mengikat, sehingga meningkatkan asupan zat asam asam lemak, asam empedu dan lainnya ke flora usus Birch and Parker, 2000.
Ketika zat yang diserap ke permukaan partikel serat, zat ini memberikan sebuah rongga di mana suatu potensi substrat untuk degradasi bakteri pada
konsentrasi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bakteri lebih cenderung tumbuh pada
permukaan partikel padat, dan permukaan substrat yang memiliki konsentrasi relatif tinggi dan konsentrasi enzim yang relatif tinggi. Hal
ini adalah kondisi yang mencirikan katalisis. Singkatnya, serat meningkatkan asupan nutrisi lain dan
menyediakan matriks yang mempromosikan pemanfaatannya Birch and Parker, 2000.
2.1.8. Penyakit-Penyakit yang Berhubungan dengan Kekurangan Serat 2.1.8.1. Penyakit-penyakit di Kolon
Beberapa penyakit yang kebanyakan muncul dipengaruhi oleh peningkatan kadar serat konsumsi keseharian, dinamakan konstipasi, diare, diverticulitis dan
kanker kolorektal Mahan and Stump, 2003. Selulosa diet yang cukup telah lama diakui sebagai faktor dalam mencegah
konstipasi. Baik serat-serat yang larut dan tidak larut bertambah untuk meningkatkan kepadatan feses sampai absorpsi air dan penambahan bahan yang
tidak tercerna. Gas yang dihasilkan selama fermentasi serat terlarut memberikan kontribusi untuk menggerakan feses melalui usus besar. Tanpa air yang cukup,
selulosa cenderung menghasilkan feses yang kering. Oleh karena itu,kombinasi selulosa dan pectin direkomendasikan sebagai bagian terbesar dalam
pembentukan feses dan memperlancar feses karena efek bulk forming laxative Mahan and Stump, 2003.
2.1.8.2 Penyakit Kardiovaskuler
Fraksi larut pada serat makanan, jika diberikan dalam jumlah besar dapat mengurangi kolesterol darah. Bakteri mengurangi serat larut untuk asam lemak
rantai pendek yang muncul untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati Mahan and Stump, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8.3. Diabetes
Serat larut air, terutama pektin dan gum, menimbulkan efek hipoglikemik dengan menunda pengosongan lambung, memperpendek waktu transit usus, dan
mengurangi penyerapan glukosa. Mereka juga dapat memperlambat hidrolisis pati Mahan and Stump, 2003.
2.2. Defekasi 2.2.1.Definisi Defekasi
Defekasi adalah proses pengeluaran kotoran atau pengeluaran tinja dari rektum. Defekasi normalnya muncul 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu. Kurang
dari 3 kali seminggu diindikasikan konstipasi dan lebih dari 3 kali sehari diindikasikan diare Tresca, 2009. Kolon dalam keadaan normal menyerap
sebagian garam dan H
2
O. Natrium adalah zat yang paling aktif diserap dan Cl
-
mengikuti secara pasif penurunan gradien listrik serta H
2
O mengikuti secara osmotis. Bakteri di kolon mensintesis sebagian vitamin yang dapat diserap oleh
kolon, tetapi dalam keadaan normal jumlahnya tidak bermakna, kecuali pada kasus vitamin K Sherwood, 2001.
Melalui penyerapan garam dan H
2
O terbentuk massa feses yang padat. Dari 500 ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya, kolon dalam keadaan
normal menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 g feses untuk dikeluarkan dari tubuh setiap hari. Bahan feses terdiri dari 100 g H
2
O dan 50 g bahan padat yang terdiri dari selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Produk-
produk sisa utama yang diekskresikan di feses adalah bilirubin. Konstituen feses lainnya adalah residu makanan yang tidak diserap dan bakteri-bakteri yang pada
dasarnya tidak pernah menjadi bagian dari tubuh Sherwood, 2001.
2.2.2.Proses Defekasi
Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Sebagian hal ini akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah sekitar 20
cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rektum. Disini terdapat
Universitas Sumatera Utara