Studi Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Biji Salak (Salacca Edilus Reinw) Sebagai Adsorben Cr (VI) Dalam Limbah Cair Elektroplating

(1)

STUDI PEMANFAATAN ARANG AKTIF SERBUK BIJI SALAK

(

Salacca Edilus Reinw

) SEBAGAI ADSORBEN Cr (VI)

DALAM LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING

SKRIPSI

HARIS BONIFASIUS MANIK 100802053

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

STUDI PEMANFAATAN ARANG AKTIF SERBUK BIJI SALAK

(

Salacca Edilus Reinw

) SEBAGAI ADSORBEN Cr (VI)

DALAM LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar SarjanaSains

HARIS BONIFASIUS MANIK 100802053

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Studi Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Biji Salak (Salacca Edilus Reinw) Sebagai Adsorben Cr (VI) Dalam Limbah Cair Elektroplating

Kategori : Skripsi

Nama : Haris Bonifasius Manik Nomor Induk Mahasiswa : 100802053

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera utara

Disetujui di

Medan, Februari 2015 Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. Zul Alfian M.Sc Drs. ChairuddinM.Sc NIP.195504051983031002 NIP.195909171987011001

Diketahui / disetujui oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr.Rumondang Bulan Nasution,MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

STUDI PEMANFAATAN ARANG AKTIF SERBUK BIJI SALAK

(

Salacca Edilus Reinw

) SEBAGAI ADSORBEN Cr (VI)

DALAM LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2015

HARIS BONIFASIUS MANIK 100802053


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya guna meraih gelar sarjana sains dari departemen kimia, fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada orang tua saya, Marudin Manik dan Sinta Manihuruk. Kalian yang selalu mendukung saya dan memberikan semangat serta masukan-masukan yang sangat bermanfaat sekali bagi saya. Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk kalian. Tidak ada hal apapun yang saya inginkan di dunia ini kecuali satu, kebahagiaan kalian.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada abang saya Benediktus Manik yang selalu memotivasi saya dan kepada teman-teman angkatan 2010 terutama pasukan catalyst dan keluarga cup-cup serta junior senior lainnya yang turut mendukung dan memberikan semangat kepada saya. Terlebih kepada dosen pembimbing saya, bapak Drs.Chairuddin, M.Sc. dan bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc yang telah membimbing saya dari awal hingga akhir penelitian. Tanpa mereka, saya mungkin tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.


(6)

STUDI PEMANFAATAN ARANG AKTIF SERBUK BIJI SALAK (Salacca Edilus Reinw) SEBAGAI ADSORBEN Cr (VI) DALAM

LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi pemanfaatan arang aktif biji salak sebagai adsorben Cr6+ dalam limbah cair elektroplating. Sampel yang dianalisa adalah limbah cair elektroplating pada laboratorium Politeknik Negeri Medan. Sampel dianalisa dengan variasi waktu kontak dan massa arang aktif. Penelitian ini didahului dengan pembuatan larutan 1.5-dipenilkarbazida 0.5 %. Kemudian diikuti dengan pembuatan larutan seri standar Cr6+ 0.20; 0.40; 0.60; 0.80 dan 1.00 mg/L serta preparasi sampel dan ditentukan kandungan kromium dan daya serap arang aktif dengan spektrofotometer sinar tampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Cr6+ pada laboratorium Politeknik Negeri Medan adalah 0.117 g/L dan daya serap arang aktif mencapai 99.80- 99.94 %.


(7)

STUDY ON THE USE OF ACTIVATED CHARCOAL POWDER SEEDS ( Salacca Edilus Reinw) AS ADSORBENT Cr (VI) IN

ELEKTROPLATING WASTEWATER

ABSTRACT

It has been done research of the view of activated charcoal of the view of bark seed to adsorb Cr6+ in elektroplating wastewater. The samples were analyzed is electroplating wastewater in the Politeknik Negeri Medan. The samples were analyzed with the variation of the contact time and the mass of activated charcoal. This study was preceded by making a solution of 1.5-dipheyilcarbazid 0.5%. Then followed by a series of standard solution preparation Cr6+ 0.20; 0.40; 0.60; 0.80 and 1.00 mg/L as well as sample preparation and determined the content of Cr6+ and absorption of activated charcoal with visible spectrophotometer. The results showed that the metal content of Cr6+ on laboratory Politeknik Negeri Medan is 0.117 g/L and activated charcoal absorption reached 99.80%-99.94%.


(8)

DAFTAR ISI Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab 1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang 1.2.Permasalahan 1.3.Pembatasan Masalah 1.4.Tujuan Penelitian 1.5.Manfaat Penelitian 1.6.Lokasi Penelitian 1.7.Metodologi Penelitian Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Salak

2.1.1. Klasifikasi Dan Morfologi Tanaman Salak 2.1.2. Daerah Penyebaran Salak

2.1.3. Kegunaan Salak 2.1.4. Syarat Tumbuh

2.2. Arang Aktif 2.2.1. Sumber Arang Aktif

2.2.2. Pembuatan Arang Aktif 2.2.3. Adsorpsi

2.3. Kromium 2.4. 1.5-Dipenilkarbazida

2.5. Spektrofotometer

2.5.1. Spektrofotometer UV Dan Sinar Tampak

2.5.1.1. Cara Kerja Dan Prinsip Spektrofotometri 2.5.1.2. Instrumentasi Spektrofotometri 2.6. Hukum Spektrofotometri

2.6.1. Hukum Lambert

2.6.2. Hukum Beer

Halaman ii iii iv v vi vii ix x xi 1 1 3 3 4 4 4 4 5 5 5 6 7 7 8 9 9 10 12 13 13 14 16 18 19 19 20 22


(9)

Bab 3. MetodePenelitian 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat 3.1.2. Bahan 3.2. Prosedur Penelitian 3.2.1. Pembuatan Reagen

3.2.1.1.PembuatanLarutan 1.5-difenilkarbazida 3.2.2. Pembuatan Larutan K2Cr2O7

3.2.2.1. Pembuatan Larutan Standar Cr6+ 1000 mg/L 3.2.2.2. Pembuatan Larutan Standar Cr6+100 mg/L

3.2.2.3. Pembuatan Larutan Standar Cr6+ 10 mg/L 3.2.2.4. Pembuatan Larutan Seri Standar Cr6+ 00; 0,20; 0,40; 0,60; 0,80 dan 1,00 mg/L

3.3.2.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Cr6+ 3.2.3. Proses Pembuatan Arang Aktif

3.2.4. Karakterisasi Arang Aktif

3.2.5. Preparasi dan Penentuan Konsentrasi sampel 3.2.6. Penentuan Daya Serap Arang Aktif

3.3. Bagan Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan 1.5-Difenilkarbazida 3.3.2. Bagan Penyiapan Biji Salak

3.3.3. Bagan Proses Pembuatan Arang Aktif 3.3.4. PembuatanLarutan Seri Standard dan

Pembuatan kurva Kalibrasi Cr6+

3.3.5. Preparasi dan Penentuan konsentrasi sampel 3.3.6. Penentuan Daya Serap Arang Aktif

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Logam Cr6+

4.1.2. Pengolahan Data Logam Cr6+

4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

4.1.2.2. Koefisien Korelasi

4.1.2.4. Penentuan Konsentrasi Sampel 4.1.2.5. Penentuan Daya Serap Arang Aktif 4.2. Pembahasan

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran 22 22 23 23 23 23 23 23 24 24 24 24 25 26 26 27 28 28 28 29 30 31 32 34 34 34 35 35 37 37 40 42 45 45 45 46


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 2.1. 4.1. 4.2. 4.3.

Judul

Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia Data Absorbansi Larutan Standar Cr6+ dengan Metode Spektrofotometer Sinar Tampak

Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi logam Cr6+ Berdasarkan Pengukuran Intensitas Larutan Standar Cr6+ Hasil Penetuan Konsentrasi logam Cr6+ Dalam Limbah Elektroplating

Halaman

10 32 33 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar 2.1. 2.3. 4.1. 4.2. 4.3.

Judul

Tanaman Salak 1,5-difenilkarbazida

Kurva kalibrasi larutan standar logam Cr6+

Kurva % daya serap arang aktif dengan variasi waktu kontak

Kurva % Daya serap arang aktif dengan variasi massa

Halaman

6 13 26 44 44


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran 1.

2. 3. 4. 5.

Judul

Baku Mutu Limbah Cair Pelapisan Logam Data Hasil Pengukuran Absorbansi Limbah Cair Elektroplating dengan Spektrofotometer visibel

dengan λ = 540 nm

Persentase Penyerapan Logam Cr6+ dalam Limbah cair Elektroplating Variasi waktu kontak

Perhitungan Persentase penyerapan logam Cr6+ dalam limbah cair elektroplating variasi massa arang aktif Perhitungan Karakterisasi Arang Aktif Biji Salak

Halaman 50

50 51 51 52


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan zat yang penting dalam kehidupan makhluk hidup didunia. Namun saat ini, sebagian besar air telah tercemar oleh polutan-polutan berbahaya yang dapat menimbulkan masalah bagi kehidupan. Air buangan atau limbah cair yang berasal dari kegiatan industri merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran air (Wardhana, 1995). Berbagai polutan telah dilaporkan sebagai bahan berbahaya, salah satu diantaranya adalah logam berat yang telah dilaporkan baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang (Darmono, 1995).

Menurut Darmono (2006), logam berat yang berbahaya terutama yang mencemari lingkungan adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), krom (Cr), dan nikel (Ni). Logam kadmium (Cd) merupakan unsur logam berat yang paling beracun setelah Merkuri (Hg). Krom merupakan logam berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan. Krom mempunyai daya racun yang tinggi dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut serta keracunan kronis. Efek samping dari bentuk krom hexavalen pada kulit adalah termasuk dermatitis, dan reaksi alergi kulit. Selain itu menyebabkan timbulnya gejala pernafasan termasuk batuk, sesak napas, dan hidung gatal. Logam-logam tersebut dapat terakumulasi dalam rantai makanan, maka perhatian yang serius telah dilakukan untuk menemukan metode yang efektif dan efisien untuk menghilangkannya dari air limbah industri (Darmono, 1995).

Menurut Hariani dkk (2009), usaha-usaha pengendalian limbah ion logam belakangan ini semakin berkembang. Beberapa metode kimia maupun biologis telah


(14)

adsorpsi, pertukaran ion (ion exchange), dan pemisahan dengan membran. Proses adsorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena lebih ekonomis dan juga tidak menimbulkan efek samping yang beracun serta mampu menghilangkan bahan-bahan organik.

Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan alternatif yang dapat digunakan. Sejumlah biomaterial seperti lumut, daun teh, sekam padi serta beberapa organisme air, begitu juga dari bahan nonbiomaterial sepertip erlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air limbah (Hariani dkk,2009). Berbagai jenis adsorben telah digunakan untuk menghilangkan logam berat. Contoh adsorben adalah berbagai variasi limbah c a i r yang digunakan untuk menghilangkan ion logam berat seperti arang aktif sekam padi untuk menghilangkan logam Cr dengan persentase serapan 87.24% (Khan,2004), serbuk gergaji kayu karet untuk menghilangkan logam Cr6+ dengan persentase daya serap 98.89% (Raja,2006), biji salak untuk menghilangkan Cr (VI) dengan persentase serapan 94.28% (Aji dkk, 2012).

Biji salak terkenal memiliki tekstur yang sangat keras. Menurut Bewley et al. (2013) tekstur biji yang sangat keras disebabkan oleh tumpukan hemiselulosa dalam dinding sel yang sangat tebal yang merupakan cadangan makanan utama bagi embrio biji tersebut. Bewleyjuga menyebutkan bahwa hemiselulosa yang paling sering muncul dalam biji adalah dalam bentuk mannan, yakni polimer manosa rantai panjang (antar manosa berikatan secara β1→4) dengan kemungkinan kecil terdapat sedikit rantai samping berupa gulalain (berikatan secara α 1→6 dengan rantai utama mannan) yang utamanya adalah galaktosa. Jumlah rantai cabang galaktosa yang sangat sedikit pada mannan atau dapat disebut sebagai mannan murni dalam biji, menyebabkan mannan tersebut tidak larut dalam air (Aji,2012).

Adapun beda penelitian terdahulu yang telah dilakukan (Aji,2012) bahwa analisa logam kromium VI dengan menggunakan adsorben biji salak yang diaktivasi


(15)

secara fisika pada suhu tanur 800oC dengan metode batch dan kolom yang filtratnya kemudian dianalisa dengan uv-visible.

Berdasarkan hasil uraian tersebut, peneliti tertarik untuk memanfaatkan biji salak sebagai adsorben yang diaktivasi secara kimia dan diaplikasikan untuk menurunkan kadar kromium (VI) dalam limbah cair elektroplating.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:

1. Berapakah kandungan logam Kromium (VI) yang terdapat dalam limbah cair Elektroplating.

2. Bagaimana kapasitas adsorpsi arang aktif biji salak yang diaktivasi secara kimia dapat menurunkan kadar logam kromium (VI) dalam limbah cair Elektroplating.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada:

1. Salak diperoleh dari daerah Tanjung anom Deli serdang 2. Karbonisasi dilakukan pada suhu 600oC

3. Aktivasi yang digunakan adalah secara kimia dengan H3PO4 10% sebagai aktivator

4. Limbah yang akan diteliti diambil dari limbah cair elektroplating Politeknik Negeri Medan


(16)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. untuk mengetahui kandungan logam Cr6+ dalam limbah cair elektroplating 2. untuk mengetahui kapasitas adsorpsi arang aktif biji salak yang diaktivasi

secara kimia oleh H3PO4 10% terhadap kromium (VI) yang terdapat dalam limbah cair elektroplating.

1.5. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat umum, mahasiswa, maupun industri mengenai pemanfaatan biji salak yang dapat digunakan sebagai adsorben alternatif terhadap limbah Bahan berbahaya dan beracun untuk lebih memanfaatkan bahan-bahan yang selama ini dianggap tidak berguna yang hanya akan dibuang.

1.6. Lokasi Penelitian

1. Pengambilan sampel limbah cair elektroplating dilakukan di Politeknik Negeri Medan

2. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium yang meliputi beberapa tahapan: 1. Pembuatan larutan 1,5-difenikarbazida 0,5%.

2. Pembuatan larutan seri standar kromium 0.20; 0.40; 0.60; 0.80 dan 1.00 mg/L.

3. Preparasi sampel limbah cair elektroplating.

4.Penentuan kadar logamCr6+ dilakukan dengan metode spektrofotometer sinar tampak (visible) pada λspesifik 540 nm.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Salak

2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Salak

Klasifikasi ilmiah dari tanaman salak adalah sebagai berikut; Kerajaan : Plantae

Divisi :Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Salacca

Spesies : Salacca edilus reinw

Salak dalam bahasa latinnya adalah salacca edulis reinw atau salacca zalacca, dan salak tanaman asli merupakan indonesia. Salak termasuk golongan palmae, serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren, palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas bunga-bunga salak dalam jumlah banyak.

Akar tanaman salak dangkal, panjang, dan kuat seperti akar kelapa atau aren. Tanaman salak dapat hidup bertahun-tahun sehingga dapat mencapai ketinggian 1,5-8 meter, bergantung pada jenisnya. Dari akar yang tua dapat tumbuh tunas baru yang juga dapat ditangkarkan sebagai bibit.

Tanaman salak termasuk golongan tanaman berumah dua, artinya jenis tanaman yang membentuk bunga jantan pada tanaman terpisah dari bunga betinanya.


(18)

Dengan kata lain, setiap tanaman memiliki satu jenis bunga atau disebut tanaman berkelamin satu (Soetomo,2001).

Gambar 2.1. Tanaman salak (Salacca edulis reinw) 2.1.2. Daerah Penyebaran Salak

Salak ditemukan tumbuh liar di alam di Jawa bagian barat daya dan Sumatra bagian selatan. Akan tetapi asal usul salak yang pasti belum diketahui. Salak dibudidayakan di Thailand, Malaysia dan Indonesia, ke timur sampai Maluku. Salak juga telah diintroduksi ke Filipina, Papua Nugini, Queensland dan juga Fiji.Sebagian ahli menganggap salak yang tumbuh di Sumatra bagian utara berasal dari jenis yang berbeda, yakni Salak sumatrana. Salaccazalacca sendiri dibedakan lagi atas dua varietas botani, yakni variates zalacca dari Jawa dan variates amboinensis Mogea dari Bali dan Ambon (Tjahjadi,1988).

2.1.3. Kegunaan Salak

Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer sebagai buah meja. Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak. Salak yang muda digunakan untuk bahan rujak. Umbut salak pun dapat dimakan.


(19)

Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya dapat digunakan sebagai bahan anyaman, meski tentunya sesudah duri-durinya dihilangkan lebih dahulu. Karena duri-durinya hampir tak tertembus, rumpun salak kerap ditanam sebagai pagar.

Untuk pengobatan seperti untuk menghentikan diare, jadi bila kebanyakan makan salak akan menyebabkan kesulitan membuang air besar dalam kadar menengah. kadang kulit salak juga di gunakan dalam traditional china medicine/jamu sebagai bahan obat (Hieronymus,1990).

2.1.4. Syarat Tumbuh 1. Iklim

1. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi.

2. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70%, karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh.

2. Tanah

1. Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab.

2. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5 - 7,5.

3. Ketinggian Tempat

Tanaman salak tumbuh padaketinggian tempat 0-700 m diatas permukaan laut (Tjahjadi,1988).


(20)

Arang adalah suatu padatan berpori yang terdiri dari karbon yang berbentuk amorf. Arang diproleh dari hasil pembakaran bahan-bahan yang mengandung karbon dengan udara terbatas pada suhu tinggi. Arang bukan merupakan karbon murni tetapi masih mengandung hidrokarbon dan abu yang terabsorbsi pada permukaannya. Dengan demikian arang mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang demikian disebut karbon aktif (Raja,S.2006).

Karbon aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonasi dan tidak teroksidasi. Karbon aktif mempunyai kapasitas yang besar untuk mengadsorpsi molekul-molekul organik. Ini dihasilkan dengan menerapkan serangkaian proses perlakuan seperti dehidrasi, karbonasi dan aktivasi terhadap material-material yang kaya dengan karbon (Dean,R.1981).

Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai 1000 Ao, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah. Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 Ao, tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras (Sinaga,J.2003).


(21)

Arang aktif dapt dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organik, atau anorganik, baik yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah, ataupun mineral misalnya seperti serbuk gergaji, tongkol jagung, kayu keras, kayu lunak, tempurung kelapa, residu petrolium, tandan kelapa sawit, ampas penggilingan tebu, endapan minyak, tempurung biji kelapa sawit dan lain-lain. Jenis-jenis bahan baku yang digunakan menentukan jenis arang aktif yang diperoleh (Raja,S.2006).

2.2.2. Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif dapat dibuat menjadi dua tahap yaitu tahap karbonasi dan tahap aktivasi. Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya, pada proses ini pembentukan struktur pori dimulai. Karbonasi terjadi beberapa tahap yaitu penghilangan air atau dehidrasi dan perubahan bahan organik menjadi unsur karbon. Sedangkan tahap aktivasi dilakukan dengan perendaman arang dalam, arang direndam dalam larutan pengaktif bahan pengaktif masuk diantara sela-sela lapisan heksagonal karbon aktif dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup dan memperbesar pori. Adanya interaksi antara zat pengaktivasi dengan struktur atom-atom karbon hasil karbonasi adalah mekanisme dari proses aktivasi. Ada beberapa klasifikasi pori yaitu:Mikropori: diameter < 2 nm, Mesopori: diameter 2 – 50 nm, dan Makropori: diameter > 50 nm (Fauziah, 2009).

Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Aktivasi fisika dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari arang aktif dengan bantuan panas, uap dan CO2. Pengaruh utama aktivasi arang dengan uap panas adalah untuk menciptakan dan memperluas pori arang. Semakin tinggi suhu aktivasi maka terjadi peningkatan kristalinitas, diameter pori dan reduksi senyawa kimia arang aktif. Pada batas tertentu peningkatan suhu justru akan menurunkan volume mikroporinya. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator. Bahan-bahan kimia yang dapat digunakan antara lain asam


(22)

mangaan klorida, natrium hidroksida, kalium karbonat, asam fosfat, kalium sulfida, kalium hidroksida, dan kalim karbonat (Darmawan, 2009).

Kualitas arang aktif dinilai berdasarkan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 pada Tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995

Uraian Syarat Kualitas

Butiran Serbuk

Kadar Air (%) Maks 4,5 Maks 15

Kadar Abu (%) Maks 2,5 Maks 10

Kadar Zat Terbang (%) Maks 15 Maks 25

Bagian tak mengarang 0 0

Jarak Mesh (%) 90 -

Lolos Mesh - Min 90

Kekerasan 80 -

Karbon Aktif murni Min 80 Min 65

(Sumber: SNI 06-3730-1995) 2.2.3. Adsorpsi

Adsorpsi adalah molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Pada adorpsi gas dipermukaan zat padat, terjadi kesetimbangan antara gas yang terjerap dengan gas sisa. Daya jerap zat padat terhadap gas tergantung pada jenis adsorben, jenis gas, luas permukaan adsorben, temperatur gas dan tekanan gas. Makin luas permukaan adsorben, makin banyak gas yang dapat diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya jerap dihitung tiap satuan massa adsorben (Sukardjo, 2002).


(23)

1. Pengadukan

Kecepatan adsorpsi ditentukan oleh difusi pori tergantung pada jumlah pengadukan dalam sistem. Jika pengadukan yang relatif kecil terjadi antara partikel karbon dan fluida permukaan cairan disekitar partikel akan menjadi tebal dan difusi akan bertindak sebagai pembatas laju reaksi adsorpsi. Jika tersedia campuran yang cukup merata, kecepatan difusi film akan meningkat sampai titik tertentu sedemikian hingga difusi pori menjadi pembatas laju reaksi..

2. Karakteristik adsorben (arang aktif)

Ukuran partikel dan luas permukaan adalah sifat-sifat yang penting dari suatu karbon aktif yang berhubungan dengan kegunaannya sebagai adsorben. Ukuran partikel karbon mempengaruhi kecepatan terjadinya adsorpsi, kecepatan adsorpsi meningkat dengan menurunnya ukuran partikel. Kapasitas adsorpsi dari suatu karbon bergantung pada luas permukaan total. Ukuran partikel karbon tidak memiliki efek besar terhadap luas permukaan total. Jika kebanyakan bidang permukaan berada didalam pori partikel karbon bubuk dan butiran karbon dengan berat yang sama pada dasarnya akan mempunyai kapasitas yang sama pula.

3. Kelarutan adsorbat

Untuk terjadinya adsorpsi, molekul harus dipisahkan dari pelarut dan diikat pada permukaan karbon. Senyawa-senyawa yang dapat larut mempunyai affinitas yang kuat terhadap pelarutnya sehingga lebih sulit diadsorpsi dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang tidak larut. Namun, ada pengecualian, yaitu senyawa yang sedikit larut sulit diadsorpsi sementara yang sangat larut mudah diadsorpsi.

4. Ukuran molekul adsorbat

Jika molekul-molekul dapat memasuki mikropori partikel karbon maka ia akan diadsorpsi. Menurut penelitian seri homolog asam-asam alifatik aldehid dan alkohol,


(24)

disebabkan oleh gaya-gaya interaksi antara karbon dan molekul lebih besar apabila jarak antar pori dan molekul lebih dekat. Kebanyakan limbah cair mengandung campuran senyawa-senyawa dari segala ukuran. Dalam situasi seperti ini bisa terjadi halangan molekular, contohnya molekul yang berukuran lebih besar akan menyumbat pori sehingga menghalangi masuknya molekul yang tidak teratur dan adanya gerakan acak.

5. pH

pH berlangsungnya adsorpsi mempunyai peranan penting terhadap adsorbsi itu sendiri. Menurut kenyataannya ion-ion hidrogen diadsorpsi dengan kuat, dan secara sepihak pH mempengaruhi ionisasi serta adsorpsi berbagai senyawa. Asam-asam organik lebih dapat diadsorpsi pada pH rendah. Sementara basa-basa organik pada pH tinggi. pH optimum untuk proses adsorpsi ditentukan oleh uji laboratorium.

6. Temperatur

Apabila dihubungkan dengan proses adsorpsi, temperatur akan mempengaruhi baik kecepatan adsorpsi maupun yang berkaitan dengan terjadinya adsorpsi. Adsorpsi akan meningkat pada temperatur rendah dan akan menurun pada temperatur yang lebih tinggi (Sahri,1998).

2.3. Kromium

Kromium (Cr) adalah logam kristalin putih dan tidak dapat ditempah dengan mudah. Dalam tabel periodik, kromium merupakan unsure yang terletak pada golongan VI B dan pada periode ke empat dengan nomor atom 24 dan bobot atom 52. Logam melebur pada 1765oC. dalam larutan air, kromium membentuk tiga jenis ion yaitu: kation-kation kromium (II) dan (III) dan anion kromat dan dikromat dalam mana keadaan oksidasi kromium adalah Cr6+. Ion kromium (II) membentuk larutan berwarna biru dan agak tidak stabil, karena merupakan zat pereduksi yang kuat.


(25)

Oksigen dan atmosfer dengan mudah mengoksidasinya menjadi ion kromium (III) yang lebih stabil. Dalam kromat, CrO42- atau dikromat Cr2O72- anion kromium adalah heksavalen dengan keadaan oksida 6+. Ion-ion kromat berwarna kuning sedangkan ion-ion dikromat berwarna jingga. (Vogel,A.I.1979).

Kromium merupakan elemen yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan unsur yang essensial bagi manusia dan hewan pada konsentrasi yang rendah. Bentuk trivalent dibutuhkan untuk mempertahankan metabolisme glukosa agar tetap normal. Menurut rekomendasi kesehatan, kebutuhan kromium sehari-hari adalah 50-200 µg/hari.

Karsinogenitas kromium biasanya disebabkan oleh kromium heksavalen (Cr6+), yang bersifat korosif. Telah disarankan bahwa Cr6+ yang mudah diambil oleh sel, berubah menjadi Cr3+ dalam sel. Efek kronis dari kromium dilaporkan meliputi kulit, iritasi membran selaput lender, hati, kanker paru-paru.

Kromium merupakan logam transisi yang penting, senyawanya berupa senyawa kompleks yang memiliki berbagai warna yang menarik, berkilau, titik lebur pada suhu yang tinggi serta tahan terhadap perubahan cuaca. Selain itu pelapisan logam dengan kromium menghasilkan paduan logam yang indah, keras, dan melindungi logam lain dari korosi. Sifat-sifat kromium inilah yang menyebabkan logam ini banyak digunakan dalam industri electroplating, penyamakan kulit, cat tekstil, fotografi, pigmen (zat warna), besi baja, dan industri kimia. Dilain pihak logam kromium ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi lingkungan tanah, udara, dan terutama lingkungan air yang sangat vital bagi kehidupan manusia apabila tidak dikendalikan dengan baik.

Air yang mengandung ion krom (III) akan menimbulkan masalah karena ion logam ini dapat berubah menjadi ion krom yang bervalensi enam (heksavalen) yang bersifat toksik (racun), karena jika terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan kanker dan perubahan genetik. Hal ini dapat terjadi karena krom dapat merusak


(26)

sel-industri dapat berada dalam bentuk krom (III) dan krom (VI) yang mempunyai sifat berbeda. Krom (III) esensial bagi mamalia untuk metabolisme gula, ptotein, dan lemak. Senyawanya lebih stabil di air serta sifat racunnya tidak terlalu besar. Berbeda dengan krom (VI) karena bersifat sangat oksidatif. Batas maksimum krom(VI) yang diperbolehkan dalam air sehat 0,05 mg/L sedangkan dalam air limbah 0,1 mg/L.(Raja,S.2006)

2.4. 1,5-Difenilkarbazida (DiPC)

1,5-Difenilkarbazida merupakan suatu molekul dengan dengan rumus C13H14N4O yang memiliki berat molekul 242,28 gr/mol. senyawa ini sering digunakan pada penentuan logam kromium IV dari suatu larutan dimana akan dibentuk suatu molekul kompleks dengan kromium tersebut. struktur dari senyawa ini adalah sebagai berikut ;

Gambar 2.3 1,5-Difenilkarbazida

Kompleks kromium difenilkarbazida dibentuk oleh molekul Cr IV dengan reagen pengompleks 1,5-difenilkarbazida. Kompleks ini memiliki warna ungu dengan menyerap sinar panjang gelombang 540 nm. (Eka,R.2008)


(27)

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis.

Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber- sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi, untuk larutan sampel atau blanko ataupun pembanding (Khopkar, 2002).

2.5.1. Spektrofotometri UV dan Sinar Tampak 2.5.1.1. Cara Kerja dan Prinsip Spektrofotometri

Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang cocok 200 nm - 650 nm (650 nm – 1100 nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi


(28)

Prinsip dari spektrofotometri sinar tampak yaitu apabila radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna dengan panjang gelombang tertentu, sebagian radiasi akan diserap (diabsorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya dilewatkan (transmisi). Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke suatu poin dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi diukur dengan phototube. Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer(Sumber: Vogel, 1994)

Tipe instrumen spektrofotometri UV-Visibel dapat dikelompokkan menjadi: a. Spektrofotometer berkas tunggal (single beam)

Cahaya polikromatik dari sumber yang difokuskan pada celah masuk dari sebuah monokromator, yang selektif mengirimkan berkas sempit dari cahaya. Cahaya ini kemudian melewati daerah sampel menuju detektor. Absorbansi sampel ditentukan dengan mengukur intensitas cahaya mencapai detektor tanpa sampel (kosong) dan membandingkannya dengan intensitas cahaya yang mencapai detektor setelah melewati sampel.

b. Spektrofotometer berkas ganda (double-beam)

Dalam spektrofotometer berkas tunggal yang biasa, kuvet kosong dan sampel diukur secara berurutan, dengan jarak waktu beberapa detik untuk pengukuran panjang gelombang tunggal dan sampai beberapa menit untuk pengukuran spektrum penuh


(29)

dengan alat yang biasa. Lintasan cahaya dapat mengakibatkan kesalahan yang penting selama jarak waktu yang lama.

Spektrofotometer berkas ganda dikembangkan untuk mengimbangi perubahan-perubahan dalam intensitas lampu antara pengukuran pada kuvet yang kosong dan kuvet sampel. Dalam bentuk ini, sebuah pemotong ditempatkan pada jalur optik, dekat sumber cahaya. Tombol Pemotong jalur cahaya berada diantara jalur optik referensi dan jalur optik sampel ke detektor. Ini berputar pada kecepatan yang sesuai dengan pengaturan berganti dari kuvet yang kosong dan kuvet sampel terjadi beberapa kali per detik, kemudian memperbaiki intensitas cahaya dari perubahan menengah dan masa panjang (Owen, T. 1996).

2.5.1.2. Instrumentasi Spektrofotometri UV dan Sinar Tampak (Visible) Spektrofotometer sinar tampak terdiri dari:

1. Sumber cahaya

Sumber cahaya digunakan untuk memberikan cahaya yang akan dilewatkan kedalam sampel. Sumber radiasi ultra violet yang kebanyakan digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium. Yang terdiri dari sepasang elektroda yang terselubung dalam tabung gas dan diisi dengan gas hidrogen dan deuterium yang bertekanan rendah. Sumber radiasi ultraviolet lain adalah lampu xenon, tetapi tidak sestabil lampu hidrogen.


(30)

2. Monokromator

Dalam spektrometer, radiasi yang polikromatik yang harus diubah menjadi radiasi monokromatik. Ada dua jenis alat yang digunakan untuk mengurai radiasi polikromatik menjadi monokromatik yaitu penyaring dan monokromator. Penyaring dibuat dari benda khusus yang hanya meneruskan radiasi pada daerah panjang gelombang tertentu dan penyerap radiasi dari panjang gelombang yang lain. Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang mengurai radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif/panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi jalur-jalur yang sangat sempit (Sastrohamidjojo, H. 2001).

3. Sel atau kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam yang permanen terbuat dari bahan gelas leburan dan silika atau kuvet disposable untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari Teflon atau plastik. Ditinjau dari bahan yang dipakai membuat kuvet, ada dua macam yaitu: kuvet dari leburan silika (kuarsa) dan kuvet dari gelas.

4. Detektor

Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometri UV-Vis yang paling penting oleh sebab itu kualitas detektor akan menentukan kualitas spektrofotometer UV-Vis. Fungsi detektor didalam spektrofotometer adalah mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik (Mulja, 1995).

2.6. Hukum Dasar Spektrofotometri 2.6.1. Hukum Lambert


(31)

Hukum ini menyatakan bahwa “bila cahaya monokromatik melewati medium menembus cahaya, laju berkurangnya intensitas cahaya”. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium. Hukum ini dapat dinyatakan oleh persamaan berikut:

Dengan I adalah intensitas cahaya yang masuk dengan panjang gelombang, I ialah tebalnya medium, dan k adalah factor kesebandingan. Jika I = I, untuk l = mol0 maka akan diperoleh:

In

Atau dinyatakan dalam bentuk lain

Tt = l0 e – kI (2)

Dengan I ialah intensitas cahaya yang masuk yang jatuh pada suatu medium penyerapyang tebalnya 1. l ialah intensitas cahaya yang diteruskan, dan suatu tetapan untuk panjang gelombang dan medium yang digunakan. Dengan mengubah dasar logaritma diperoleh:

It = Io 10 -4343kl = Io . 10 – KI (3)

Dengan K = k/2,302026, dan biasa disebut koefisien absorpsi. Koefisien absorpsi umumnya didefenisikan sebagai kebalikan dari ketebalan yang diperlukan untuk mengurangi cahaya menjadi l/10 intensitasnya. Ini diturunkan dari persamaan (3) karena:


(32)

Angka banding It / Io adalah bagian dari cahaya masuk yang diteruskan oleh medium setebal I dan disebut transmitans T. kebalikan Io / It adalah keburaman, dan absorbans A medium diberikan oleh:

A = Log Io / It (4)

2.6.2. Hukum Beer

Pada hukum ini dijumpai hubungan yang sama antara transmisi dan ketebalan lapisan seperti yang ditemukan oleh Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan (persamaan 2) yakni “intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linier. Ini dapat ditulis dalam bentuk:

It = Io e –k’c = lo . 10 -0,4343k’c = Io . 10 –Kc (5)

Dengan c konsentrasi, dan k’ dan K’ tetapan. Penggabungan persamaan (3) dan (4) akan menghasilkan:

Log Io / It = a c l (6)

Inilah persamaan fundamental dari spektrofotometri, dan sering disebut sebagai hukum Lambert-Beer. Nilai a akan jelas bergantung pada cara menyatakan konsentrasi. Jika c dinyatakan mol dm3 dan 1 dalam cm, maka a diberi lambang E dan disebut koefisien absorpsi molar atau absorptivitas molar. Nampaknya ada hubungan antara absorbans A, transmitans T dan koefisien absorpsi molar, karena


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3. AlatdanBahan 3.1. Alat

- Neraca analitik Mettler PM 400

- GelasUkur Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Beaker Glass Fisher

- Cawan porselin

- Oven Fisher

- Tanur Fisher

- Spatula - Botol aquades - Kertas saring

- LabuTakar Pyrex

- Pipet Volume Pyrex

- Maat Pipet Pyrex

- Pipet tetes - BatangPengaduk

- Ayakan 100 mesh Fisher - Magnetic Stirer

- PenjepitTabung - Serbet

- Hotplate - Bola karet


(34)

3.2. Bahan - Biji salak

- K2Cr2O7(s) p.a.merck

- Aseton p.a.merck

- H3PO4 10% p.a.merck

- H2SO4(P) p.a.merck

- Aquades

- H2O2 30% p.a.merck

- HNO3(p) p.a.merck

- 1,5-Difenilkarbazida(s) p.a.merck

3.3. Prosedur kerja 3.3.1. PembuatanReagen

3.3.1.1. Pembuatan Larutan 1,5-Difenilkarbazida 0,5 %

Ditimbang 0,25 g 1,5-Difenilkarbazida dimasukkan kedalam labu takar 50 mL. kemudian diencerkan dengan aseton sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2. Pembuatan Larutan K2Cr207

3.3.2.1. Larutan Standart Kromim (VI) 1000 mg/L

Sebanyak 0,5654 g K2Cr2O7 dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi akuades, diaduk hingga seluruh kristal larut sempurna, dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, ditambahkan aquades sampai tanda dan dihomogenkan.

3.3.2.2. Larutan Standart Kromium(VI) 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk kromium 1000 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, ditambahkan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan.


(35)

3.3.2.3. Larutan Standart Kromium 10 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk kromium 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, ditambahkan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan. 3.3.2.4. Larutan Seri Standart Kromium 0,2 mg/L; 0,4 mg/L; 0,6 mg/L; 0,8

mg/L; dan 1,0 mg/L.

Dipipet sebanyak 1 mL; 2 mL; 3 mL; 4 mL; 5 mL; larutan induk kromium 10 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, ditambahkan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Kromium (VI) (SNI 6989.71:2009) Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk kromium 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1-2 tetes hingga pH larutan mencapai ±1, kemudian ditambahkan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan, lalu didiamkan selama ±10 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

3.3.3. Proses Pembuatan Arang Aktif Biji Salak

Biji salak dipisahkan dari buahnya. Kemudian dijemur disinar matahari dan kemudian dihancurkan menjadi beberapa bagian kecil. Laluditanur pada suhu 600oC selama 3 jam, kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk. Setelah itu sampel yang sudah kering diayak dengan ayakan 100 mesh. Serbuk biji salak kemudian diaktivasi dengan cara direndam dengan H3PO4 10% selama 24 jam. Serbuk biji salak tersebut dicuci menggunakan aquades beberapa kali hingga filtrat bening. Sampel tersebut dioven sampai kering setiap kali pergantian pelarut dan didinginkan didalam desikator.


(36)

3.3.5. Karakterisasi Arang Aktif Biji Salak 3.3.5.1 Penetapan Rendemen Arang

Rendemen dilakukan dengan menghitung perbandingan bobot arang hasil aktivasi terhadap bobot arang sebelum aktivasi.

3.3.5.2 Penetapan Kadar Air

Ditimbang 1 g arang aktif yang telah lolos ayakan, dimasukkan dalam cawan porselin yang telah diketahui berat keringnya. Kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC - 105oC selama 3 jam. Didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

3.3.5.3 Penetapan Kadar Abu

Ditimbang 1 g arang aktif yang telah lolos ayakan, dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui berat keringnya. Kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 700oC selama 90 menit. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang. 3.3.6. Penentuan Kadar kromium (VI) dalam Limbah Cair Elektroplating

(SNI6989.71:2009)

Diukur 0,2 mL limbah cair elektroplating dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL. Kemudian ditambahkan 20mL aqudes diatur pH menjadi ±1dengan penambahan H2SO4(p). Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan 1,5-Difenilkarbazida sambil diaduk. Kemudian diencerkan sampai tanda batas dan dihomogenkan. Kemudian dimasukkan dalam kuvet pada alat spektrofotometer, dibaca dan dicatat absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.


(37)

3.3.7. Penentuan Daya Serap Arang Aktif terhadap kromium (VI) dalam limbah cair elektroplating

3.3.7.1. Dengan variasi massa

Ditimbang 1 g, 2 g, 3 g, 4 g dan 5 g arang aktif biji salak, kemudian dimasukkan dalam masing-masing gelas beaker yang berisi 50 mL limbah cair elektroplating. Kemudian diaduk dengan menggunakan magnetik stirer selama 15 menit, didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan dan dipipet larutan bagian atas yang kemudian dianalisa dengan spektrofotometer sinar tampak (visible) pada 540 nm.

3.3.7.2. Dengan variasi waktu kontak

Ditimbang 1 g arang aktif biji salak, kemudian dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi sebanyak 50 mL limbah cair elektroplating. Kemudian diaduk dengan menggunakan magnetik stirer selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit dan 75 menit. kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan, dipipet larutan bagian atas kemudian dianalisa dengan spektrofotometer sinar tampak (visible) 540 nm.


(38)

3.4. BaganPenelitian

3.4.1. Pembuatan Larutan 1,5-difenilkarbazida 0,5%

3.4.2. Bagan Penyiapan Biji Salak

Dipisahkanbijidaridaging

Dijemurdisinarmatahari

Dipecahkanmenjadibagiankecil Salak

Hasil

Dicuci 0,25 g 1,5-difenilkarbazida

Hasil

Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL Ditambahkan dengan aseton hingga garis tanda


(39)

3.4.3. Bagan Proses Pembutan Arang Aktif dan Karakterisasi Arang Aktif Biji Salak

Ditimbang sebanyak 300 gram Ditanur pada suhu 600oCselama3 jam Didinginkandalamdesikator

Dihaluskan

Diayak dengan ukuran 100 mesh Direndam dengan H3PO4 10% selama ±24 jam

Dicucidengan aquades hingga filtrat bening

Dioven pada suhu 100-110oC Didinginkan dalam desikator Arang Biji Salak

Arang Aktif

Penetapan Rendemen

Arang

Penetapan Kadar Air

Penetapan Kadar Abu Dikarakterisasi


(40)

3.4.4. Bagan Penentuan Kadar Kromium (VI) dalam Limbah Cair Elektroplating

0,2 mL sampel limbah cair Elektroplating

Dimasukkankedalamlabutakar 50 mL Ditambahkan 1-2 tetes H2SO4 pekat hingga pH mencapai 1

Ditambah 0,5mL 1,5-difenilkarbazida Diencerkan dengan aquades hingga garis tanda

Dihomogenkan

Didiamkan selama 10 menit LarutanViolet

Arang Aktif


(41)

3.4.5. Bagan Pembuatan larutan standar Kromium (VI)

Dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquades hingga garis tanda Dihomogenkan

Dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquades hingga garis tanda Dihomogenkan

Dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquades hingga garis tanda Dihomogenkan

Ditambahkan 1-2 tetes H2SO4 pekat hingga pH mencapai 1

Ditambahkan 1,5 difenilkarbazida 0,5% sebanyak 0,5 mL

Ditambahkan aquades hingga garis tanda Dihomogenkan

Didiamkan selama 10 menit

Diukur absorbansinya pada 540 nm

Dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Larutan Standar Kromium 1000 mg/L

Larutan Standar Kromium 100 mg/L

LarutanStandarKromium 10 mg/L

Larutan Seri Standar Kromium 0,20; 0,40; 0,60; 0,80 dan 1,00 mg/L


(42)

3.4.6. Bagan Penentuan Daya Serap Adsorben Terhadap Cr (VI) Dalam Limbah Cair Elektroplating

3.4.6.1. Variasi Waktu Kontak Arang Aktif

Dimasukkan kedalam erlenmeyer Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Ditambahkan 1 gram arang aktif biji salak Didiaduk dengan magnetic stirer dengan variasi waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 menit Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan 50 mL Sampel Limbah Cair Elektroplating

Diukur absorbansinya pada 540 nm Larutan Violet

Hasil

Dipipet larutan bagian atas

Didiamkan selama 10 menit

Ditambahkan 1-2 tetes H2SO4(p) hingga pH larutan mencapai ±1

Ditambahkan 1,5-difenilkarbazida 0,5% sebanyak 0,5 mL


(43)

3.4.6.2. Variasi Massa ArangAktif

Dipipet larutan bagian atas Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Didiamkan selama 10 menit

Ditambahkan 1-2 tetes H2SO4(p) hingga pH larutan mencapai ±1

Ditambahkan 1,5-difenilkarbazida 0,5% sebanyak 0,5 mL

Dihomogenkan

Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Ditambahkan 1, 2, 3, 4 dan 5 gram arang aktif biji salak

Diaduk dengan magnetic stirer selama15 menit

Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan 50 mL Sampel Limbah Cair Elektroplating

Diukur absorbansinya pada 540 nm Larutan Violet


(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Logam Kromium (VI)

Kurva kalibrasi larutan standar untuk penentuan kandungan Cr6+ dalam sampel limbah cair elektroplating dilakukan dengan membuat larutan standar Cr6+ dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,00; 0,20; 0,04; 0,60; 0,80; dan0,10 mg/L dandiukur absorbansinya dengan alat Spetrofotometer sinar tampak. Data intensitas untuk larutan standar timbal dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Data Absorbansi larutan standar kromium (VI) secara Spektrofotometer sinar tampak (visible)

Konsentrasi (mg/L)

Absorbansi (A)

0.00 0.000

0.20 0.0539

0.40 0.1269

0.60 0.1696

0.80 0.2194


(45)

Gambar 4.1. kurva larutan standar Cr6+ 4.1.2. Pengolahan Data Logam kromium

4.1.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square Hasil pengukuran intensitas larutan seri standar logam kromium pada tabel 4.1. diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Penurunan persamaan garis regresi untuk penentuan konsentrasi logam kromium berdasarkan pengukuran intensitas larutan standar kromium (VI)

NO Xi Yi (Xi-Ẋ) (Yi-Ẏ) (Xi-Ẋ)2 (Yi-Ẏ)2 (Xi-Ẋ)(Yi-Ẏ) 1 0.0000 0.0000 -0.5000 -0.1437 0.2500 0.0206 0.0718 2 0.0200 0.0539 -0.3000 -0.0898 0.0900 0.0081 0.0259 3 0.0400 0.1269 -0.1000 -0.0168 0.0100 0.0003 0.0017 4 0.0600 0.1696 0.1000 0.0259 0.0100 0.0007 0.0026 5 0.0800 0.2194 0.3000 0.0757 0.0900 0.0057 0.0227 6 0.1000 0.2924 0.5000 0.1487 0.2500 0.0221 0.0743

Σ 0.3000 0.8622 0.0000 0.0000 0.7000 0.0575 0.2000

y = 0,2857x + 0,0008 r = 0,9970

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

A b s o r b a n s i konsentrasi (mg/L)


(46)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis : Y= aX + b

Dimana : a = slope b = intersept

selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least-Square sebagai berikut :

�= ∑(��−

_

X)(��−

_

Y)

∑(��−

_

X)

b = y – ax

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.2 pada persamaan ini maka diperoleh :

(

0.2857

)(

0.5000

)

1437 . 0 − = b = 0.1437-0.142 = 0.0008

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

Y = 0.2857X + 0.0008 2 5 . 0 6 0000 . 3 _ = = =

n Xi X 2857 . 0 700 . 0 2000 . 0 = = a 1437 . 0 6 8622 . 0 _ = = =

n Yi Y


(47)

4.1.2.2. Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: �= ∑(��−X)���−Y

��∑���−X

2

��∑���−Y

2

Koefisien korelasi untuk logam kromium adalah: 2 / 1 )] 0575 . 0 )( 7 . 0 [( 2000 . 0 = r

[0.04025]1/2 2000 . 0

= r

0.2006

2000 . 0

= =0.997 4.1.2.2. Penentuan konsentrasi sampel

Kadar sampel dapat ditentukan dengan, menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubtitusikan nilai Y ( absorbansi ) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap garis regresi dan kurva kalibrasi.

Dari data pengukuran absorbansi terhadap logam kromium setelah diadsorpsi dengan arang aktif yang diaktivasi dengan asam phospat 10% dan diarangkan pada suhu 600oC diperoleh serapan (A) sebagai berikut :

A1= 0.1436

A2= 0.1307 A3= 0.1307


(48)

Dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) kepersamaan regresi; Y = 0.2857 X + 0.0008

Maka diperoleh :

X1= 0.4998 X2= 0.4546 X3= 0.4546

4696 . 0 3 4090 . 1 _

= =

=

n

Xi X

Kemudian dihitung devisiasi standar sebagai berikut : (X1-Ẋ)2 = (0.4696-0.4998)2 =0.9120 x 10-3

(X2-Ẋ)2 = (0.4696-0.4546)2= 0.2250 x 10-3 (X3-Ẋ)2 = (0.4696-0.4546)2 = 0.2250 x 10-3

∑(Xi-Ẋ)2 = 1.362 x 10-3

Maka

=

∑(xi−Ẋ)

�−1

=

1.3620 � 10−3


(49)

Didapat harga deviasi standar (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung kadar fenol dengan batas kepecayaan melalui persamaan sebagai berikut :

µ

=

±

��

3

dimana :

µ = populasi rata-rata X = konsentrasi rata-rata t = harga t distribusi S = standar deviasi n = jumlah perlakuan

Dari data distribusi untuk n=3, derajat keperayaan (dk)= n-1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (p=0.05), nilai t = 4.30 sehingga diperoleh :

µ�= 0.4696 ±4.30(0.0261)

√3

= 0.4696 x FP(250) ± 0.6487

= 117 ± 0.6487 mg/L


(50)

4.1.3. Penentuan Daya Serap Arang Aktif Biji Salak Dalam Limbah Elektroplating

Penentuan daya serap arang aktif biji salak dalam limbah elektroplating dapat ditentukan dengan persamaan :

% ���������=⦋��⦌����−⦋��⦌�����

⦋��⦌���� ����%

Tabel 4.3.Hasil penetuan konsentrasi logam Cr6+ dalam limbah elektroplating a.variasi waktu kontak

Massa arang aktif (gram)

Waktu kontak (menit)

Absorbansi (A)

Konsentrasi (mg/l)

Daya serap (%)

1 15 0.0633 0.2292 99.8043

1 30 0.0473 0.1628 99.8610

1 45 0.0299 0.1019 99.9130

1 60 0.0207 0.0696 99.9406

1 75 0.0207 0.0696 99.9406

% Daya serap =117−0.2292

117 x100% = 99.8043%


(51)

b.variasi massa arang aktif Massa

arangaktif (gram)

Waktu kontak (menit)

Absorbansi (A)

Konsentrasi (mg/l)

Daya serap (%)

1 15 0.0655 0.2299 99.8037

2 15 0.0425 0.1459 99.8755

3 15 0.0299 0.1019 99.9130

4 15 0.0284 0.0966 99.9175

5 15 0.0284 0.0861 99.9265

% Daya serap =117−0.2299

117 x100% = 99.8037%


(52)

4.2. Pembahasan

Pemanfaatan arang aktif dari biji salak sebagai bahan alternatif untuk mengurangi kadar logam Cr6+dalam limbah cair elektroplating telah dilakukan dengan metode spektrofotometer visible. Serbuk biji salak yang diarangkan pada suhu 600oC dan diaktivasi dengan asam pospat 10%.

Dasar dari penentuan daya serap dari arang aktif biji salak dengan metode spektrofotometer visible adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna violet antara Cr6+dengan 1,5-dipenilkarbazida pada pH ±1. Daya serapnya diukur pada panjang gelombang 540 nm.Konsentrasi Cr6+ yang terukuradalahkonsentrasi Cr6+ yang tinggal dalam larutan setelah perlakuan adsorpsi dengan adsorben. Dengan diketahuinya konsentrasi Cr6+ yang tinggal dalam larutan setelah perlakuan, maka dapat ditentukan daya serap dari arang aktif dengan menggunakan persamaan.

Pada penelitian ini proses aktivasi yang digunakan adalah aktivasi kimia yang di arangkan pada suhu 600oC. Serbuk biji salak direndam dengan larutan asam pospat 10% selama ±24 jam. Selama waktu perendaman sampel dengan asam pospat, maka sampel akan menyerap asam pospat tersebut dimana sebagian besar komponen senyawa yang ada dalam sampel terekstraksi dan molekul-molekul yang besar dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga luas permukaannya bertambah besar yang mempengaruhi daya serap adsorpsi dari arang aktif.

Selama proses pengarangan, asam pospat akan mendehidrasi molekul-molekul tersebut yang menyebabkan terbentuknya pengotor-pengotor. Besarnya konsentrasi aktivator yang digunakan juga mempengaruhi daya serap arang aktif yang diperoleh dimana semakin besar konsentrasi aktivator maka kemampuannya untuk mengaktivasi sampel akan semakin besar. Pada proses pengarangan terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin serta penghilangan ter. Arang aktif yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80%. besarnya suhu pengarangan juga sangat mempengaruhi proses dari pembuatan arang aktif ini.


(53)

Gambar 4.2.kurva % daya serap arang aktif dengan variasi waktu kontak Pengamatan daya serap arang aktif biji salak terhadap logam Cr6+ dengan variasi waktu kontak dapat dilihat pada tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa logam Cr6+ yang teradsorpsi berkisar 99,80-99,84 %, Dimana perubahan % Cr6+ teradsorpsi pada waktu kontak 15-45 menit meningkat tajam dan pada waktu kontak 60-75 menit tidak terjadi peningkatan lagi, Hal ini dikarenakan daya serap arang aktif sudah jenuh sehingga tidak dapat menyerap logam Cr6+lagi dan waktu kontak terbaik adalah pada waktu kontak 30 menit.

Gambar 4.3.Kurva % Daya serap arang aktif dengan variasi massa 99,8043 99,861 99,913 99,9406 99,9406 99,78 99,8 99,82 99,84 99,86 99,88 99,9 99,92 99,94 99,96

0 10 20 30 40 50 60 70 80

% D a y a s e r a p

Waktu kontak (menit)

99,8037 99,8755 99,913 99,9175 99,9265 99,78 99,8 99,82 99,84 99,86 99,88 99,9 99,92 99,94

0 1 2 3 4 5 6

% d a y a s e r a p


(54)

Pengamatan daya serap arang aktif dengan variasi massa dapat dilihat juga pada tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa logam Cr6+ yang teradsorpsi berkisar 99,80-99,92%, Dimana perubahan % Cr6+teradsorpsi pada variasi massa 1 ke 2 gram mengalami peningkatan yang sangat tajam dan terus mengalami peningkatan kecil hingga variasi massa 5 gram. Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah adsorben yang terlalu banyak sehingga jumlah adsorbat tidak cukup untuk menjenuhkan adsorbennya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa arang aktif biji salak dapat digunakan sebagai penyerap untuk menurunkan kadar logam kromium heksavalen (Cr6+). Hal ini juga dapat didukung dengan hasil karakterisasi arang aktif biji salak yang menunjukkan rendemen arang 84,50 %, kadar air 1,512 % dan kadar abu 4,80 %. Dimana dengan tingginya rendemen arang ini menunjukkan bahwa daya serap arang aktif akan semakin tinggi dan dengan kecilnya kadar air dan kadar abu ini menunjukkan bahwa luas permukaan pori-pori arang aktif tersebut besar dan ini akan menyebabkan tingginya daya serap arang aktif tersebut.


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

-Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kadar kromium (Cr6+) dalam limbah cair elektroplating Politeknik Negeri Medan adalah 0,1171 g/L.

-Daya serap arang aktif biji salak dengan variasi waktu kontak15; 30; 45; 60; 75 menit adalah 99.80% ; 99.86% ; 99.91% ; 99.94% ; 99.94% dengan waktu kontak terbaik adalah pada waktu 60 menit dan daya serap arang aktif biji salak dengan variasi massa arang aktif 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 gram adalah 99.80% ; 99.87% ; 99,91% ; 99.92% ; 99.93% dengan jumlah massa adsorben terbaik adalah pada massa adsorben 5 gram.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk logam- logam berat lainnya yang berpotensi besar dalam limbah industri pelapisan logam terhadap pencemaran lingkungan seperti Cd, Pb, Ar, dan lain-lain.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Aji,B.K.2012. Pemanfaatan Serbuk Biji Salak (salacca zalacca) Sebagai Adsorben Cr (VI) Dengan Metode Batch Dan Kolom. Jurnal. Surabaya: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. Air dan limbah- Cara Uji Kromium Heksavalen secara spektrofotometri sinar tampak (visible).

Basset,J.1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Benefield,D.L.And Wean L Baron. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Darmawan,S.,Gustan Pari., dan Kurnia Sofyan. 2009. Optimasi Suhu dan Lama Aktivasi Dengan Asam Phospat Dalam Produksi Arang Aktif Tempurung

Kemiri.Jurnal. Bogor:Fakultas Ilmu danTeknologi Hasil Hutan. Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas

Indonesia, Jakarta.

Darmono.2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya Dengan Toksilogi Senyawa Logam. Universitas Indonesia, Jakarta.

Dean, R. 1981. Water Reuse: Problem and Solution. Academic Press. London.

Eka,R.N.W. 2008. Kimia Koordinasi kromium 1,5-difenilkarbazida. Universitas Brawijaya. Malang.

Fauziah, N. 2009. Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben. [Skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana.

Hariani,P.L.,Nurlisa,H.dan Melly,O.2009. Penurunan Konsentrasi Cr (IV) Dalam Air Dengan Koagulan FeSO4. Jurnal Penelitian Sains.

Hieronymus, B. S. 1990. Salak Pondoh. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Kahraman S, Dogan N, and Erdemoglu S. 2008. Use of various argicultural wastes forthe removal of heavy metalions.Int.J. Environment Pollut.


(57)

Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya.

Owen,T. 1996. Fundamentals of UV-Visible Spectroscopy. Hewlett-Packard Company. Germany.

Raja,S.2006. Pengaruh Suhu Pengarangan Dan Konsentrasi Asam (H3PO4) Dalam Pembuatan Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Karet Sebagai BahanPenyerap Logam Cr (VI) Dengan Metode Spektrofotometer. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.Medan

Sahri, R. 1998. Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan Terhadap Penurunan Nilai COD Pada Proses Adsorpsi. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana. Medan.

Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Edisi Pertama. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Soetomo, M. 2001. Teknik Bertanam Salak. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Cetakan ketiga. Rineka Cipta. Jakarta.

Tjahjadi, N. 1988. Bertanam Salak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


(58)

(59)

Lampiran 1. Baku Mutu Limbah Cair Pelapisan Logam di Indonesia No.45/tahun 2002

Parameter Kadar maximum (mg/L)

TSS 20

CN 0.2

Cr total 0.5

Cr6+ 0.1

Cu 0.6

Ni 1

Zn 1

Cd 0.05

Pb 0.1

Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Limbah Cair Elektroplating dengan

Spektrofotometer visibel dengan λ = 540 nm

Sampel Absorbansi

Limbah Cair Elektroplating A1 = 0,1436 A2 = 0,1307 A3 = 0,1307

Lampiran 3. Perhitungan Persentase Penyerapan logam Cr6+ dalam limbah cair elektroplating variasi waktu kontak

- Waktu pengadukan 30 menit


(60)

- Waktu pengadukan 45 menit

% = 117−0.1019

117 � 100% = 99.9130%

- Waktu pengadukan 60 menit

% =117−0.0696

117 � 100% = 99.9406%

- Waktu pengadukan 75 menit

% = 117−0,0696

117 � 100% = 99.9406%

Lampiran 4. Perhitungan Persentase penyerapan logam Cr6+ dalam limbah cair elektroplating variasi massa arang aktif

- Massa 2 gram

% = 117− 0.1459

117 � 100% = 99.8037%

- Massa 3 gram

% = 117− 0,1019

117 � 100% = 99.9130%

- Massa 4 gram

% = 117− 0.0966

117 � 100% = 99.9175%

- Massa 5 gram

% = 117− 0.0861

117 � 100% = 99.9265%

Lampiran 5. Perhitungan Karakterisasi Arang Aktif Biji Salak - Rendemen (%) arang aktif yang dihasilkan

Rendemen Arang Aktif (%) = ����� ����� ℎ���� �������� (�)


(61)

= 1.6923 �

2.0027 �

100 %

= 84.5009 % - Kadar Air (%) Arang Aktif

Kadar air (%) = (�−�)

100 %

Dengan:

a= berat sampel sebelum pemanasan (g) b= berat sampel sesudah pemanasan (g) Kadar air (%) = (1.0047−0.9895)

1.0047

100 %

= 1.5128 % - Kadar Abu (%) Arang Aktif

Kadar abu (%) = �

100%

Dengan :

a = berat sisa sampel b = berat awal sampel

Kadar abu (%)

=

0.0482

1.0038

100%


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aji,B.K.2012. Pemanfaatan Serbuk Biji Salak (salacca zalacca) Sebagai Adsorben Cr (VI) Dengan Metode Batch Dan Kolom. Jurnal. Surabaya: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. Air dan limbah- Cara Uji Kromium Heksavalen secara spektrofotometri sinar tampak (visible).

Basset,J.1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Benefield,D.L.And Wean L Baron. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Darmawan,S.,Gustan Pari., dan Kurnia Sofyan. 2009. Optimasi Suhu dan Lama Aktivasi Dengan Asam Phospat Dalam Produksi Arang Aktif Tempurung

Kemiri.Jurnal. Bogor:Fakultas Ilmu danTeknologi Hasil Hutan. Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas

Indonesia, Jakarta.

Darmono.2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya Dengan Toksilogi Senyawa Logam. Universitas Indonesia, Jakarta.

Dean, R. 1981. Water Reuse: Problem and Solution. Academic Press. London.

Eka,R.N.W. 2008. Kimia Koordinasi kromium 1,5-difenilkarbazida. Universitas Brawijaya. Malang.

Fauziah, N. 2009. Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben. [Skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana.

Hariani,P.L.,Nurlisa,H.dan Melly,O.2009. Penurunan Konsentrasi Cr (IV) Dalam Air Dengan Koagulan FeSO4. Jurnal Penelitian Sains.

Hieronymus, B. S. 1990. Salak Pondoh. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Kahraman S, Dogan N, and Erdemoglu S. 2008. Use of various argicultural wastes forthe removal of heavy metalions.Int.J. Environment Pollut.


(2)

Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya.

Owen,T. 1996. Fundamentals of UV-Visible Spectroscopy. Hewlett-Packard Company. Germany.

Raja,S.2006. Pengaruh Suhu Pengarangan Dan Konsentrasi Asam (H3PO4) Dalam Pembuatan Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Karet Sebagai BahanPenyerap Logam Cr (VI) Dengan Metode Spektrofotometer. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.Medan

Sahri, R. 1998. Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan Terhadap Penurunan Nilai COD Pada Proses Adsorpsi. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana. Medan.

Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Edisi Pertama. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Soetomo, M. 2001. Teknik Bertanam Salak. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Cetakan ketiga. Rineka Cipta. Jakarta.

Tjahjadi, N. 1988. Bertanam Salak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


(3)

(4)

Lampiran 1. Baku Mutu Limbah Cair Pelapisan Logam di Indonesia No.45/tahun 2002

Parameter Kadar maximum (mg/L)

TSS 20

CN 0.2

Cr total 0.5

Cr6+ 0.1

Cu 0.6

Ni 1

Zn 1

Cd 0.05

Pb 0.1

Lampiran 2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Limbah Cair Elektroplating dengan

Spektrofotometer visibel dengan λ = 540 nm

Sampel Absorbansi

Limbah Cair Elektroplating A1 = 0,1436 A2 = 0,1307 A3 = 0,1307

Lampiran 3. Perhitungan Persentase Penyerapan logam Cr6+ dalam limbah cair elektroplating variasi waktu kontak

- Waktu pengadukan 30 menit

% = 117− 0,1628


(5)

- Waktu pengadukan 45 menit

% = 117−0.1019

117 � 100% = 99.9130%

- Waktu pengadukan 60 menit

% =117−0.0696

117 � 100% = 99.9406%

- Waktu pengadukan 75 menit

% = 117−0,0696

117 � 100% = 99.9406%

Lampiran 4. Perhitungan Persentase penyerapan logam Cr6+ dalam limbah cair elektroplating variasi massa arang aktif

- Massa 2 gram

% = 117− 0.1459

117 � 100% = 99.8037%

- Massa 3 gram

% = 117− 0,1019

117 � 100% = 99.9130%

- Massa 4 gram

% = 117− 0.0966

117 � 100% = 99.9175%

- Massa 5 gram

% = 117− 0.0861

117 � 100% = 99.9265%

Lampiran 5. Perhitungan Karakterisasi Arang Aktif Biji Salak - Rendemen (%) arang aktif yang dihasilkan

Rendemen Arang Aktif (%) = ����� ����� ℎ���� �������� (�)


(6)

= 1.6923 �

2.0027 �

100 %

= 84.5009 %

- Kadar Air (%) Arang Aktif Kadar air (%) = (�−�)

100 %

Dengan:

a= berat sampel sebelum pemanasan (g) b= berat sampel sesudah pemanasan (g) Kadar air (%) = (1.0047−0.9895)

1.0047

100 %

= 1.5128 % - Kadar Abu (%) Arang Aktif

Kadar abu (%) = �

100%

Dengan :

a = berat sisa sampel b = berat awal sampel

Kadar abu (%)

=

0.0482

1.0038

100%