peraturan Penutup
berdasarkan SE Menteri Kehakiman No. JB. 316622 tanggal 30 September 1958.
20. Formulir II: Surat catatan pernyataan keterangan untuk mereka yang
berkehendak melepaskanmemperoleh kembali kewarganegaraan RI eks pasal 7 ayat 2, 8, 9 ayat 2, 11, 12 dan 18 UU No. 621958 jo. Pasal III Peraturan
Peralihan dan Psal V Peraturan Penutup berdasarkan SE Menteri Kehakiman
Universitas Sumatera Utara
46
No. JB. 316622 tanggal 30 September 1958. 21.
Formulir III: Surat pernyataan keterangan untuk mereka yang berkehendak melepaskanmemperoleh kembali kewarganegaraan RI yang barkaitan dengan
urusan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianya karena turut orangtua eks pasal 14 jo. Pasal 2 atau 13 dan 16 UU No. 62.1958 jo. Pasal IV
Peraturan Penutup Menteri Kehakiman No. JB. 316622 tanggal 30 September 1958.
22. Petikan Keputusan Menteri Kehakiman untuk mereka yang memperoleh
kembali kewarganegaraan Republik Indonesia disebabkan kehilangan kewarganegaraannya yang karena hal-hal yang di luar kesalahannya,
sebagaimana diatur dalam pasal 17k UU No. 621958 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 131976.
Bukti-bukti kewarnageraan RI tersebut, dikeluarkan secara ”khusus” sejalan dengan prinsip yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1947
bahwa ”..........Maka bukti kewargaan negara Indonesia hanya diberikan kepada orang yang pada umumnya bukan warga negara Indonesia, yaitu
kepada orang asing yang menjadi warga negara Indonesia dengan naturalisasi”. Hal ini juga sesuai dengan apa yanng disebut oleh Dr.
B.P.Paulus, SH bahwa suatu bukti kewarganegaraan RI yang khusus hanya dibutuhkan bagi warga negara yang by registration
Dengan kata lain, bahwa suatu bukti kewarganegaraan RI yang ”khusus” dibutuhkan ketika terjadi peristiwa penting yang dalam istilah catatn sipil
Universitas Sumatera Utara
47
disebut sebagai perubahan kewarnageraaan. Dalam proses catatan sipil, perubahan kewarnageraan selanjutnya akan dicatat dalam register orang yang
bersangkutan sebagai catatan pinggir. Setelah keluar UU No. 4 Tahun 1969 yang mencabut UU No. 2 Tahun 1958
tentang perjanjian dwi kewarnegaraan RI – RRT yang seharusnya menyelesaikan segala kerumitan proses dwi-kewarganegaraan orang-orang
Tionghoa, tetapi kemudian berdasarkan Surat Edaran Menteri Kehakiman No. DTC911 tanggal 1 Juli 1969 justru terbit salah satu buku kewarganegaraan
RI yang dikenal dengan: 23.
Surat Keterangan Kewarganegaraan Republik Indonesia SKKRI oleh pengdailan negeri untuk orang yang mempunyai kewarganegaraan Republik
indonesia menurut Pasal 7 ayat 2, pasal 9, dan Pasal 13 UU No. 621958, serta untuk anak warga negara Indonesia yang orangtuanya memiliki salah
satu formulir yang tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 201959 dan Peraturan Pemerintah No. 51961 berdasarkan SE Menteri Kehakiman No.
DTC911 tanggal 1 Juli 1969. Catatan : Dengan keluaranya Peraturan Menteri Kehakiman No. JB.312
tentang SBKRI tanggal 14 Maret 1978, SKKRI dinyatakan tidak berlaku. Berbeda dengan 22 bukti kewarganegaraan RI sebelumnya, SKKRI ini juga
diterapkan kepada anak-anak dari orangtua yang sudah berkewarnegaraab Republik Indonesoa, padahal dalam akta catatan sipil mereka sudah
dinyatakan sebagai warga negara Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
48
Namun, pada tanggal 14 Maret 1978, Menteri Kehakiman mengeluarkan Peraturan Menteri Kehakiman No. JB. 3412, yang mengakhiri berlakunya
SKKRI, yang kemudian diganti dengan suatu bukti kewarganegaraan RI, yang kemudian sering dikenal dengan :
24. Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia SBKRI untuk warga
negara Indonesia keturunan asing yang telah dewasa, tetapi memiliki bukti kewarganegaraan. Sepertinya halnya SKKRI, SBKRI ini dalam
pelaksanaannya juga diterapkan kepada orang-orang yang sudah menjadi WNI sejak kelahiran Pasal IV Peraturan Penutup UU No. 621958 jo. Peraturan
Menteri Kehakiman No. JB.3412. Dalam buku ini selanjutnya akan dibedakan antara bukti kewarganegaraan RI
seperti yang disebut dari no 1 – 22 dan suatu jenis dokumen kewarganegaraan RI yang disebut dengan Surat Bukti Kewarganegaraan RI atau SBKRI no 24
yang dikritik sebagai dokumen yang diskriminatif dan ”rasis”. Mereka yang sudah menjadi WNI sejak kelahiran, seperti prinsip yang
ditegaskan oleh Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1947, tidak membutuhkan bukti kewarganegaraan yang khusus untuk itu. Apabila kemudian dalam
keadaan yang membutuhkan pembuktian, dapat digunakan dokumen-dokumen otentik lainnya yang sudah ada.
Surat Keputusan Menteri Kehakiman tangal 10 Juli 1992 No. M.02-HL.04.10 mengatur bahwa anak warga negara Indonesia keturunan asing yang
orangtuanya memegang bukti kewarganegaraan Indonesia tidak diwajibkan
Universitas Sumatera Utara
49
lagi memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia SBKRI. Mereka dapat membuktikan kewarganegaraan Indonesia dengan :
25. Petikan akta kelahiran untuk mereka yang memperoleh kewarganegaraan
Indonesia karena kelahiran atau anak yang orantuanya memegang SBKRI berdasarkan UU No. 621958, Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal
10 Juli 1992 No. M.02-HL.04.10. 26.
Kartu tanda penduduk KTP untuk mereka yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena kelahiran atau anak yang orangtuanya
memegang SBKRI berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 10 Juli 1992 No. M.02-HL.04.10.
Meskipun disebut hanya berlaku untuk warga negara keturunan asing, secara prinsip kedua dokumen tersebut juga valid digunakan oleh setiap warga
negara Indonesia sebagai bukti kewarganegaraan RI apabila dibutuhkan. Dan, meskipun KTP dipertanyakan legalitasnya sebagai dokumen pembuktian
kewarganegaraan RI disebabkan dikeluarkan oleh camat yang secara institusi tidak mempunyai kewenangan menentukan kewarganegaraan Koerniatmanto,
1996 – 126, pemprosesan suatu KTP tentunya harus didasarkan kepada sumber dari suatu bukti kewarganegaraan RI yang valid.
Universitas Sumatera Utara
50
BAB III KEDUDUKAN STATUS KEWARGANEGARAAN ETNIS CINA DALAM