Kesimpulan Saran Rekomendasi 3. Aktivitas Siswa pada Tahap III

K-243 membentuk kelompok dan memberi mereka tugas, namun dengan mengharuskan mereka bekerja sama, saling mengajarkan satu sama lain, dan menyelesaikan tugas dengan baik Hanson, 2006:22. Pada tahap ini siswa sedikit mengalami kesulitan yang ditandai dengan seringnya siswa bertanya kepada guru. Kesulitan siswa paling banyak ialah ketika siswa harus merancang dan melaksanakan kegiatan praktikum. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, diketahui siswa jarang melaksanakan praktikum sehingga mengalami kesulitan dalam mengenali dan menggunakan peralatan kimia. Padahal, seharusnya siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen dalam menemukan prinsip itu sendiri Bruner dalam Dahar, 1996:103. Tahap III ini merupakan tahapan pembelajaran POGIL dengan nilai rata-rata tiap kelompok tertinggi dengan nilai 86. Pada tahap III siswa mengkombinasikan temuan hasil praktikum dengan pengetahuan yang mereka miliki untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah yang diajukan guru Schroeder dan Greenbowe, 2008:151-152. Berdasarkan data hasil pengerjaan LKS tahap III, diketahui bahwa kelompok 5 mendapatkan nilai tertinggi dengan rata-rata nilai 91. Kelompok 5 berarti telah mampu memahami materi pelajaran dengan menggunakan metode POGIL, mampu memahami permasalahan yang dikemukakan guru, dan mampu melaksanakan praktikum dengan baik sehingga membantu dalam proses pemecahan masalahnya. Berbeda dengan kelas tradisional, struktur POGIL sangat cocok untuk menumbuhkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah Hanson, 2006:13.

F. KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa untuk setiap tahapan pembelajaran POGIL menunjukkan hasil dengan kategori baik. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa diketahui bahwa siswa mendapatkan nilai paling tinggi yaitu pada tahap I dengan nilai rata-rata 81,5, kemudian nilai tahap II dan tahap III masing-masing 76 dan 78. Sedangkan berdasarkan hasil pengerjaan LKS diketahui bahwa nilai rata-rata kelompok siswa tertinggi secara berturut-turut terdapat pada tahap III, tahap II dan tahap I dengan nilai 86, 80, dan 69.

2. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu bahwa guru hendaknya memberikan informasi awal yang jelas kepada siswa pada tahap I agar memudahkan siswa dalam penyusunan hipotesis. Guru juga disarankan senantiasa mendorong kerjasama, aktivitas, dan motivasi belajar siswa, serta memberikan bimbingan secara menyeluruh kepada setiap kelompok belajar.

3. Rekomendasi

Model POGIL dapat digunakan sebagai model alternatif dalam pembelajaran kimia untuk meningkatkan kemampuan nalar , kinerja, dan motivasi belajar siswa. Peningkatan Keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran perlu dilakukan secara menyeluruh melalui pembinaan secara rutin dan terpadu. DAFTAR RUJUKAN Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Day, R.A., dan A.L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hanson, David M. 2006. Instructor’s Guide to Process Oriented Guided-Inquiry Learning. Department of Chemistry Stony Brook University Pacific Crest 906 Laevy Aveue, Suite 211. 1-53. Heck, Andre, et al. 2005. Acid-Base Titration Curves in an Integrated Computer Learning Environment. Tersedia Online: httpwww.science.uva.nl. [Diakses tanggal 12 Februari 2012]. Keenan, Charles W. 1984. Kimia Untuk Universitas Ed. VI Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga. K-244 Middlecamp, Catherine dan Elizabeth Kean. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: PT Gramedia. Moog, Richar and Spencer, Eds. 2007. Process Oriented Guided Inquiry Learning. Washington DC: American Chemical Society. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Schroeder, Jacob D and Greenbowe, Thomas J. 2006.Implementing POGIL in the lecture and the Science Writing Heuristic in the laboratory-student perceptions and performance in undergraduate organic chemistry. Chemical Education Research Practice. 9, 149-156. Sheppard, Keith. 2006. High School Students’ Understanding of Titrations and Related Acid-Base Phenomena. Chemistry Education Research and Practise, 7 1, 32-33. Tersedia Online: httpwww.rsc.org. [Diakses tanggal 3 Desember 2011]. Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia UPI. K-245 PK-11 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA KONSEP ASAM-BASA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA Chansyanah Diawati Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung e-mail: chansyanahdyahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis representasi kimia pada konsep asam-basa untuk meningkatkan keterampilan proses sains KPS siswa SMA. Penelitian ini mengggunakan metode Penelitian dan pengembangan. Sumber data dalam dalam penelitian adalah 6 orang guru kimia dan 20 orang siswa dari 6 SMA di Bandar Lampung serta 1 orang pakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwaLKS yang dikembangkan layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan respon guru pada aspek konstruksi 88,88 dengan kriteria sangat tinggi, kesesuaian dengan kurikulum 90 sangat tinggi, dan keterbacaan 85 sangat tinggi. Respon dari siswa pada aspek keterbacaan sebesar 87,85 dengan kategori sangat tinggi, kemenarikan 88,93 dengan kriteria sangat tinggi. Media animasi yang dikembangkan layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan respon guru pada aspek kesesuaian dengan kurikulum sebesar 80 dengan kriteria tinggi, dan keterbacaan sebesar 80,8 dengan kriteria sangat tinggi. Dari respon siswa pada aspek keterbacaan sebesar 81,8, dan kemenarikan sebesar 83,45 masing-masing dengan kriteria sangat tinggi. Kata kunci: Pengembangan, Perangkat Pembelajaran, Representasi Kimia, Keterampilan Proses Sains, Asam-Basa PENDAHULUAN Hakikat IPA adalah sebagai proses atau kerja ilmiah; produk fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; dan sikap. Konten IPA yang berupa konsep, hukum, dan teori, pada dasarnya merupakan produk dari rangkaian proses melalui sikap ilmiah, sehingga aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir, sebab tidak ada pengetahuan sains tanpa proses yang menggunakan pikiran dan sikap ilmiah. Pada saat berlangsungnya proses sains diperlukan keterampilan-keterampilan yang disebut keterampilan proses sains KPS. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berpikir siswa, serta mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Ini berarti KPS sangat penting dikembangkan dalam pembelajaran kimia yang merupakan rumpun IPA. Faktanya, pembelajaran kimia masih berorientasi hanya pada produk pengetahuan, kurang berorientasi pada proses sains. Ini terjadi karena sebagian besar guru kimia tidak mengetahui tentang KPS, hal ini terungkap dari hasil wawancara. Selain itu, evaluasi keterlaksanaan kurikulum kimia melalui Ujian Nasional hanya menitikberatkan pada produk pengetahuan semata, sehingga dalam pembelajaran di sekolah guru-guru kimia hanya mengutamakan pencapaian nilai yang tinggi hanya pada domain produk. Indikasi rendahnya kualitas pendidikan IPA dapat dilihat dari rendahnya prestasi yang diraih oleh siswa-siswa Indonesia dalam ajang Internasional. Menurut data yang diperoleh dari Trends International Mathematis and Science Study TIMMS tahun 2007, kemampuan IPA siswa Indonesia K-246 berada pada urutan 35 dari 48 negara dengan nilai 427, sementara skor rata-rata internasional adalah 500 Williams, et. al., dalam Nurkholis, Sunanrno, Suparmi, 2012. Prestasi literasi sains menurut Programme for International Student Assessment PISA tahun 2009, Indonesia menempati urutan 60 dari 65 negara Resmiati, 2012. Hal ini terjadi karena soal-soal pada TIMSS dan PISA ini menuntut siswa melakukan keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi, yang merupakan KPS. Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI 2007, kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam sains, yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi. Fenomena perubahan materi secara makroskopis dapat diamati, namun secara mikroskopis yaitu pada tataran struktur dan komposisi materi tidak dapat diamati secara kasat mata. Hal ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan kimia sangat sulit untuk dimengerti siswa. Kesulitan siswa dalam memahami beberapa konsep kimia dapat berasal dari kurangnya kemampuan meta-visualisasi dalam memahami dan menerjemahkan mode representasi yang berbeda Cheng Gilbert, 2009. Johnstone Chittleborough, 2004 mendeskrispsikan bahwa fenomena kimia dapat dijelaskan dengan tiga tingkat representasi yang berbeda, yaitu makroskopis, submikroskopis dan simbolis. Selanjutnya Cheng dan Gilbert Olaleye, 2012 menyarankan bahwa pembelajaran kimia harus melibatkan pembangunan asosiasi mental antar representasi fenomena kimia tingkat makroskopik, submicroscopik dan simbolik menggunakan modus representasi yang berbeda. Pada tingkat makro, reaksi kimia dianggap sebagai suatu proses dimana beberapa zat hilang dan zat baru muncul, sementarapada tingkat submicro, reaksi kimia yang dianggap sebagai suatu proses dimana partikel mengatur kembali. Pada tingkat simbolik dengan simbol untuk mewakili atom dan molekul. Pembelajaran kimia yang berlangsung selama ini umumnya hanya pada dua dimensi representasi, yaitu makroskopis dan simbolik. Menurut Chittleborough Farida dkk.,2010 tidak diapresiasikannya dimensi submikroskopis dalam pembelajaran merupakan salah satu penyebab siswa terhambat dalam upaya meningkatkan kemampuannya. Dalam implementasinya, maka diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat mengakomodasi berlangsungnya pembelajaran seperti yang telah diuraikan di atas. Perangkat pembelajaran diantaranya adalah LKS dan media animasi. Oleh sebab itu maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1 mengembangkan LKS dan media animasi berbasis representasi kimia pada konsep asam-basa untuk meningkatkan KPS siswa.; 2 mendeskripsikan karakteristik LKS dan media animasi, 3 mendeskripsikan kelayakan LKS dan media animasi. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan Research and Development untuk menghasilkan produk perangkat pembelajaran berupa LKS dan Media Animasi berbasis representasi kimia untuk meningkatkan KPS siswa. Penelitian pengembangan ini menggunakan model 4-D yaitu define, design, develop, dan disseminate Borg dan Gall, 1983. Tahap define atau research and information collecting merupakan tahap penelitian dan pengumpulan data untuk analisis kebutuhan pengembangan produk, yang meliputi studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka meliputi telaah kurikulum, serta telaah LKS dan Media animasi asam-basa yang telah beredar di masyarakat. Studi lapangan melalui wawancara dengan 6 orang guru kimia dan 20 orang siswa dari 6 SMA di Bandar Lampung. Tahap design atau planning yaitu perancangan produk LKS dan Media animasi; yang meliputi, format produk LKS dan media animasi, pengumpulan referensi, dan penyusunan silabus. Tahap develop atau develop prelimnary form of product; produk awal yang telah disusun divalidasi oleh pakar dan direspon oleh guru kimia yang meliputi kelengkapan materi, kesesuaian materi isi dan konstruksi, sistematika materi, gambar-gambar submikroskopis dan berbagai hal yang berkaitan dengan materi seperti contoh- contoh dan fenomena serta pengembangan soal-soal latihan. Selain itu juga direspon oleh 20 yang meliputi keterbacaan dan kemenarikan produk. Tahap disseminate, yang terdiri dari empat langkah, K-247 yaitu: 1 preliminary field testing, yaitu uji coba lapangan awal; 2 main product revision, yaitu revisi hasil uji coba awal; 3 main field testing, yaitu uji coba lapangan utama; 4 operational product revision, yaitu penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan. Dalam penelitian ini hanya sampai tahap develop, yaitu pengembangan produk awal. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tahap Define

a. Hasil studi pustaka