BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak era reformasi di Indonesia dimulai pasca 1998, sistem pemilu di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Pada Pemilu masa Orde
Baru, masyarakat Indonesia hanya mengenal 3 tiga partai politik besar peserta Pemilu, yaitu Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia, dan Partai
Persatuan Pembangunan. Bahkan pada setiap Pemilu yang dilaksanakan di Indonesia masa Orde Baru tersebut selalu dimenangkan partai politik pro-
pemerintah, atau dapat dikatakan tanpa mengadakan Pemilu-pun sudah diketahui pemenangnya. Tetapi Indonesia merupakan negara Demokrasi
dimana Pemilihan Umum adalah ciri khas yang menandakan bahwa negara tersebut adalah negara demokrasi.
Setelah era baru tersebut dimulai, Pemilu 1999-pun digelar dengan tujuan menandakan bahwa rakyat Indonesia membutuhkan suasana politik
yang baru setelah Orde Baru, yaitu bukti dari reformasi tersebut. Pada Pemilu 1999 masih memiliki kemiripan dengan Pemilu sebelumnya, hanya
saja dimodifikasi sedikit dengan mengikutsertakan 48 Partai Politik peserta Pemilu pada saat itu. Presiden terpilih pada Pemilu 1999 adalah
Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur. Masa kepresidenan Gus Dur tidak bertahan lama dikarenakan tekanan dari
berbagai pihak, dan digantikan oleh Wakil Presiden pada saat itu Megawati Soekarno Putri.
Universitas Sumatera Utara
Setelah masa kepemimpinan Megawati tersebut, kembali diselenggarakan Pemilu 2004 yang menghasilkan sejarah baru, yaitu
terpilihnya Susilo Bambang Yudoyono atau akrab dipanggil SBY sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009. Pada Pemilu 2004 sistem
pemilu kembali dimodernisasi dan dimodifikasi demi menutupi kekurangan-kekurangan sistem pemilu sebelumnya.
Pengantar di atas merupakan gambaran perkembangan sistem pemilu di Indonesia yang semakin mendekati ideal. Masyarakat sebagai pemilih
menghendaki Pemilu secara langsung, agar pendekatan-pendekatan pemilih tersebut lebih dapat diterapkan pada Pemilu-pemilu selanjutnya.
Kekurangan Pemilu Legislatif 2004 terletak pada sistem perolehan suara, dimana wakil rakyat yang terpilih adalah berdasarkan nomor urut calon. Hal
tersebut menggambarkan bahwa calon anggota dewan yang berada pada nomor urut bawah dari total wakil rakyat partai politik tertentu memiliki
kesempatan yang sangat kecil untuk memperoleh posisi di badan legislatif. Walaupun demikian Pemilu 2004 dianggap lebih baik dibandingkan Pemilu
1999 ditinjau dari jumlah pemilih yang ikut serta dalam pemilu tersebut. Dalam Pemilu 2004 terdapat peningkatan angka pemilih yang
menggunakan hak pilih, tetapi juga mengalami peningkatan angka yang tidak menggunakan hak pilih yang tidak sedikit. Jika ditinjau dari
persentase parbandingan jumlah pemilih antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 2004, maka Pemilu 1999 dikatakan lebih baik karena rasio yang saling
berhubungan seperti yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Perbandingan Hasil Pemilu 1999 dengan Pemilu 2004
Pemilu 1999 Pileg 2004
Jumlah pemilih a 117.738.000
148.000.369 Menggunakan hak pilih
109.427.000 124.420.339
Suara Sah b 105.786.000
113.462.414 Suara tidak sah
3.641.000 10.957.925
Tidak gunakan hak pilih 11.785.574
23.580.030 Tidak gunakan hak pilih
7,26 15,93
Rasio a dengan b 90
84,07 Partai Peserta Pemilu
48 24
Jumlah Kursi 462
550 Sumber: Media Center KPU, 9 April 2009
1
Seiring dengan semakin berkembangnya Pemilu di Indonesia, tingkat kesadaran politik masyarakat juga ikut berkembang. Banyak faktor-faktor
yang mempengaruhi hal tersebut. Partisipasi politik masyarakat memiliki pengaruh terhadap pilihan politik individu atau masyarakat tersebut.
Disamping hal itu latar belakang pemilih juga mempengaruhi pendekatan- pendekatan pemilih tersebut. Namun pendekatan pemilih dapat berkembang
dengan pengaruh-pengaruh dari luar yaitu media, sosialisasi politik, dan Pada Pemilu Legislatif 2009, sistem pemilihan wakil rakyat secara
langsung telah dimodifikasi ulang dengan sistem suara terbanyak. Sistem suara terbanyak merupakan solusi bagi calon anggota dewan yang
menempati nomor urut calon di bawah unggulan. Hal tersebut dipublikasikan dengan pembatalan Pasal 214 Undang-Undang No. 10
Tahun 2008 oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut membuat Pemilu Legislatif 2009 menjadi semakin berwarna, baik bagi calon anggota dewan
maupun rakyat sebagai pemilih dalam hal ini.
1 1
http:mediacenter.kpu.go.id
Universitas Sumatera Utara
lain-lain. Penelitian ini terfokus pada masyarakat pinggiran kota dimana penduduknya 80 homogen. Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman
ke arah era informasi, bisa jadi perilaku pemilih sulit dibaca atau sulit ditebak. Maka penulis melakukan penelitian ini guna menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku pemilih tersebut. Dengan kata lain penegasan judul penelitian ini adalah “Studi Deskriptif Antara Latar
Belakang dan Tingkat Kesadaran Politik Masyarakat Etnis Batak Toba di Desa Pagar Jati Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deli Serdang dengan
Perilaku Pemilih pada Pemilu Legislatif 2009” atau “Pengaruh Latar Belakang dan Tingkat Kesadaran Politik Masyarakat Etnis Batak Toba di
Desa Pagar Jati Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deli Serdang Terhadap Perilaku Pemilih pada Pemilu Legislatif 2009”. Alasan pemilihan judul
tersebut dikarenakan di Desa Pagar Jati mayoritas penduduknya adalah berlatar belakang suku Batak Toba lebih dari 75, klasifikasi tersebut
kemungkinan dapat mempengaruhi pilihan politik masyarakatnya.
1.2 Perumusan Masalah