Landasan Teori. TINJAUAN PUSTAKA

 Hipotesis : H1 : Leverage, likuiditas, profitabilitas, tingkat pengungkapan laporan keuangan dan asimetri informasi berpengaruh secara signifikan terhadap earning management.  Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage dan likuiditas tidak berpengaruh terhadap earning management. Profitabilitas berpengaruh terhadap earning management. Tingkat pengungkapan laporan keuangan dan asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap earning management. Leverage, likuiditas, profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan laporan keuangan. Tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh terhadap earning management. Leverage, likuiditas, profitabilitas tidak berpengaruh secara tidak langsung terhadap earning management melalui tingkat pengungkapan laporan keuangan. Tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh secara tidak langsung terhadap earning management melalui asimetri informasi.

2.2. Landasan Teori.

2.2.1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, dan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkuan. [Baridwan, 2000 : 17]. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan dan memberikan informasi mengenai posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan akan memberikan banyak manfaat kepada pihak- pihak yang berkepentingan sebagai informasi keuangan. Informasi keuangan akan bermanfaat bila dipenuhi ketujuh kualitas berikut : 1. Relevan Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaanya. Bila informasi tidak relevan untuk keperluan para pengambil keputusan, informasi demikian tidak akan ada gunanya, betapapun kualitas-kualitasnya terpenuhi. 2. Dapat dimengerti Informasi harus dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para pemakai. 3. Daya uji Pengukuran tidak dapat sepenuhnya lepas dari pertimbangan- pertimbangan dan pendapat yang subyektif. Hal ini berhubungan dengan keterlibatan manusia di dalam proses pengukuran dan penyajian informasi, sehingga proses tersebut tidak lagi berlandaskan pada realita obyektif semata. 4. Netral Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu. 5. Tepat waktu Informasi harus di sampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan- keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. 6. Daya banding Informasi dalam laporan keuanganakan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan- perusahaan lainnya pada periode yang sama. 7. Lengkap Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif diatas, dapat juga diartikan sebagai pemenuhan standar pengungkapan yang memadai dalam pelaporan keuangan.

2.2.1.1. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi berterima umum, posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan lain dalam posisi keuangan. Tujuan umum laporan keuangan menurut prinsip akuntansi indonesia PAI dalam [Baridwan, 2000 : 4] yaitu : 1 Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan. 2 Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas pembelanjaan dan penanaman. 3 Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan di dalam mengestimasi potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

2.2.1.2. Pemakai Laporan Keuangan

Informasi laporan keuangan di susun sebagai alat untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dari para pemakai informasi keuangan. Pihak-pihak pemakai informasi keuangan antara lain terdiri dari pihak internal manajemen perusahaan dan pihak eksternal perusahaan pemerintah, kreditor, investor, masyarakat umum, dan profesi akuntansi. Menurut Soemarso [1999 : 6] pihak-pihak pemakai laporan keuangan antara lain terdiri dari : 1. Pemilik dan calon pemilik perusahaan Bagi pemilik, informasi laporan keuangan dapat digunakan untuk memutuskan apakah ia akan tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan itu, atau menjualnya dan kemudian menanamkan modalnya di tempat lain. Bagi calon pemilik untuk memutuskan apakan ia akan menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. 2. Kreditur dan calon kreditur Pihak kreditur ingin mengetahui perkembangan perusahaan setelah pinjaman diberikan. Ia harus menilai kemampuan perusahaan mengembalikan pinjaman untuk memutuskan apakah harus memberi tambahan pinjaman atau menarik pinjaman yang telah diberikan. Bagi calon kreditur, informasi tentang perusahaan diperlukan untuk menilai risiko yang akan terjadi sebelum pinjaman diputuskan untuk diberikan. 3. Badan-badan pemerintah Badan-badan pemerintah sangat berkenaan dengan kegiatan keuangan perusahaan untuk tujuan-tujuan pajak dan pengaturan-pengaturannya. Kantor pajak berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan perusahaan untuk memeriksa kebenaran jumlah pajak yang dilaporkan perusahaan. 4. Manajemen perusahaan Jenis informasi yang dibutuhkan untuk tiap-tiap manajemen perusahaan berbeda-beda sesuai dengan besarnya perusahaan. Manajemen perusahaan kecil mungkin hanya membutuhkan informasi akuntansi yang sedikit saja. Semakin besar perusahaan, semakin sedikit kesempatan manajemen perusahaan untuk berhubungan langsung dengan kegiatan sehari-hari.

2.2.2. Asimetri Informasi

2.2.2.1.Pengertian Asimetri Informasi Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajemen perusahaan memiliki lebih banyak informasi tentang kondisi perusahaan dibandingkan dengan informasi yang dimiliki investor. Menurut Komalasari [2000 : 194] informasi yang berkualitas berguna bagi investor untuk menurunkan asimetri informasi. Asimetri informasi adalah informasi yang timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Ketika timbul asimetri informasi keputusan ungkapan yang dibuat untuk manajer dapat mempengaruhi harga saham sebab asimetri informasi antara investor yang lebih terinformasi dan investor yang kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi dan menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan. Penelitian ini didukung oleh dua teori, yaitu teori keagenan agency theory dan teori bid ask spread dan masing-masing teori dijelaskan sebagai berikut : 1. Teori keagenan Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai focus titik temu hubungan keagenan antara pemilik perusahaan principal dan manajemen perusahaan agent dan berusaha memberi suatu pemahaman perilaku organisasional dengan mengungkapkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan keagenan dalam perusahaan berusaha untuk memaksimalkan utilitas usaha mereka. usaha maksimalisasi utilitas ini mendorong timbulnya konflik kepentingan antara pemilik principal dan manajemen agent, karena setiap pihak berusaha memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya melalui kontrak kompensasi. Untuk mengatasi konflik tersebut pemilik menempatkan fungsi pemantauan monitoring. Bentuk pemantauan yang umum digunakan diantaranya adalah 1 penyusunan laporan keuangan periodic untuk kepentingan pemilik stewardship, accountability dan 2 adanya fungsi auditing yang bersifat independent dalam menyatakan pendapat mereka atas kewajaran laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang disusun manajer diharapkan dapat menyajikan tingkat penghasilan yang wajar yang biasanya menunjukkan tingkat variabilitas penghasilan yang relative tidak signifikan dalam beberapa periode laporan keuangan dengan kata lain, tingkat penghasilan yang wajar dan menjaga variabilitas penghasilan. 2. Teori bid ask spread Bid ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi dan harga jual terendah dalam Trader. Stoll dalam Mardiyah [2002 : 292] menyatakan bahwa bid ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen biaya yang berasal dari 1 pemilik saham inventory holding, 2 pemrosesan pesanan order prosesing, 3 informasi asimetri. Biaya pemilikan menunjukkan trade off antara pemilik terlalu banyak saham dan memiliki terlalu sedikit saham. Atas biaya pemilikan saham tersebut akan menimbulkan opportunity cost. Biaya pemrosesan pesanan meliputi biaya administrasi, pelaporan, proses computer, telepon dan sebagainya, sedangkan biaya informasi asimetri lahir karena adanya dua pihak trader yang tidak sama dalam memiliki dan menganalisis informasi. Pihak pertama adalah informed trader yang memiliki informasi superior dan pihak lain yaitu uninformed trader yang tidak memiliki informasi. Ketidakseimbangan informasi tersebut menyebabkan munculnya perilaku adverse selection dan moral hazard dalam perdagangan saham antara trader. Jika kedua belah pihak bertransaksi maka uninformed trader menghadapi risiko rugi jika bertransaksi dengan informed trader. Upaya untuk mengurangi risiko tersebut tercermin dalam bid ask spread [Halim dan Hidayat, 2000] Dan ketiga biaya yang melahirkan bid ask spread tersebut, biaya pemrosesan pesanan merupakan penyebab yang paling jelas dan dapat diobservasi secara langsung, sedangkan dua biaya lainnya yaitu biaya pemilikan dan informasi asimetri kurang dapat diobsevasi secara langsung sehingga memerlukan proksi untuk mengukurnya. Oleh karena itu kedua biaya tersebut lebih menarik dan lebih menantang untuk diteliti pengaruhnya terhadap bid ask spread oleh peneliti. 2.2.2.2.Ada Dua Tipe Asimetri Informasi : 1.Adverse selection Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkanakan melangsungkan suatu transaksi usaha. Adverse selection terjasi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam insiders lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar. 2.Moral hazard Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melansungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pmisahan pemilikian dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

2.2.3. Ukuran Perusahaan

Perusahaan itu bermacam-macam besarnya tetapi tidak ada ukuran standar yang berlaku umum yang dipakai untuk menentukan apakah perusahaan itu besar atau kecil. Semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin banyak alternative sumber pembelanjaan yang dipilih oleh perusahaan tersebut. Ada kecenderungan bahwa semakin besar perusahaan semakin besar pula utang yang dimiliki. Hal ini disebabkan karena yang berukuran besar lebih mudah untuk memperoleh pinjaman dari pihak eksternal dibandingkan dengan perusahaan kecil. [Awat, 1999 : 124]. Ada tiga cara mengukur usaha yaitu nilai buku, nilai likuidasi, nilai pasar. Walaupun metode penilaian skala usaha berdasarkan nilai buku kurang andal karena nilai aktiva yang tercatat dalam neraca tidak mencerminkan nilai pasar , tetapi metode inilah yang dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Besar kecilnya aktiva dapat dijadikan indicator bagi kesempatan pengembangan badan usaha pada waktu yang akan datang. 2. Kedua metode yang lain memerlukan informasi pasar yang akurat atau tergantung pada preferensi resiko masing-masing investor. Sehubungan dengan penggunaan metode nilai buku sebagai dasar pengukuran keuangan. Ross, et al. [1993] mengemukakan : “ yang terbaik didunia, manajer keuangan memiliki banyak informasi nilai pasar mengenai semua asset perusahaan. Ini jarang terjadi, jadi alasan percaya pada perhitungan akuntansi adalah hampir selalu tidak memperoleh semua informasi pasar yang diinginkan. Angka akuntansi hanya diakui sebagai pemikiran tak berarti dari kenyataan ekonomi, padahal seringkali angka akuntansi tersebut dijadikan sebagai informasi terbaik yang tersedia. Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari tingkat penjualan. Jumlah tenaga kerja atau jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan. Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi kemampuan dalam menanggung resiko yang mungkin timbul akibat berbagai situasi yang dihadapi perusahaan yang berkaitan dengan operasinya. Ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memperoleh dana yang dibutuhkan. Ukuran besarnya suatu perusahaan menggambarkan kondisi tingkat kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Kemampuan perusahaan untuk melakukan kegiatan operasional, baik yang rutin maupun yang tidak rutin, sangat dipengaruhi oleh jumlah kekayaan yang dimilikinya. Pada penelitian ini ukuran perusahaan ditunjukkan oleh nilai kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan rata-rata total aktiva. Data-data yang digunakan adalah data total aktiva pada akhir tahun. Penggunaan data tahunan dimaksudkan untuk mencapai konsistensi dengan data-data variabel lainnya.

2.2.4. Laba

2.2.4.1.Pengertian Laba Pengertian laba menurut Choriri dan Ghozali [2001 : 300] adalah sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung pada ketetapan pengukuran pendapatan dan biaya. Jadi dalam hal ini laba merupakan angka artikulasi dan tidak didefinisikan tersendiri secara otomatis seperti halnya aktiva atau hutang. Tidak adanya persamaan pendapat untuk mendefinisikan laba secara tepat disebabkan oleh luasnya penggunaan konsep laba. dan para pemakai laporan keuangan mempunyai konsep laba sendiri yang dianggap paling cocok untuk pengambilan keputusan mereka. Menurut Choriri dan Ghozali [2001 : 301] pada dasarnya ada tiga konsep yang umum dibicarakan dan digunakan dalam ekonomi konsep laba tersebut adalah : 1. Psychic income, yang menunjukkan konsumsi barang atau jasa yang memenuhi kepuasan dan ketagihan individu. 2. Real income, yang menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang ditunjukkan oleh kenaikan cost of living. 3. Money income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber- sumber ekonomi yang digunakan untuk konsumsi sesuai dengan biaya hidup cost of living Dapat disimpulkan bahwa laba merupakan pengukur perbandingan besarnya pendapatan yang diperoleh dengan beban yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu. 2.2.4.2.Tujuan Pelaporan Laba Menurut Choriri dan Ghozali [2001 : 304], salah satu tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba earning per share informasi tentang laba yang dgunakan : 1.Sebagai indicator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian rate of return on invested capital. 2.Sebagai pengukur prestasi manajemen. 3.Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. 4.Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara. 5.Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus. 6.Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. 7.Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran. 8.Sebagai dasar pembagian dividen. 2.2.4.3.Laba Sebagai Alat Ramal Statement Of Financial Accounting SFAC No. 1, menyatakan bahwa investor, kreditor dan pihak lain berkepentingan dengan menetapkan prospek arus kas bersih perusahaan, tetapi mereka sering menggunakan laba untuk membantu mereka mengevaluasi daya menghasilkan laba, meramalkan laba masa depan, atau menetapkan risiko investasi atau memberi pnijaman kepada perusahaan. Jadi, ada hubungan yang diasumsikan antara laba yang dilaporkan dan arus kas, termasuk kas yang dibagikan kepada pemilik. Nilai sekarang dari sebuah perusahaan dan nilai selembar sahamnya dalam perusahaan itu tergantung pada aliran distribusi masa depan yang diharapkan kepada pemegang saham. Jika ada hubungan antara laba dan distribusi deviden, investor dapat memusatkan perhatiannya pada pengharapan mereka tentang laba masa depan perusahaan. Bagi banyak perusahaan, peramalan laba dianggap lebih relevan dalam meramalkan harga pasar saham dimasa yang akan datang daripada peramalan distribusi deviden jangka pendek, dan distribusi jangka panjang yang diasumsikan tergantung pada faktor laba yang ditahan dan pertumbuhan. oleh karena itu, pengharapan akan laba masa depan dipandang harus digunakan oleh banyak investor sebagai factor utama dalam meramalkan distribusi deviden merupakan factor penting dalam menetapkan nilai berjalan dari lembar-lembar saham atau dari perusahaan secara keseluruhan. 2.2.4.4.Laba Sebagai Pengukuran Efisiensi Operasi efisiensi dari sebuah perusahaan mempengaruhi baik aliran deviden saat ini maupun penggunaan modal yang diinvestasikan untuk memberikan aliran deviden masa depan. Karena itu, semua pemegang ekuitas terutama pemegang saham biasa, berkepentingan dengan efisiensi manajemen. Pemegang ekuitas saat ini dapat mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mendapatkan manajemen baru jika manajemen yang sekarang tidak beropersasi secara efisien, atau mereka dapat memberikan insentif atau bonus kepada manajemen yang efisien. Dalam kasus manapun, pengukuran efisiensi perusahaan memberikan dasar untuk keputusan-keputusan. Tujuan mengukur efisiensi suatu dicerminkan dalam SFAC No. 1 dinyatakan bahwa “pelaporan keuangan harus memberikan informasi tentang kinerja keuangan selama suatu periode”. Efisiensi memiliki arti yang nyata, paling tidak dalam konsep. Salah satu interprestasinya adalah bahwa itu merupakan kemampuan relative untuk memperoleh keluaran maksimum dengan sejumlah sumber daya tertentu, keluaran yang konstan dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang optimum bersama dengan permintaan tertentu akan produk untuk memberikan hasil pengembalian maksimum bagi pemilik. Dalam hal ini efisiensi tergantung dari target perusahaan, apakah sasaran perusahaan tersebut untuk memaksimalkan laba atau untuk memberikan hasil pengembalian yang wajar atau layak atas investasinya, dan jika modal yang dipakai dalam perusahaan konstan per periode akuntansi, maka angka laba itu sendiri mungkin akan berguna sebagai pengukuran efisiensi perusahaan.

2.2.5. Manajemen Laba

2.2.5.1.Pengertian Manajemen Laba Manajemen laba adalah cara yang dilakukan manajer untuk meningkatkan nilai laporan keuangan [Scott, 2003]. Healy dan Wahlen dalam Meutia [2004 : 335] menyatakan bahwa manajemen laba terjadi apaila manajer menggunakan penilaiannya dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dalam angka-angla yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Manajemen laba menurut Schipper dalam Meutia [2004 : 335] adalah intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntunagn-keuntungan pribadi. Dari ketiga definisi tersebut dapat dikatakan bahwa manajemen laba merupakan usaha pihak manajemen yang disengaja untuk memanipulasi laporan keuangan dalam batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dengan tujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan para pengguna laporan keuangan bagi keuntungan pihak manajer. Sedangkan menurut Sugiri [Widyaningdyah, 2001 : 92] membagi definisi manajemen laba earnings management menjadi dua yaitu : a. Definisi sempit Earnings management dalam arti sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manager untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. b. Definisi luas Earnings management merupakan tindakan manager untuk meningkatkan mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manager bertanggungjawab, tanpa mengakibatkan peningkatan penurunan profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.  Teori yang mendukung manajemen laba 1. Agency theory Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan dalam Widyaningdyah [2001] adalah hubungan antara principal dan agent. Principal memperkerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang bertindak sebagai principal yaitu pemegang saham perusahaan, sedangkan manajer sebagai agent mereka. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman maupun kontrak kompensasi 2. Contracting view Menurut Watts dan Zimmerman 1986 dalam Rahmawati [2007], perusahaan dipandang sebagai sebuah tim yang terdiri dari individu – individu dengan berbagai kepentingan. Mereka mengetahui bahwa kesejahteraan tergantung pada kesuksesan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan lain. Setiap individu juga mengakui bahwa individu lain akan berperilaku untuk memaksimalkan utilitasnya sendiri bukan utilitas individu lain. Akibatnya timbullah kebutuhan untuk melakukan perjanjian diantara pihak yang berkepentingan tersebut. Perjanjian tersebut tidak menjamin pelaksanaan perjanjian yang optimal karena terdapat pihak luar pemegang saham, kreditur, pemerintah yang tidak dapat mengobservasi perilaku pihak dalam perusahaan. Fakta menyatakan perusahaan public dimiliki oleh pemegang saham tetapi dikelola oleh individu yang memiliki sebagian kecil dari saham yang beredar. Diasumsikan masing-masing akan memaksimalkan utilitasnya yang mendorong terjadinya konflik. Perilaku earning management yang bertujuan memaksimalkan utilitasnya. Manajemen berkaitan dengan contracting view dibagi menjadi tiga, yaitu berhubungan dengan peningkatan kompensasi, perjanjian hutang dan biaya politik. 3. Positive accounting theory Teori ini dipelopori oleh Watts dan Zimmerman 1986 dalam Rahmawati [2007] dalam Positive Accounting Theory.Watts dan Zimmerman memaparkan suatu teori akuntansi yang berusaha mengungkapkan bahwa factor-faktor ekonomi tertentu atau ciri-ciri suatu unit usaha tertentu bias dikaitkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan lebih khusus, Watts dan Zimmerman mengungkapkan pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap motivasi manajer untuk memilih suatu metode akuntansi, sehingga dapat dikatakan bahwa positive accounting theory lebih memfokuskan pada prediksi tindakan manajer ketika memilih suatu metode akuntansi yang akan digunakan serta bagaimana manajer merespon standar akuntansi yang baru. Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam pelaporan keuangan suatu organisasi karena mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan dalam rekayasa laba. Manajer melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan atau menurunkan laba agar laba perusahaan terlihat stabil. Dengan menaikkan laba secara drastis, para manajer berharap investor akan meresponnya dengan sangat positif, sehingga harga saham perusahaan meningkat drastic. Jika kompensasi para manajer didasarkan pada ukuran kinerja keuangan dan kinerja pasar, mereka tentu akan mendapatkan bonus yang besar. Principal akan menaikkan kompensasi dan mempertahankan mereka untuk memimpin perusahaan. Para kreditur pasti akan menawarkan kucuran kredit dalam jumlah yang besar. Pelanggan akan semakin loyal terhadap produk-produk perusahaan karena menilai perusahaan bonafit. Singkatnya, dengan menaikkan laba para manajer bias mengeruk keuntungan yang besar.[www.pondokskripsi.com] Celakanya, tipuan seperti itu justru bisa jadi bumerang bagi manajer dan perusahaan. Pemegang saham dapat dipastikan akan meminta dividen kas mereka naik, karyawan menuntut kenaikan gaji dan upah, dan instansi pajak meminta jumlah pajak yang dibayar perusahaan harus lebih besar dari periode sebelumnya. Jika ini terjadi, perusahaan akan ambruk karena laba yang dilaporkan meningkat tadi hanyalah laba semu dan tidak memiliki implikasi apapun terhadap cash flow perusahaan pada periode itu.[www.pondokskripsi.com] Manajer melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba agar perusahaan terhindar dari kewajiban membayar pajak dalam jumlah yang besar atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Pemodal mungkin akan menyuntik lagi dananya. Karyawan mungkin juga tidak akan menuntut kenaikan gaji dan insentif. Tapi, jika manajer belum menginformasikan secara diam-diam informasi privat tersebut ke pemilik, investor, dan kreditur, maka resikonya bisa sangat serius. Nilai saham perusahaan bisa langsung anjlok karena pelaporan laba membawa sinyal bad news ke pasar saham. Para manajer bisa langsung dipecat karena dianggap tidak becus mengurusi perusahaan. Kreditur bisa langsung meninjau kembali kontrak pinjamannya karena perusahaan dinilai diambang kebangkrutan.[www.pondokskripsi.com] Fokus pada earnings management merupakan akibat pengaruh dan pentingnya dalam menghasilkan ukuran ringkasan kinerja perusahaan. Earnings management dipandang sebagai sebuah intervensi sengaja dalam proses keuangan eksternal dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi. Berbagai opsi akrual tersedia dalam prinsip akuntansi berterima umum dan kerentanan akrual untuk manipulasi ini memungkinkan terjadinya earnings management. Akrual-akrual ini dapat dibuat secara berkesinambungan memungkinkan manager untuk menyesuaikan dan “mengelolah” earnings untuk mencapai tingkat yang optimal pada masing-masing tahun. earnings management tampak dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk meningkatkan income perusahaan tahunan untuk mempengaruhi pertentangan proksi dan pengaruh regulasi perdagangan luar negeri. Menurut Retno Ayu [2007] total akrual digunakan sebagai proksi kebijakan akuntansi akrual discretionary accruals perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan tujuan menaikkan laba ditunjukkan dari total akrual yang positif, sedangkan jika perusahaan tidak melakukan manajemen laba maka total akrual sama dengan nol, dan manajemen yang melakukan manajemen laba dengan tujuan mengurangi tingkat laba ditunjukkan dengan nilai total akrual yang negative. Sedangkan arti discretionary accrual kebijakan akuntansi akrual adalah suatu cara untuk mengurangi pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual. Misalnya dengan cara menaikkan biaya amortisasi dan depresiasi, mencatat kewajiban yang besar atas jaminan produk garansi, kontijensi dan potongan harga dan mencatat persediaan yang sudah usang. Akrual adalah semua jenis kejadian yang bersifat operasional pada suatu tahun yang berpengaruh terhadap arus kas. Perubahan piutang dan utang merupakan akrual, juga perubahan persediaan. Biaya depresiasi juga merupakan akrual negative. Akuntan memperhitungkan akrual untuk membandingkan biaya dan pendapatan, melalui perlakuan transaksi yang berkaitan dengan laba bersih, akuntan dapat mengatur laba bersih sesuai dengan yang diharapkannya Menurut Belkauni [2006] akuntansi akrual mendasarkan pada konsep akrual, tangguhan deferral , alokasi, amortisasi, realisasi dan pengakuan. FASB Financial Accounting Standart Board memberikan definisi untuk konsep tersebut, yaitu : a. Akrual adalah proses akuntansi dalam pengakuan kejadian non kas dan keadaan-keadaan yang terjadi secara spesifik, akrual meminta pengakuan revenue dan peningkatan asset dan expense dan peningkatan utang dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar, biasanya dalam kas, dimasa mendatang. b.Tangguhan adalah proses akuntan dalam pengakuan utang dengan penerimaan kas sekarangasset dengan pembayaran kas sekarang atau utang yang terjadi sekarang dengan harapan berdampak pada revenue dan expense dimasa mendatang. c. Alokasi adalah proses akuntansi dalam pembebanan dan pendistribusian suatu jumlah sesuai rencanaformula tertentu. d.Amortisasi adalah proses akuntansi yang secara sistematis mengurangi jumlah dengan pembayaran periodic atau dengan mencatat saja. e. Realisasi adalah proses mengkonversi sumber daya non kas dan hak menjadi uang;pengunaan yang lebih tepat dalam akuntansi dan pelaporan keuangan merujuk pada penjualan asset dengan kas. istilah yang terkait adalah “realized” dan “unrealized”, yang mengidentifikasi revenue atau gains dan losses pada asset yang dijual atau tidak dijual. f. Pengakuan adalah proses pencatatan secara formalpemasukan item- item dalam akun dan laporan keuangan perusahaan. Scott dalam Rahmawati [2007 : 70] membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs opportunistic earning management. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting efficient earning management, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. 2.2.5.2.Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba Watt dan Zimmerman dalam Rahmawati [2007 : 71], yaitu : 1.Bonus plan hypothesis Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. 2.Debt covernant hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. 3.Political cost hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya : mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain. Scott dalam Rahmawati [2007 : 71] mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba : a. Bonus purposes Manajer yang memiliki motivasi informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini. b.Political motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan public. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan public yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. c. Taxation motivation Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. d.Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pension akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kondisi perusahaan buruk mereka memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. e. Initital Public Offering IPO Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. f. Pentingnya memberi informasi kepada investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. 2.2.5.3.Teknik Manajemen Laba Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im dalam Rahmawati [2007 : 72] dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui jugsment perkiraan terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih. estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amorisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan Contoh : rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya. 2.2.5.4.Pola Manajemen Laba Pola manajemen laba menurut Scott dalam Rahmawati [2007 : 73] dapat dilakukan dengan cara : 1. Taking a bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. 2. Income minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperikirakan turun drastic dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income maximization Dilakukan pada saat laba menurun. tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. 4. Income smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relative stabil.

2.3. Kerangka Pikir

Dokumen yang terkait

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, UKURAN PERUSAHAAN, DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Pada Perusahaan LQ 45yang Terdaftar di BEI)

0 4 20

ANALISIS PENGARUH MOTIVASI MANAJER DAN ASIMETRI INFORMASI TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

4 23 74

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI dan UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA ( STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI.

0 1 8

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP Pengaruh Asimetri Informasi Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur di BEI).

1 1 17

PENDAHULUAN Pengaruh Asimetri Informasi Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur di BEI).

0 0 7

PENGARUH DER, NPM, ROA DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG GO PUBLIK DI BEI.

0 2 92

PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE OPERASI DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTEK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 90

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG GO PUBLIK DI BEI

0 0 23

PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE OPERASI DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 22

PENGARUH DER, NPM, ROA DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG GO PUBLIK DI BEI

0 0 23