Efektivitas Fumigan Metil Bromida (CH3Br) Untuk Pemberantasan Tikus Di Kapal Dengan Menggunakan Sistem Manual Dan Sistem Penguapan Di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009

(1)

EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH

3

Br)

UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN

MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN

DI PELABUHAN TANJUNG PINANG

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

JUFRIHADI

077031004/MKLI

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH

3

Br)

UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN

MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN

DI PELABUHAN TANJUNG PINANG

TAHUN 2009

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pasacasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUFRIHADI

077031004/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

:

: : :

EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH3Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS

DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009

Jufrihadi 077031004

Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS) (Ir. Indra Chahaya S. M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 06 April 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si

2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS 3. dr. Surya Dharma, MPH


(5)

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH3Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN

DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April 2009

JUFRIHADI 077031004/MKLI


(6)

ABSTRAK

Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia. Dalam upaya mengatasi penyakit pes tersebut perlu adanya pemberantasan tikus di wilayah pelabuhan khususnya di kapal. Salah satu cara pemberantasan tikus di kapal dilakukan sistim fumigasi dengan bahan fumigan CH3Br. Fumigan CH3Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap dapat mematikan hama khususnya tikus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas fumigan CH3Br terhadap pemberantasan tikus di kapal dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan pada dosis yang tepat di Pelabuhan Tanjung Pinang.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design), dengan percobaan Faktorial dan uji Anova (Analysis of Variance) apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 %. Subyek penelitian adalah semua kelompok perlakuan tikus yang ditangkap menggunakan perangkap tikus hidup dengan jumlah 240 ekor tikus.

Hasil temuan penelitian adalah adalah fumigasi sistim manual pada dosis 4 gram/m³, dengan tingkat efektifitas kematian 100 % tikus mati dan membutuhkan waktu selama 6 jam dengan titik aman 8 jam untuk pemberantasan tikus di kapal.

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang sebagai pengawas fumigasi dan Badan Usaha Swasta “Vekto Bahtera Samudera” sebagai pihak pelaksana dapat dijadikan kebijakan dasar pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal.

Kata Kunci: Fumigan CH3Br, Sistim Manual dan Sistim Penguapan.


(7)

ABSTRACT

One of hundreds of zoonosis diseases is pest caused by flea of rat. To prevent the incident of pest plague in Indonesia, the government has taken a preventive action by terminating the rats living in seaport area especially those living on ship. One of the ways of terminating the rats is by conducting system of fumigation using fumigant CH3Br in the form of cumulative gas which is heavier than air with its boiling point 3,6ºC and adequately big penetration, easily evaporating, and able to kill the past especially rat.

The pupose of this study is to analyze the level of fumigant CH3Br effectiveness in terminating rats living on ships using manual and evaporation system at an accurate dosage in the seaport of Tanjung Pinang.

The subject of study was 240 living rats caught by using mouse-traps. The rats were studied through the Completely Randomized Design Method with Factorial and Anova (Analysis of Variance) test. If the result was significantly different. It was tested again through Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of confidence of 5 %.

The result of study shows that the manual system of fumigation at the dosage of 4 gram/m³ with death effectiveness level of 100 % dead rat needs hours with 8 hour for safety point to teminate the rats living on ships.

It is suggested that the Health Office of Tanjung Pinang Seaport as the fumigation supervisor and Vekto Bahtera Samudera as a company which implements the fumigation can use the result of this study as a basic policy of the implementation of terminating the rats living on ships.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rahmat atas kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: Efektifitas Fumigan Metil Bromida (CH3Br) untuk Pemberantasan Tikus di Kapal dengan Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009.

Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan maupun doa berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Magister MKLI dan juga sebagai Komisi Pembanding dalam penulisan tesis ini.

3. Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing penulisan tesis.

4. Ir. Indra Chahaya S. M.Si, sebagai Anggota Komisi Pembimbing tesis.

5. dr. Surya Dharma, MPH, sebagai Anggota Komisi Pembanding dalam penulisan tesis.

6. Ditjen PP & PL Depkes R.I telah memberi izin tugas belajar dan Pusrengun-SDM Kesehatan yang mensponsori penulis dalam menyelesaikan studi di Program SPs-USU.


(9)

7. Ibunda di Bireuen serta ayahanda di Padang yang telah banyak memberikan motivasi kepada pembimbing.

8. Istriku tercinta Corina Tane dan anakku tersayang Vanisa Meifari yang telah banyak berkorban baik materil maupun moril secara ikhlas memberi semangat, harapan dan doa tanpa putus asa, sekaligus sebagai motivator utama penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa MKLI angkatan II tahun 2007/2008, serta rekan-rekan di Sarmin 41, terima kasih buat kalian semua yang telah mendukung penulis. 10.Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Tanjung Pinang dan Ketua Pest

Kontrol “Vekto Bahtera Samudra” khususnya divisi fumigasi yaitu Iwan, Kusna dan Indra Tarigan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritikan, saran dan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini.

Medan, April 2009 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Jufrihadi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Bireuen, 30 Maret 1969

Agama : Islam

Alamat : Perum. Griya Bestari Permai Blok. J/19 Bintan Center (Batu. 9) Tanjung Pinang – Kepri

Telp : 0771-441510

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 2 Jeumpa tahun 1976-1982

2. SMP Negeri 1 Bireuen tahun 1982-1985 3. SMA Negeri 2 Bireuen tahun 1985-1988

4. SPPH Banda Aceh tahun 1989-1990

5. AKL Kabanjahe tahun 1996-1998

6. FKM-USU tahun 2002-2004

7. Program Magister MKLI SPs-USU tahun 2007-2009

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Staf Sanitasi KKP Tanjung Pinang tahun 1991-2004


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Tikus ... 6

2.2 Jenis-jenis Tikus... 8

2.3 Upaya Pengendalian Tikus ... 10

2.4 Pemberantasan Tikus di Kapal... 12

2.5 Kelebihan dan Kelemahan Fumigasi Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan ... 16

2.6 Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Tikus, Manusia dan Lingkungan ... 17

2.7 Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi dan Pelaksanaan Fumigasi . 19 2.8 Kerangka Konsep... 24

2.9 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 27

3.4 Metode Pengumpulan Data... 27

3.5 Definisi Operasional ... 28

3.6 Metode Pengukuran ... 29

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 30


(12)

3.9 Analisis Data ... 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 42

4.2. Efektifitas Fumigan CH3Br terhadap Kematian Tikus ... 44

4.3.Uji Coba dengan Sistim Manual ... 44

4.4.Uji Coba dengan Sistim Penguapan ... 46

4.5.Analisis Statistik ... 49

4.6.Suhu Ruangan Penelitian ... 52

4.7.Kelembaban Udara Ruangan Penelitian ... 52

4.8.Waktu ... 52

BAB 5 PEMBAHASAN... 53

5.1 Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Kematian Tikus ... 53

5.2 Suhu dan Kelembaban Ruangan Penelitian ... 57

5.3 Waktu Fumigasi... 57

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 58

6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi ... 20

3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur dan Skala ... 28

3.2. Tabel Rancangan Penelitian ... 29

3.3. Tabel Sidik Ragam ……….. 39

4.1. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 44

4.2. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 45

4.3. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 47

4.4. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 48

4.5. Rata-rata Kematian Tikus Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang ... 49

4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 2 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 50

4.7. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 4 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 50

4.8. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 6 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 51

4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 8 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Skema Pemberantasan Tikus di Kapal ... 13 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 24 3. Peta Kota Tanjung Pinang... 43


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabel Rancangan Penelitian ... 62

2. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 2 jam ... 63

3. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 4 jam ... 65

4. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 6 jam ... 67

5. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 8 jam ... 69

6. Spesifikasi fumigan CH3Br ………. 71

7. Foto Kegiatan Penelitian ... 72

8. Surat Izin Penelitian ... 76


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia (Depkes RI, 2003).

Sesuai Kepmenkes RI Nomor 356/Menkes/SK/IV/2008, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai unit pelaksana teknis di bidang pengendalian dan pencegahan penyakit menular dalam lingkungan Depkes RI, mempunyai tugas pokok melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit potensial wabah melalui kapal laut dan pesawat udara, KKP juga melaksanakan tugas pemeliharaan sanitasi lingkungan pelabuhan serta pelayanan kesehatan terbatas.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam program pemberantasan tikus dikapal dan pesawat yang dilakukan dengan fumigasi. Upaya tersebut menjadikan Indonesia dapat bebas dari penyakit pes, mengingat di negara Afrika seperti Kongo, Madagaskar, Malawi, Mozambique, Namibia, Tanzania, Uganda, Zambia, Zimbabwe, dan negara-negara Amerika Latin antara lain Bolivia, Brazil, Ekuador, dan Peru. Di negara Asia Tenggara, Vietnam masih merupakan daerah endemis pes.


(17)

Dalam kurun waktu 1962-1972 di Vietnam dilaporkan terjadi ribuan kasus pes diperkotaan dan pedesaan. Pada tahun 1994, dilaporkan terjadi out break Pneumonic Plague di Surat, negara bagian Gujarat India (Depkes RI, 2003).

Sedangkan di Indonesia pes masuk pertama kali pada tahun 1910 melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, tahun 1923 melalui Pelabuhan Cirebon. Korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat 245.375 orang, dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang. Pada saat itu pemerintah di bawah Depkes RI melakukan kampanye dan pemberantasan tikus, baik secara fisik, kimia maupun biologi untuk mengendalikan penyakit pes, supaya tidak meluas keseluruh nusantara (Depkes RI, 2003).

Sejak terjadinya wabah pes pada tahun 1987 di Kecamatan Nangkojajar Kabupaten Pasuruan yang menewaskan 21 orang, kemudian pada tahun 1997 di Pasuruan kembali terjadi KLB penyakit pes. Sedangkan daerah endemik pes di Indonesia saat ini adalah Boyolali dan Sleman Yogyakarta (Depkes RI, 2000).

Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk yang strategis bagi penularan pes, dengan meningkatnya arus transportasi maka upaya-upaya pengamatan bukan saja dilaksanakan di daerah fokus tetapi usaha-usaha pengamatan harus tetap dilaksanakan di daerah pelabuhan guna mencegah masuknya pes dari negara lain (WHO, 2005).

Banyak kapal yang masuk dan singgah di pelabuhan, memudahkan masuknya penyakit karantina dan potensial wabah lainnya, dengan demikian pengawasan


(18)

terhadap masuk keluarnya kapal harus ditingkatkan karena merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah (Depkes RI, 2006).

Permasalahan yang sering timbul terhadap sanitasi kapal adalah masalah kehidupan vektor yaitu, tikus. Pemberantasan tikus di kapal bertujuan untuk mengurangi populasi tikus, karena tikus sangat cepat berkembang biak dengan habitat yang sangat mendukung, seperti adanya makanan yang cukup (Manual KKP, 2004), karena seekor tikus betina dalam 1 periode dapat melahirkan 80 ekor anak tikus (Suyanto, 2007). Salah satu cara untuk mengendalikan tikus di kapal adalah dengan fumigasi. Di Indonesia fumigasi masih dilakukan oleh Badan Usaha Swasta dan di bawah pengawasan KKP (Depkes RI, 1990).

WHO merekomendasikan fumigasi dengan menggunakan bahan fumigan yaitu, sulfur oksida (SO2) dan Hydrogen Cyanida (HCN). Di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal PPM & PLP Depkes, R.I Nomor 716-I/PD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990 tentang bahan fumigan yang digunakan untuk fumigasi dalam rangka pemberantasan tikus di kapal, adalah Hydrogen

Cyanida (HCN) dan Methyl Bromide (CH3Br).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/12/2007, pada Pasal 1 ayat 1 melarang impor dan pemakaian CH3Br di Indonesia untuk semua kegiatan fumigasi. Pelarangan tersebut dikecualikan untuk kegiatan karantina khususnya perkapalan, sesuai dengan Pasal 2 (dua) ayat 1 (satu).


(19)

Tetapi dalam pelaksanaannya perlu dilakukan uji efektifitas penggunaan fumigan CH3Br pada kedua sistim tersebut, untuk pemberantasan tikus. Karena sampai saat ini belum pernah dilakukan uji efektifitas terhadap dosis yang standar pada kedua sistim tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah dalam penelitian ini, adalah belum diketahui sistim yang paling efektif dalam pelaksanaan fumigasi dengan bahan CH3Br untuk pemberantasan tikus di kapal.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat efektifitas dosis fumigan CH3Br untuk pemberantasan tikus di kapal dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat keefektifan fumigasi sistim manual yang efektif dengan CH3Br pada dosis yang tepat.

2. Untuk mengetahui tingkat keefektifan fumigasi sistim penguapan yang efektif dengan CH3Br pada dosis yang tepat.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sub. Dit Karantina Kesehatan Ditjen PP dan PL Depkes R.I

Sebagai informasi baru mengenai sistim yang lebih efektif dan dosis yang digunakan dalam program pemberantasan tikus di kapal.

1.4.2. Institusi Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang

Sebagai dasar dalam pengawasan fumigasi kapal di wilayah kerja KKP Tanjung Pinang dalam cegah tangkal penyakit menular dari dalam dan luar negeri khususnya pes.

1.4.3. Pelaksana (Badan Usaha Swasta)

Dapat digunakan sebagai pedoman dasar sistim yang dipakai dengan bahan fumigan CH3Br dengan dosis yang tepat dalam pemberantasan tikus di kapal. 1.4.4. Ilmu Pengetahuan

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan informasi tentang sistim yang lebih efektif yang mungkin dapat dikembangkan peneliti selanjutnya.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tikus

Tikus termasuk rodent, yaitu mamalia yang sangat merugikan, mengganggu kehidupan serta kesejahteraan manusia. Tikus dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya penyakit pes yang merupakan penyakit karantina dan dapat menimbulkan wabah khususnya di wilayah pelabuhan, baik pelabuhan domestik maupun pelabuhan internasional, berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) dalam IHR (International Health Regulations) tahun 2005.

2.1.1. Karakteristik Tikus

Tikus merupakan binatang malam, di mana pada siang hari gerakannya lamban. Tikus lebih suka pada tempat-tempat yang sempit dan membuat jalan di sepanjang garis anatara dinding dan lantai, sifat penting dari tikus adalah melakukan migrasi ke tempat yang banyak makanan dan terlindung (Depkes RI, 2006).

2.1.2. Siklus Hidup Tikus

Tikus mencapai usia kematangan seksual setelah 4 bulan, kegiatan seksual dan reproduksi akan berlanjut. Untuk semua jenis tikus rumah, rata-rata seekor betina


(22)

dapat beranak 3 sampai 6 kali dalam satu tahun. Kegiatan tikus akan meningkat mulai berumur 2 bulan sampai 9 bulan. Rata-rata umur tikus lebih dari 12 bulan.

2.1.3. Penginderaan Tikus

Tikus memiliki indera pendengar yang cermat dan penglihatan cukup baik, sehingga mampu melihat ditempat yang gelap, mendengar suara dan mencium bau makanan tertentu dan menolak bau yang lainnya, sedangkan indera pengecap tidak baik tetapi mampu mengecap perbedaan berbagai jenis makanan (Iskandar, A, 1995). 2.1.4. Tanda-tanda Kehidupan Tikus

Untuk pemberantasan tikus khususnya di kapal, harus diketahui ada tidaknya tanda-tanda kehidupan tikus, dengan dideteksi beberapa cara, yang paling umum adalah adanya kerusakan barang, kabel atau alat pada kapal. Tanda-tanda berikut merupakan penilaian adanya kehidupan tikus, yaitu:

1. Gnawing (bekas gigitan),

2. Dropping (kotoran tikus),

3. Runways (jalan tikus),

4. Foot print (bekas telapak kaki),

5. Borrow (lubang tikus),

6. Tanda-tanda lain: adanya bau tikus, bekas urine, suara tikus, jejak tikus, tempat persembunyian tikus dan bangkai tikus (Depkes RI, 2004).

Selain tanda-tanda tersebut di atas, perlu analisa yang mendalam karena tanda-tanda tersebut mempunyai spesifikasi dan sangat menentukan ada tidaknya


(23)

kehidupan tikus di kapal, seperti kotoran tikus yang baru dan kotoran tikus yang lama (Depkes RI, 2003).

2.2. Jenis-jenis Tikus

Pada umumnya masyarakat telah mengenal tikus sebagai binatang perusak dan pembawa penyakit. Menurut Iskandar, A (1995), di Indonesia ada beberapa jenis tikus yang dikenal oleh masyarakat, yaitu:

1. Rattus norvegicus

- Tikus ini suka bersarang dan menggali lubang pada saluran air kotor atau dibawah pondasi bangunan sekitar pelabuhan.

- Bentuk tubuh gemuk dengan berat antara 200 – 500 gram. - Panjang badan sampai dengan 240 mm.

- Warna bagian atas gelap dan bagian bawah pucat.

2. Rattus-ratus diarrdi

- Jenis tikus ini hidup di rumah-rumah dan bangunan dengan membuat sarang diatas atap, tikus ini lebih dikenal sebagai tikus rumah.

- Bentuk tubuh langsing dengan berat antara 110 – 340 gram. - Panjang badan 125 – 205 mm.


(24)

3. Mus mucculus

- Mus mucculus suka bersarang ditumpukan kertas dalam gudang, rumah dan

bangunan lainnya. Jenis tikus ini lebih sering mencari makan di dalam rumah dan bangunan.

- Bentuk tubuh kecil dengan berat hanya sampai 21 gram.

- Warna tubuh seluruhnya sawo matang dengan panjang badan 60 – 90 mm.

4. Rattus exulans

- Jenis tikus yang hidup dan bersarang di ladang/kebun yang belum diolah atau setelah masa panen.

- Bentuk tubuh langsing dengan berat badan antara 110 – 340 gram. - Panjang badan sampai dengan 135 mm.

- Warna tubuh bagian atas sawo matang dan bagian bawah berwarna keabu-abuan.

5. Bandikota banglansis

- Tikus ini habitatnya lebih banyak dijumpai di sawah yang bertebing. - Bentuk tubuh besar dengan berat sampai dengan 500 gram.

- Panjang badan sampai dengan 200 mm.

- Warna keabu-abuan bagian atas dan bawah perut.

6. Rattus frugiyorus

- Tikus Rattus frugiyorus adalah jenis tikus yang hidup di atas pohon buah-buahan dan kelapa sawit.


(25)

- Tubuh bagian atas berwarna coklat dan bagian bawah berwarna putih kekuning-kuningan.

- Panjang badan 125 – 205 mm.

2.2.1. Pengaruh Tikus terhadap Kesehatan

Salah satu pengaruh tikus terhadap kesehatan adalah sebagai pembawa penyakit pes, merupakan penyakit yang disebabkan oleh pinjal tikus dan dapat ditularkan kepada manusia, pes juga dikenal sebagai penyakit sampar ini adalah penyakit yang sangat fatal dengan gejala bakteriaemia, demam yang tinggi, shock, penurunan tekanan darah, nadi cepat dan tidak teratur, gangguan mental, kelemahan, gelisah dan koma (tidak sadar). Penyebab penyakit ini adalah oleh bakteri yersinia pestis (Depkes RI, 2003).

2.3. Upaya Pengendalian Tikus 2.3.1. Pengendalian Secara Fisik

Pengendalian tikus secara fisik untuk mempertahankan populasi tikus pada tingkat serendah-rendahnya, yang meliputi: Perbaikan sanitasi lingkungan seperti, penyimpanan sampah, pengumpulan sampah, pembuangan sampah yang saniter membuat bangunan kedap tikus, penyimpanan barang yang masih berguna pada tempat yang terang, menukar posisi meubeler secara berkala dan membuat bangunan selalu dalam keadaan bersih dan memasang perangkap tikus (Iskandar, A, 1995).


(26)

2.3.2. Pengendalian Secara Kimia

Upaya pengendalian tikus secara kimia dilakukan dengan peracunan yang menggunakan umpan, peracunan biasanya secara lambat maupun peracunan secara cepat dengan racun seperti: red squill, warfarin, pivel fumarin dan dipachinone (Iskandar, A, dkk, 1995). Sedangkan untuk pemberantasan tikus pada bangunan dan ruang tertutup, menggunakan bahan kimia khusus yaitu fumigan.

Fumigan adalah suatu kelompok khusus sederhana, merupakan senyawa yang mudah menguap dan berada dalam bentuk gas pada temperatur lebih besar, digunakan untuk membasmi vektor penular penyakit (Kusnoputranto, H, 2000). Saat ini jenis fumigan yang banyak digunakan adalah jenis fumigan CH3Br untuk pemberantasan vektor khususnya tikus di kapal (Depkes RI, 1990).

2.3.3. Pengendalian Secara Biologi

Pengendalian tikus secara biologi dengan memelihara hewan sebagai predator seperti kucing, cerpelai dan ular. Di Indonesia pada umumnya memelihara kucing sebagai pengendalian secara biologi, tetapi dalam hal ini, kucing tidak dapat mengatasi masalah populasi tikus, karena kucing dapat membawa penyakit setelah memangsa tikus (Iskandar, A, 1995).

2.3.4. Perkiraan Jumlah Tikus

Jumlah kehidupan tikus dapat diperkirakan, bila ditemukan 1 ekor tikus yang hidup sama dengan 20 ekor tikus yang ada. Tetapi perkiraan ini dapat lebih efektif lagi setelah dilakukan pengamatan yang khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh


(27)

kehidupan tikus dengan cara: menghitung tumpukan kotoran (excreta) dengan perbandingan 1 tumpukan kotoran sama dengan 1 ekor tikus (Depkes RI, 2003).

2.4. Pemberantasan Tikus di Kapal

Pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal selalu dikaitkan dengan penerbitan surat hapus tikus atau surat bebas hapus tikus pada Kantor Kesehatan Pelabuhan yaitu, SSCC (Ship Sanitary Certificate Control) dan SSCEC (Ship Sanitary Certificate Exemption Control). Bila hasil dari pemeriksaan tersebut ditemukan adanya kehidupan vektor khususnya tikus, maka dilakukan pemberantasan dengan cara fumigasi. Pada umumnya di Indonesia fumigasi menggunakan fumigan metil bromida (CH3Br) untuk pemberantasan tikus di kapal (Depkes RI, 2007). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema berikut ini:


(28)

Kedatangan Kapal

Pemeriksaan Dokumen Kesehatan (SSCC/SSCEC) Pemeriksaan

Sanitasi Kapal

Positif Tikus

Fumigasi

(Fumigan CH3B dan HCN)

Kapal Bebas Tikus dan Penerbitan SSCC

Gambar 1. Skema Pemberantasan Tikus di Kapal 2.4.1. Fumigasi

Fumigasi adalah pengendalian hama dengan jalan memasukkan atau melepaskan fumigan kedalam ruangan tertutup/kedap udara selama beberapa waktu yang diperlukan dengan dosis dan konsentrasi tertentu, dapat mematikan hama di gudang, bangunan, pesawat udara dan kapal laut (Siswanto, H, 2003).

2.4.2. Fumigan CH3Br

Fumigan CH3Br yang masih diizinkan pemakaiannya mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut:


(29)

2. Bau (odour) : Tidak berbau pada konsentrasi rendah, Kecuali ditambah chloropicrin.

3. Titik didih : 3,6 ºC. 4. Titik beku : - 93 ºC. 5. Berat molekul : 94,94

6. Berat jenis :

a. Gas (udara=1) : 3,27/0 ºC b. Cairan : 1,732/0 ºC 7. Tidak mudah terbakar

8. Daya larut dalam air : 1,34/100 ml pada 25 ºC. 9. Toksisitas : Lambat dan komulatif. 10.Sifat fisik lainnya :

a. Penetrasi kuat dapat melarutkan bahan-bahan organik khususnya karet. b. Gas murni tidak korosif dengan metal.

c. Cairan bereaksi dengan alumunium.

d. Bereaksi dengan barang-barang dari kulit dan wool. e. Bereaksi dengan photographic chemical

Gas CH3Br ini lebih berat dari udara sehingga ketika pelepasan gas pada saat dilakukan fumigasi kapal, gas berkumpul di bawah ruangan. CH3Br mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata dan saluran


(30)

pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan fumigan cair dapat menyebabkan dermatitis akut (Depkes RI, 1990).

2.4.3. Keuntungan Pemakaian Fumigan CH3Br

Menurut Depkes RI tahun 1990, dalam rangka fumigasi kapal, harus dilihat keuntungan dan kerugian pemakaian bahan fumigan. Keuntungan pemakaian fumigan CH3Br adalah sebahai berikut:

1. Relatif lebih aman bagi fumigator karena gas kurang toksik dan membutuhkan waktu lama pemaparan pada fumigator.

2. Gas agak berbau sehingga mudah dideteksi.

3. Bila terjadi kebocoran, gas tidak cepat menyebar keluar.

4. Fumigator lebih nyaman dan konsentrasi penuh terhadap pelaksanaan fumigasi tetapi tetap memperhatikan keselamatan.

5. Biaya relatif lebih murah karena biaya fumigan yang terjangkau dan mudah didapat.

2.4.4. Kerugian Pemakaian Fumigan CH3Br

1. Pelaksanaan fumigasi membutuhkan waktu lama. 2. Membutuhkan peralatan yang banyak.

3. Risiko terjadinya kecelakaan pada fumigator saat penggasan. 4. Kemasan bahan fumigan yang berat/besar.

5. Dapat merusak barang-barang dan peralatan di kapal antara lain: karet, busa, bahan-bahan dari kulit, wool, garam beryodium, deterjen dan baking


(31)

2.5. Kelebihan dan Kelemahan Fumigasi Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan

Pada prinsipnya fumigasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi di Indonesia sistim fumigasi banyak dilakukan dengan sistim manual dan penguapan. Dalam pelaksanaan kedua sistim tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahannya, adapaun kelebihan dan kelemahannya adalah sebagai berikut (Ministry of Health Canada, 1995):

2.5.1. Kelebihan Menggunakan Sistim Manual 1. Tidak membutuhkan waktu lama.

2. Tidak membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Dapat dilakukan dalam ruang sempit.

4. Biaya yang relatif kecil.

2.5.2. Kelemahan Menggunakan Sistim Manual 1. Tenaga yang dibutuhkan lebih banyak.

2. Resiko terjadinya keracunan dan kecelakaan bagi fumigator tinggi.

3. Efek terjadinya kerusakan barang di kapal khususnya radio komunikasi dan elektronik.

2.5.3. Kelebihan Menggunakan Sistim Penguapan

1. Resiko keracunan dan kecelakaan bagi fumigator relatif kecil. 2. Tidak menimbulkan kerusakan barang di kapal.

3. Efek pencemaran ke lingkungan berkurang. 4. Tenaga fumigator yang dibutuhkan lebih sedikit.


(32)

2.5.4. Kelemahan Pemakaian Sistim Penguapan 1. Membutuhkan waktu lama.

2. Membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Biaya relatif tinggi.

4. Tidak dapat dilakukan dalam ruang yang sempit.

2.6. Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Tikus, Manusia dan Lingkungan 2.6.1. Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Tikus

Menurut SK Ditjen PPM & PLP Depkes R.I Nomor 716 Tahun 1990, dalam pelaksanaan fumigasi kapal dengan fumigan HCN dan CH3Br harus diperhitungkan bahan dosis yang digunakan dengan masa kontak (exposure). Pada keadaan tertentu seperti tingginya infestasi tikus, kontruksi kapal yang memungkinkan banyak tempat bersarang bagi tikus, adanya bahan-bahan material dalam ruangan kapal, maka dosis harus ditentukan dan disesuaikan agar pengaruh fumigan terhadap tikus lebih efektif dan tepat sasaran sehingga dapat mematikan tikus.

2.6.2. Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Manusia

Pengaruh CH3Br terhadap manusia dapat terserap melalui kulit, bila kulit kontak dengan CH3Br dalam bentuk cair dapat menimbulkan gelembung pada kulit seperti luka bakar. Sepatu ataupun pakaian yang tidak terkena ataupun yang terkena fumigan harus segera diganti dan segera membilas diri dengan air yang mengalir (Depkes RI, 1990).


(33)

Sedangkan tanda-tanda keracunan CH3Br biasanya agak lambat yaitu antara setengah jam sampai dengan satu jam setelah pemaparan dengan fumigan tersebut. Adapun tanda-tanda keracunan oleh CH3Br, yaitu:

1. Lelah dan lemah yang luar biasa disertai dengan perasaan mengantuk. 2. Mata berkunang-kunang, pandangan nanar.

3. Sakit kepala, pusing, mual, muntah dan sakit perut. 4. Iritasi pada mata dan iritasi saluran nafas.

5. Tremor (gemetaran). 6. Otot bergerak-gerak.

7. Kejang epileptik, oedema paru dengan batuk disertai sputum berbusa. 8. Koma, kegagalan respirasi dan dapat mengakibatkan kematian.

Menurut Hoyle dan Roowe, yang dikutip oleh Ginting (2002) bahwa manusia tidak dapat terus menerus kontak dengan CH3Br pada dosis lebih dari 20 ppm, kontak dengan CH3Br selama beberapa jam pada 100 – 200 ppm menyebabkan keadaan gawat dan dapat menyebabkan kematian. Ini merupakan treshold limit selama 8 jam tiap hari, kontak hanya diperbolehkan sekali dalam seminggu dengan batas toleransi yaitu:

1. 7 jam pada 100 ppm. 2. 1 jam pada 200 ppm. 3. 5 menit pada 1.000 ppm.

Bila terdapat 5 mg CH3Br dalam darah adalah merupakan suatu indikasi bahwa telah terpapar CH3Br dan untuk tindakan bila terjadi kontak dengan kulit


(34)

adalah melakukan pembilasan dengan air mengalir secara berulang-ulang agar tidak menimbulkan luka dan penggelembungan pada kulit korban. Hal ini untuk antisipasi sebelum dilakukan pertolongan di rumah sakit (Depkes RI, 1990).

2.6.3. Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Lingkungan

Pemakaian CH3Br yang berlebihan akan membawa dampak terhadap lingkungan karena CH3Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap (Depkes RI, 1990).

Bila fumigan CH3Br dilepas ke udara akan bereaksi dengan ozon (O3) sehingga dapat mengakibatkan penipisan lapisan ozon, karena lapisan ozon berfungsi melindungi kehidupan di bumi dari radiasi sinar ultra violet.

2.7. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi dan Pelaksanaan Fumigasi

Sebelum pelaksanaan fumigasi kapal terlebih dahulu dilakukan perhitungan besar ruangan kapal yang akan difumigasi, baik pengukuran secara langsung maupun penghitungan secara umum dengan memakai tabel yang standar, sehingga diketahui berapa banyak bahan fumigan yang dibutuhkan. Dengan mengetahui banyaknya fumigan yang diperlukan dapat dihindari bahaya dari efek fumigan yang ditimbulkan (Depkes RI, 1990).


(35)

2.7.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi

Untuk mengetahui besarnya ruangan pada kapal yang akan difumigasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi

Jenis Kapal Persentase (%) Keterangan

Kapal Penumpang 65

Kapal Tanker 9 – 16

Kapal Kargo 65

Kapal Tunda (Tug Boat) 90

Kapal Suplay 17

Kapal Navigasi 75 – 90

Kapal Perang (KRI) 90

Kapal Keruk 10 -20

Kapal Daerah Terjangkit 100

Perhitungan

berdasarkan dari isi kotor kapal

(Brutto/m3)

Sumber: Katutu, 1996

Berdasarkan tabel di atas, pelaksanaan fumigasi kapal dapat ditentukan jumlah atau dosis fumigan yang akan digunakan, hal ini untuk menghindari ketidakefektifan fumigan yang dipakai.

2.7.2. Pelaksanaan Fumigasi Kapal

Dalam petunjuk teknis pelaksanaan fumigasi kapal harus dari tahapan dasar kegiatan fumigasi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu:

2.7.2.1.Tahap persiapan peralatan dan tenaga

Tahap pelaksanaan fumigasi kapal dimulai dengan persiapan tenaga, bahan dan alat yang diperlukan, yaitu:


(36)

1. Badan Usaha Swasta (BUS) Membuat rencana kerja pelaksana fumigasi dengan KKP untuk perhitungan besar kapal (volume m³) yang akan difumigasi, jumlah fumigan dan sistim yang akan digunakan serta menentukan jumlah fumigator, helper, pengawas, medis dengan supervisor. 2. Pemeriksaan terhadap peralatan, seperti P3K, bahan fumigan dan peralatan

Alat Pelindung Diri.

2.7.2.2.Tahap persiapan di kapal

Sebelum dilakukan fumigasi, perlu dilakukan pemeriksaan kompartemen di kapal yang meliputi:

1. Pemeriksaan terhadap barang-barang dan bahan makanan di kapal, semua bahan tersebut termasuk hewan piaraan harus dikeluarkan di tempat yang tidak terjangkau oleh gas yang dipakai dalam fumigasi.

2. Pengawas, supervisor dan nakhoda/perwira kapal melakukan pemeriksaan keseluruh ruangan yang akan difumigasi, sementara petugas penempel mulai menutup ventilasi dan ruangan kapal yang mempunyai lubang udara, dengan menggunakan plastik dan lakban. Kemudian nakhoda memerintahkan perwira jaga untuk menaikkan bendera ”VE” (Victor Eco) dan tanda bahaya yang ditempel atau dilekatkan pada dinding kapal atau tempat yang strategis yang mudah dilihat.

3. Memberikan surat pernyataan yang harus ditanda tangani oleh nakhoda/ perwira jaga bahwa kapal dalam keadaan aman dan tidak ada satu orangpun


(37)

4. Penempatan alat-alat, bahan fumigasi di dalam kapal.

5. Melakukan black out (mesin kapal dimatikan) dan menempatkan penjaga di kapal, supaya tidak seorangpun bisa naik ke kapal.

2.7.2.3.Tahap pelaksanaan fumigasi

Bila semua tahap persiapan telah dilakukan, maka dimulai tahap pelaksanaan fumigasi sebagai berikut:

1. Fumigator dengan APD lengkap (masker, canester, sarung tangan, sepatu safety dan pakaian kerja anti zat kimia) mulai melaksanakan pelepasan gas, dimulai dari ruangan yang paling dalam/bawah dan bergerak dengan cepat kebagian atas agar terhindar dari paparan gas. Bila menggunakan CH3Br yang dikemas dalam tabung, menggunakan sistem penguapan menggunakan selang yang disemprot, bila menggunakan sistem manual diletakkan dalam wadah (ember) anti chemical.

2. Selama masa exposure harus diawasi orang-orang di sekitar kapal agar tidak mendekat ke wilayah fumigasi.

2.7.2.4.Tahap pembebasan gas

Sebelum memasuki tahap pembebasan gas harus harus diketahui kapal benar-benar steril dari jangkauan orang di sekitar, kecuali petugas fumigator yang akan membebaskan gas, yang dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengawas, supervisor dan fumigator melakukan pembebasan gas dengan menggunakan APD, melalui tahapan sebagai berikut:


(38)

a. Pembukaan ventilasi, jendela, pintu, cerobong asap dan ruangan lainnya pada bagian luar kapal.

b. Dalam waktu antara 30 – 60 menit, supervisor membiarkan keadaan kapal terbuka.

c. Supervisor dan fumigator kembali masuk keruangan kapal membuka ventilasi dan ruangan lainnya yang berada dalam bagian kapal. Kemudian kapal dibiarkan selama 30 menit untuk menunggu gas dalam keadaan stabil.

2. Bila ruangan sudah dalam keadaan stabil, supervisor meminta kepada nakhoda/perwira jaga untuk memerintahkan petugas bagian elektrik menghidupkan mesin dan blower kapal untuk pengaliran udara dengan menggunakan APD.

3. Setelah mesin dihidupkan selama 1 jam, pengawas dan supervisor dengan memakai APD melakukan pengukuran konsentrasi gas, menggunakan gas detektor di bawah 100 ppm.

4. Bila konsentrasi gas telah stabil, supervisor, pengawas dan nakhoda kapal membuat surat pernyataan, bahwa kapal sudah bebas dari gas dan memerintahkan nakhoda kapal menurunkan bendera ”VE” bahwa kapal sudah dalam keadaan aman, kemudian petugas fumigasi melakukan pencarian tikus yang mati, membersihkan ruangan kapal yang ditempel.


(39)

6. Pengawas dan supervisor membuat surat pernyataan serah terima kapal kepada nakhoda dan menghitung biaya yang dikeluarkan oleh pihak kapal kepada pelaksana fumigasi (BUS).

7. Pengawas membuat laporan hasil fumigasi kepada kepala KKP. 8. Melakukan evaluasi hasil fumigasi

2.8. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

ari

Fumigan CH

3

Br

2.

Sistim Manual

-

Dosis 2 gram /

-

Dosis 4 gram

/ m³

-

Dosis 6 gram

/ m³

Efektifitas

Fumigan CH

3

Br

Terhadap Kematian Tikus

Fumigan CH

3

Br

1.

Sistim Penguapan

-

Dosis 2 gram /

-

Dosis 4 gram /

-

Dosis 6 gram

/ m³

- Suhu

- Kelembaban - Waktu


(40)

2.9. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada perbedaan jumlah kematian tikus setelah difumigasi dengan fumigan CH3Br menggunakan sistim manual berdasarkan dosis yang dipakai.

2. Ada perbedaan jumlah kematian tikus setelah difumigasi dengan fumigan CH3Br menggunakan sistim penguapan berdasarkan dosis yang dipakai.


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design), dengan percobaan Faktorial dan uji Anova (Analysis of Variance) apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 % (G.D, Steel Robert, 1995).

Penelitian ini untuk mengukur efektifitas Metil Bromida (CH3Br) yang menggunakan sistim manual dan sistim penguapan pada fumigasi kapal terhadap kematian tikus pada dosis yang telah ditentukan. Subyek penelitian adalah semua kelompok perlakuan tikus yang ditangkap menggunakan perangkap tikus hidup.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau, dengan pertimbangan bahwa wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang banyak disinggahi kapal laut, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan juga tingginya frekuensi kapal yang difumigasi setiap bulannya di wilayah kerja tersebut.


(42)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dalam waktu 6 bulan, dari Oktober 2008 sampai dengan April 2009, dimulai dari penelusuran pustaka, persiapan proposal, pelaksanaan seminar proposal, melaksanakan penelitian, melakukan pengolahan data, analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelompok perlakuan yaitu: tikus yang ditangkap dengan menggunakan perangkap tikus hidup.

Sampel adalah tikus yang ditangkap sebanyak 240 ekor, di mana dimasukkan sebanyak 20 ekor tikus di setiap ruangan dengan 2 perlakuan untuk masing-masing sistim dan 3 kali ulangan setiap dosis yang dipakai.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data diperoleh dari uji efektifitas fumigan CH3Br dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan untuk pemberantasan tikus di Pelabuhan Tanjung Pinang, dengan beberapa kali uji coba dan 3 kali ulangan pada kedua sistim tersebut. 3.4.2. Data Sekunder

Data diperoleh dari laporan Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang sebagai pengawas fumigasi dan Badan Usaha Swasta Vekto Bahtera Samudera


(43)

3.5. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur dan Skala

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala

Methyl Bromide (CH3Br)

Gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6

ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap dapat mematikan hama.

Timbangan digital

Menimbang Rasio

Sistim Manual Sistim Fumigasi yang menggunakan metode manual melalui tabung ke media.

Timbangan digital

Menimbang Rasio

Sistim Penguapan Sistim Fumigasi yang menggunakan metode penguapan dari tabung melalui selang keruangan

Timbangan digital

Menimbang Rasio

Efektifitas Fumigan CH3Br

Terhadap Kematian Tikus

Akibat diberi

perlakuan dosis yang tepat dengan tingkat kematian tikus 100 %

Observasi Penghitungan Rasio

Suhu Keadaan udara di

ruangan Thermometer Pengukuran Interval

Kelembaban Kadar air di udara Hygrometer

Max-min Pengukuran Interval

Waktu Masa yang ditentukan

dalam uji coba terhadap dosis yang dipakai.


(44)

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran pada efektifitas fumigan CH3Br dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan di wilayah Tanjung Pinang yang meliputi:

1. A = cara aplikasi CH3Br A1 = Sistim Manual A2 = Sistim Penguapan 2. B = dosis CH3Br

B1 = dosis 2 gram/m³ B2 = dosis 4 gram/m³ B3 = dosis 6 gram/m³

Dari percobaan masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel rancangan penelitian berikut ini:

Tabel 3.2. Tabel Rancangan Penelitian

Perlakuan Sistim Fumigasi (A)

Dosis (B) Manual (A1) Penguapan (A2)

B1 2 gram A1 B1 A2 B1

B2 4 gram A1 B2 A2 B2

B3 6 gram A1 B3 A2 B3

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan dengan 3 (tiga) kali ulangan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan.


(45)

3.7. Teknik Pengumpulan Data 3.7.1. Pemasangan Perangkap Tikus

1. Pemasangan perangkap dilakukan di wilayah pelabuhan khususnya gudang, kantor dan bangunan lainnya.

2. Perangkap yang berisi tikus dikumpulkan dan dibawa ke lokasi penelitian, dengan jumlah yang telah ditentukan. Bila jumlah tikus belum mencukupi maka dilakukan pemasangan kembali.

3.7.2. Alat dan Bahan Fumigan CH3Br 1. Alat dan Bahan

- Masker - Canester - Sarung tangan - Wear pack - Senter - P3K

- Sepatu kerja

- Gas detektor CH3Br - Kunci pembuka - Tabung kimia

- Tabung penguapan (boiler evaporation) - Gas elpiji


(46)

- Ember kimia - Timbangan digital - Fumigan CH3Br - Plastik dan lakban

- Thermometer dan Hygrometer max-min 3.7.3. Metode Kerja Menggunakan Sistim Manual

3.7.3.1. Percobaan pertama dengan dosis 2 gram/m³ fumigan CH3Br

1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan.

2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan ke dalam ruangan dan asisten fumigator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan.

3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat

pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 100 gram sebagai uji coba pertama. Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.


(47)

5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas.

6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan.

3.7.3.2. Percobaan ke 2 (dua) dengan dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br

1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan.

2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan.

3. Siapkan Fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat

pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 200 gram sebagai uji coba ke 2 (dua). Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.


(48)

5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas.

6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan.

3.7.3.4. Percobaan ke 3 (tiga) dengan dosis 6 gram/m³ fumigan CH3Br

1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan.

2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan.

3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat

pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 300 gram sebagai uji coba ke 3 (tiga). Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.


(49)

5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas.

6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan.

3.7.4. Percobaan Menggunakan Sistim Penguapan

3.7.4.1. Percobaan pertama dengan dosis 2 gram/m³ fumigan CH3Br

1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan.

2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumiator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan.

3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat

pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan dengan dosis 100 gram melalui selang kimia dan dialirkan kedalam tabung penguapan yang telah disiapkan.


(50)

5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam ruangan sebagai uji coba pertama. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir.

6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas.

7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan.

3.7.4.2. Percobaan ke dua dengan dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br

1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik. Hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan.

2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumiator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan.

3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat


(51)

5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam ruangan sebagai uji coba kedua. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir.

6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas.

7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan.

3.7.4.3. Percobaan ketiga dengan dosis 6 gram/m³ fumigan CH3Br

1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan.

2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumigator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan.


(52)

4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan dengan dosis 300 gram melalui selang kimia dan dialirkan kedalam tabung penguapan yang telah disiapkan.

5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam kapal sebagai uji coba ketiga. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir.

6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas.

7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan.

Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan setiap dosis yang digunakan. Setelah semua percobaan dengan sistim manual dan sistim penguapan dilakukan, semua data dikumpulkan dan dicatat secara berurutan kemudian diisi dalam tabel rancangan penelitian.


(53)

3.8. Teknik Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer dan dianalisis, pengolahan data yang mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Editing, data yang diolah dirapikan, diseragamkan sehingga terlihat jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut.

2. Tabulasi, data yang dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan dipindahkan kedalam suatu tabel dan disesuaikan dengan tujuan kemudian dianalisis secara deskriptif.

3. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan

skor.

4. Entri, data diperoleh dientri ke dalam sistem komputerisasi.

5. Penyajian data/laporan.

3.9. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian, diolah dan dianalisa menggunakan statistik uji Anova dengan menggunakan tabel F untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efektifitas fumigan CH3Br dengan dosis yang telah ditentukan terhadap kematian tikus di kapal dengan tingkat kemaknaan 0,05, kemudian dimasukkan pada table sidik ragam dalam rancangan acak lengkap. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(54)

Jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) untuk mengetahui berapa konsentrasi yang paling tepat terhadap kematian tikus di kapal dimasukkan pada tabel sidik ragam dalam rancangan acak lengkap (RAL). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.3. Tabel Sidik Ragam

Sumber db JK KT F

Faktor A a - b JKA KTA F (A)

Faktor B b - 1 JKB KTB F (B)

Interaksi AxB (a - 1) (b - 1) JKAB KTAB F (AB)

Sisa ab (r - 1) JKS KTS -

Total abr - 1 JKT - -

Sebelum dimasukkan kedalam tabel sidik ragam, dilakukan pengolahan data dengan uji anova menggunakan rumus sebagai berikut:

1. (Faktor Koreksi (FK) FK = Tij²/k.t

2. Jumlah Kuadrat Total (JKT) JKT = (Yij²) – FK

db = k.t-1

3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)

JKP = Tpi²/t - FK dbp = k -1 4. Jumlah Kuadrat Acak (JKA)


(55)

5. Kuadrat Total Perlakuan (KTP) KTP = JKA/dbp

6. Kuadrat Total Acak (KTA) KTA = KTP/dba

7. F hitung

F hitung = KTP/KTA

8. Bila berbeda nyata dilanjutkan dengan DNMRT SY = KTA/t

DNMRT = P.SY 9. Keterangan

FK = Faktor Koreksi JKT = Jumlah Kuadrat Total JKP = J umlah Kuadrat Perlakuan JKA = Jumlah Kuadrat Acak KTP = Kuadrat Total Perlakuan KTA = Kuadrat Total Acak

SY = Kuadrat standar rata-rata deviasi P = Jumlah kuadrat nyata duncan K = Konsentrasi

T = Ulangan


(56)

dba = Derajat BebasAcak DNMRT = Beda Jarak Nyata Duncan


(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang terdiri dari: Kota Tanjung Pinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan wilayah Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota, 42 kecamatan serta 256 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan pulau kecil, di mana 40% belum bernama dan berpenduduk, adapun luas wilayahnya secara keseluruhan sebesar 252.601 km2.

Kota Tanjung Pinang yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau dan sekaligus sebagai ibukota provinsi yang mempunyai kedudukan cukup strategis baik segi ekonomi, pertahanan, keamanan maupun sosial budaya,

Kota Tanjung Pinang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di bagian selatan pulau tersebut dengan menghadap kearah Barat Daya pada 0° 50’ 54,62” LU dan 104° 20’ 23,40” BT - 104° 32’ 49,9” BT.

Adapun batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bintan.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galang. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur.


(58)

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karas, Kecamatan Galang Kota Batam. Luas wilayah Kota Tanjung Pinang keseluruhan adalah 239,5 Km², yang terdiri dari atas daratan dengan luas 131,54 Km² dan lautan dengan luas 107,96 Km², sehingga dikategorikan menjadi dua kategori wilayah yaitu Tanjung Pinang Daratan dan Tanjung Pinang Lautan. Kota Tanjung Pinang secara administrasi dibagi menjadi 4 (empat) kecamatan, 18 (delapan belas) kelurahan, sedangkan Kantor Kesehatan Pelabuhan terletak di Kota Tanjung Pinang yang terdiri dari 10 wilayah kerja yang merupakan pelabuhan umum dan pelabuhan khusus. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(59)

4.2. Efektifitas Fumigan CH3Br terhadap Kematian Tikus

Hasil penelitian dengan menggunakan berbagai dosis CH3Br pada kedua sistim yang dilakukan terhadap kematian tikus yaitu dari dosis 2 gram/m³, 4 gram/m³ dan dosis 6 gram/m³ dengan 3 kali pengulangan setiap 8 jam.

Sampel dalam penelitian ini menggunakan tikus sebanyak 20 ekor setiap dilakukan uji coba, pada tiap dosis yang telah ditentukan membutuhkan 60 ekor tikus.

4.3. Uji Coba dengan Sistim Manual 4.3.1. Dosis 2 Gram/m³ Selama 8 Jam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pemakaian CH3Br CH3Br dengan menggunakan sistim manual pada dosis 2 gram/m³ dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang

Jumlah Tikus yang Mati Setelah Perlakuan Pada Konsentrasi 2 gram/m³

Ulangan Waktu

Pengamatan

1 2 3 Rata-rata

2 Jam 6 6 5 5,6

4 Jam 8 10 8 9,3

6 Jam 12 12 13 12,3


(60)

Berdasarkan tabel di atas diketahui hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dosis 2 gram/m³ selama 2 jam di kapal dengan ulangan ke 1, ulangan 2 dan ulangan 3, bahwa rata-rata kematian tikus sebanyak 5,6 ekor tikus. Pada jam ke 4 sebesar 9,3 ekor tikus yang mengalami kematian. Begitu juga pada jam ke 6, jumlah rata-rata kematian tikus hanya 12,3 ekor tikus, sedangkan pada jam ke 8 mengalami peningkatan jumlah kematian yaitu, 14,3 ekor tikus yang mati.

Hasil uji coba tersebut diketahui bahwa pemakaian CH3Br dengan dosis 2 gram/m³ yang telah ditentukan tidak efektif terhadap kematian tikus. Hal ini dapat diketahui dari hasil jumlah rata-rata kematian tikus seluruhnya yaitu 10,3 ekor tikus yang mati dari jumlah 20 ekor tikus yang dijadikan sampel.

4.3.2. Dosis 4 Gram/m³ Selama 8 Jam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pemakaian CH3Br dengan menggunakan sistim manual pada dosis 4 gram/m³ dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang

Jumlah Tikus yang Mati Setelah Perlakuan pada Konsentrasi 4 gram/m³

Ulangan Waktu

Pengamatan

1 2 3 Rata-rata

2 Jam 9 11 10 10

4 Jam 14 14 15 14,3

6 Jam 20 20 20 20


(61)

Berdasarkan tabel di atas diketahui hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dosis 4 gram/m³ selama 2 jam di kapal dengan ulangan ke 1, ulangan 2 dan ulangan 3, bahwa rata-rata kematian tikus sebanyak 10 ekor tikus. Pada jam ke 4 sebesar 14,3 ekor tikus yang mengalami kematian. Pada jam ke 6, jumlah rata-rata kematian tikus sebanyak 20 ekor tikus. Pada jam ke 6 tersebut pada dosis 4 gram/m³ sudah efektif terhadap jumlah kematian tikus dari jumlah seluruhnya, tetapi penelitian masih dilanjutkan pada jam ke 8, karena pada jam ke 6 gas CH3Br masih tinggi yaitu 15 ppm.

Uji coba ke 3 dosis 6 gram/m³ pada sisitim manual tidak dilanjutkan, hal ini dikarenakan telah dijumpai hasil yang efektif pada dosis 4 gram/m³ pada jam ke 6 terhadap pemberantasan tikus di kapal.

Hasil uji coba tersebut diketahui bahwa pemakaian fumigan CH3Br dengan dosis 4 gram/m³, ternyata efektif terhadap kematian tikus. Hal ini diketahui dari hasil jumlah rata-rata kematian tikus seluruhnya yaitu 20 ekor tikus yang mati dari jumlah 20 ekor tikus yang dijadikan objek penelitian.

4.4. Uji Coba dengan Sistim Penguapan 4.4.1. Dosis 2 Gram/m³ Selama 8 Jam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pemakaian fumigan CH3Br dengan menggunakan sistim penguapan pada dosis 2 gram/m³ dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(62)

Tabel 4.3. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang

Jumlah Tikus yang Mati Setelah Perlakuan Pada Konsentrasi 2 gram/m³

Ulangan Waktu

Pengamatan

1 2 3 Rata-rata

2 Jam 5 5 4 4,6

4 Jam 7 9 8 8

6 Jam 11 11 10 10,6

8 Jam 14 13 13 13,3

Berdasarkan tabel di atas diketahui hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dosis 2 gram/m³ selama 2 jam dengan menggunakan sistim penguapan di kapal dengan ulangan ke 1, ulangan 2 dan ulangan 3, bahwa rata-rata kematian tikus sebanyak 4,6 ekor tikus. Pada jam ke 4 sebesar 8 ekor tikus yang mengalami kematian. Pada jam ke 6, jumlah rata-rata kematian tikus berkisar 10,6 ekor tikus, sedangkan pada jam ke 8 jumlah kematian tikus hanya yaitu 13,3 ekor tikus yang mati.

Hasil uji coba tersebut diketahui bahwa pemakaian CH3Br dengan dosis 2 gram/m³ dengan sistim penguapan yang telah ditentukan tidak efektif terhadap kematian tikus. Hal ini diketahui dari hasil jumlah rata-rata kematian tikus seluruhnya yaitu 9,12 ekor tikus yang mati dari jumlah 20 ekor tikus yang dijadikan sampel.


(63)

4.4.2. Dosis 4 Gram/m³ Selama 8 Jam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pemakaian CH3Br dengan menggunakan sistim penguapan pada dosis 4 gram/m³ dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang

Jumlah Tikus yang Mati Setelah Perlakuan pada Konsentrasi 4 gram/m³

Ulangan Waktu

Pengamatan

1 2 3 Rata-rata

2 Jam 7 7 6 6,6

4 Jam 9 11 10 10

6 Jam 13 13 12 12,6

8 Jam 16 15 15 15,3

Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui uji coba pada sistim penguapan yang telah dilakukan terhadap dosis 4 gram/m³ selama 2 jam di kapal dengan ulangan ke 1, ulangan 2 dan ulangan 3, bahwa rata-rata kematian tikus sebanyak 6,6 ekor tikus. Pada jam ke 4 sebesar 10 ekor tikus yang mengalami kematian. Pada jam ke 6, jumlah rata-rata kematian tikus sebanyak 12,6 ekor tikus. Sedangkan pada jam ke 8 jumlah kematian tikus hanya 15,3 ekor tikus yang mati dari 20 ekor tikus yang dijadikan sampel.

Hasil tersebut dapat diketahui bahwa dengan menggunakan sistim penguapan ternyata kurang efektif pada dosis yang telah ditentukan dalam uji coba tersebut.


(64)

Hasil rata-rata kematian tikus dari dosis 2 gram/m³ dan 4 gram/m³ dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5. Rata-rata Kematian Tikus Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang

Rata-rata Kematian Tikus (%) Konsentrasi Perlakuan

2 Jam 4 Jam 6 Jam 8 Jam Manual Dosis 2 gram/m³ 5,67 8,57 12,33 14,33

Manual Dosis 4 gram/m³ 10 14,33 20 20

Penguapan Dosis 2 gram/m³ 4,67 8 10,33 13,33 Penguapan Dosis 4 gram/m³ 6,67 10 12,67 15,33

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui rata-rata kematian tikus paling kecil adalah pada dosis 2 gram/m³ dengan sistim penguapan, sedangkan rata-rata kematian tikus paling besar dosis 4 gram/m³ dengan sistim manual dengan waktu 6 jam dan 8 jam.

4.5. Analisis Statistik

Hasil penelitian tersebut di atas kemudian dianalis dengan menggunakan uji statistik sidik ragam (anova) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan perlakuan dengan kematian tikus, bila F hitung > dari F tabel berarti tidak terdapat perbedaan kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan dosis 4 gram/m³ pada waktu 8 jam, maka uji DNMRT tidak dilanjutkan.


(65)

̇ Hasil Uji Anova

Hasil yang diperoleh dengan menggunakan uji Anova (analysis of variance) dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 2 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Sumber

Keragaman db JK KT F hitung

F tabel (5%)

Perlakuan 2 14,08 7,04

Acak 4 38,17 9,54 0,73 6,94

Total 6 52,25

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa dari hasil uji statistik analisis sidik ragam ternyata F hitung lebih kecil dari F tabel yaitu, (F hitung 0,73 < F tabel 6,94). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan dosis 4 gram/m³ pada waktu 2 jam.

Tabel 4.7. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 4 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Sumber

Keragaman db JK KT F hitung F 0,05

Perlakuan 2 18,75 9,37

Acak 4 44,08 11,02 0,85 6,94


(66)

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui dari hasil uji statistik analisis sidik ragam ternyata F hitung < dari F tabel (F hitung 0,85 < F tabel 6,94). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal jumlah kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan dosis 4 gram/m³ pada waktu 4 jam.

Tabel 4.8. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 6 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Sumber

Keragaman db JK KT F hitung F 0,05

Perlakuan 2 60,75 30,37

Acak 4 96,17 17,51 1,73 6,94

Total 6 156,92

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui dari hasil uji statistik analisis sidik ragam ternyata F hitung < dari F tabel (F hitung 1,73 < F tabel 6,94). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan dosis 4 gram/m³ pada waktu 6 jam, tetapi secara faktual ada perbedaan dalam jumlah kematian tikus.

Tabel 4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 8 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Sumber

Keragaman db JK KT F hitung F 0,05

Perlakuan 2 24,08 12,04

Acak 4 56,17 14,04 0,85 6,94


(67)

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa dari hasil uji statistik analisis sidik ragam ternyata F hitung lebih kecil dari F tabel (F hitung 0,85 < F tabel 18,5). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan dosis 4 gram/m³ pada waktu 8 jam, karena tidak terdapat perbedaan dan F hitung < dari F tabel maka uji DNMRT tidak dilanjutkan, namun bila dilihat penghitungan secara faktual dari jumlah angka kematian tikus yang efektif adalah, dosis 4 gram/m³ dengan waktu 6 jam dan titik aman 8 jam pada sistim manual.

4.6. Suhu Ruangan Penelitian

Pada saat penelitian dilakukan, temperatur udara di ruangan kapal penelitian diukur dengan menggunakan Thermometer, dengan hasil pengukuran 29ºC sampai dengan 30,4 ºC.

4.7. Kelembaban Udara Ruangan Penelitian

Pada saat penelitian dilakukan, kelembaban udara di ruangan kapal penelitian diukur dengan menggunakan Hygrometer, dengan hasil pengukuran 63 % sampai dengan 65 %.

4.8. Waktu

Waktu yang dibutuhkan pada saat penelitian, yang dimulai dengan ulangan 1 sampai dengan ulangan ke 3 adalah 8 jam, pada setiap dosis dan sistim yang digunakan.


(68)

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Fumigan CH3Br terhadap Kematian Tikus

Keberhasilan pelaksanaan fumigasi kapal untuk pemberantasan tikus sangat tergantung dari fumigan yang dibutuhkan, lamanya waktu yang diperlukan dan sasaran/target dari pemberantasan. Sehingga dalam penelitian tersebut sangat diperhatikan, salah satunya adalah dosis yang sesuai.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 2 kali uji coba, masing-masing dengan 3 kali ulangan yang dilakukan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan, fumigan yang dipakai yaitu, CH3Br pada dosis 2 gram/m³ dan 4 gram/m³ dengan waktu 8 jam, sehingga diperoleh dosis yang tepat terhadap kematian tikus di kapal.

Kelebihan dosis fumigan khususnya CH3Br, akan merusak sel tubuh seperti kongesti hati, ginjal, otak dan paru dengan perubahan degeneratif dalam sel. Selain efek tersebut dapat juga mengakibatkan menembus kulit, mata dan saluran pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan kelebihan fumigan yang ada dapat menyebabkan dermatitis akut. Selain itu kelebihan dosis fumigan juga dapat berdampak pada sistim peredaran darah dalam tubuh, karena CH3Br bersifat komulatif (Sartono, 2002).


(69)

Selain kelebihan fumigan efek negatif terhadap manusia, kelebihan fumigan juga dapat membawa dampak pada lingkungan, karena CH3Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap. Bila di lepas ke udara akan bereaksi dengan ozon (O3) sehingga dapat mengakibatkan penipisan lapisan ozon, karena lapisan ozon

berfungsi melindungi kehidupan di bumi dari radiasi sinar ultra violet.

Hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa efektifitas CH3Br pada dosis 2 gram/m³ dengan menggunakan sistim manual, rata-rata hanya 10,3 ekor tikus yang mati atau 51,5 % dari jumlah tikus yang ada. Sedangkan pada Tabel 4.15 dengan menggunakan sistim penguapan dapat dilihat juga bahwa efektifitas CH3Br pada dosis 2 gram/m³ ternyata sama hasilnya dengan sistim manual yaitu tidak efektif terhadap pemberantasan tikus di kapal.

Semakin bertambahnya dosis fumigan CH3Br yang digunakan pada sistim manual yaitu 4 gram/m³ tingkat kematian tikus mencapai 100 %, karena kandungan zat toksik pada bahan kimia CH3Br semakin tinggi di dalam ruangan kapal, hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian pada Tabel 4.2.

Sedangkan pada sistim penguapan, kurang berpengaruh pada tambahan dosis fumigan CH3Br yaitu dosis 4 gram/m³, hal ini disebabkan fumigan CH3Br dari tabung tidak langsung disemprotkan ke ruangan kapal tetapi dilakukan pencampuran dan proses penguapan terlebih dahulu dengan air yang ada pada boiler evaporation.


(70)

Tidak efektifnya fumigasi dengan sistim penguapan pada dosis rendah karena toksisitas CH3Br sudah berkurang terhadap daya bunuh tikus akibat dilakukan pencampuran dan penguapan sebelum dilakukan fumigasi sehingga sifat gas CH3Br yang lebih berat dari udara dan mempunyai tekanan yang cukup besar ketika pelepasan gas pada saat dilakukan fumigasi kapal tidak tampak dan gas tidak langsung menekan kesasaran (Depkes RI, 1990).

Bila dilihat dari penetrasi CH3Br dengan menggunakan sistim penguapan, sistim ini sangat cocok digunakan pada fumigasi lokal yaitu pada gedung atau pabrik karena fumigan yang tersebut merupakan senyawa campuran yang menguap secara lambat dan tidak terdifusi cepat dari ruang yang digas keruang bangunan utama (Depkes RI, 1990).

Pada Tabel 4.2 dengan menggunakan sistim manual pada dosis 4 gram/m³ selama waktu 6 jam, rata-rata tikus yang mati adalah 100 % dari jumlah tikus yang ada. Hal ini disebabkan adanya penambahan dosis dan waktu, sehingga fumigan lebih cepat bereaksi dan mempunyai tekanan yang cukup besar untuk membunuh tikus dengan sasaran yang lebih cepat pada kematian tikus karena langsung bereaksi terhadap gangguan paru-paru, sistim peredaran darah dan pernafasan pada tikus.

Efektifitas CH3Br dengan menggunakan sistim manual pada dosis 4 gram/m³ selama waktu 6 jam adalah dosis yang sesuai untuk pemberantasan tikus kapal karena dosis yang tepat dapat terhindar dari bahaya keracunan fumigator, kerusakan lingkungan, kerusakan barang/peralatan di kapal seperti terjadinya korosif pada


(71)

kontainer, ruangan yang terkontaminasi, menimbulkan kerusakan pada barang-barang komoditi.

Untuk lebih aman bagi fumigator dan lingkungan, penelitian ini sampai dengan jam ke 8, hal ini dikarenakan pada jam ke 6 gas CH3Br masih tinggi yaitu 15 ppm, yang mana pada nilai 15 ppm belum aman bagi fumigator dan lingkungan. Sehingga penelitian ini ditunggu sampai jam ke 8 dengan nilai gas CH3Br berkisar dibawah 10 ppm, sesuai dengan anjuran Depkes RI Nomor 716 Tahun 1990 untuk titik aman pembebasan gas.

Tinggi rendahnya jumlah gas CH3Br pada ruangan kapal dapat dideteksi menggunakan alat gas dektektor. Bila gas diruangan kapal masih ada dan jumlah yang tinggi, dapat dilihat angka pada gas detektor dan alat tersebut mengeluarkan bunyi sinyal sebagai tanda masih adanya gas di ruangan kapal tersebut. Untuk lebih cepat gas bebas dalam ruangan, diperlukan blower isap dari dalam ruangan.

Berdasarkan Tabel 4.5 sampai dengan Tabel 4.8 diketahui bahwa dari hasil uji statistik analisis sidik ragam ternyata F hitung < dari F tabel sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah kematian tikus tetapi pada dosis 4 gram/m³ dengan sistim manual pada waktu 6 jam yaitu, pada F tabel 1,73 ada peningkatan dalam jumlah kematian tikus dibandingkan dengan percobaan lainnya. Secara umum hasilnya bahwa Ftabel < dari F hitung maka tidak perlu dilakukan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) atau Uji Beda Jarak Nyata Duncan.

Hasil penelitian dengan penghitungan secara statistik tidak dapat dibuktikan, tetapi secara faktual dengan penghitungan secara matematik dapat dibuktikan dengan


(72)

adanya jumlah kematian tikus yang mencapai 100 % pada dosis 4 gram/m³ dengan waktu 6 jam dan 8 jam dengan sistim manual.

5.2. Suhu dan Kelembaban Ruangan Penelitian

Pada saat penelitian dilakukan, temperatur udara di dalam ruangan kapal diukur dengan menggunakan alat Thermometer dengan hasil pengukuran berkisar 29ºC sampai dengan 30,4 ºC, sedangkan kelembaban udara di dalam ruangan kapal diukur dengan menggunakan alat Hygrometer dengan hasil pengukuran berkisar 63 % sampai dengan 65 %. Suhu udara dan kelembaban tersebut tidak mempengaruhi dalam penelitian, karena pada suhu dan kelembaban tersebut adalah suhu dan kelembaban yang optimal pada saat melakukan fumigasi (Depkes RI, 1990).

5.3. Waktu Fumigasi

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian dalam uji coba adalah 8 jam sampai dengan titik aman. Waktu sangat mempengaruhi dalam penelitian, hal ini disebabkan efektifitas dan zat toksik pada fumigan sangat tergantung dengan lamanya waktu pemaparan suatu objek penelitian.


(73)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Berdasarkan uji coba di lapangan bahwa dosis fumigan CH3Br yang efektif untuk pemberantasan tikus di kapal adalah pada dosis 4 gram/m³ dengan menggunakan sistim manual.

2. Waktu yang dibutuhkan selama fumigasi adalah 6 jam, dengan titik aman 8 jam pada dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br dengan sistim manual.

3. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan 4 gram/m³ fumigan CH3Br dengan sistim manual dan penguapan.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan pelaksanaan fumigasi untuk pemberantasan tikus di kapal sesuai dengan


(74)

sistim dan dosis yang telah dihasilkan yaitu, fumigan CH3Br pada dosis 4 gram/m³.

2. Sebagai dasar kebijakan pengawasan bagi Subdit Karkes Ditjen PP & PL Depkes RI dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang.


(1)

kontainer, ruangan yang terkontaminasi, menimbulkan kerusakan pada barang-barang komoditi.

Untuk lebih aman bagi fumigator dan lingkungan, penelitian ini sampai dengan jam ke 8, hal ini dikarenakan pada jam ke 6 gas CH3Br masih tinggi yaitu 15

ppm, yang mana pada nilai 15 ppm belum aman bagi fumigator dan lingkungan. Sehingga penelitian ini ditunggu sampai jam ke 8 dengan nilai gas CH3Br berkisar

dibawah 10 ppm, sesuai dengan anjuran Depkes RI Nomor 716 Tahun 1990 untuk titik aman pembebasan gas.

Tinggi rendahnya jumlah gas CH3Br pada ruangan kapal dapat dideteksi

menggunakan alat gas dektektor. Bila gas diruangan kapal masih ada dan jumlah yang tinggi, dapat dilihat angka pada gas detektor dan alat tersebut mengeluarkan bunyi sinyal sebagai tanda masih adanya gas di ruangan kapal tersebut. Untuk lebih cepat gas bebas dalam ruangan, diperlukan blower isap dari dalam ruangan.

Berdasarkan Tabel 4.5 sampai dengan Tabel 4.8 diketahui bahwa dari hasil uji statistik analisis sidik ragam ternyata F hitung < dari F tabel sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah kematian tikus tetapi pada dosis 4 gram/m³ dengan sistim manual pada waktu 6 jam yaitu, pada F tabel 1,73 ada peningkatan


(2)

adanya jumlah kematian tikus yang mencapai 100 % pada dosis 4 gram/m³ dengan waktu 6 jam dan 8 jam dengan sistim manual.

5.2. Suhu dan Kelembaban Ruangan Penelitian

Pada saat penelitian dilakukan, temperatur udara di dalam ruangan kapal diukur dengan menggunakan alat Thermometer dengan hasil pengukuran berkisar 29ºC sampai dengan 30,4 ºC, sedangkan kelembaban udara di dalam ruangan kapal diukur dengan menggunakan alat Hygrometer dengan hasil pengukuran berkisar 63 % sampai dengan 65 %. Suhu udara dan kelembaban tersebut tidak mempengaruhi dalam penelitian, karena pada suhu dan kelembaban tersebut adalah suhu dan kelembaban yang optimal pada saat melakukan fumigasi (Depkes RI, 1990).

5.3. Waktu Fumigasi

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian dalam uji coba adalah 8 jam sampai dengan titik aman. Waktu sangat mempengaruhi dalam penelitian, hal ini disebabkan efektifitas dan zat toksik pada fumigan sangat tergantung dengan lamanya waktu pemaparan suatu objek penelitian.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Berdasarkan uji coba di lapangan bahwa dosis fumigan CH3Br yang efektif

untuk pemberantasan tikus di kapal adalah pada dosis 4 gram/m³ dengan menggunakan sistim manual.

2. Waktu yang dibutuhkan selama fumigasi adalah 6 jam, dengan titik aman 8 jam pada dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br dengan sistim manual.

3. Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kematian tikus pada dosis 2 gram/m³ dan 4 gram/m³ fumigan CH3Br dengan sistim manual dan

penguapan.

6.2. Saran


(4)

sistim dan dosis yang telah dihasilkan yaitu, fumigan CH3Br pada dosis 4

gram/m³.

2. Sebagai dasar kebijakan pengawasan bagi Subdit Karkes Ditjen PP & PL Depkes RI dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

G.D, Steel Robert, 1995, Prinsip dan Prosedur Statistika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ginting, 2002, Gambaran Pelaksanaan Fumigasi Kapal dengan Menggunakan HCN dan Metil Bromida di Pelabuhan Belawan, FKM-USU, Medan.

Haryoto, K, 2000, Pengantar Toksikologi Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Iskandar, A, dkk, 1995, Pemberantasan Serangga dan Bintang Penular Penyakit, APK-TS, Jakarta.

Katutu, S, 1996, Petunjuk Teknis Pengawasan Pelaksanaan Fumigasi Kapal Bagi Pengawas Fumigasi, Tanjung Priok, Jakarta.

Kokong, P, 1996, Teknis Pengawasan Pelaksanaan Fumigasi Kapal, Tanjung Priok, Jakarta.

Ministry of Health, Canada, 1995, Standard for Fumigation in Canada, Ottawa

Pokphand, CP, 2007, Membasmi Tikus di Peternakan, Bulletin Service, PT. CPI, Jakarta.

Kepri, 2008, Profil Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Tanjung Pinang. Republik Indonesia, Depkes, 1990, Tentang Surat Keputusan Direktorat Jenderal

PPM & PLP Depkes R.I Nomor : 716-I/PD.03.04.EI/1990 tentang Bahan Fumigan yang Digunakan untuk Fumigasi dalam Rangka Pemberantasan Tikus Khususnya di Kapal, Jakarta.


(6)

Republik Indonesia, Depkes, 2003, Petunjuk Teknis Pengendalian Vektor di Angkutan Umum, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Republik Indonesia, Depkes, 2004, Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Dalam Pengendalian Vektor, Sub. Direktorat Zoonosis, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Republik Indonesia, Depkes, 2006, Manual Kantor Kesehatan Pelabuhan tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Teknis Pengawasan Vektor di Pelabuhan, Sub. Direktorat Karantina Kesehatan, Jakarta.

Republik Indonesia, Depkes, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 167/Menkes/SK/IV/2007 tentang Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Sebagai Unit Pelaksana Teknis di Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular, Jakarta.

Republik Indonesia, Depperindag, 2007, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/12/2007, Pelarangan Impor dan Pemakaian CH3Br di Indonesia, Jakarta.

Rustiyanto, R, Hadi, 2002, Dinamika Populasi Tikus di Sekitar Daerah Enzootik Pes, Puslitbangkes, Jakarta.

Sartono, 2002, Racun dan Keracunan, PT. Widya Medika, Jakarta. Siswanto, H, 2003, Kesehatan Lingkungan, Kedokteran EGC, Jakarta.

Sudarto, 1999, Entomologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Airlangga, Surabaya. Suyanto, 2002, Pedoman Pemberantasan Tikus, Pusat Pengembangan dan Penelitian,

Deptan, Jakarta.

World Health Organization, 2005, International Health Regulations (Peraturan Kesehatan Internasional), Jenewa, Swiss.