PERANAN GURU DALAM MENANAMKAN NILAI KEJUJURAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATI AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PERANAN GURU DALAM MENANAMKAN NILAI KEJUJURAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATI AGUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh Hestia

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan guru dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa di SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013. Secara khusus menjelaskan peran guru sebagai pembimbing, pendidik pengajar, dan motivator. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan sampel 40 responden. Teknik pokok pengumpulan data menggunakan Angket, analisis data menggunakan Teknik Persentase

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa secara umum guru belum maksimal dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran. Secara khusus guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pendidik dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pembimbing dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pengajar dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai motivator dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan dibidang pendidikan di Indonesia adalah meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkpribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif dan inovatif, terampil berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Tujuan tersebut ditempuh antara lain melalui proses pembelajaran yang salah-satunya dilembaga pendidikan formal disekolah.. Sekolah sebagai lembaga pendidikan secara langsung memiliki tanggung jawab membentuk anak-anak didiknya menjadi anak yang mempunyai karakter disiplin, mandiri, jujur dan selalu berusaha meningkatkan kemampuan dirinya.

Karena pentingya pendidikan sekolah dalam pembangunan, maka seorang guru memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya seorang guru merupakan seseorang yang merupakan poin utama dalam tercapainya suatu tujuan pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal. Jadi dapat dikatakan berhasil atau tidaknya suatu peroses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh seorang pendidik atau guru. Untuk mencapai


(3)

keberhasilannya guru diharapkan dapat menjalankan peranannya sebagai sebagai pendidik, pengajar, motivator dan pembimbing yang paling penting adalah guru diharapakn bisa membimbing siswa-siswanya agar bisa bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan dalam pendidikan sangat bergantung pada pelaksana pendidikan yaitu guru, maka program pembelajaran yang diberikan kepada siswa harus membina dan mengembangkan pendidikan karakter siswa.. Dalam proses pembelajaran guru diharapakan tidak hanya memberikan penjelasan materi dengan ceramah tetapi yang paling penting adalah seorang guru membangun dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia dalam konteks kehidupan sehari-hari sehingga kemudian diharapkan anak-anak didiknya menjadi anak yang mempunyai karakter disiplin, mandiri, jujur dan selalu berusaha meningkatkan kemampuan dirinya.

Peranan guru sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran pada siswa, karena guru sering bersentuhan langsung dengan anak-anak didiknya dalam proses pembelajaran. Saat proses itulah peran-peran guru menanamkan tradisi kejujuran kepada siswa-siswinya.

Menanamkan nilai kejujuran, terutama di lingkungan pendidikan terasa semakin sulit antara lain penyebabnya adalah krisis keteladanan, sanksi yang diberikan oleh guru di sekolah tersebut kurang tegas tidak adanya kesamaan antara kata-kata dan perbuatan hal tersebut semakin merambah hampir di setiap ranah kehidupan termasuk di lembaga pendidikan.


(4)

Jujur menurut kamus bahasa Indonesia memiliki arti lurus hati tidak curang maka dapat di simpulkan bahwa siswa yang memiliki karakter jujur adalah siswa yang batinnya cendrung lurus atau tidak curang sehingga mempengaruhi pikirannya untuk selalu mencari cara berbuat jujur yang kemudian diwujudkan dalam sikap dan tingkah lakunya baik terhadap dirinya maupun lingkungannya.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan melalui dokumentasi guru BK dan guru kelas VIII SMP Negeri 1 Jati Agung didapat data sebagai berikut:

Tabel 1.1 : Jenis-Jenis Prilaku tidak jujur yang dilakukan oleh siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan TP.2012/2013. No Jenis Prilaku yang

tidak jujur

Kelas Jumlah

VIII A VIII B VIII C VIII D

1 Mencuri 1 1

2 Mencontek saat Ulangn

2 3 2 5 12

3 Alpa dan memberikan keterangan yang tidak

jujur

4 12 12 5 33

4 Bolos dengan memberikan keterangn

yang tidak jujur

4 4 - 6 6

5. Tidak Mengumpukan tugas sesuai dengan

kesepakatan yang telah ditentukan

1 5 3 7 16

6 Terlambat masuk Kelas.

2 2 2 12 18

7 Tidak mengikuti jam pelajaran

2 5 - 6 13

Jumlah 15 32 19 41 99


(5)

Tabel 1.1 menjelaskan bahwa banyak kasus yang dilakukan oleh siswa SMP Negeri 1 Jati Agung yang mecerminkan prilaku tidak jujur mulai dari mencuri 1 orang, mencontek saat ulangan 12 orang, alpa dan memberikan keterangan yang tidak jujur 33 orang, bolos dan memberikan keterangan yang tidak jujur 16 orang, tidak mengumpulkan tugas sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan 16 orang, terlambat masuk kelas 18 orang, dan tidak mengikuti jam pelajaran.

Gejala-gejala atau perilaku siswa diatas menunjukan adanya pelanggaran nilai kejujuran. Dengan kata lain penanaman nilai kejujuran di sekolah belum maksimal. Dalam hal ini merupakan tanggung jawab dari guru untuk memperbaiki perilaku siswa tersebut melalui penanaman nilai kejujuran dalam proses pembelajaran baik dalam kelas maupun luar kelas.

Tanggung jawab guru dalam penanaman nilai kejujuran diwujudkan melalui peran guru dalam pembelajaran yaitu peran guru sebagai pembimbing, pendidik, pengajaran dan motivator. Peran guru sebagai pembimbing adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap, guru sebagai pembimbing memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya, membimbing siswa kearah yang lebih baik, mengarahkan siswanya dari tindakan yang menyimpang, memberikan contoh atau sebagai model bagi siswanya dengan cara berprilaku baik dan sesuai etika misalnya peran guru dalam membangun tradisi kejujuran kepada murid-muridnya saat ulangan guru menyampaikan agar tidak mencontek pada


(6)

teman maupun buku catatan, pesan itu disampaikan dengan bahasa yang sederhana yang bisa ditangkap anak didiknya.

Peran guru sebagai pendidik merupakan peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas-tugas-tugas pengawasan dan pembinaan agar siswa menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat Guru sebagai pendidik harus mengontrol setiap aktivitas siswa agar tingkah laku siswa tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada dan guru harus bisa menanamkan nilai karakter yang baik kepada siswa seperti menanamkan nilai kejujuran pada siswa .

Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut untuk menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya guru juga harus memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar. Peran guru sebagai pengajar dalam menanamkan nilai kejujuran guru diharapkan dapat memberikan ajaran-ajaran dan manfaat kejujuran kepada anak murid. Dalam peroses pengajaran-ajaran peran guru dalam menanamkan nilai kejujuran dapat dilakukan dengan cara menyampaikan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai kejujuran, memberikan ajaran-ajaran mengenai arti dan manfaat kejujuran kepada murid dan memberikan contoh yang nyata dalam kehidupan. Adapun peran guru sebagai motivator adalah Bersikap terbuka, dalam arti guru harus melakukan tindakan yang mampu memotivasi murid agar mampu menumbuhkan karakter kejujuran dalam dirinya.


(7)

Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti mengadakan penelitiaan dengan judul “Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa Kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian ini adalah peranan guru dalam menanamkan nilai kejujuran Pada Siswa Kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut secara umum bagaimana peran guru dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/201, Secara khusus adalah:

1. Bagaimana peran guru sebagai pembimbing dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa Kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Bagaimana peran guru sebagai pendidik dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa Kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013?

3. Bagaimana peran guru sebagai pengajar dalam menanamkan nilai kejujuran Pada Siswa Kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013?


(8)

4. Bagaimana peran guru sebagai motivator dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa Kelas VIII SMP N 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013?

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan guru dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013. Secara khusus menjelaskan peran guru sebagai pembimbing dalam menanamkan nilai kejujuran, menjelaskan peran guru sebagai pendidik dalam menanamkan nilai kejujuran, menjelaskan peran guru sebagai pengajar dalam menanamkan nilai kejujuran, dan menjelaskan peran guru sebagai motivator dalam menanamkan nilai kejujuran.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Penelitian tentang peranan Guru Dalam Menanamkan Nilai kejujuran pada siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013, secara teoritik dapat menerapkan konsep, teori dan prinsip pendidikan khususnya pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan dalam wilayah kajian Nilai Moral Pancasila untuk menumbuhkan nilai kejujuran pada siswa baik itu di sekolah maupun diluar sekolah.


(9)

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini adalah:

1. Membantu siswa untuk bisa menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi guru, untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dalam penanaman nilai moral kepada siswa dan mengarahkan siswa agar bisa menanamkan nilai kejujuran.

3. Menambah khasanah ilmu pendidikan, khususnya ilmu pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan umumnya dapat memberikan imformasi dan sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan kesadaran pentingnya nilai kejujuran , khususnya siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang Lingkup Ilmu dalam Penelitian ini adalah Ilmu pendidikan, khususnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam wilayah kajian Nilai Moral yang mengkaji tentang Keterampilan, Sikap, dan Nilai serta Prilaku Nyata baik disekolah maupun masyarakat.

2. Ruang Lingkup Objek

Ruang lingkup objek dari penelitian ini adalah Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013


(10)

3. Ruang Lingkup Subjek

Ruang Lingkup Subjek dalam Penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi di kelas VIII A Sampai D Siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013

4. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang Lingkup wilayah pada penelitian ini adalah di SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

5. Ruang Lingkup Waktu

Ruang lingkup Waktu dalam Penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai selesai penelitian ini .


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diskripsi Teori

1. Pengertiaan Peranan

Setiap orang pasti akan memiliki peran dalam kehidupan ini, misalnya di lingkungan sekolah, di lingkungan tersebut tentunya akan terdapat peran yang diambil tiap masing-masing individu, seperti peran sebagai kepala sekolah, peran sebagai guru, peran sebagai siswa, dan lain sebagainya. Namun dalam pembahasan ini akan dibatasi pada peranan guru. Sebelum membahas lebih jauh akan lebih baik jika kita mengetahui apa pengetian dari peran itu sendiri.

Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Selain itu, peranan atau role (Bruce J. Cohen, 1992: 25) juga memiliki beberapa bagian, yaitu:

1. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang dalam menjalankan suatu peranan.


(12)

2. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu. 3. Konflik peranan (Role Conflick) adalah suatu kondisi yang dialami

seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain. 4. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan

secara emosional.

5. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan peranan tertentu.

6. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti.

7. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya.

8. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasiaan yang bertentangan satu sama lain.

Peranan yang dimaksud dalam penelitiaan ini adalah prilaku seseorang sesuai dengan status kedudukannya dalam masyarakat.

Pengertian Peranan diungkapkan oleh Soerjono Soekanto:“Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang


(13)

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan”.(Soerjono Soekanto, 1990: 268).

Terdapat dalam ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosial peranan adalah “tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan tertentu” (Koentjoroningrat, 1986:35).

Pendapat lain dikemukakan oleh Livinson yang dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa :

a. Peranan meliputi norma – norma yang diungkapkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat,

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi,

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat (Soerjono Suekanto, 1990:221).

Berdasarkan pengertiaan diatas, peranan dapat diartikan sebagai suatu prilaku atau tingkah laku seseorang yang meliputi norma-norma yang diungkapkan dengan posisi dalam masyarakat. Pendapat lain dalam buku sosiologi suatu pengantar bahwa “Peranan adalah suatu prilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu”. (Bruce J Cohen, 1992:76).

Wirutomo dalam David Berry (1981: 99–101) bahwa“peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya”. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial


(14)

tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain.

Peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

Pendapat lain Alvin L.Bertran yang diterjemahkan oleh soeleman B. Taneko bahwa “Peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memangku status atau kedudukan tertentu”. (Soeleman B. Taneko, 1986: 220)

Berdasarkan Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan aspek dinamis berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh orang atau badan atau lembaga yang menempati atau mengaku suatu posisi dalam sistem sosial.


(15)

2. Pengertian Guru

Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai-nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila. Sebelum membahas lebih lanjut untuk lebih baiknya kita bahas pengertiaan dari guru itu sendiri.

Pendapat N.A. Ametembun dalam Sayaiful Bahri Djamarah (2009:32), bahwa “guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, di sekolah maupun diluar sekolah”. Sedangkan menurut Hamid Darmadi (2010: 59),” guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam proses pembelajaran”.

Berdasarkan Pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa Guru adalah sosok yang menjadi pembimbing bagi siswanya, yang memiliki kemampuaan dalam bidang kependidikan juga dalam bidang yang lain yang mampu menjadi bekal dalam membina pribadi anak.

Guru juga merupakan pendidik professional, yang didalam Undang-Undang No.14 tahun 2005 dijelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada


(16)

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Sehingga dapat kita simpulkan “Guru” adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamrah (2005: 1) bahwa “Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia sumber yang menepati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan”.

Kaitannya dengan dunia pendidikan, guru merupakan lembaga kependidikan yang menjadi salah-satu tokoh dalam penyelenggaraan pendidikan.Seperti yang ada dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 dijelaskan bahwa “tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdi diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”.

Berdasarkan pengertian guru yang telah dikemukakan diatas, dapat dilihat bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuaan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal, tetapi juga bias di mesjid, surau/ musala, dirumah dan


(17)

sebagainya selain itu guru juga merupakan semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual, maupun klasikal, disekolah maupun diluar sekolah. Dengan kata lain guru merupakan seorang individu masyarakat yang mengabdi diri dalam dunia pendidikan yang menjadi tokoh utama dalam pendidikan.

UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strara S-1, apalagi bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). Untuk mengukur kemampuan kualifikasi guru dapat dilihat dari tiga hal. Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain: a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 c. Berkepribadian dewasa

d. Mandiri (independen judgement), e. Penuh rasa tanggungjawab

f. Berwibawa g. Berdisiplin h. Derdedikasi

Menjadi seorang guru diatur dengan beberapa persayaratan, yakni berijazah, professional, sehat Jasmani, dan rohani, taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bertanggung Jawab, serta berjiwa nasional.


(18)

Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.

Guru harus bertanggung Jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa dimasa yang akan datang.

Seorang guru harus memiliki akhlak atau kode etik yang baik, karena guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Menurut Burhanuddin Salam ( 1997: 200-201) ada beberapa kode etik atau akhlak guru yang harus diperhatikan dalam mengajar, yaitu sebagai berikut:

a. Berniat dengan ikhlas, maksudnya hendaklah guru mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan penuh keikhlasan hati karena mengharap keridaan Allah SWT .

b. Kasih sayang, hendaklah seorang guru merasa diri sebagai orang tua yang memandang murid-muridnya seolah-olah sebagai anaknya


(19)

sendiri. Guru haruslah bersikap menyayangi muridnya dan membimbingnya seperti anaknya sendiri.

c. Hikmah kebijaksanaan, yang berarti guru harus berlaku bijaksana dalam mengajar. Hendaklah memilih suatu sistem dan metode didaktik yang tepat

d. Memilih waktu yang tepat untuk menjaga kebosanan murid, haruslah guru mengadakan jadwal pelajaran.

e. Memberi teladan, guru tidak hanya mengajar dalam bentuk lisan, namun yang lebih penting ialah guru harus memberikan contoh perbuatan (teladan) baik yang mudah ditiru oleh murid-muridnya.

3. Pengertiaan Peranan Guru

Setiap kedudukan yang ada dalam suatu struktur sosial yang dipegang oleh seseorang, maka akan ada tanggung jawab yang diemban oleh orang tersebut. Selain tanggung jawab, orang tersebut juga memiliki peranan yang diperoleh dari kedudukan tersebut. Begitu pula dengan guru, sebagai seorang pendidik guru memiliki peranan dalam pendidikan. Peranan guru adalah suatu komponen dari dasar-dasar interaksi belajar mengajar sebagaimana yang dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman (1984: 1) bahwa “peranan guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuan”.


(20)

Berdasarkan pengertian diatas, peranan guru dapat diartikan sebagai serangkaian tingkah laku guru yang berhubungan dengan perkembangan siswa kearah yang lebih baik guna mencapai tujuan pendidikan. Peran guru tersebut muncul dari kedudukannya sebagai seorang pendidik yang memiliki tanggung jawab yang besar pada perkembangan siswa.

Sementara itu Soetomo dalam syaiful (2000: 45) menyatakan “peranan guru dalam proses pendidikan di sekolah adalah:

a. Guru sebagai pendidik b. Guru sebagai pengajar c. Guru sebagai pembimbing d. Guru sebagai administrator”

Sehubungan dengan fungsinya sebagai “pengajar”, “pendidik” dan “pembimbing”, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain.

Syaiful Bahri Djamarah (2009: 34) juga menyatakan pendapatnya

bahwa:

Banyak peranan yang diperlukan guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peran yang diharapkan dari guru seperti disebutkan dibawah ini:

1) Korektor, sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk.

2) Inspirator, guru harus mampu memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar siswa.


(21)

3) Informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4) Organisator, dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya.

5) Motivator, guru hendaknya dapat mendorong siswa agar bergairah dan aktif dalam belajar.

6) Inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

7) Fasilitator. 8) Pembimbing.

Dilihat dari pendapat di atas maka dapat kita tarik kesimpulan, bahwa peranan guru meliputi sebagai demonstrator, pengelola kelas, korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, yang kesemuanya itu sangat penting dalam mendukung dan memperlancar proses belajar-mengajar

Abi Abin Syamsudin (2003:72) mengemukakan bahwa dalam pengertiaan pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai:

a. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan

b. Inovator (pengembang ) sistem nilai ilmu pengetahuaan

c. Transmitor (penerus) sistem- sistem nilai tersebut kepada peserta didik.

d. Transformator ( penterjemah ) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan prilakunya dalam proses interaksi dengan sasaran didik.

e. Organisator (penyelenggaraan) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara formal ( kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral ( kepada sasaran didik serta Tuhan yang menciptakannya.)


(22)

Lebih luas lagi Hamid Darmadi (2010:39) mengatakan “pendidik mengembangkan peran-peran sebagai ukuran koknitif, sebagai agen moral, sebagai inovator, dan kooperatif”.

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Peranan Guru merupakan serangkaian komponen yang merupakan bagian dituntut harus bisa membentuk pelajar yang mempunyai kepribadian Pancasila, melek politik, melek hukum dan berpartisipasi dalam pembangunan serta membekali pelajar dengan ilmu pengetahuan yang semuanya ini akan menjadi bekal bagi pelajar dalam berperilaku di masyarakat, bangsa dan Negara.

Menurut Dickey dalam Oemar Hamalik (2009: 48) Peranan Guru di dalam kelas meliputi:

a. Guru sebagai pengajar.

b. Guru sebagai pemimpin kelas. c. Guru sebagai pembimbing d. Guru sebagai ekspditur e. Guru sebagai motivator f. Guru sebagai konselor

Dilihat dari pendapat diatas maka dapat kita tarik kesimpulan dalam hubungannya dengan menanamkan nilai kejujuran pada siswa maka peran Guru sebagai Pendidik, Pembimbing dan motivator peranan ini dapat dilaksanakan apabila guru memenuhi syarat-syarat keperibadiaan dan penguasaan ilmu. Guru akan mampu mendidik dan mengajar apabila dia mempunyai ksetabilan emosi, memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk memajukan anak didik untuk bersikap realistis, bersikap jujur serta bersikap terbuka dan peka terhadap perkembangan, terutama terhadap


(23)

inovasi pendidik. Sehubungan dengan perananya sebagai pendidik dan pengajar, guru harus menguasai ilmu, antara lain mempunyai pengetahuaan yang luas, menguasai bahan pelajaran serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan mata pelajaran/bidang studi yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek mendidik, teori kurikulum metode pengajaran, teknologi pendidikan, teori evaluasi, dan psikologi belajar dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.

4. Pengertian Nilai

Metode terbaik untuk mengajarkan nilai kepada anak-anak adalah contoh atau teladan. Teladan selalu menjadi guru yang paling baik. Sebab sesuatu yang di perbuat melalui keteladanan selalu berdampak lebih luas, lebih jelas dan lebih berpengaruh dari pada apa yang dikatakan keteladanan mutlak harus ada jika ingin generasi muda bangsa ini menjadi generasi yang bernilai. Keteladanan dimaksud adalah keteladanan dari semua unsur yaitu orang tua, pendidik/guru, para pemimpin, dan masyarakat.

Disamping keteladanan sebagai guru yang utama, pengajaran nilai di sekolah perlu juga menggunakan metode pembelajaran yang menyentuh


(24)

emosi dan keterlibatan para siswa seperti metode cerita, permainan, simulasi dan imajinasi. Dengan metode seperti itu, para siswa akan mudah menangkap konsep nilai yang terkandungdi dalamnya.

Menurut Koyan (2000: 12), “nilai adalah segala sesuatu yang berharga. Menurutnya ada dua nilai yaitu nilai ideal dan nilai aktual. Nilai ideal adalah nilai-nilai yang menjadi cita-cita setiap orang sedangkan nilai aktual adalah nilai yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari.”

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Kohlberg (Zuchdi,2003:3) mengklasifikasikan nilai menjadi dua, yaitu nilai obyektif dan nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai yang bersifat intrinsik yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang masa secara universal. Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat kebenaran, keindahan dan keadilan. Adapun nilai subyektif yaitu nilai yang sudah memiliki warna, isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan budaya kelompok masyarakat tertentu.

Sementara itu menurut menurut Horrocks dalam Muhammad Ali (2008: 134) nilai adalah Sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.

Menurut spranger dalam Muhammad Ali (2008:134), “nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduaan oleh individu untuk


(25)

menimbang dan memilih alternative keputusan dalam situasi sosial tertetu.”

Berdasarkan pendapat mengenai pengertian dari nilai tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga bagi kehidupan manusia.

Secara garis besar nilai dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilai-nilai Nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of giving). Nilai-nilai nurani adalah Nilai-nilai yang ada dalam diri manusia kemudiaan berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberaniaan cinta damai keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas kemurniaan dan kesesuaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu diperaktekkan atau diberikan yang kemudiaan akan diterima sebanyak yang diberikan. yang termasuk pada kelompok nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.

Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini dapat diberikan, melalui pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara matang. Direncanakan dan dirancang tentang nilai-nilai apa saja yang akan diperkenalkan, metode dan kegiatan apa yang dapat digunakan untuk menawarkan dan menanamkan nilai-nilai


(26)

tersebut. Nilai-nilai yang akan ditawarkan dan ditanamkan kepada siswa harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak. pada tahap awal proses penanaman nilai, anak diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Tatanan hidup dalam masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada dalam keluarga. Pada tahap awal, anak diperkenalakan pada penalarannya, tahap demi tahap. Semakin tinggi tingkat pendidik anak, semakin mendalam unsur pemahaman, argumentasi, dan penalarannya. Nilai- nilai hidup yang diperkenalkan dan ditanamkan ini merupakan realitas yang ada dalam masyarakat kita.

5. Pengertian Kejujuran

Dalam arti umum kata jujur diartikan lurus hati, tidak bohong, tidak curang dan tulus ikhlas. Dalam arti khusus dapat diartikan sifat jujur, ketulusan hati dari pengertiaan diatas dapat kita simpulkan bahwa kejujuran merupakan suatu sifat yang melekat pada manusia yang berupa fotensi dasar yang semua orang memilikinya. Diantara manusia itu ada yang tingkat kejujurannya rendah dan tingkatnya kejujurannya yang tinggi hal ini dapat kita lihat dari beberapa segi dan prilaku manusia itu baik dari perkataannya maupun perbuatannya.

Jujur jika diartikan secara baku adalah “mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran”. Dalam praktek dan penerapannya secara hukum tingkat


(27)

kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuaan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi.

Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harfiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya orang tersebut sudah dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, berbohong, munafik atau lainnya

Sementara itu menurut Kelly (psikologi-untar.blogspot.com)“Kejujuran adalah dasar dari komunikasi yang efektif dan hubungan yang sehat”. Ini membuktikan bahwa kejujuran sangat penting, supaya hubungan anak dan keluarga dapat terjalin dengan harmonis. Kejujuran juga akan menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dan akan terciptanya rasa kepercayaan. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap ransangan-ransangan yang berasal dari lingkungan luar. Dengan demikian, pada masa anak sangat ideal untuk orang tua menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya.

Menurut Thomas Lickona (1992: 45) kejujuran adalah :

Honesty is one such value. Dealing honesty with people-not deceaving them, cheating them, or stealing from them-is one basic way of respecting them. So is fairness, which requires us to treat people impartially and not play favorites.

Pernyataan tersebut diartikan bahwa kejujuran adalah salah-satu nilai yang berhubungan dengan masyarakat, tidak membohongi mereka, mencurangi


(28)

mereka, tidak mencuri sesuatu dari mereka, adalah salah-satu cara menghormati mereka.

Pendidikan karakter ada tiga langkah memunculkan kebajikan pada anak-anak. Pertama mengetahui (knowing) kebajikan tersebut, kedua merasakan (feeling) kebajikan tersebut dan ketiga melakukan (acting) kebajikan tersebut. Misalnya agar kejujuran tertanam dalam diri anak-anak, mereka perlu tahu apa itu kejujuran, apa saja prilaku yang disebut jujur itu, dan apa yang bisa mereka lakukan di masyarakat. Lalu mereka perlu merasakan secara emosional tentang kejujuran. Bisa berupa kebahagiaan jika bersikap jujur. Orang tua menjelaskan secara emosional apa yang terjadi jika kawan mereka dibohongi dan apa yang akan mereka rasakan jika mereka dibohongi atau tidak diperlakukan dengan jujur. Kemudiaan anak-anak membiasakan diri dengan cara berkata dan bertindak jujur dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua juga mengingatkan jika suatu ketika mendapati anak-anaknya berkata dan bertindak tidak jujur.

Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa kejujuran merupakan kualitas manusiawi melalui manusia mengomunikasikan diri dan bertindak secara benar (truthfully). Karena itu, kejujuran sesungguhnya berkaitan erat dengan nilai kebenaran, termasuk di dalamnya kemampuan mendengarkan, sebagaimana kemampuan berbicara, serta setiap perilaku yang bisa muncul dari tindakan manusia. Secara sederhana, kejujuran bisa diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekpresikan fakta-fakta


(29)

dan keyakinan pribadi sebaik mungkin sebagaimana adanya. Sikap ini terwujud dalam perilaku, baik jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri (tidak menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi maupun kenyataan batin dalam diri seorang individu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus ikhlas. Sedangkan kejujuran merupakan sifat jujur, ketulusan hati, kelurusan (hati). Oleh karena itu, pengertian kejujuran atau jujur adalah tidak berbohong, berkata atau memberikan informasi sesuai kenyataan”. Kejujuran adalah investasi yang sangat berharga, karena dengan kejujuran akan memberikan manfaat yang sangat banyak dalam kehidupan kita di masa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat di simpulkan bahwa siswa yang memiliki karakter jujur adalah siswa yang batinnya cendrung lurus atau tidak curang sehingga mempengaruhi pikirannya untuk selalu mencari cara berbuat jujur yang kemudian diwujudkan dalam sikap dan tingkah lakunya baik terhadap dirinya maupun lingkungannya.

Ciri-ciri orang yang berperilaku jujur adalah yang diungkapkan merupakan sesuatu yang nyata adanya, biasanya dapat diterima akal pikiran/logika, sikapnya tenang dan menyorotkan suatu kebenaran dan bahasa tubuhnya tidak gelisah.

Individu berbuat jujur dan tidak jujur pasti dipengaruhi faktor-faktor pendorong. Faktor pendorong berperan penting dalam mempengaruhi


(30)

seseorang akan berperilaku jujur atau tidak. Faktor pendorong yang terutama dari individu sendiri dan lingkungannya. Faktor pendorong dari individu adalah nurani karena selalu mengacu kepada nilai-nilai luhur yang menolak kebohongan, agama karena ajaran agama menjelaskan secara nyata tentang nilai kejujuran dan keutamaannya juga mencegah perbuatan bohong, dan harga diri karena harga diri seseorang akan memikirkan perbuatan yang akan ia lakukan dan lingkungan yaitu dari pergaulan seperti teman, sahabat, dan situasi kondisi yang harus memaksa untuk berperilaku tidak jujur.

6. Menanamkan Nilai Kejujuran

Kejujuran diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan seseorang sesuai dengan hati nurani dan norma peraturan yang ada. Jujur berarti menepati janji atau kesanggupan, baik yang berbentuk kata-kata maupun yang ada dalam hati. Menghindari sikap bohong, mengakui kelebihan orang lain. mengakui kekurangan, kesalahan atau keterbatasan diri sendiri, memilih cara-cara terpuji dalam menempuh ujian, tugas atau kegiatan. Kejujuran merupakan nilai yang perlu dimiliki oleh setiap orang maka perlu ditanamkan terus-menerus dalam kehidupan manusia, baik itu menyangkut sikap dan perilaku yang berhubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan masyarakat, bangsa, maupun perilaku dan sikap terhadap alam sekitar.


(31)

Moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa modern dan beradab. Bangunan masyarakat yang sehat adalah yang didasarkan atas nilai -nilai kejujuran. Kejujuran pada gilirannya akan menumbubkan kepercayaan (trust), dan kepercayaan merupakan salah satu unsur modal Sosial. Untuk itu tugas pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada setiap komponen di dalamnya, baik itu siswa, staff guru maupun komponen lainnya

Penanaman nilai kejujuran ini harus terus menerus dilakukan mulai dari keluarga dan terus diasah di sekolah. Penanaman nilai kejujuran di sekolah bisa dilakukan melalui setiap aktivitas yang ada di sekolah, baik dalam hubungan antara siswa dan guru, siswa dan teman-temannya, maupun siswa dengan semua orang yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Setiap hari guru dapat mengasah kejujuran siswa melalui kegiatan pengajaran baik dalam mengungkapkan pendapat, dalam ulangan harian, dalam memberikan argumentasi dan masih banyak kegiatan lain yang dapat dijadikan sarana untuk menanamkan nilai kejujuran ini. Sebagai contoh seorang siswa terlambat masuk kelas, atau seorang siswa yang ditegur karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah, siswa yang tidak membawa buku paket.

Mengembangkan nilai kejujuran pada anak, orang tua dan guru sangat berperan penting. Orang tua dan guru adalah orang yang paling dekat dan paling mempengaruhi pertumbuhan anak.


(32)

Seluruh etika kejujuran dan integritas dimulai sejak dini. Berdasarkan pernyataan diatas dapat dilihat bahwa peran orang tua dalam mengembangkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini sangat penting dan itu akan mempengaruhi sikapnya pada usia remaja bahkan hingga dewasa. Selain dapat meningkatkan nilai kejujuran, anak juga akan memiliki integritas yang tinggi dalam hidupnya. Orang tua harus menerapkan kejujuran dalam lingkungan keluarga dan harus memberi contoh atau panutan terhadap anak-anak mereka. Dengan demikian anak akan bertumbuh dengan nilai kejujuran yang tinggi dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

Menurut Kelly (http://nilaikejujurananak.blogspot.com), “orang tua harus mendorong dan mendukung anak untuk berkata jujur, dan tidak meminta anak untuk berkata tidak jujur demi kepentingan orang tua. Selain itu, orang tua juga tidak boleh memanggil anaknya dengan sebutan pembohong karena akan membuat anak bertumbuh menjadi pembohong”. Peran guru di sekolah juga penting dalam mengembangkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini. Misalnya memberi sanksi terhadap murid yang bertindak tidak jujur saat ujian berlangsung. Dengan demikian dapat melatih anak untuk disiplin dan bertindak jujur. Anak tahu kalau berlaku tidak jujur akan merugikan dirinya sendiri. Guru juga dapat memberikan ajaran-ajaran mengenai arti dan manfaat kejujuran kepada anak murid.

Menurut Thomas Lickona (1992: 77) Dengan menghormati untuk jujur guru seharusnya mampu mengatakan pada siswa-siswa atau membimbing


(33)

mereka, melalui diskusi untuk merealisasikan bahwa mencontek adalah salah karena beberapa alasan:

1. Hal itu mampu menurunkan rasa hormat, karena kamu tidak akan pernah merasa bangga untuk apapun yang kamu dapatkan karena mencontek.

2. Mencontek adalah sebuah kebohongan karena itu menipu orang lain, menjadi berpikir bahwa kamu tahu lebih dari apa yang kamu lakukan. 3. Mencontek melanggar kepercayaan guru bahwa kamu akan melakukan

pekerjaanmu sendiri. Selanjutnya merusak seluruh hubungan kepercayaan diantara guru dan dia atau kelasnya.

4. Mencontek tidak adil untuk semua orang yang tidak melakukan mencontek.

5. Jika sekarang kamu curang disekolah kamu akan menemukannya lebih mudah untuk mencontek disituasi-situasi selanjutnya.

7. Kendala dalam Mendidik Anak Untuk Jujur

Mendidik anak untuk selalu bersikap jujur pasti muncul kendala-kendala yang menghambat anak untuk bersikap jujur. Tidak sedikit kendala yang akan dialami oleh orang tua. Kendala-kendala itu dapat dibagi menjadi kendala internal dan kendala ekternal.

Kendala internal yaitu kendala yang berasal dari dalam diri pribadi anak. Kendala-kendala itu dapat berupa sikap anak yang tidak mau dididik atau sikap melawan terhadap orang tua.


(34)

Menurut Mulyadi (1997: 34) “perilaku anak yang berbohong juga dapat dilakukan anak dengan cara menambah atau mengurangi kata yang sebenarnya terjadi”. Itu dilakukan karena anak ingin merasa aman atau melindungi diri dari ancaman.

Kendala eksternal yaitu kendala yang berasal dari luar diri pribadi anak. Kendala-kendala itu dapat berupa cara orang tua mendidik anak dengan keras atau orang tua yang tidak memberikan contoh yang baik kepada anak. Misalnya orang tua suka berkata tidak jujur atau berbohong kepada anak sehingga anak juga menjadi terbiasa untuk berbohong. Jika orang tua mengetahui anaknya berbohong, hendaknya orang tua tidak memarahi atau menghukum anak, tetapi orang tua menasehati anak bahwa kebohongan itu tidak baik.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan Perbandingan, maka peneliti membandingkan penelitiaan ini dengan penelitiaan lain yang memiliki kemiripan salah satu variabelnya:

a. Skripsi yang berjudul “ Peranan Guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB) Sukarame Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2006/2007”. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Universitas Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan


(35)

tahun 2011. Penelitian ini dilatarbelakangi olehanak-anak yang mempunyai kelainan disebabkan karena tidak berfungsinya salah satu organ tubuh baik yang bersifat jasmani maupun rohaniah. Kelainan yang dialami oleh anak-anak tersebut merupakan suatu fungsi baik yang mengarah keatas (super normal) maupun penyimpangan yang mengarah kebawah (subnormal). Untuk mengatasi hal tersebut maka guru memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya seorang guru merupakan seseorang yang merupakan poin utama dalam tercapainya suatu tujuaan pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal. Jadi dapat dikatakan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh seorang pendidik atau guru.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori peran dalam teori peran Biddle dan Thomas (1966: 78) memberikan empat peristilahan yaitu: orang- orang yang mengambil peran dalam interaksi sosial, perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut, kedudukan orang dalam perilaku, kaitan antara orang dan perilaku. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif.

b. Sebuah penelitian pembinaan yang berjudul Guru Tentang Pembelajaran Kejujuran Dalam Konteks Pencegahan Perilaku Koruptif (Studi Di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Pasuruan)”. Penelitiaan ini dilakukan oleh Parji. Jurusan PMP-Kn, FPIPS IKIP


(36)

PGRI Madiun. Masalah yang dibahas pada penelitiaan ini adalah Menanamkan nilai kejujuran, terutama di lingkungan pendidikan terasa semakin sulit. Salah satu penyebabnya adalah krisis keteladanan. Dapat kita saksikan secara terang benderang tidak adanya kesamaan antara katakata dan perbuatan yang semakin merambah hampir di setiap rana kehidupan. Sudah bukan rahasia lagi bahwa di lembaga pendidikan, dapat dijumpai perilaku tidak jujur yang dilakukan individu di sekolah. Mulai dari siswa yang menyontek, sering alasan tidak masuk kelas, sering telat masuk kelas, alasan tidak memngerjakan PR dan lain-lain. Dari permasalahn tersebut, apabila tertanam sejak dini akan tumbuh generasi bangsa yang korupsi waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Kesimpulan dari penelitiaan ini adalah :

1) Persepsi pembelajaran kejujuran guru MTsN Kota Pasusruan dalam konteks pencegahan perrilaku koruptif adalah:

a. pembelajaran yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari apa yang ada harus dikatakan dan tidak mengada-ada.

b. Kejujuran dalam pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kenyataan dalam kehidupan, apa yang disampaikan harus sesuai dengan kenyataannya berarti tidak mengada-ada.

c. Pembelajaran Kejujuran adalah memberikan pengajaran kepada siswa tentang pengertian kejujuran yang akan tertanam dalam


(37)

diri siswa. Jujur adalah antara perkataan dan perbuatan sama menempatkan sesuai dengan bidangnya

2) Konsep pembelajaran kejujuran guru MTsN Kota Pasuruan dalam konteks pencegahan perilaku koruptif adalah dengan cara:

a. Menyiapkan materi kepada siswa tentang pembelajaran kejujuran di dalam kelas dengan cara menasehati, mengingatkan serta menjadi suri teladan yang baik bagi semua siswa. Hal tersebut merupakan cara yang sangat bagus, sebab mendidik perilaku siswa tidak cukup bila hanya dengan penyampaian materi toeritik, tetapi juga harus dilakukan dengan pemberian contoh yang baik.:

b. Dalam pembelajaran dikelas. Sejak awal guru harus memberikan keteladanan yang pantas digugudan ditiru. Kemudian menjelaskan pentingnya nilai-nilai kebaikan dan kejujuran yang telah diterapkan di lembaga sekolah tersebut. 3. Faktor pendukung pembelajaran kejujuran dalam konteks

pencegahan perilaku koruptif guru MTsN Kota Pasuruan dalam mendidik siswa berperilaku anti korupsi ialah kepribadian tiap siswa dan faktor dari luar mereka, seperti lingkungan keluarga yang senantiasa membuat situasi penuh dengan kejujuran. Adapun faktor penghambat guru MTsN Kota Pasuruan dalam mendidik siswa ialah hal yang berada dari luar atau eksternal tiap siswa.


(38)

C. Kerangka Pikir

keberadaan guru dalam proses mengajar menjadi sesuatu yang penting, Sebab salah satu kunci dari keberhasilan dalam proses pembelajaran bukan hanya dilihat dari aspek keberhasilan seorang siswa (murid) mendapatkan nilai yang bagus, tetapi yang lebih penting adalah sejauh mana seorang guru membangun dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia dalam konteks kehidupan sehari-hari. Sehingga kemudian diharapkan anak-anak didiknya menjadi anak yang mempunyai karakter, disiplin, mandiri, jujur dan selalu berusaha meningkatkan kemampuan dirinya.

Berdasarkan peranan-peranan guru yang dikaitkan dengan penanaman nilai kejujuran pada siswa yang berupa: Pembimbing, pendidik, motivator. Kesemuanya itu merupakan pendorong bagi siswa agar dapat menanamkan nilai-nilai kejujuran.

Berdasarkan permasalahan dan kajiaan teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka disusunlah krangka teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.1: Diagram Kerangka Pikir

Nilai kejujuran

1.

Ketulusan hati.

2.

Tidak berbohong

3.

Tidak Curang

Peranan Guru

1.Pembimbing 2.Pendidik 3. Pengajar 4..Motivator


(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena dalam penelitian ini mendeskrifsikan keadaan yang terjadi pada saat sekarang secara sistematis dan faktual yang menentukan untuk segera dicarikan jalan keluarnya. Penggunaan metode deskriptif ini dianggap relevan untuk dipakai dalam penelitian ini, karena sasaran penelitia ini berupa Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.

B. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian merupakan suatu bentuk upaya persiapan sebelum melakukan penelitian yang sifatnya sistematis yang meliputi perencanaan, prosedur, hingga teknis pelaksanaan di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar dalam penelitian yang akan dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan secara garis besar sebagai berikut:


(40)

1. Persiapan Pengajuan Judul

Langkah awal yang pertama dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi lapangan untuk mendapat permasalahan guna pengajuan judul. Setelah menemukan masalah maka peneliti mengajukan tiga alternatif judul kepada dosen pembimbing akademik, setelah salah satu judul disetujui, maka pada tanggal 7 Januari 2013 judul diajukan kepada Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, pada saat itu juga disetujui dan sekaligus menetapkan dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi.

2. Peneltian Pendahuluan

Setelah mendapatkan surat izin penelitian pendahuluan dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung No.265 /UN26/3/PL/2013. Maka peneliti mulai melaksanakan penelitian pendahuluan di SMP Negeri 1 Jati Agung.

Penelitian pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengetahui lokasi dan keadaan lingkungan tempat penelitian, untuk mendapatkan data-data serta gambaran umum tentang berbagai masalah yang akan diteliti dalam rangka menyususn proposal penelitian ini yaitu, “Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jati Agung Tahun


(41)

Pelajaran 2012/2013”, yang ditunjang dengan beberapa literatur serta arahan yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada peneliti.

Hasil penelitian tersebut dibuat menjadi roposal penelitian untuk diseminarkan. Proposal penelitian disetujui oleh pembimbing II pada tanggal 21 Maret 2013 kemudian disetujui oleh pembimbing I pada tanggal 1 April 2013 sekaligus mendapat pengesahan dari Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan. Selanjutnya mendaftar ke koordinator urusan seminar dan menentukan waktu seminar proposal yang akhirnya disepakati dilakukan pada tanggal 10 April 2013. Tujuan diseminarkan proposal ini adalah untuk mendapatkan masukan berupa saran dan kritik dari dosen pembimbing dan pembahas, serta teman-teman mahasiswa untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Setelah seminar proposal selesai dilaksanakan, peneliti kemudian melakukan perbaikan berdasarkan saran dan masukan dari dosen pembimbing dan pembahas.

3. Pengajuan Rencana Penelitian

Rencana penelitian diajukan untuk mendapat persetujuan, maka dilaksanakanlah seminar proposal setelah melalui proses konsultasi atau bimbingan dan perbaikan-perbaikan proposal dari pembimbing I dan pembimbing II, maka seminar proposal dilakukan pada tanggal 10 April 2013, yang bertujuan untuk mendapatkan masukan, saran serta kritik demi kesempurnaan penulis skripsi ini. Setelah kegiatan seminar proposal ,


(42)

selanjutnya peneliti melakkukan perbaikan yang sesuai dengan masukan dan saran-saran pada saat seminar proposal tersebut, dari dosen pembahas II yang disetui pada tanggal 26 April 2013 dan dosen pembahas I yang disetui juga pada tanggal 2 Mei 2013, setelah perbaikan selesai sekaligus disahkan oleh Ketua Program Studi kemudian peneliti mengajukan pengesahan komisi pembimbing.

4. Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan Administrasi

Penelitian dilakkukan berdasarkan surat izin dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dengan No.3066/UN26/3/PL/2013 yang ditujukan kepada Kepala SMP Negeri 1 Jati Agung Lampung Selatan.

b. Penyusunan Alat Pengumpulan Data

Sesuai dengan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti mempersiapkan angket yang ditujukan kepada responden yang berjumlah 40 siswa, dengan jumlah item pertanyaan 25 soal yang terdiri dari tiga alternatif jawaban.

Penyusunan angket adalah untuk mendapatkan data pokok dalam penelitian ini untuk dianalisis. Dalam penelitian ini penulis menyusun angket berdasarkan data yang dibutuhkan dan yang akan digunakan.


(43)

Langkah-langkah yang penelliti lakukan dalam proses penyusunan angket tersebut digambarkan sebagai berikut:

1) Membuat kisi-kisi angket tentang Peranan Guru Dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013.

2) Membuat item-item pertanyaan angket yang masing-masing pertanyaan mewakili beberapa alternatif Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013.

3) Melakukan konsultasi terhadap angket yang akan digunakan untuk meneliti kepada pembimbing guna mendapat persetujuan.

c. Penelitian Lapangan

Pelaksanaan penelitian di lapangan dilaksanakan pada tanggal 8 Mei 2013 sampai 13 Mei 2013, setelah memperoleh izin dari Kepala SMP Negeri 1 Jati Agung, serta responden yang telah diketahui identitasnya, maka kegiatan selanjutnya ialah memberikan angket kepada responden untuk ditanggapi


(44)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan yang menjadi subjek penelitiaan. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitiaan ini adalah seluruh siswa kelas VIII (Delapan) di SMP N 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 158 siswa dengan perinciaan sebagai berikut:

Table 3.1 Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jati Agung

No Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Perempuan Laki-Laki

1 VIII A 18 21 39

2 VIII B 15 25 40

3 VIII C 20 20 40

4 VIII D 16 23 39

Jumlah 158

Sumber : Absensi siswa kelas VIII Tahun Pelajaran 2012/2013

2. Sampel

“Sampel adalah sebagiaan anggota yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti serta dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan tekhnik tertentu” ( Suharsimi Arikunto 1992:59).

“Apabila subjek kurang dari 100 lebih baik baik diambil semua sehingga


(45)

besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”. (Suharsimi Arikunto 1998: 107).

Mengingat subjek dalam penelitiaan ini berjumlah 158 orang, maka sampel yang diambil sebesar 25% dari jumlah populasi. Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 siswa.

D. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian.

Didalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu Variabel Bebas dan Variabel terikat, Meliputi:

a. Variabel Bebas adalah Peranan Guru (X) b. Variabel Terikat adalah Nilai Kejujuran (Y)

2. Definisi Konseptual

Untuk lebih jelas memahami suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mendefinisikan secara konseptual sebagai berikut:

1. Peranan Guru

Peranan Guru adalah serangkaian tingkah laku guru yang berhubungan dengan perkembangan siswa dalam pembelajaran kearah yang lebih


(46)

baik guna mencapai tujuan pendidikan melalui mendidik, membimbing, mengajar dan memotivasi.

2. Nilai Kejujuran

Kejujuran adalah sikap dan prilaku untuk bertindak dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak berbohong, tidak curang dan ketulusan hati..

3. Definisi Operasional

a. Peranan Guru

Penilaian siswa tahu peran guru dalam mendidik, mengajar membimbing dan memotivasi pada proses pembelajaran dikelas maupun diluar kelas melalui angket/skala.

Skor penilaian terhadap suatu tindakan untuk mendorong tumbuhnya sikap kejujuran pada siswa yang ditekankan dengan indikatornya yaitu pembimbing, pendidik, dan motivator, diukur melalui tingkatannya yaitu: aktif, kurang aktif, tidak aktif.

b. Nilai Kejujuran.

Tingkat partisifasi siswa tentang nilai kejujuran yang ditanamkan dalam proses pembelajaran yang diukur melalui indiktor tidak bohong, tidak curang dan ketulusan hati.


(47)

E. Rencana Pengukuran Variabel

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah besarnya tingkat peranan yang meliputi pembimbing, pendidik, pengajar dan motivator. Besarnya tingkatan peranan tersebut meliputi: Selalu, kadang-kadang, tidak pernah.

Nilai kejujuran diukur menjadi tidak berbohong, tidak curang dan ketulusan hati. Besarnya tingkatan meliputi setuju, kurang setuju dan tidak setuju.

F. Tekhnik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap dan valid sehingga nantinya dapat mendukung keberhasilan dalam penelitian ini.

1. Teknik Pokok

a. Angket

Teknik angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara membuat sejumlah pertanyaan yang diajukan responden dengan maksud untuk menjaring data dan informasi dari responden yang bersangkutan. Sasaran angket adalah seluruh murid kelas VIII SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012-2013.


(48)

Angket dalam penelitian ini dipakai karena data yang diperlukan adalah angka-angka yang berupa skor nilai, untuk memperoleh data utama dan analisis. Dalam setiap tes memiliki 3 alternatif jawaban dan masing-masing mempunyai skor atau bobot nilai yang berbeda yaitu:

1. Untuk jawaban yang sesuai dengan harapan akan diberi nilai atau skor 3.

2. Untuk jawaban yang kurang sesuai dengan harapan akan diberi nilai atau skor 2.

3. Untuk jawaban yang tidak sesuai dengan yang diharapakan akan diberi nilai atau skor 1.

2. Teknik Penunjang

a. Wawancara

Wawancara dibuat berupa daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden secara langsung. Wawancara yang digunakan adalah wawancara bepedoman yaitu peneliti telah menyiapkan pertanyaan yang akan di ajukan kepada responden. Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk memperoleh data-data yang secara langsung diberikan oleh guru di SMP N 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Dalam wawancara ini, hal-hal yang ditanyakan


(49)

adalah mengenai peranan guru dalam menanamkan nilai kejujuran pada siswa.

b. Observasi

Teknik ini dilakukan untuk melihat keadaan tempat penelitian dengan melakukan pengamatan pencatatan terhadap masalah-masalah yang ada hubungannya dengan penelitian. Dalam hal ini penulis mengamati subyek penelitian dilingkungan SMP Negeri 1 Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

G. Uji Validitas dan Uji Reabilitas

1. Uji Validitas.

Uji Validitas diadakan melalui kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator variabel yang disesuaikan dengan maksud dan isi butir soal yang dilakukan melalui koreksi angket dengan deskripsi atau isi analisis yang terkandung di angket.

2. Uji Reabilitas

Dalam melakukan suatu penelitian yang menggunakan uji coba angket, diperlukan suatu alat pengumpul data, yaitu uji Reabilitas. Menurut Suharsimi Arikunto (1986:141), bahwa “Reliabilitas menunjukan bahwa sesuai


(50)

instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument tersebut sudah baik”.

Untuk menganalisis reabilitas alat ukur dipakai tekhnik belah dua dengan langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya adalah :

a) Menyebarkan angket kepada 10 orang diluar responden.

b) Untuk menguji reliabilitas angket, dipergunakan tekhnik belah dua atau genap ganjil.

c) Kemudian mengkorelasikan kelompok ganjil genap dengan tekhnik korelasi Product Moment, yaitu:

√{ } { }

Keterangan

rxy = Koefisien korelasi antara gejala x dan y N = Jumlah sampel

( Sutrisno Hadi, 1989: 294)

d) Untuk menentukan reliabilitas angket digunakan rumus Sperman Brown yaitu:

) ( 1

) ( 2

gg gg xy

r r r


(51)

keterangan :

rxy = koefisien reliabilitas seluruh tes

rgg= koefisien korelasi item x dan y

( Sutrisno Hadi, 1986: 37)

Selanjutnya dikatagorikan dengan kreteria reliabilitas sebagai berikut:

0,00- 0,20 = Kecil 0,20- 0,40 = Rendah 0,40- 0,70 = Sedang 0,70- 0,90 = Tinggi 0,90 – 1,00 = Sangat Tinggi ( Guilford, 1956: 145)

H. Hasil Uji Coba Instrumen

1. Analisis Validitas Angket

Uji Validitas diadakan melalui kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator variabel yang disesuaikan dengan maksud dan isi butir soal yang dilakukan melalui koreksi angket dan konsultasi dengan dosen pembimbing.


(52)

2. Analisis Reabilitas Angket

Sebuah alat ukur akan dapat dinyatakan dengan baik apabila ia mempunyai reabilitas yang baik pula, yakni ketepatan suatu alat ukur. Hal ini dimaksudkan bahwa ketepatan alat ukur ini akan sangat berpengaruh dalam menentukan layak tidaknya suatu alat ukur untuk digunakan sebagai alat pengukur data, untuk mengetahui reabilitas angket yang akan digunakan dalam penelitiaan ini digunakan rumus Product Moment, yang kemudian dilanjutkan dengan rumus Sperman-Brown.

Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan dallam upaya untuk menguji reabilitas angket dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menyebarkan angket atau mengujicobakan kepada 10 orang di luar responden

2. Dari hasil uji coba angket tersebut dikelompokkan kedalam item ganjil dan item genap, dimana hasil uji coba angket tersebut dapat kita lihat dalam tabel berikut:


(53)

Tabe3.2 Hasil Uji Coba Angket Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013. Dari 10 orang diluar responden untuk item ganjil (X).

NO No Item Skor

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 1 1 3 2 1 3 2 2 1 3 3 3 2 1 27 2 3 2 1 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 30 3 2 3 2 2 2 2 1 3 3 2 2 3 2 29 4 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 1 29 5 2 3 2 3 1 3 2 2 2 1 2 2 3 28 6 1 2 2 3 1 2 3 2 3 2 3 3 2 29 7 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 1 1 31 8 2 2 1 3 2 3 2 2 2 1 3 2 2 27 9 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 1 1 27 10 3 3 3 2 1 2 2 3 1 2 3 2 2 29

286

Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan data tabel 3.2 dapat diketahui ∑X = 286 yang merupakan penjumlahan hasil skor uji coba angket kepada 10 siswa diluar responden dengan indikator item kelompok ganjil. hasil penjumlahan ini akan dipakai dalam tabel kerja hasil uji coba angket antara item kelompok ganjil (X) dengan item kelompok genap (Y) untuk mengetahui besar reliabilitas kevalidan instrumen penelitian.


(54)

Tabel 3.3 Hasil Uji Coba Angket Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siswa SMP Negeri 1 Jati Agung Tahun Pelajaran 2012/2013. Dari 10 orang diluar responden untuk item genap (Y).

NO No Item Skor

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

1 2 2 2 2 3 2 3 3 1 3 3 2 29 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 30 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 30 4 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 27 5 2 1 2 2 2 2 3 3 3 3 2 1 26 6 2 2 3 3 2 3 3 2 3 2 1 1 27 7 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 31 8 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 28 9 2 3 2 2 1 2 2 3 3 2 3 1 26 10 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 1 30

284

Sumber: analisis data Primer

Berdasarkan tabel 3.2 diketahui ∑Y= 284 yang merupakan penjumlahan hasil skor uji coba angket kepada 10 siswa di luar responden dengan indikator item kelompok genap. Selanjutnya untuk memudahkan pengolahan data hasil uji coba angket maka hasil perhitungan pada tabel 3.2 dan tabel 3.3 dimasukkan dalam tabel kerja berikut ini:

Tabel 3.4.Tabel kerja antara item ganjil (X) dan item genap (Y) Mengenai Peranan Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Siwa SMP Negeri 1 Jati Agung.

No

Responden X Y X

2

Y2 X.Y

1 27 29 729 841 783

2 30 30 900 900 900


(55)

4 29 27 841 729 783

5 28 26 784 676 728

6 29 27 841 729 783

7 31 31 961 961 961

8 27 28 728 784 756

9 27 26 729 678 702

10 29 30 841 900 870

Jumlah 286 284 8195 8098 8136

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 4.3 yang merupakan penggabungan hasil skor uji coba angket dan tes kepada 10 siswa di luar responden dengan indikator item kelompok ganjil (X) dan item kelompok genap (Y). Hasil keseluruhan dari tabel kerja uji coba angket dan tes antara item kelompok ganjil (X) dengan item kelompok genap (Y), maka untuk mengetahui reliabelitas, selanjutnya dikorelasikan dan diolah dengan rumus Product Moment sebagai berikut:

Berdasarkan data diketahui:

X = 286 Y = 284 XY = 8136 X2 = 8195 Y2 = 8098 N = 10


(56)

√{ } { }

0,6

Selanjutnya untuk menentukan reliabelitas alat ukur ini maka dilanjutkan dengan penggunaan rumus Spearman Brown agar diketahui koefisien seluruh item dengan langkah sebagai berikut:

Dari hasil pengelolaan data tersebut, kemudian penulis mengkorelasikan dengan kriteria reliabelitas sebagai berikut:


(57)

0,90-1,00 = sangat tinggi 0,70-0,90 = tinggi 0,40-0,70 = sedang 0,20-0,40 = rendah 0,00-0,20 = kecil

Berdasarkan kriteria di atas maka angket yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabelitas tinggi, yaitu 0,75. Sehingga angket tersebut dapat dipergunakan dalam penelitian selanjutnya.

1. Teknik Analisis Data

Langkah berikutnya menganalisis data dengan menggunakan rumus interval, yaitu:

I =

Keterangan :

I = Interval

NT = Nilai Tertinggi

NR = Nilai Terendah

K = Kategori


(58)

Selanjutnya menggunakan uji persentasi dengan Rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P : Besarnya persentasi

F : Jumlah Skor yang diproleh dari responden

N : Jumlah Sampel

( Muhammad Ali, 1989:184)

Untuk menafsirkan besarnya persentasi yang diperoleh dipergunakan kriteria sebagai berikut:

76% - 100% = Baik

56%- 75 % = Sedang

40%- 55% = Kurang baik

0% - 39 % = Tidak baik


(59)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara umum guru belum maksimal dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran. Secara khusus guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pendidik dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pembimbing dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pengajar dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai motivator dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pihak sekolah dapat menghindarkan atau mencegah siswa/siswinya dari perbuatan tidak jujur dengan cara menciptakan suasana sekolah yang harmonis, menanamkan nilai karakter seperti nilai-nilai kejujuran, lebih mengaktifkan aturan atau tata tertib sekolah, serta pihak sekolah dapat


(60)

menjalin kerjasama dengan orang tua untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada siswa.

2. Saran kepada guru dalam setiap proses pembelajaran agar dapat menanamkan nilai karakter kejujuran dan juga memberikan bimbingan terhadap sikap dan tingkah laku siswa agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu sebagai guru hendaknya dapat memberikan teladan yang baik bagi siswanya

3. Kepada orang tua diharapkan dapat meningkatkan perhatian dan pengawasan kepada anaknya agar orangtua dapat mengetahui dan mengontrol aktivitas yang dilakukan anak. Selain itu orang tua dapat menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mensosialisasikan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat agar anak atau remaja memiliki pedoman dalam bertindak sehingga diharapkan dapat mencegah perbuatan tidak jujur.

4. Agar siswa bisa berprilaku jujur dapat dengan cara menghindari hal-hal yang buruk dengan memilih teman sepermainan yang baik yang dapat memotivasi siswa untuk lebih baik lagi, serta mematuhi nilai dan norma yang ada dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat karena pergaulan seperti teman, sahabat sangat berpengaruh terhadap prilaku siswa.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. 2008. PsikologiRemaja. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Ali, M dan M. Ansori.2008. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. PT Bumi Aksara: Jakarta. 213 hlm.

Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bina Aksara. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta Azwar, S. 2012. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya). Pustaka Pelajar

Offset: Yogyakarta. 189 hlm.

Dariyo, A.2007. Psikologi Perkembangan.PT Rafika Aditama: Bandung. Darmadi, H. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar.Alfabeta: Bandung.254 hlm. Djamarah, S. B. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Bandung.

Djamrah, S.H. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi edukatif. PT Asdi Mahasatya. Jakarta

Elmubarok Zaim, 2008, Membumikan Pendidikan Nilai. Alfabeta. Bandung. Fatimah, Enung.2008.pisikologiPerkembangan. Bandung. CV PustakaSetia. Gunarsa, S. D dan Ny.Y. Singgih D. G. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan

Keluarga. BPK Gunung Mulia: Jakarta. 292 hlm.

Hamalik Oemar. 2009. Pendidikan Guru. PT Bumi Aksara. Jakarta

Lickona, T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books, New York.

Krisnawardhani, K. K. 2012. Teori Peran (Role Theory). http://karinakandhik.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Desember pukul 13:05.


(62)

Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. PT Rosda Karya Remaja: Bandung. 377 hlm

Mulyadi, S. 1997. Mengatasi Problem anaksehari-hari.Jakarta.PT Elex Media Kompotindo.

Rumini, Sri dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja: Buku Pegangna Kuliah. Rineka Cipta: Jakarta. 82 hlm.

Sarwono, S. W.2005. Psikologi Remaja. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Sardiman. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. PT. Grafindo persada Jakarta

Soekanto, S. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Rajawali Pers: Jakarta. 517 hlm. Sudijono Anas. 2012. Statistika Pendidikan. PT .Raja Grafindo Persda. Jakarta Sudjana, Nana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar.

Sinar Baru: Bandung. 124 hlm.

Syaiful.2000.Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.Rinika Cipta.Jakarta Zainal aqib. 2011 .pendidikan Karakter. Yarama Widya. Bandung

Zuriah Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif perubahan. PT Bumi Aksara . Jakarta. 268 halaman


(1)

0,90-1,00 = sangat tinggi 0,70-0,90 = tinggi 0,40-0,70 = sedang 0,20-0,40 = rendah 0,00-0,20 = kecil

Berdasarkan kriteria di atas maka angket yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabelitas tinggi, yaitu 0,75. Sehingga angket tersebut dapat dipergunakan dalam penelitian selanjutnya.

1. Teknik Analisis Data

Langkah berikutnya menganalisis data dengan menggunakan rumus interval, yaitu:

I =

Keterangan :

I = Interval

NT = Nilai Tertinggi

NR = Nilai Terendah

K = Kategori


(2)

57

Selanjutnya menggunakan uji persentasi dengan Rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P : Besarnya persentasi

F : Jumlah Skor yang diproleh dari responden

N : Jumlah Sampel

( Muhammad Ali, 1989:184)

Untuk menafsirkan besarnya persentasi yang diperoleh dipergunakan kriteria sebagai berikut:

76% - 100% = Baik

56%- 75 % = Sedang

40%- 55% = Kurang baik

0% - 39 % = Tidak baik


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara umum guru belum maksimal dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran. Secara khusus guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pendidik dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pembimbing dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai pengajar dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan guru belum maksimal menjalankan peranannya sebagai motivator dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pihak sekolah dapat menghindarkan atau mencegah siswa/siswinya dari perbuatan tidak jujur dengan cara menciptakan suasana sekolah yang harmonis, menanamkan nilai karakter seperti nilai-nilai kejujuran, lebih mengaktifkan aturan atau tata tertib sekolah, serta pihak sekolah dapat


(4)

99

menjalin kerjasama dengan orang tua untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada siswa.

2. Saran kepada guru dalam setiap proses pembelajaran agar dapat menanamkan nilai karakter kejujuran dan juga memberikan bimbingan terhadap sikap dan tingkah laku siswa agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu sebagai guru hendaknya dapat memberikan teladan yang baik bagi siswanya

3. Kepada orang tua diharapkan dapat meningkatkan perhatian dan pengawasan kepada anaknya agar orangtua dapat mengetahui dan mengontrol aktivitas yang dilakukan anak. Selain itu orang tua dapat menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mensosialisasikan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat agar anak atau remaja memiliki pedoman dalam bertindak sehingga diharapkan dapat mencegah perbuatan tidak jujur.

4. Agar siswa bisa berprilaku jujur dapat dengan cara menghindari hal-hal yang buruk dengan memilih teman sepermainan yang baik yang dapat memotivasi siswa untuk lebih baik lagi, serta mematuhi nilai dan norma yang ada dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat karena pergaulan seperti teman, sahabat sangat berpengaruh terhadap prilaku siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. 2008. PsikologiRemaja. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Ali, M dan M. Ansori.2008. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. PT Bumi Aksara: Jakarta. 213 hlm.

Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bina Aksara. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta Azwar, S. 2012. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya). Pustaka Pelajar

Offset: Yogyakarta. 189 hlm.

Dariyo, A.2007. Psikologi Perkembangan.PT Rafika Aditama: Bandung. Darmadi, H. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar.Alfabeta: Bandung.254 hlm. Djamarah, S. B. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Bandung.

Djamrah, S.H. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi edukatif. PT Asdi Mahasatya. Jakarta

Elmubarok Zaim, 2008, Membumikan Pendidikan Nilai. Alfabeta. Bandung. Fatimah, Enung.2008.pisikologiPerkembangan. Bandung. CV PustakaSetia. Gunarsa, S. D dan Ny.Y. Singgih D. G. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan

Keluarga. BPK Gunung Mulia: Jakarta. 292 hlm.

Hamalik Oemar. 2009. Pendidikan Guru. PT Bumi Aksara. Jakarta

Lickona, T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books, New York.

Krisnawardhani, K. K. 2012. Teori Peran (Role Theory). http://karinakandhik.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Desember pukul 13:05.


(6)

Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. PT Rosda Karya Remaja: Bandung. 377 hlm

Mulyadi, S. 1997. Mengatasi Problem anaksehari-hari.Jakarta.PT Elex Media Kompotindo.

Rumini, Sri dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja: Buku Pegangna Kuliah. Rineka Cipta: Jakarta. 82 hlm.

Sarwono, S. W.2005. Psikologi Remaja. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Sardiman. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. PT. Grafindo persada Jakarta

Soekanto, S. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Rajawali Pers: Jakarta. 517 hlm. Sudijono Anas. 2012. Statistika Pendidikan. PT .Raja Grafindo Persda. Jakarta Sudjana, Nana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar.

Sinar Baru: Bandung. 124 hlm.

Syaiful.2000.Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.Rinika Cipta.Jakarta Zainal aqib. 2011 .pendidikan Karakter. Yarama Widya. Bandung

Zuriah Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif perubahan. PT Bumi Aksara . Jakarta. 268 halaman