Faktor Interen Intern Factor Faktor Eksteren Extern Factor

Kejahatan pembunuhan terhadap jiwa orang lain terus terjadi dan menjadi pemberitaan luas oleh media massa. Pembunuhan merupakan perilaku seseorang atau sekelompok orang yang berakibat hilangnya nyawa orang lain. Kejadian pembunuhan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, sehingga seseorang merencanakan, memutuskan dan mengeksekusi pembunuhan terhadap orang lain. Ketika seseorang telah menjadi korban pembunuhan, maka dipastikan ia mengalami kematian. Berbagai faktor penyebab seringkali menjadi daya penggerak bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan berencana planned murder, biasanya seorang calon pembunuh sudah mengetahui siapa calon korban yang akan dibunuhnya, sedangkan dalam kasus pembunuhan tak berencana unplanned murder, seseorang membunuh orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dengan calon korban. 19

a. Faktor Interen Intern Factor

Kejahatan merupakan tingkah laku yang menyimpang, siapapun orangnya tetap mempunyai kemungkinan untuk melakukan kejahatan karena, terdapat faktor-faktor didalam diri dan diluar dari diri seseorang mengapa ia melakukan kejahatan itu. Adapun faktor- faktor tersebut adalah : Adalah faktor-faktor yang terdapat pada individu seperti umur, sex, kedudukan individu, masalah rekreasiliburan individu, agama individu. 19 Agoes Dariyo, “Mengapa Seseorang Mau Jadi Pembunuh” , dalam Jurnal Penelitian Psikologi Tahun 2013, Vol. 04, No. 01, 10-20, hal 10 Universitas Sumatera Utara Menurut Galles, ketidakmampuan dalam pengasuhan dan masalah kepribadian orangtua juga disebut Gelles sebagai factor yang menyebabkan seseorang melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya, orangtua yang melakukan kekerasan seringkali memiliki harapan yang tidak realistis pada anak mereka, memiliki pengetahuan yang minim mengenai perkembangan anak dan menunjukkan ketidakmampuan dalam menjalin hubungan dengan anak, selain itu mereka juga seringkali memiliki harga diri yang rendah dan kepribadian tidak matang, kurang rasa empati dan lebih egois, tingkat stress yang tinggi disebut juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan yang dilakukan orangtua sebagai coping terhadap stressnya tersebut. 20

b. Faktor Eksteren Extern Factor

Adalah faktor-faktor yang berada diluar individu. Faktor eksteren ini berpokok pangkal pada lingkngan individu seperti : waktu kejahatan, tempat kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan. Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelaku tersebut seperti keadaan lingkungan disekitar pelaku yang menyebabkan pelaku tega melakukan pembunuhan. Dalam hal ini secara subjektif bisa saja seorang anak yang dibunuh tidak memiliki kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan, tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku orangtua yang lepas kontrol emosi, atau bisa saja seorang anak lah yang menyebabkan orangtua melakuan pembunuhan. Apapun penyebabnya tetap saja 20 Firda Fauziah, “Hubungan Antara Intensitas Interaksi Sosial Ibu Dengan Kekerasan Pada Anak” dalam Jurnal Penelitian Psikologi Universitas Islam Indonesia, hal 13 Universitas Sumatera Utara yang menjadi pelaku adalah orang yang membunuh, yaitu kesalahan pada pelaku walaupun yang menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah anaknya Menurut Gelles, Masalah ekonomi, tidak bekerja, pendapatan rendah, sakitnya anggota keluarga dan ketidakmampuan membayar biaya medis adalah sumber stress pada banyak kehidupan orang tua yang melakukan kekerasan.. 21 Alasan ekonomi merupakan alasan klasik yang melatar belakangi terjadinya tindak kejahatan. Teori Strain dan Penyimpangan Budaya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori Strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai-nilai budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma konvensional 22 Tingkat pendidikan para pelaku ini tentunya akan berpengaruh juga terhadap pola pikir mereka. Kita tahu, pendidikan berkaitan dengan 21 Firda Fauziah, Loc.Cit 22 Shinta Ayu Purnamawati, “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pembunuhan Anak Seketika Setelah Dilahirkan Oleh Ibu Kandungnya“ dalam Jurnal LegalityUniversitas Muhamadiyah Malang, Vol 20, No 2 2013, hal 135 Universitas Sumatera Utara perkembangan kejiwaan dan kepribadian, budi pekerti dan etika. Pendidikan juga berkaitan dengan penguasaan pengetahuan serta keterampilan. Meskipun bukan berarti pendidikan rendah akan melatar belakangi setiap kejahatan, karena nafsu jahat timbul dari tiap–tiap manusia, dan tergantung bagaimana kita mengendalikannya. Akan tetapi dalam hal ini pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam membentuk pola pikir seseorang dalam menyelesaikan masalah. Seorang yang hanya tamatan Sekolah Dasar tentunya mempunyai cara pendang dan pola pikir berbeda dengan tamatan Sekolah Menengah. 23 1. Mazhab Italia atau Mazahab Antropologi Teori kriminologi mengenal beberapa Mazhab yang berkaitan dengan kejahatan atau penyebab kejahatan yaitu : Tokohnya adalah C.Lambroso yang pada pokoknya mengemukakan bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu. Tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan. Roman muka juga lain dari pada orang biasa, tulang dahi melengkung kebelakang. Pokoknya penjahat dipandang sebagai suatu jenis manusia tersendiri. Lambroso juga mengemukakan hipotesa atavisme, yakni bahwa seorang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya bahwa ia dengan sekonyong-konyong mendapat kembali sifat- sifat yang sudah tidak dimiliki oleh nenek moyangnya yang terrdekat, tetapi nenek moyangnya yang lebih jauh. Ferri seorang murid Lambroso, lebih mengembangkan lagi teori ini. Dikatakan bahwa rumus timbulnya kejahatan adalah hasil dari keadaan fisik, induvidu dan sosial. Pada suatu waktu unsur 23 Ibid, hal138 Universitas Sumatera Utara individulah yang tetap paling penting. “Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi ini berasal dari bakatnya yang biologis, anti sosial organis dan psikis”. 24 2. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan Mazhab ini menentang Mazhab Italia. :Die Welt ist mehr Schuld an mir, als ish”, yakni dunia adalah lebih bertanggungjawab terhadap bagaimana jadinya saya, dari pada diri saya sendiri. Tokoh terrkemukanya adalah A.Lacassagne 1843-1924. Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut : “L’important est le milieu social. Permettez-moi une comparaison empruntee a’la theorie moderne. Le milieu social est le bouillon de culture de la criminalite: le microbe, c’est le criminel, un element qui n’a d’importance que le jour ou il trouve le buillion qui le fait fermenter” Artinya : “yang terpenting adalah keadaan sosial sekeliling kita. Izinkan saya mengemukakan suatu perbandingan yang diambil dari teori modern. Keadilan sosial sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan; kuman adalah sipendapat, suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang” 25 3. Mazhab Bio – Sosiologi Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan sosial. Pada waktu unsur individu yang paling penting. Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis dan anti sosial. Aliran bio-sosiologis ini ber-synthese kepada aliran antropologi yaitu pada lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari ferri. Rumusnya berbunyi: “Tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu yaitu unsur-unsur yang 24 Soerjono Soekanto, at all, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta:1981, hal 16 25 Ridwan Adiwaman. Op.Cit., hal 66 Universitas Sumatera Utara diterangkan oleh Lombroso. Lama kelamaan banyak ahli kriminologi menganut aliran tersebut antara lain Prins 1845-1919 di Brussel mendirikan Union Internasionale de Droit Penal. 26 4. Mazhab Spritualis M.De Beast mengajarkan bahwa makin meluasnya juga pada lapisan bahwa masyarakat, pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup dan pandangan dunia yang berdasarkan ini, yang sama sekali kosong dalam hal dorongan-dorongan moral adalah merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan dan kejahatan berkeembang dengan subur. 27 3. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Ddilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya a. Kemampuan bertanggungjawab Pertanggungjawaban dalam hukum pidana harus dengan adanya kesalahan yang memiliki unsur sebagai berikut : 1. Melakukan perbuatan pidana sifat melawan hukum 2. Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan. 4. Tidak adanya alasan pemaaf 28 KUHP tidak memuat ketentuan tentang arti kemampuan bertanggungjawab tetapi yang berhubungan dengan itu ialah Pasal 44 26 Ibid hal 67 27 Soerjono Soekanto, at all. Op.Cit., hal 17 28 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta : 2008, hal 177 Universitas Sumatera Utara KUHP : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit. Kalau tidak dapat dipertanggungjawabkannya itu disebabkan karena hal lain, misalnya jiwanya tidak normal karena masih sangat muda atau lain-lain, pasal tersebut tidak dapat dipakai. Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada : 1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum 2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi 29 b. Kesengajaan Opzet Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1: perbuatan yang dilarang; ke-2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan ke- 3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum. 30 Kesengajaan dapat dirumuskan sebagai berikut : melaksanakan suatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak. Atau dengan kata lain : bahwa kesengajaan itu ditujukan terhadap perbuatan. Satochid 29 Ibid hal 178-179 30 Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung :2003, hal 65-66 Universitas Sumatera Utara Kartanegara menjelaskan bagaimana proses timbulnya kesengajaan sebagai berikut: 31 1. Setelah A melihat benda itu, maka timbul keinginan padanya untuk memperoleh benda dan selanjutnya A berpikir dengan cara bagaimana agar A dapat memiliki benda itu. Ini yang disebut proses kesengajaan. 2. Dorongan atau alasan atau perasaan untuk bertindak guna memenuhi keinginan disebut motif. 3. Selanjutnya A berpikir untuk memenbuhi keinginannya, ia akan mengambil benda tadi. Dalam hal ini motif menggerakkan atau mendorong A untuk berbuat. Jika hal itu dihubungkan dengan jiwa A yang sehat itu, maka ini disebut opzet kesengajaan Kejahatan pembunuhan berencana moord, murder kesengajaan pembuat hanya memerlukan doegle richte handling perbuatan yang diarahkan ke tujuan, yaitu bahwa pembuat menghendaki matinya orang lain dan berbuat dengan perkiraan yang disadari bahwa ia akan mewujudkan pembunuhan. 32 c. Perumusan Pidana Kitab Undang-Undang hukum Pidana KUHP mengatur tentang sanksi atau hukuman dalam Pasal 10 KUHP, yaitu: 31 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta: 1996, hal 46 32 Zainal Abidin Farid,. Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta: 2007, hal 271 Universitas Sumatera Utara 1. Pidana Pokok: a. Pidana mati b. Pidana tutupan c. Pidana penjara d. Pidana kurungan e. Pidana denda. 2. Pidana tambahan yaitu: a. pencabutan beberapa hak tertentu b. perampasan barang yang tertentu c. pengumuman keputusan hakim. Jenis pidana yang pada umumnya, dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola KUHP ialah pidana pokok, dengan menggunakan sembilan bentuk perumusan, yaitu: 33 1. Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu 2. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu 3. Diancam dengan pidana penjara tertentu 4. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan 5. Diancam dengan pidana pernjara atau kurungan atau denda 6. Diancam dengan pidana penjara atau denda 7. Diancam dengan pidana kurungan 8. Diancam dengan pidana kurungan atau denda 33 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2008. hal 161 Universitas Sumatera Utara 9. Diancam dengan pidana denda Berdasarkan sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentidikasikan hal-hal sebagai berikut 34 1 KUHP hanya menganut dua sistem perumusan yaitu: : a. Perumusan tunggal hanya diancam satu pidana pokok b. Perumusan alternatif 2 Pidana pokok yang diancamdirumuskan secara tunggal hanya pidana penjara, kurungan, atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal 3 Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan Pidana tambahan bersifat akumulatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik

F. Metode Penelitian Hukum

1. Spesifikasi Penelitian Penelitian hukum terdiri dari : 1. Penelitian hukum normatif, yang mencakup : a. Penelitian terhadap azas-azas hukum b. Penelitian terhadap sistematika hukum c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum d. Penelitian sejarah hukum e. Penelitian perbandingan hukum 34 Ibid, hal 162 Universitas Sumatera Utara 2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari : a. Penelitian terhadap identifikasi hukum tidak tertulis b. Penelitian terhadap efektivitas hukum Hal-hal tersebut diatas, sebenarnya dapat digabungkan secara serasi sehingga diperoleh sistematika mengenai macam-macam penelitian secara umum dan pembagiannya menurut tujuan penelitian hukum. Misalnya penelitian terhadap azas-azas hukum, dapat merupakan penelitian “fact finding” belaka, atau mungkin penelitian-penelitian “problem finding”, “problem identification” dan “problem solution”. Penelitian terhadap efektivitas hukum, umpamanya, dapat merupakan penelitian diagnostik, yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian prespektif dan penelitian evaluatif. Jadi, yang menjadi unsur penentu adalah tujuan penelitian hukum, dan unsur tambahan atau pendukungnya adalah macam- macam penelitian secara umum sebagaimana dijabarkan secara garis besar diatas. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal–pasal dan peraturan perundang – undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang beertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam pratiknya studi putusan. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan di Universitas Sumatera Utara samping adanya penelitian hukum sosiologis empiris yang terutama meneliti data primer. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup : a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. ‘penelitian terhadap sistemaatik hukum c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum 35 2. Data dan Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, yakni data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun diperoleh dari studi pustaka yang meliputi bahan dokumentasi, tulisan ilmiah dan berbagai sumber tulisan yang lainnya. Data Sekunder dibagi menjadi tiga, yaitu : 1 Bahan Hukum Primer Bahan hukum ini adalah berbagai ketentuan dan peraturan perundang – undangan maupun undang-undang yang telah berlaku di Indonesia yang mengatur tentang Tindak Pidana Penganiayaan terhadap Anak dalam lingkup Keluarga, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan undang-undang yang mengatur perlindungan hukum bagi anak yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2 Bahan Hukum Sekunder 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif “Suatu Tinjauan Singkat”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2011, hal 13-14 Universitas Sumatera Utara Bahan hukum ini adalah bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer dan merupakan bahan pendukung dari bahan hukum primer. Peneliti mengambil bahan hukum sekunder dari studi kepustakaan, yaitu buku – buku yang berkaitan dengan bahan hukum primer. 3 Bahan Hukum Tersier Merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Peneliti mendapatkannya melalui berbagai jurnal maupun arsip-arsip penelitian. 3. Alat Pengumpul Data Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing- masing atau bersama-sama. 36 4. Prosedur Pengumpul Data Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan studi dokumen atau bahan pustaka yang disusun secara ilmiah metodologi guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya. Metode pengumpulan data dalam Penulisan skripsi ini menggunakan Library Research penelitian kepustakaan, yaitu dengan melakukan penelitian 36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta :1986, hal 21 Universitas Sumatera Utara terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, artikel, surat kabarkoran, internet dan media massa yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. 5. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan, suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah. 37

G. Sistematika Penulisan

Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak lansung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. Pembahasan karya ilmiah harus dilakukan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistem penulisan sistematika yang terartur, yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penuliisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : Bab ini berisikan pendahuluan dimana penulis menguraikan latar belakang penulis memilih judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Bab ini berisikan pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya 37 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung: 2009, hal 13 Universitas Sumatera Utara yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dimana kemudian akan dibahas satu per satu. BAB III: Bab ini akan membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandung yang dilihat dari faktor interen intern factor dan faktor eksteren extern factor BAB IV : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab terdahulu dengan butir-butir yang dianggap penting serta berisi saran sehubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini Universitas Sumatera Utara

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dan aturan-aturannya telah disusun dalam satu kitab undang-undang wetboek, yang dinamakan Kitab Undang- undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu. 38 1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Barda Nawawi Arif menyatakan bahwa tindak pidana secara umum dapat diartikan sebagai perbuatan yang melawan hukum baik secara formal maupun secara materil.Beliau menyatakan bahwa: “the term crime has no accepted defenition in the law, except the criticular on that is anything that the lawmakers define as a crime. Basically, a crime is wrong, usually a moral wrong, committed against the society as a whole. Criminal prosecutions are brought in order to punish wrongdoers. Either because we want to deter future crime or simply because we believe wrongdoers deserve to be punished.” Istilah tindak pidana tidak memiliki defenisi dalam undang-undang yang belaku, kecuali satu lingkarang yang adalah sesuatu bahwa pembuat undang-undang mendefenisikan sebagai suatu kejahatan. Pada dasarnya kejahatan adalah kesalahan, biasanya kesalahan moral yang bertentangan dengan masyarakat secara keseluruhan. Penuntutan pidana dilakukan untuk menghukum orang jahat, baik karena kita ingin mencegah kejahatan 38 Moeljatno, Op.Cit.,hal 17 Universitas Sumatera Utara di masa depan atau hanya karena kita percaya orang jahat pantas dihukum. 39 a. Diancam oleh pidana oleh hukum Simons merumuskan bahwa Strafbaar feit Belanda ialah kelakukan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Lebih rinci dirumuskan sebagai berikut : b. Bertentangan dengan hukum c. Dilakukan oleh orang yang bersalah d. Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya. 40 Buku II KUHP mengatur perihal kejahatan dan Buku II KUHP mengatur perihal pelanggaran. C.S.T Kansil merumuskan lima 5 unsur dari tindak pidana atau delik yaitu: a. Harus ada suatu kelakuan gedraging b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang wettelijke omschrijving c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman 41 Rumusan deliktindak pidana membedakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan yang dilakukan dengan kealpaan culpa. Misalnya delik pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja tercantum dalam Pasal 338 KUHP, 39 Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal 73 40 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta: 2008, hal 88 41 C.S.T Kansil at all, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita. Jakarta: 2004, hal 36 Universitas Sumatera Utara sedangkan yang dengan kealpaan Pasal 359 KUHP. Sesudah perumusan delik, barulah perbuatan tersebut disesuikan dengan syarat dapat dipidananya seorang pembuat, yaitu perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada atau pembuat mampu bertanggungjawab. Pasal 44 KUHP mengatur ketidakmampuan bertanggungjawab. Nyatalah bedanya disini dengan rumusan unsur delik. Unsur dapat dipertanggungjawabkan adalah sebagai berikut: a. Toerekeningsvat baargeid b. Keadaan jiwa seseorang itu sedemikian rupa sehingga: b. Dia mengerti arti atau nilai perbuatannya – nilai akibat perbuatannya c. Dia mampu menentukan kehendak atas perbuatannya d. Dia sadar bahwa perbuatan itu dilarang baik oleh hukum, kemasyarakatan, maupun kesusilaan c. Pendirian sikap pembentuk KUHP i. Unsur ini dianggap adaterpenuhi oleh tiap tipe pelaku tindak pidana ii. Oleh karenanya tidak dirumuskan dalam pasal iii. Dan tidak perlu dibuktikan, kecuali: iv. Terdapat keragu-raguan akan adanya unsur itu pada pelaku, harus dibuktikan v. Tidak terpenuhi unsur ini – Pasal 44 vi. Jika hakim ragu-ragu – in dubio pro reo 42 42 Teguh Prasetyo,. Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta:2010, hal 219 Universitas Sumatera Utara 2. Bentuk Kesalahan dalam KUHP : a. Kesengajaan Opzet Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1: perbuatan yang dilarang; ke-2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan ke- 3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum. 43 Kesengajaan dapat dirumuskan sebagai berikut : melaksanakan suatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak. Atau dengan kata lain : bahwa kesengajaan itu ditujukan terhadap perbuatan. 44 1. Teori kehendak wilstheorie, penganjur teori ini adalah Von Hippel yang mengemukakan bahwa “sengaja” adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan kehendak untuk menimbulkan akibat. Ajaran Von Hippel ini dikenal dalam tulisannya: Die Grenze Von Vorsatz Und Fahrlassigkeit terbitan tahun 1903. Teori-teori mengenai sengaja yang tampil pada abad XX ini pernah dikenal : 2. Teori angan-angan Vooorstellings Theorie, teori ini dikemukakan oleh Frank dalam Festshchift Gieszen sekitar tahun 1907 yang menyatakan bahwa suatu akibat tidak mungkin dapat dikehendaki. Dikatakan bahwa manusia hanya memiliki kemampuan untuk menghendaki terlaksananya 43 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal 65-66 44 Martiman Prodjohamidjojo, Op.Cit., hal 46 Universitas Sumatera Utara sesuatu perbuatan tetapi tidak berkemampuan untuk menghendaki, mengingini atau membayangkan akibat perbuatannya. 45 Dalam ilmu hukum pidana sengaja itu dibedakan atas tiga gradasi: 1. Sengaja sebagai tujuanarahan hasil perbuatan sesuai dengan maksud orangnya opzet als oogmerk 2. Sengaja dengan kesadaran yang pasti mengenai tujuan atau akibat perbuatannya opzet bij zekerheidsbewustzijn 3. Sengaja dengan kesadaran akan kemungkinan tercapainya tujuan atau akibat perbuatan opzet bij megelijkheidsbewustzijn 46 Rumusan unsur kesengajaan dalam Pasal-Pasal KUHP yaitu: 1. Opzettelijk – dengan sengaja a. Pasal 333 ayat 1: dengan sengaja dan melawan hukum... b. Pasal 338: dengan sengaja menghilangkan... c. Pasal 406: dengan sengaja merusak barang... 2. Wetende dat – yang diketahuinya Pasal 204 ayat 1: yang diketahuinya bahwa... 3. Waarvan hij weet – yang diketahuinya Pasal 480: yang diketahuinya diperoleh dari... 4. Met het oogmerk – dengan maksud Pasal 263: dengan maksud untuk menggunakan... 47 b. Kealpaankelalaian Culpa 45 C.S.T Kansil at all, Op.Cit., hal 51 46 Ibid, hal 51-52 47 Teguh Prasetyo. Op.Cit., hal 219-220 Universitas Sumatera Utara Undang-undang tidak memberikan defenisi apakah kelalaian itu. Hanya Memori Penjelasan Memorie Van Toelichting mengatakan, bahwa kelalaian culpa terletak antara sengaja dan kebetulan. Bagaimanapun culpa itu dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel –Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu quasidelict sehingga diadakan pengurangan pidana. Bahwa culpa itu terletak antara sengaja dengan kebetulan. 48 Didalam KUHP biasanya di samping disebut dengan sengaja pada suatu rumusan disebut pula delik culpa pada rumusan berikuntya. Disebut pembunuhan dengan sengaja pada Pasal 338 KUHP yang ancaman pidananya maksimum 15 tahun penjara, pada Pada 359 KUHP disebut, “karena salahnya menyebabkan orang mati”, yang di Indonesia diancam pidana maksimal 5 tahun. Ancaman pidana ini sudah diperberat dengan pertimbangan terlalu banyak terjadi delik ini khususnya yang disebabkan oleh pengemudi mobil. Semula diancam hanya maksimum satu tahun penjara atau 9 bulan kurungan. 49 Para penulis ilmu hukum pidana berpendapat bahwa terjadinya culpa maka harus diambil sebagai ukuran ialah bagaimanakah sebagian besar orang dalam masyarakat bersikap tindak dalam suatu keadaan yang nyata-nyata terjadi. Culpa dibedakan menjadi culpa levissima berarti kealpaan yang ringan sedangkan culpa lata adalah kealpaan besar, didalam ilmu pengetahuan dikenal kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari. Keaalpaan yang disadari itu dapat digambarkan bila seorang yang menimbulkan delik tanpa sengaja dan telah 48 Andi Hamzah, Op.Cit., hal 125 49 Ibid , hal 127 Universitas Sumatera Utara berusaha menghalangi akibat yang terjadi, akan tetapi walaupun demikian akibatnya tetap timbul jua, sedangkan pada kealpaan yang tidak disadari, orang yang bersikap tidak membayangkan akibat yang timbul, padahal ia seharusnya membayangkan. 50 3. Ketentuan Tindak Pidana terhadap Nyawa Pembunuhan yang dapat dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya Pengertian tentang menghilangkan nyawa orang lain oleh Kitab Undang- Undang Hukum Pidana disebut sebagai suatu pembunuhan. Untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut. 51 a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok Pasal 338 Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat KUHP adalah sebagai berikut: Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja pembuhan dalam bentuk pokok, dimuat dalam Pasal 338 yang rumusannya adalah: “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama- lamanya lima belas tahun”. R.Soesilo memberikan penjelasan mengenai pasal 338 KUHP ini yaitu sebagai berikut: 50 C.S.T Kansil at all, Op.Cit., hal 53-54 51 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta:2010, hal 1 Universitas Sumatera Utara 1. kejahatan yang dinamakan .,makar mati” atau .,pembunuhan” doodslag disini diperlukan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian tidak dimaksud, tidak masuk dalam pasal ini, mungkin masuk pasal 359 karena kurang hati-hatinya menyebabkan matinya orang lain atau pasal 351 sub 3 penganiayaan biasa, berakibat matinya orang lain atau pasal 353 sub 3 penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu, berakibat mati, pasal 354 sub 2 penganiayaan berat berakibat mati atau pasal 355 sub 2 penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahulu berakibat mati. 2. Sebaliknya pembunuhan itu harus dilakukan segerasesudah timbul maksud untuk membunuh itu, tidak dengan dipikir-pikir lebih panjang. b. Pembunuhan dengan pemberatan Pasal 339 Tindak pidana pembunuhan ini disebutkan dengan pemberatan kaena diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lainnya. Pembunuhan ini adalah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP, yang berbunyi: “Pembunuhan yang diikuti,disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu paling lama 20 tahun.” Apabila rumusan tersebut diperinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: a. Semua unsur pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP b. Diikuti, disertai atau didahului tindak pidana lain Universitas Sumatera Utara c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud: mempersiapkan tindak pidana lain, untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain dan dalam hal tertangkap tangan ditujukan untuk menhindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana serta untuk memastikan penguasaan benda yang diperoleh secara melawan hukum dari tindak pidana lain itu. Unsur diikuti, disertai atau didahului terletak di belakang kata pembunuhan dan unsur tersebut diartikan sebagai sebuah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, adapun unsur-unsur oogmerk atau maksud juga terletak di belakang kata pembunuhan, maka itu berarti bahwa di samping unsur- unsur itu harus didakwakan oleh penuntut umum terhadap terdakwa dan dibuktikan di persidangan karena ia meliputi unsur opzet 52 c. Pembunuhan berencana Pasal 340 Tindak pidana pembunuhan yang diperberat ini sebetulnya terjadi 2 macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan biasa dalam bentuk pokok 338 dan yang lain adalah tindak pidana lain selain pembunuhan. Tindak pidana lain itu harus terjadi, tidak boleh baru percobaannya. Pembunuhan dengan rencana lebih dulu ini adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang rumusannya adalah: Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, 52 Ibid, hal 46 Universitas Sumatera Utara dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur: a. Unsur subyektif : dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu b. Unsur obyektif: perbuatan menghilangkan nyawa dan obyeknya adalah nyawa orang lain. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat yaitu : a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, yaitu pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Suasana yang tenang tersebut adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Sebagai indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh itu, telah dipikirnya dan dipertimbangkannya. Telah dikaji untung dan ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti ini hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang, dan dalam suasana tenang sebagaimana waktu ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat. b. Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini adalah relatif. Dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian konkret yang berlaku. Tidak perlu singkat, karena jika terlalu singkat, tidak Universitas Sumatera Utara mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. c. Pelaksanaan kehendak perbuatan dalam suasana tenang. Yaitu dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya. d. Pembunuhan bayi oleh ibunya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan Pasal 341, Pasal 342, Pasal 343 Pembunuhan bayi oleh ibunya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan dalam praktek hukum sering disebut dengan pembunuhan bayi. Ada 2 macam yaitu pembunuhan bayi yang dilakukan tidak dengan berencana pembunuhan bayi biasa atau kinderdoodslag dan pembunuhan bayi yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu kindermoord. 1. Pembunuhan bayi oleh ibunya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan sebagaimana dimuat dalam Pasal 341 yang rumusannya adalah sebagai berikut: “Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan bayi pada saat bayi dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja menghilangkan nyawa anaknya dipidana karena membunuh bayinya sendiri dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.” Rumusan diatas memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Unsur-unsur obyektif terdiri dari: Universitas Sumatera Utara Pelaku : seorang ibu Perbuatannya : menghilangkan nyawa Obyeknya : nyawa bayinya Waktunya : 1 pada saat bayi dilahirkan 2 tidak lama setelah bayi dilahirkan Motifnya : karena takut diketahui melahirkan b. Unsur subyektif : dengan sengaja Langemeijer berpendapat bahwa ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 341 KUHP itu juga diberlakukan bagi wanita yang telah menikah, jika wanita tersebut memang mempunyai alasan untuk merasa takut akan diketahui oleh orang lain bahwa ia telah melahirkan seorang anak 53 Simons berpendapat mengenai sebab pidana terhadap pelaku dari tindak pidana yang diancamkan terhdap pelaku tindak pidana pembunuhan anak atau kinderdoodslag itu diperingan dibandingkan dengan pidana yang telah diancamkan terhadap tindak pidana pembunuhan pada umumnya adalah karena tindak pidana pembunuhan anak pada umumnya telah dilakukan oleh seorang ibu dengan motif yang tersendiri dan dilakukan dalam keadaan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan verminderde annsprakelijkheid sebagai akibat dari kegoncangan jiwanya gemoedsbeweging. 54 53 Noyon-Langemeijer, Het Wetbook Catatan 1 Pada Pasal 290 dalam P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta: 2010, hal 62 54 Ibid, hal 65 Kegoncangan jiwa dari seorang ibu Universitas Sumatera Utara yang tidak menikah dalam hal itu telah melahirkan seorang anak di luar pernikahan karena khawatie mendapat malu jika diketahui oleh orang lain. 2. Pembunuhan bayi oleh ibunya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan dengan direncanakan lebih dahulu. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 342, yakni: “Seorang ibu yang untuk melaksanakan keputusan kehendak yang telah diambilnya karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan bayi, pada saat bayi dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan sengaja menghilangkan nyawa bayinya itu, dipidana karena pembunuhan bayinya sendiri dengan rencana dengan pidana paling lama sembilan tahun.” Pengambilan keputusan kehendak dalam Pasal 342 ini memiliki perbedaan unsur berencana dengan unsur berencana pada Pasal 340. Perbedaan ini adalah, kalau dalam hal pembentukan kehendak dari moord 340 dilakukan dalam keadaan atu suasana batin yang tenang, namun sebaliknya terbentuknya kehendak dari kindermoord 342 adalah suasana batin yang tidak tenang karena dalam suasana batin yang ketakutan akan diketahuinya bahwa dia melahirkan bayi. Perbedaan utama antara kindermoord dengan kinderdoodslag terletak pada saat timbulnya keputusan kehendak untuk membunuh bayi. Pada kinderdoodslag, kehendak itu timbul secara tiba-tiba pada saat bayi sedang dilahirkan atau pada saat yang tidak lama setelah bayi dilahirkan. Sedangkan pada kindermoord terdapat tenggang waktu antara sejak timbulnya tanda-tanda akan melahirkan sampai dengan keluarnyaterpisahnya bayi dari tubuh ibu. Maka diambilnya keputusan kehendak untuk membunuh itu adlah sebelum tanda-tanda tersebut timbul. Saatwaktu pengambilan keputusan kehendak sebelum timbulnya pertanda Universitas Sumatera Utara itu adalah syarat mutlak untuk unsur ‘berencana’ dalam kejahatan pembunuhan bayi berencana. Berkaitan dengan Pasal 341 dan Pasal 342 ini, R. Soesilo menyatakan bahwa syarat terpenting dari pembunuhan ini adalah bahwa pembunuhan anak itu dilakukan oleh ibunya dan harus terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui kelahiran anjak itu. Biasanya anak yang didapat karena berzina atau hubungan kelamin yang tidak sah. 3. Ketentuan Pasal 343 merumuskan ketentuan sebagai berikut: “Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan. Orang lain yang turut serta dalam melakukan pembunuhan bayi ini Pasal 55 KUHP adalah setiap orang yang ikut bersama ibu dalam mewujudkan tindak pidana terhadap Pasal 341 dan 342 tersebut, termasuk juga pelaku pembantu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56 KUHP. Namun, bagi yang membantu ini haruslah berupa pembantu aktif, tidak boleh pembantu pasif. Karena itu bagi pelaku pembantu dalam pembunuhan bayi ini lebih sempit pengertiannya dari pelaku pembantu yang dirumusakan dalam Pasal 56 KUHP tersebut. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban bagi orang yang terlibat selain ibu Pasal 343 yang tidak tunduk pada ketentuan mengenai pertanggungjawaban pada Pasal 341 dan Pasal 342, melainkan pada Pasal 338 dan Pasal 340, maka Universitas Sumatera Utara berarti ketentuan Pasal 343 ini adalah berupa perkecualian dari ketentuan pada Pasal 58 KUHP. Faktor-faktor atau kondisi yang mempengaruhi seorang ibu sehingga dengan sengaja menghilangkan nyawa anak yang baru dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan adalah sebagai berikut: a. Dari faktor psikis, yaitu adanya perasaan takut yang mendalam akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, perbuatan itu dilakukan oleh seorang ibu yang tidak menghendaki anak itu hidup, anak yang dilahitkan tanpa ayah atau ayah dari anak itu tidak bertanggungjawab. b. Dari faktor waktu, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seorang ibu untuk menghilangkan nyawa anak itu pada saat dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan sehingga timbul niat untuk menghilangkan nyawa anak itu karena merupakan aib yang sangat memalukan. c. Dari faktor ekonomi, yaitu seorang ibu yang melakukan perbuatan menghilangkan naywa anak itu karena dipengaruhi tingkat ekonmominya yang memprihatinkan atau tidak mampu. Jika anak itu lahir ada kekhawatiran tidak mampu membiayai hidup anak itu, sementara untuk memenuhi kebutuhan dirinya sehari-hari pun tidak mampu. 55 e. Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan Pasal 346 sd Pasal 349 Kejahatan mengenai pengguguran dan pembunuhan kandungan jika dilihat dari subyek hukumnya dapat dibedakan menjadi: 1. Pengguguran dan pembunuhan kandungan oleh perempuan yang mengandung itu sendiri. Dicantumkan dalam Pasal 346 yang rumusannya sebagai berikut: “Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.” 55 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Op.Cit., hal 112 Universitas Sumatera Utara Dalam rumusan kejahatan Pasal 346, subyek hukumnya disebutkan dengan “seorang perempuan” de vrouw sedangkan Pasal 341 dan Pasal 342 adalah “seorang ibu” de moeder. Hal ini disebabkan karena dalam Pasal 346 tidak disyaratkan kandungan tersebut sudah berwujud sebagai bayi sempurna dan belum ada proses kelahiran bayi maupun kelahiran bayi sebagaimana dalam Pasal 341 dan Pasal 342. 2. Pengguguran dan pembunuhan kandungan atas persetujuan perempuan yang mengandung yang dirumuskan dalam Pasal 348 yaitu sebagai berikut: a. Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama –lamanya lima tahun enam bulan. b. Jika karena perbuatan itu perempuan itu menjadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Syarat terjadi persetujuan yang dimaksud dalam rumusan pasal ini adalah harus ada dua pihak yang mempunyai kehendak yang sama. Disini tidak dipersoalkan dari mana asaldatangnya inisiatif untuk dilakukannya pengguguran atau pembunuhan kandungan itu. Karena yang penting adalah sebelum atau pada saat memulai perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan, sama-sama dikehendaki baik oleh perempuan maupun oleh orang yang melaksakan perbuatan itu. Kitab undang-undang hukum pidana KUHP mengatur tentang adanya ketentuan pidana khusus yang dipakai di Indonesia yang dirumuskan dalam Pasal 63 ayat 2 KUHP menyatakan bahwa: Universitas Sumatera Utara 2 Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yang akan digunakan. F. A Lamintang menjelaskan bahwa apa yang diatur dalam Pasal 63 ayat 2 ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan samenloop dari beberapa perilaku yang terlarang. Dari rumusan Pasal 63 ayat 2 tersebut kiranya cukup jelas dapat diketahui bahwa yang diatur di dalamnya itu sebenarnya mengenai kemungkinan suatu perilaku terlarang itu telah diatur dalam ketentuan pidana tertentu. Akan tetapi kemudian ternyata telah diatur kembali dalam ketentuan pidana yang lain. 56 Hal semacam itu apabila ketentuan pidana yang ditentukan terakhir itu merupakan suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, dalam arti secara lebih khusus mengatur perilaku yang sebenarnya telah diatur di dalam ketentuan pidana. Maka ketentuan pidana yang bersifat khusus itu lah yang harus diberlakukan. Atau dengan perkataan lain, dalam hal semacam itu berlakulah hukum yang mengatakan lex spesialis derogat lex generali 57 Kitab undang-undang hukum pidana telah mengatur tindak pidana secara umum. Dalam hal tindak pidana pembunuhan anak kandung yang dilakukan oleh oangtua yang bukan termasuk dalam lingkup Pasal 341 Pembunuhan bayi oleh ibunya dan Pasal 342 Pembunuhan bayi berencana, belum jelas diatur secara konkret perlindungannya. Oleh sebab itu, pemerintah kembali merumuskan tindak pidana dalam lingkup keluarga yang mengakibatkan matinya korban ke dalam UU 56 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana. Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Jakarta: 2013, hal 712 57 Ibid. hal 713 Universitas Sumatera Utara Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga secara lebih khusus. B. Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap Anak Kandung dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Perlindungan terhadap anak merupakan hak asasi yang harus diperoleh anak. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 menentukan bahwa setiap warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pernyataan dari pasal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga negara, baik wanita, pria, dewasa dan anak-anak dalam mendapat perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum terhadap anak, bukan saja masalah hak asasi manusia, tetapi lebih luas lagi adalah masalah penegakan hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak sebagai korban tindak kekerasan. 58

1. Perlindungan Anak dan Batas Usia Anak dalam UU Nomor 23

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

Sistem Peradilan Pidana yang Edukatif Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kabupaten Simalungun).

2 76 133

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Dan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No:770/Pid.Su

1 85 157

Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah Atau Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor.01/PID/PRA.PER/2011/PN. STB.)

1 81 145

Pola Asuh Orangtua Difabel Terhadap Anak Yang Normal (Studi Deskriptif: Pada Keluarga Pasangan Tunanetra Yang Bekerja Sebagai Tukang Pijat di Kelurahan Sei Sikambing D Medan).

8 167 106

Analisis Yuridis Tndak Pidana Narkotika Yang dilakukan oleh Anak

19 195 122

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

4 20 19

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Y

1 2 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

1 2 31