D. Ketentuan Terhadap Penanggung Pajak dalam Penyitaan
1. Pemeliharaan Barang yang Disita.
Barang yang telah disita dititipkan kepada penanggung pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan JSP barang sitaan tersebut perlu
disimpan di kantor pejabat atau tempat lain. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, barang yang telah disita dititipkan
kepada penanggung pajak, barang yang telah di sitadititipkan kepada aparat pemerintah daerah setempat yang menjadi saksi dalam
pelaksanaan sita tersebut. Tempat lain yang dapat dipergunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita adalah kantor pegadaian,
bank, kantor pos atau tempat lain yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Larangan bagi Penanggung Pajak
Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 23 ayat 1 satu penanggung pajak dilarang :
a. Memindahkan hak, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan,
menghilangkan atau merusak barang yang telah disita, b.
Membebani barang yang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu,
c. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau
diinginkan untuk pelunasan utang tertentu,
d. Merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan
Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
3. Pengajuan Keberatan dalam Pelaksanaan Penyitaan
Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Ketentuan ini sejalan dengan Undang-undang
No. 16 Tahun 2000. Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Daerah diberi waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan permohonan keberatan
yang diajukan oleh wajib pajak, yaitu paling lama 12 bulan sejak diterimanya keberatan. Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran ternyata wajib pajak belum melunasi utang pajaknya, walaupun dia beralasan bahwa pengajuan keberatan belum dijawab,
fiskus tetap akan dilaksanakan JSP walaupun wajib pajak tengah mengajukan permohonan keberatan atas penetapan pajak yang
dilakukan oleh fiskus.
E. Lelang