Latar Belakang dr. Surya Dharma, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia Depkes RI, 2003. Sesuai Kepmenkes RI Nomor 356MenkesSKIV2008, Kantor Kesehatan Pelabuhan KKP sebagai unit pelaksana teknis di bidang pengendalian dan pencegahan penyakit menular dalam lingkungan Depkes RI, mempunyai tugas pokok melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit potensial wabah melalui kapal laut dan pesawat udara, KKP juga melaksanakan tugas pemeliharaan sanitasi lingkungan pelabuhan serta pelayanan kesehatan terbatas. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam program pemberantasan tikus dikapal dan pesawat yang dilakukan dengan fumigasi. Upaya tersebut menjadikan Indonesia dapat bebas dari penyakit pes, mengingat di negara Afrika seperti Kongo, Madagaskar, Malawi, Mozambique, Namibia, Tanzania, Uganda, Zambia, Zimbabwe, dan negara-negara Amerika Latin antara lain Bolivia, Brazil, Ekuador, dan Peru. Di negara Asia Tenggara, Vietnam masih merupakan daerah endemis pes. Jufrihadi : Efektivitas Fumigan Metil Bromida CH3Br Untuk Pemberantasan Tikus Di Kapal Dengan Menggunakan Sistem Manual Dan Sistem Penguapan Di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Dalam kurun waktu 1962-1972 di Vietnam dilaporkan terjadi ribuan kasus pes diperkotaan dan pedesaan. Pada tahun 1994, dilaporkan terjadi out break Pneumonic Plague di Surat, negara bagian Gujarat India Depkes RI, 2003. Sedangkan di Indonesia pes masuk pertama kali pada tahun 1910 melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, tahun 1923 melalui Pelabuhan Cirebon. Korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat 245.375 orang, dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang. Pada saat itu pemerintah di bawah Depkes RI melakukan kampanye dan pemberantasan tikus, baik secara fisik, kimia maupun biologi untuk mengendalikan penyakit pes, supaya tidak meluas keseluruh nusantara Depkes RI, 2003. Sejak terjadinya wabah pes pada tahun 1987 di Kecamatan Nangkojajar Kabupaten Pasuruan yang menewaskan 21 orang, kemudian pada tahun 1997 di Pasuruan kembali terjadi KLB penyakit pes. Sedangkan daerah endemik pes di Indonesia saat ini adalah Boyolali dan Sleman Yogyakarta Depkes RI, 2000. Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk yang strategis bagi penularan pes, dengan meningkatnya arus transportasi maka upaya-upaya pengamatan bukan saja dilaksanakan di daerah fokus tetapi usaha-usaha pengamatan harus tetap dilaksanakan di daerah pelabuhan guna mencegah masuknya pes dari negara lain WHO, 2005. Banyak kapal yang masuk dan singgah di pelabuhan, memudahkan masuknya penyakit karantina dan potensial wabah lainnya, dengan demikian pengawasan Jufrihadi : Efektivitas Fumigan Metil Bromida CH3Br Untuk Pemberantasan Tikus Di Kapal Dengan Menggunakan Sistem Manual Dan Sistem Penguapan Di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 terhadap masuk keluarnya kapal harus ditingkatkan karena merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah Depkes RI, 2006. Permasalahan yang sering timbul terhadap sanitasi kapal adalah masalah kehidupan vektor yaitu, tikus. Pemberantasan tikus di kapal bertujuan untuk mengurangi populasi tikus, karena tikus sangat cepat berkembang biak dengan habitat yang sangat mendukung, seperti adanya makanan yang cukup Manual KKP, 2004, karena seekor tikus betina dalam 1 periode dapat melahirkan 80 ekor anak tikus Suyanto, 2007. Salah satu cara untuk mengendalikan tikus di kapal adalah dengan fumigasi. Di Indonesia fumigasi masih dilakukan oleh Badan Usaha Swasta dan di bawah pengawasan KKP Depkes RI, 1990. WHO merekomendasikan fumigasi dengan menggunakan bahan fumigan yaitu, sulfur oksida SO2 dan Hydrogen Cyanida HCN. Di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal PPM PLP Depkes, R.I Nomor 716- IPD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990 tentang bahan fumigan yang digunakan untuk fumigasi dalam rangka pemberantasan tikus di kapal, adalah Hydrogen Cyanida HCN dan Methyl Bromide CH 3 Br. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51M-DagPer122007, pada Pasal 1 ayat 1 melarang impor dan pemakaian CH 3 Br di Indonesia untuk semua kegiatan fumigasi. Pelarangan tersebut dikecualikan untuk kegiatan karantina khususnya perkapalan, sesuai dengan Pasal 2 dua ayat 1 satu. Pada saat ini pelaksanaan fumigasi di Tanjung Pinang digunakan dengan 2 sistim yaitu, sistim manual dan sistim penguapan, dengan bahan fumigan CH 3 Br. Jufrihadi : Efektivitas Fumigan Metil Bromida CH3Br Untuk Pemberantasan Tikus Di Kapal Dengan Menggunakan Sistem Manual Dan Sistem Penguapan Di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Tetapi dalam pelaksanaannya perlu dilakukan uji efektifitas penggunaan fumigan CH 3 Br pada kedua sistim tersebut, untuk pemberantasan tikus. Karena sampai saat ini belum pernah dilakukan uji efektifitas terhadap dosis yang standar pada kedua sistim tersebut.

1.2. Perumusan Masalah