2.2. Penyebab dan Interpretasi Klinis Proteinuria
Urin normal pada individu yang sehat dapat dijumpai protein dalam jumlah yang kecil, yang berasal dari hasil filtrasi protein plasma terutama albumin
dengan kontribusi yang lebih rendah dari protein yang berasal dari tubula. Standar emas untuk mengukur proteinuria pada dewasa adalah
pengumpulan urin selama 24 jam untuk menilai ekskresi protein yang dinilai berdasarkan luas permukaan tubuh per hari mgm
2
hari.
14
Tetapi, kesulitan logistik dari akurasi pengumpulan urin selama 24 jam pada anak dengan
berbagai usia telah diketahui secara luas.
15
Dalam jumlah yang kecil protein melewati tubulus proksimal, tergantung pada ukuran protein dan konsentrasi plasma. Globulin adalah
molekul protein yang besar yang secara efektif dapat bertahan di plasma. Albumin adalah molekul protein yang lebih kecil. Tidak diketahui berapa
banyak jumlah albumin yang difiltrasi pada individu sehat, tetapi terdapat mekanisme untuk meresorpsi melalui sel epitel tubulus proksimal. Protein
yang diekskresikan melalui urin pada kondisi fisiologis biasanya tidak dapat dideteksi melalaui pemeriksaan urinalisis atau tes dipstik. Pemeriksaan
dengan stik urinalisis merupakan pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menilai proteinuria. Stik tersebut diresapi dengan bromocresol green yang
merubah warna jika terdapat protein dan digunakan sebagai indikator pewarna. Stik tersebut dimaksudkan sebagai interpretasi yaitu: + dengan 0.3
gL, ++ dengan 1 gL, +++ dengan 3 gL dan ++++ dengan 20 gL.
14
Mikroalbuminuria berhubungan dengan keadaan dimana albumin urin meningkat jumlahnya dari normal, dan didefinisikan sebagai keadaan jumlah
ekskresi albumin urin 30-300 mghari pada dewasa atau 30- 300 μgmg 2-20
mgmmol.
16
Mikroalbuminuria pada populasi anak yang sehat menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada anak remaja.
17
Beberapa studi terdahulu, menjelaskan bahwa kejadian mikroalbuminuria menyebabkan kerusakan
Universitas Sumatera Utara
pada tubulus, terjadinya inflamasi pada jaringan tubulus, dan akhirnya menyebabkan fibrosis karena gagal ginjal.
16
Mikroalbuminuria adalah prediktor yang signifikan dari penyakit ginjal dan mortalitas pada penderita dengan diabetes, dan tingginya tingkat dari
ekskresi albumin urin dapat dijadikan acuan untuk memprediksi penyakit jantung dan semua penyebab kematian pada penderita dewasa hipertensi
nondiabetik.
18,19
Mikroalbuminuria dihubungkan dengan meningkatnya risiko dari insiden kalsifikasi arteri koroner penanda kejadian aterosklerosis dan
beratnya kalsifikasi.
20
Tetapi, peranan dari tingginya laju ekskresi albumin sebagai prediktor awal risiko penyakit jantung pada anak belum juga banyak
diteliti.
18
Studi klinis pada orang dewasa dan anak telah menggunakan pengumpulan urin selama 24 jam untuk ekskresi albumin urin. Alternatif
sederhana yaitu menentukan perkiraan konsentrasi albumin urin atau rasio albumin kreatinin dari sampel urin. Rasio albumin kreatinin 10 mgg adalah
diagnostik. Mikroalbuminuria dan telah terbukti unggul untuk menentukan konsentrasi urin albumin dibandingkan dengan pemeriksaan urin koleksi
selama 24 jam. Makna rasio albumin kreatinin pada anak normal usia 6 tahun yaitu diantrara 8 dan 10 mgg laki-laki: 7,5 mgg; perempuan 9,6
mgg.
17
Mikroalbuminuria dianggap sebagai penanda luas kerusakan pembuluh darah
yang mungkin mendasari kecenderungan pasien tersebut untuk
menderita penyakit vaskular ekstra renal yang berat. Penelitian telah menunjukkan bahwa keadaan inflamasi akut banyak berhubungan dengan
mikroalbuminuria.
21
Skrining seharusnya dilakukan pada subjek dengan hipertensi, Diabetes Mellitus dan penyakit ginjal kronik, tetapi juga dianjurkan
pada populasi umum. Skrining awal dapat dilakukan dengan mengukur konsentrasi albumin di tempat sampel urin, yang telah dikumpulkan selama
Universitas Sumatera Utara
24 jam dimana ekskresi albumin urin dapat ditentukan. Dengan demikian, subjek yang berisiko tinggi untuk terkena penyakit jantung dan menurunnya
fungsi ginjal dapat dideteksi.
22
Bertambahnya usia berhubungan dengan albuminuria dan perubahan vaskular. Penuaan vaskular meliputi disfungsi endotelial yang mengakibatkan
meningkatnya diameter arteri, penebalan dinding dan kekakuan, sehingga dapat menyebabkan sklerosis arterial. Disfungsi endotelial inilah yang yang
dapat mengawali kejadian mikroalbuminuria. Prevalensi mikroalbuminuria meningkat dengan usia dan menjadi bertambah luas sebagai penanda
mikrovaskulopati yang meliputi otak, jantung dan mikrosirkulasi ginjal.
23
Insidensi dari proteinuria pada populasi anak yang tidak dipilih yaitu dilaporkan bervariasi dari 1 sampai 10. Proteinuria dilaporkan sering
dijumpai pada anak perempuan sekitar 1 daripada anak laki-laki 0,33 dan paling sering dijumpai pada anak yang lebih tua.
18
Penelitian di Jerman melaporkan adanya variasi proteinuria berdasarkan latar belakang etnis.
Berdasarkan dari hasil analisis multivariat, orang kulit putih menunjukkan proteinuria yang lebih rendah dibandingkan dengan etnis lainnya setiap
dilakukan pemeriksaan laju filtrasi glomerulus, tanpa memperhatikan dari penyakit yang mendasarinya. Hasil ini juga dijumpai sama dari penelitian
antar etnis pada orang dewasa sehat dan anak-anak, dimana terdapat perbedaan potensial genetik diantara etnis dalam meregulasi protein ginjal.
24
Proteinuria patologis dapat diklasifikasikan ke dalam 4 grup yaitu glomerular, tubular, overflow dan benign proteinuria. Penyebab protein
patologis tersebut dapat dijelaskan yaitu: 1.
14
Proteinuria glomerular terjadi karena meningkatnya permeabilitas glomerulus terhadap protein.
Universitas Sumatera Utara
2.
3. Proteinuria tubular terjadi karena menurunnya resorpsi tubular
terhadap komponen protein pada filtrate glomerular dan dapat dijumpai pada penyakit tubulo-interstitial.
4. Overload proteinuria terjadi secara sekunder karena meningkatnya
produksi dari protein berat molekul rendah. Keadaan proteinuria ini sering terjadi pada kondisi mieloproliperatif yang jarang pada anak.
Benign proteinuria menunjukkan proteinuria yang terdeteksi pada urinalisis tetapi tidak memeiliki penyebab patologis yang serius.
Keadaan ini dapat terjadi pada saat demam atau setelah beraktifitas, idiopathic transient proteinuria dan orthostatic atau postural
proteinuria.
2.3. Hubungan kejadian proteinuria dengan PJB sianotik