52 sehingga mempermudah TNI membangun sistem pertahanan
wehrkreise
. Sebaliknya, hal itu mempersulit Belanda untuk melakukan konsolidasi
untuk menegakkan kekuasaannya, dan membangun kembali pemerintahan di daerah-daerah yang telah didudukinya Himawan, 2006:310.
C. Masa Awal Pendudukan Belanda
1. Temanggung Dibumihanguskan
Diawali dengan agresi militer II, Belanda berhasil menguasai ibukota negara, Yogyakarta. Pasukan TNI segera menyingkir ke
pedalaman untuk menyusun kekuatan baru. Dengan demikian Belanda sangat leluasa meningkatkan gerakan militernya. Sesuai perintah Markas
Besar Angkatan Perang RI APRI, sebelum Belanda datang, taktik bumi hangus harus dilakukan. Senin, 20 Desember 1948, aksi bumi hangus
Temanggung dilaksanakan. Massa berkumpul sejak pagi hari di berbagai tempat di Temanggung, atas perintah Komandan Batalyon Terirtotial
Salmun, aksi bumi hangus dilakukan serentak di Temanggung, Parakan, dan Ngadirejo. Aksi massa itu di bawah kendali Kompi Oetoyo dibantu
polisi, Tentara Pelajar, pemuda Hisbullah, para pamong praja dan massa rakyat. Mereka merusak apa saja yang kemungkinan dapat dimanfaatkan
oleh Belanda. Di
kota Temanggung
terdapat 28
bangunan yang
dibumihanguskan. Bangunan-bangunan yang dibumi hanguskan antara lain: kantor Kabupaten, Penjara, Kantor Pengadilan, Gedung NIS, Gedung
SMP, Kantor Pos, Kantor Telpon, Kantor Kawedanan, asrama ALRI, pasar
53 Lor dan Kidul, Gedung Bioskop, Kantor PLN, Bank Rakyat, RPCM,
stasiun Kereta Api, kantor Pegadaian, Rumah Pemotongan Hewan, Pabrik Kertas, SR Alon-Alon, Kantor Asisten Residen, Jembatan Kali Kuas,
Markas ALRI, SD Sempurna, Penampungan Minyak, SR IV, Markas Hisbullah. Sejumlah jembatan pun dihancurkan, antara lain jembatan
Kalimurung, Kali Kuwas Tepungsari, Kali Deres, Kali Winong, Kali Tengguru, Kali Galeh Parakan, Kali Guntur, Kali Progo, dan Kali
Paponan. Untuk menghambat laju bala tentara Belanda, jembatan Progo di
Kranggan diprioritaskan untuk dihancurkan. Beberapa lokasi jembatan tersebut sudah dipasangi peledak. Tetapi rencana penghancuran jembatan
yang sangat strategis, untuk menuju Temanggung dan Wonosobo itu gagal karena jembatan Progo tidak hancur dan hanya berlubang. Jembatan Progo
yang tidak berhasil dihancurkan oleh TNI menguntungkan Belanda untuk dapat bergerak lebih maju lagi Emy, 2006:19.
2. Serangan Belanda di Temanggung
Tanggal 21 Desember 1948 pasukan Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Temanggung. Pada hari Selasa pagi
empat unit Mustang P-51 Belanda terlihat di atas langit Temanggung, berputar-putar lalu menukik sambil menembakkan peluru. Dengan sasaran
mobil yang bergerak atau tempat-tempat yang dianggap sebagai pos TNI. Kota Temanggung sunyi dan mencekam, yang berada di jalan-jalan hanya
unit-unit kecil patroli TNI dari Batalyon TerrKDM Temanggung dan
54 Polisi. Salah satu sasaran pesawat Mustang P-51 adalah asrama polisi di
Gemoh. Serangan pertama mengenai kotak mesiu yang berada disana, menimbulkan ledakan dan asap membumbung. Sehingga pesawat Belanda
menyangka tempat itu adalah pos tentara. Sambil terbang bersilangan, pesawat-pesawat Mustang P-51 kembali menembakkan peluru. Akibatnya
tangsi polisi Gemoh semakin porak poranda, ada beberapa korban jiwa dari petani yang meninggal dan terluka.
Seperti terjadi di tempat lain, serangan udara hanya untuk membuka jalan bagi pasukan darat yang akan melakukan pendudukan.
Sekitar pukul 13.45 pasukan Belanda mulai masuk dan menduduki Temanggung. Mereka menembus kota dari dua arah. Pertama dari
Sumowono melalui Ngoho, Kaloran, ke Temanggung. Pasukan ini merupakan bagian dari pasukan Brigade T. Kedua, dalam jumlah yang
jauh lebih besar, dari Brigade W, datang dari Magelang melalui Secang dan tembus ke Temanggung
Sehari kemudian, tanggal 22 Desember 1948 pukul 10.00 WIB, mereka berhasil masuk ke kota Temanggung yang hanya tinggal
reruntuhan. Setelah
rendezvous
di Temanggung, satuan Brigade T bergerak ke Yogyakarta memperkuat induk pasukannya. Temanggung
dijaga oleh
Vossen
Brigade V-BrigadeAnjing NICA dibantu serdadu kulit putih
Koninglijke Landmacht
KL hasil wajib militer di Belanda. Pasukan Belanda ini dipimpin oleh Mayor A. Van Zanten Mei 1947-Juli
55 1949. Sebagian anggota pasukannya yang berjumlah sekitar 900 personil
itu adalah orang Indonesia. Tentara pendudukan di Temanggung adalah bagian dari satu
pasukan besar yang berkedudukan di Magelang. Resimen yang dipimpin Mayor Van Zanten ini berkekuatan tiga Batalyon
infantry
, satu kompi korps elit baret merah, ditambah kompi-kompi bantuan tempur artileri,
kavaleri dan satuan anti serangan udara. Dengan tugas, selain melakukan pendudukan secara fisik, juga membentuk pemerintahan baru yang pro
Belanda. Pasukan Mayor Van Zanten hanya menguasai Temanggung dan Parakan yang lumpuh.
Tidak ada birokrasi sipil yang bisa difungsikan untuk melegitimasikan pendudukan Temanggung. Para tokoh birokrasi menolak
bekerjasama dengan tentara pendudukan dan memilih menyingkir ke pedalaman hingga akhirnya membentuk pemerintahan darurat
di pedesaan. Di dalam kota yang tertinggal hanya orang-orang Tionghoa dan sejumlah
birokrat yang tidak tahu apa yang harus diperbuat Husni, 2008:242-244. Di dalam kota, tersebar beberapa anak-anak sekolah yang sengaja tinggal
untuk memata-matai gerakan pasukan Belanda. Pasukan Belanda tidak menduga bahwa anak-anak tersebut bukanlah anak-anak sembarangan.
Sebagian dari mereka adalah anak-anak Tentara Pelajar Gerak mundur dilakukan oleh Pimpinan Komando Daerah Militer
KDM yang sekaligus merangkap sebagai Komandan Batalyon Teritorial Temanggung, Mayor Salmun. Bersama jajaran aparatur Pemerintah
56 Kabupaten dan beberapa Jawatan menuju ke lereng Sumbing selatan, ke
Desa Ngawen, Tembarak. Secara hirarkhis mereka berada di bawah komandan SWK Mayor Bintoro. Markas tentara dan kantor-kantor darurat
dibuka di rumah-rumah penduduk. Markas Polisi Temanggung mundur ke dukuh Kerokan desa Losari. Satuan Tentara Pelajar Brigade XVII sie
Temanggung terpencar. Ada yang bergerak ke arah Tembarak, ada juga yang ke Kandangan mengikuti Komandan Seksinya Kapten Soetarto.
Namun, pembentukan pemerintahan gerilya tidak disertai oleh Bupati Soetiwo yang memilih mengungsi ke Yogyakarta. Maka, Bupati Soetiwo
dilengserkan dan diganti oleh patihnya yaitu R. Soemarsono. Ketika KDM pindah dari Ngawen ke Kemloko, Bupati R. Soemarsono juga ikut ke sana.
Dari Kemloko selanjutnya KDM dan Bupati R. Soemarsono pindah ke
Nglamuk Gunung, kemudian pindah lagi ke Petarangan. Perpindahan markas dan kantor Pemerintahan Kabupaten itu dilakukan dengan jalan
kaki melalui jalan setapak, naik turun lembah jurang dan kadang-kadang harus berlindung dari intaian maupun gempuran dari pesawat udara
maupun kejaran patroli-patroli Belanda. 3.
Konsolidasi Angkatan Perang Setelah berhasil membumi hanguskan kota Temanggung, pasukan
TNI dan pejuang segera melakukan konsolidasi. Konsolidasi pertama menghasilkan 4 keputusan. Pertama, membantu struktur komando
organisasi. Kedua, membagi wilayah dan tanggung Jawab. Ketiga, membentuk pasukan mobil, dan keempat melakukan serangan mendadak,
57 penghadangan patroli Belanda, sabotase dan melakukan pengacauan di
daerah yang diduduki Belanda Gema, 2009:38. Temanggung masuk daerah STC II yang berada di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Sarbini, meliputi Kedu dan Semarang Barat. Kekuatan 5 batalyon TNI dengan persenjataan lebih kurang 80, serta
berbagai pasukan lain, sehingga jumlah seluruhnya lebih kurang 6 batalyon infanteri.
Tiga ―
sub
-
wehrkreise
‖ di utara, dipimpin oleh Mayor Akhmad Yani, Komando Brigade 9, dengan 3 batalyon infanteri dari brigade
tersebut, Mayor Panuju untuk wilayah Temanggung-Kendal, Mayor Suryosumpeno untuk Magelang, dan Mayor Daryatmo untuk Muntilan-
Salaman . Dengan tiap komandan ―
sub
-
wehrkreise
‖ turut pula bupati atau patih yang bersangkutan yang memimpin staf urusan sipil dalam
Pemerintahan Militer Kabupaten ―
sub
-
wehrkreise
‖, biasanya disertai pula kepala polisi dan beberapa orang kepala Jawatan kabupaten.
Penyusunan organisasi teritorial berjalan cepat dan tenaga umumnya cukup.
Tenaga pelajar
banyak disebarkan
untuk membantu
Nasution,1979:46. Mayor Salamun selaku Komando KDM, dibantu oleh Kapten
Yudomo selaku wakil Komando KDM ini membawahi OPI yang terbagi menjadi tiga. OPI I dipimpin seorang komandan Letnan Mutamat
Siswanto. OPI II dipimpin Letnan Utoyo dan OPI III dikomandani oleh Letnan Trisno dan Nirboyo.
58 OPI I membawahi Operasi Distrik Militer ODM Temanggung
dengan komandan Letnan Taryono, ODM Bulu dengan Komandan Letnan Darsono, ODM Tembarak dengan komandan Letnan Mardi Dembyak,
ODM Pringsurat dengan Komandan Letnan Sumardi, dan ODM Kranggan dengan komandan Letnan Sutjipto yang diganti serma Sudarno.
OPI II membawahi ODM Kaloran dengan komandan Letnan Tusi, ODM Kandangan dengan komandan Letnan Tamijis, ODM Kedu
dengan komandan Letnan Janan, dan ODM Jumo dengan komandan Letnan Marsaid.
OPI III membawahi ODM Ngadirejo dengan komandan Letnan Suwardikum, ODM Candiroto dengan komandan Letnan Permadi, ODM
Tretep dengan komandan Letnan Sayuti dan ODM Parakan dengan komandan Letnan Hartono.
Selain membentuk KDM-OPI dan ODM, TNI juga membentuk pasukan mobil. Pasukan Mukri yang merupakan pasukan mobil, memiliki
kekuatan satu Seksi dengan senjata lengkap. Pasukan lainnya di bawah pimpinan Istanto, berkekuatan satu kompi dengan persenjataan lengkap.
Pasukan Istanto dikenal sebagai kelompok yang sangat pemberani dan berdisiplin tinggi. Pasukan mobil juga memiliki satu seksi di bawah
pimpinan Usmanpuger dengan persenjataan tidak lengkap. Tugas utama pasukan Usmanpuger adalah memberikan penerangan dan pembinaan
kepada rakyat agar mereka tidak terhasut oleh pasukan Belanda. Pasukan
59 mobil lainnya adalah pasukan Cakra Buntung dengan persenjataan lengkap
yang dimotori oleh 3 pasukan Jepang. Pasukan TP Temanggung terpencar, ada yang bergerak ke arah
Tembarak, dan ada yang kearah Kandangan. Pasukan TP yang bergerak ke arah Tembarak segera melakukan konsolidasi bersama dengan pasukan
lainnya. Anggota TP Temanggung terdiri dari S. Hadly, Moeljono, Anthon Saroso, dan anggota ALRI serta para pemuda mengundurkan diri ke
selatan menuju Nglarangan, Pikatan Mudal, Botoputih dan Tagung untuk bergabung dengan Komando Distrik Militer. Disana banyak anggota
tentara dan kendaraan roda empat yang tidak berfungsi. Pasukan gabungan ini terdiri kurang lebih 30 orang, tertahan di desa Greges Tembarak dengan
kekuatan senjata
sten
, senjata Jepang,
karabyn
, dan granat tangan. Pimpinan kelompok tersebut diambil alih tiga orang anggota TP. Pohon-
pohon yang berada di tepi jalan ditebang untuk menjadi rintangan menghambat laju 1 batalyon pasukan Belanda. Serangan pertama Belanda
diarahkan ke daerah Tembarak sampai ke utara, dengan menggunakan pasukan darat dan udara, masuk melewati Windusari Magelang. Akibat
serangan ini, pertahanan republik di Greses hancur. Ada 2 orang ALRI dan seorang pelajar gugur dalam pertempuran ini.
Setelah pertempuran di Tembarak, Moeljono dan Hadhy menuju ke daerah Bulu, sewaktu menuju daerah Gunung Sumbing bertemu dengan
Pramono di daerah Tukbedoyo. Hampir setiap hari daerah ini mendapat serangan udara dan
kanon
dari daerah Temanggung. Sedangkan Anthon
60 Saroso terpisah dari mereka, yang pada akhirnya bertemu kembali di Desa
Pete Kandangan. Pasukan TP sebelah barat menuju ke Kandangan, dipimpin
Soemargo dan Abdulmajid mengundurkan diri dari kota melalui Mungseng. Tamat, Soeparno, Tjipto Darsono, Soekotko, membawa
amunisi menuju Kentengsari. Di daerah Kedu S. Hadhy dan Moeljono yang bertugas di KDM membawa beras dari Desa Putat ke Gunung
Sumbing untuk logistik tentara yang berada di daerah Bulu. Setelah ada kontak, S. Handly mencari induk pasukan di Kandangan dan bertemu
dengan rekan-rekannya. Setelah pasukan TP berhasil terkumpul kembali, komandan TP
Temanggung dipegang oleh Soetarto. Berdasarkan berbagai pertimbangan, Komandan KDM Temanggung Mayor Salamun mengambil satu keputusan
yang berani yaitu menyerahkan operasional daerah Kedu, Kandangan, dan Jumo kepada Tentara Pelajar di bawah pimpinan Sutarto yang diberi
pangkat Kapten Lokal. Daerah Kandangan dan sekitarnya yang merupakan daerah Sub
sektor pimpinan Soetarto dengan kekuatan pasukan satu kompi dengan
stoottroep
dipimpin Goenawan dan ditambah bantuan pasukan dari tentara. Pasukan TP dipimpin Gunawan dengan kekuatan kurang lebih dua regu
30 orang. Pangkat yang diberikan padi KDM Temanggung pada Soetarto adalah Kapten Lokal dengan susunan staff sebagai berikut:
61 Komandan
: Soetarto Kepala staf
: Abdoelmadjid Anggota staff
: Soekarno HP dan Pratiwanto Seksi-seksi
: a.
Goenawan dari TP b.
Marsono Yacob dari TP c.
Letnan Kliwon dari kompi Havik Suyono d.
Letnan Pratikto dari kompi Havik Suyono Sub sektor berkedudukan di Kandangan, sedangkan daerah
teritorinya meliputi Jumo, Kandangan, Pingit, Pringsurat. Daerah operasional meliputi daerah Temanggung, perbatasan kabupaten
Temanggung dengan SemarangAmbarawa. Sub sektor Kandangan di bawah Komando Distrik Militer yang berkedudukan di daerah Kledung
Gunung Sumbing bagian utara di bawah pimpinan Mayor Salamun bekerja sama dengan instansi militer lain yaitu OPI setingkat pemerintahan militer
kawedanan. Kerja sama antara OPI II pimpinan Bambang Oetoyo dengan instansi militer sub sektor Kandangan terjalin dengan baik berkat
dukungan dari rakyat setempat dan usaha mereka sendiri. Penyusunan pemerintahan gerilya di onderan-onderan telah
melanjut, siap sebagai pangkalan perang gerilya selama waktu yang diperlukan. Serangan malam, penghadangan, perusakan jalan,
kanonade
, tembakan senapan mesin dan sebagainya telah menjadi kebiasaan bagi
rakyat desa Nasution,1979:58.
62
D. Perang Gerilya