BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit Jantung Bawaan PJB merupakan kelainan yang paling sering dijumpai pada periode fetus dan neonatus yang berupa kelainan struktural
dari jantung atau pembuluh darah besar intratorakal yang secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup.
3
Penyakit Jantung Bawaan didefinisikan sebagai abnormalitas penyesuaian pembentukan dari jantung atau pembuluh
darah yang terbentuk selama kehidupan fetus 3-6 minggu kehamilan sehingga jantung atau pembuluh darah besar tidak dapat berkembang
sempurna setelah lahir. Abnormalitas meliputi arteri, katup jantung, pembuluh darah koroner dan pembuluh darah besar dari jantung yang dapat sederhana
atau kompleks. Insidensi dari PJB sekitar 6-8 per 1000 kelahiran hidup dan telah
menetap tanpa ada perubahan selama bertahun-tahun.
4
9
Prevalensi PJB dilaporkan dari sebuah penelitian di Florida, Amerika Serikat, yaitu terdapat
perbedaan pada etnis berdasarkan jenis kelamin, tetapi tidak diketahui dengan pasti penyebab hal tersebut.
10
Meskipu etiologi PJB pada 80-90 kasus tidak diketahui, dalam beberapa literatur disebutkan bahwa genetik dan faktor lingkungan berperan
dalam terjadinya insidensi PJB.
3,4
Secara lebih rinci dijelaskan, jika ada seorang anak dalam keluarga dengan PJB, kesempatan dari anak
kedua yang lahir dengan PJB adalah 3-4 kali peluang menderita PJB, dibandingkan dengan keluarga yang memiliki anak yang sehat. Adapun faktor
eksternal, yang paling sering berhubungan dengan PJB adalah Rubella Kongenital, penggunaan berbagai obat oleh ibu selama trimester pertama
kehamilan, dan ibu yang menderita Diabetes Mellitus.
4
Faktor-faktor lain
Universitas Sumatera Utara
yang berperan terhadap kejadian PJB yaitu diantaranya paparan sinar rontgen, trauma psikis dan fisis, serta minum jamu dan pil KB. Gangguan
pada neural crest embrio yang sangat muda dapat mengakibatkan kelainan PJB tipe konotrunkal.
2
Kelainan kromosom juga berhubungan dengan PJB seperti Sindroma Down, Sindroma Turner, Sindroma Marfan, Trisomi 18,
Trisomi 13 dan Trisomi 15.
4
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan PJB yaitu sianotik dan nonsianotik, lokasi defek vena, arteri, ventrikel, septum, dan arteri
besar dan sebagainya. Klasifikasi patofisiologi yaitu klasifikasi yang berdasarkan atas keadaan klinis dari kelainan struktur defek secara fisiologi
sirkulasi darah, yang tampaknya lebih dapat dijelaskan. Klasifikasi tersebut yaitu:
1. Penyakit Jantung Bawaan dengan meningkatnya vaskularisasi paru- paru
11
defek septum tanpa obstruksi pulmonal dan pirau kiri ke kanan 2. Penyakit Jantung Bawaan dengan menurunnya vaskularisasi paru-
paru defek septum dengan obstruksi pulmonal dan pirau kanan ke kiri
3. Penyakit Jantung Bawaan dengan obstruksi dan tidak terdapat defek septum tidak ada pirau
4. Penyakit Jantung Bawaan yang berat karena sirkulasi darah yang tidak sesuai setelah lahir
5. Penyakit Jantung Bawaan yang asimptomatik sampai usia dewasa
Penyakit Jantung Bawaan secara klinis diklasifikasikan berdasarkan pada adanya sianosis atau non sianosis, yang dicirikan oleh jumlah fisiologis
oksigen dalam darah arteri dan warna kulit normal, dan pada sianosis,
Universitas Sumatera Utara
ditandai dengan berkurangnya jumlah oksigen di darah arteri dan warna kulit kebiruan.
4
1. Penyakit Jantung Bawaan Non sianotik, DSV sekitar 30-50, DSA sekitar 7-10, DAP sekitar 10, Stenosis katup Aorta sekitar 6,
Koartasio Aorta sekitar 6, dan Stenosis Pulmonal sekitar 7. 2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik, yaitu TOF sekitar 5-10,
Transposition of the Great Arteries TGA sekitar 5, Double Outlet Right Ventricle DORV, Atresia Trikuspid, Hypoplastic Left Heart
Syndrome HLHS, Ebsteins Anomaly, Persistent Truncus Arteriosus, Single Ventricle, Total Anomalous Pulmonary Venous Return
TAPVR.
Komplikasi PJB sianotik dapat berupa polisitemia, jari tabuh, komplikasi susunan saraf pusat, gangguan perdarahan, hypoxic spell,
menurunnya intelligent quotient, skoliosis, hiperurisemia dan gout. Polisitemia terjadi karena kadar oksigen arteri rendah yang menstimulasi sumsum tulang
melalui pelepasan eritropoietin dari ginjal dan meningkatkan jumlah sel darah merah. Polisitemia dapat meningkatkan kapasitas transport oksigen yang
bermanfaat untuk anak yang sianotik.
12
Pada penderita PJB sianotik, hipoksemia kronis sangat berperan menyebabkan perubahan struktur dan
fungsi pembuluh darah. Sianosis dan keadaan eritrositosis sangat mempengaruhi viskositas darah. Keadaan ini menyebabkan efek langsung
pada fungsi pembuluh darah dan dapat menyebabkan trombosis dan emboli.
13
Jari tabuh disebabkan oleh pertumbuhan jaringan lunak di bawah kuku yang merupakan akibat dari sianosis sentral.
12
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penyebab dan Interpretasi Klinis Proteinuria