HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN

(1)

HUBUNGAI{PROGRAMI,EGTSLASIDAERAHDENGAN

PERENCANAAN PENttsANG LTNAN DABRAH

i{ABUPATEN WAY KANAN

Oleh

lnd

ra

ZalrariY a RaYusnr an

Deveiopment encourages goals by

the

state constitution

as

mandated to materialize, to implement the development agenda was composed of stages in the planning system to acconrmodate development or community dynamics" In tlre preparation of the regency Prolegda based on: a. Higher Legislation Command'; b' nelionut development plans; c. The implementation of regional autonomy and the

duty

of assistance;

and aspirations

of

local communities. Development plan prepared

in

time one

of

them includes: Regional RPJM contains the policy direction of local linance, public policy, and programs of iocal work unit, work

unit across the region, and the regional program is accompanied by a work plan within the framework of regulatory and funding fiamervork that is indicative' The problem in this thesis is how the correlation with the regional legislation program

and regional developmeut planning

of Way

Kanan regency and how local regulations to realize the Medium Term Development Pian

of

Way Kanan Regency?

Approach to the problem which is used in this research is conducted through a normative juridical approach through the study of literature and an empirical iuridical approach based on the reality or case studies'

The results showed that in the process of establishing local regulations, Prolegda

has a very important position. With the functioning Prolegda, the establishment

of

local regulations

to

have

a

reference that contains the priority drafting local regulation for the long term, medium or short tetm. Preparation of Prolegda not

only for the formation

of

legislation, but also more broadly related to overall regional development programs.

way

Kanan Regency since the enactment of regulations No. 12

of

201

I

to currently have not local regulations related to the

Local Legislation Program.

Finaliy recommended to the Regional Government that the Regional Legislation Program organized should reflect regulatory framework of RPJMD by observing the characteristics and aspirations of the communities'

Kei

words: Correlation of Local Legislation, Developntent Planning, lv'ay'


(2)

ii

HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN WAY KANAN Oleh

Indra Zakariya Rayusman

Pembangunan mendorong tujuan bernegara sebagaimana amanat konstitusi terwujud, untuk melaksanakan agenda pembangunan tersebut disusunlah tahapan dalam sistim perencanaan yang mengakomodir perkembangan atau dinamika masyarakatnya. Dalam penyusunan Prolegda Kab . didasarkan atas: a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi; b. rencana pembangunan daerah; c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan aspirasi masyarakat daerah. Perencanaan pembangunan disusun secara berjangka salah satunya meliputi: RPJM daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana hubungan program legislasi daerah dengan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan dan bagaimanakah produk hukum daerah untuk mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan?

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang dilakukan melalui pendekatan melalui studi kepustakaan dan pendekatan yuridis empiris yang dilakukan berdasarkan realitas atau studi kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pembentukan produk hukum daerah, Prolegda memiliki kedudukan yang sangat penting. Dengan berfungsinya Prolegda, maka pembentukan produk hukum daerah memiliki acuan yang memuat skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek. Penyusunan Prolegda tidak hanya untuk kepentingan pembentukan Perda semata, tapi lebih luas lagi terkait dengan keseluruhan program pembangunan daerah. Kabupaten Way Kanan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 hingga saat ini belum mempunyai peraturan daerah terkait dengan Program Legislasi Daerah.

Pada akhirnya disarankan kepada Pemerintah Daerah bahwa Program Legislasi Daerah yang disusun hendaknya mencerminkan kerangka regulatif RPJMD dengan memperhatikan karakteristik dan aspirasi masyarakat.


(3)

HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN WAY KANAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

Oleh

Indra Zakariya Rayusman

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN WAY KANAN

(Tesis)

Oleh

Indra Zakariya Rayusman

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ………... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Kerangka Teori dan Konseptual ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 29

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemerintahan Daerah ... 30

B. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ... 36

C. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarkhi Peraturan Perundang- Undangan ... 37

D. Pembentukan Peraturan Daerah ... 45

E. Wewenang dan Prakarsa Pembentukan Peraturan Daerah ... 55

F. Dasar Hukum dan Pengertian Program Legislasi Daerah... 56

G. Perencanaan Pembangunan Daerah ... 57

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 61

B. Jenis dan Sumber Data ... 62


(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Program Legislasi Daerah dengan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan ... 65 B. Produk Hukum Daerah untuk Mewujudkan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan ... 88

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 109 B. Saran ... 110


(7)

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

segala rahmat, hldayah, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tesis ini yang be{udu| "Hubungan Program Legislasi Daerah Dengan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan ". Tesis ini sangat bermanfaat bagi

penulis secara teoritis dan praktis.

Kerja keras penulis untuk menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan

bantuan dala:n member'ikan bimbingan dan saran, oleh sebab itu penulis sampaikan

rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak

Prof. Dr. ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung.

Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Unila.

Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hun. selaku Ketua Program dan Bapak

Dr.

Eddy zufai, S.H., M.H., selaku Selaetaris Program pada Program

P ascasarj ana Pro gram Magister Hukurn Universitas Lampung.

Kepada Dosen Pembirnbing (I) Dr. Khaidi Anwar, S.H., M.Hurn. serta Dosen

Pembimbing

(II)

Dr. H.S. Tisnanta, S.H., M.H. yang telah mau menerima penulis sebagai mahasiswa bimbingan dan telah mau menyisihkan waktu dan

pemikiran kepada penulis dalam rnenyelesaikan tesis ini.

Dr. Budiyono, S.H., M.H. dan Rudi, S.H., LL.M.,L.LD, selaku penguji.

Bapak, Ibu Dosen Pengajar Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukunr Universitas lampung 20T2-2014, yang telah memberikan ilmu

2. 3.

4

5

6


(8)

1. Tim Penguji

KetuaTimPenguji : Dr.

Khaidir

Anwar, S.H., M.Hum.

Sekretaris/Penguji : Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.Hum.

Penguji

Penguji

Penguji I)r. Yusnani Hasyim ZumrS.E, M.Hum

Hukum

eryandi, S.H., M.S.

1109 198703

I 003

: Rudy, S.H., LL.M., LL.D.

: Ilr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum.

1--lal'

.*-'ar po$nf'Hi

r Program Pascasarjana

udjarwo, M.S.

28 198103 1 002


(9)

Nama

Mahasiswa

:

Nomor Pokok Mahasiswa : Program Kekhususan : Program

Studi

: Fakultas

DAERAH

KABUPATEN WAY KANAIT{ Ind

ra

Zakariy a Rayusman

t222011065

Hukum Kenegaraan

Program Pascasarj ana Magister Hukum Hukum

MEi\YETUJUI

Dosen Pembimbing

Pembimbing Pendamping, Pembimbing

Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum. Nip 19550314 198603 1 001

Dr. HS.-Tisnanta, S.H., M.Hum.

Nip 19610903 198702 I 001

MEI{GETAHUI

Ketua Program Pascasarj ana Studi Magister Hukxfr Fakuitas


(10)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenamya baiiwa:

1. Tesis dengan

judul "Hubungan Program Legislasi Daerah Dengan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan" adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalarn masyarakat akademik atau saya disebut plagiarisme.

2. Hak

rntelektual atas karva ilmiah Universitas Lampung.

diserahkan sepenuhnya kepada

Atas pernyataan

ini,

apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut dengan hukum yang berlaku.

2014

lndraZakaiya Rayusman NPM. 122201106s Bandar Lampung, Pembuat Pernyataan,


(11)

vii

PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan untuk:

 Kedua Orang Tuaku tersayang (Alm) Hi. Rosjidi Jusuf dan Ibunda Hj. Lies

Maslihah Ghofur, dan Istriku Elmufida Harumi Pertiwi. S.S. tercinta yang

selalu tak henti memberi dukungan dan do’a hingga saya mampu

menyelesaikan studi Magister Hukum dengan baik.

 Kakakku tercinta, Martono Udjianto Rajusman, S.H., M.Pd., Mahmuddin Aris Rayusman, S.Ag. M.Pd.I, dan adikku tercinta Ridwan Khaidir Rayusman, SE.dan Yuni Muanah Rahmah, SE, atas kebersamaan dan dukungan serta doanya.

 Bupati Way Kanan Bapak Bustami Zainudin, S.Pd. M.H., Kepala Bappeda

Kabupaten Way Kanan Drs. Rudijoko Kurnianto, SH, beserta jajarannya Kepala Bagian Hukum Setdakab Way Kanan Yusron Lutfi, S.H., M.H. beserta jajarannya atas dukungan dan bantuan menyelesaikan studi ini.

 Keluarga besar di Bandar Lampung, Talang Padang Kabupaten Tanggamus

dan Malang Jawa Timur .

 Rekan-rekan Bappeda Kabupaten Way Kanan Anang Risgianto,SKM,

M.Kes, Ari Firdaus Alharist, ST.MH, Harmadi, SP.Msi, Pujiono, S.Sos.MM, Zahruddin, SE Serta rekan-rekan PPS MH UNILA 2012 Kelas A yang tak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.


(12)

vi

“Bagian terbaik dari keberanian adalah kebijaksanaan”

(Henry Shakespeare)


(13)

viii

R I W A Y A T H I D U P

Penulis dilahirkan di Malang, pada tanggal 26 September 1975 adalah anak ke 3 (Tiga) dari 5 (Lima) bersaudara, dari pasangan Bapak H. Rosjidi Jusuf (Alm) dan Ibu Lies Maslihah Ghofur.

Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak di TK Kartika Chandra Kirana diselesaikan Tahun 1981, Sekolah Dasar di SD Persit KCK Sriwijaya II dan diselesaikan Tahun 1988, melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5 Tanjung Karang diselesaikan Tahun 1991, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tanjung Karang diselesaikan Tahun 1994, selanjutnya penulis pada Tahun 2000 menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Lampung.

Pada Tahun 2012 penulis diterima pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Universitas Lampung.


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di Indonesia dilakukan sebagai pelaksanaan konstitusi, sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang

berbunyi: "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”.

penyelengaraan pembangunan tersebut dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud pelaksaaan mandat konstitusi, dan untuk melaksanakan mandat konstitusi tersebut maka dibentuk organ-organ pemerintahan mulai dari tingkatan pusat sampai ke daerah.

Pembangunan yang dilaksanakan tersebut untuk mendorong bagaimana tujuan

bernegara sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi itu terwujud.

Penyelenggaraan pembangunan meliputi disegala bidang seperti ekonomi,sosial budaya, infrastruktur dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan agenda pembangunan tersebut maka disusunlah tahapan-tahapan dalam sebuah sistim perencanaan yang mengakomodir perkembangan atau dinamika masyarakatnya. Selaras dengan hal tersebut maka Ginanjar Kartasasmita memberikan pengertian


(15)

bahwa pembangunan adalah sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana1. Untuk menggerakan pembangunan tersebut diperlukan instrumen hukum guna memberikan arah sebagai pedomana bagi pelaksanaanya. Instrumen hukum dalam konteks regulasi adalah peraturan perundang-perundang yang disusun sebagai suatu produk hukum yang dibentuk oleh organ-organ negara yang tercermin dalam susunannya yaitu2:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pancasila ditempatkan sebagai sumber segala sumber hukum dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diletakkan sebagai hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan dibawahnya.3 Di dalam bukunya berjudul

Allgemeine Rechtslehre, Hans Nawiasky menyatakan bahwa suatu norma hukum dinegara manapun tidak saja selalu berlapis dan berjenjang, dimana norma yang dibawah berlaku dan mengacu pada norma diatasnya, sedangkan norma yang lebih tinggi berlaku dan bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi,tetapi juga norma hukum itu berkelompok-kelompok. Kelompok norma hukum itu ialah norma hukum fundamental negara (staatsfundamentalnorm), aturan dasar atau

1

http://ilearn.unand.ac.id/blog/index.php?entryid=57 diunduh pada tanggal 25 februari 2014

2

Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

3


(16)

aturan pokok negara (staatsgrundgesetz,), undang-undang formal (formal gesetsz), dan aturan pelaksana dan aturan otonom (verordnung und autonome satzung)4.

Pelaksanaan pembangunan tujuannya ada pada kesejahteraan masyarakat, maka produk hukum sebagai landasan pelaksanaan pembangunan dibentuk sebagai instrumen penggerak mencapai tujuan tersebut, menurut Satjipto Rahardjo5

hukum adalah suatu institusi yang mengantarkan manusia pada kehidupan yang adil,sejahtera dan membuat manusia bahagia. Titik sentral pembangunan sampai dengan hari ini masih menempatkan warga negara sebagai objek, sehingga pembangunan diharapkan tidak saja menyentuh pada perubahan wujud fisik fasilitas atau infrastruktur yang lebih baik, namun seyogyanya mampu memicu terjadinya perubahan perilaku, sehingga hukum sebagai instrumen penggerak pembangunan mampu menjadi alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering). Dengan demikian esensi pembangunan harus juga ditujukan bagaimana merubah prilaku rakyat bangsa Indonesia, dari perilaku yang serba terbelakang menuju kearah perilaku yang lebih maju sosial ekonomi, budaya, akhlak serta perilaku yang sejahtera dengan memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Dalam konteks ini jelas pembangunan tidak dapat dipisahkan dari kesadaran dan kepatuhan manusia atau masyarakat terhadap nilai-nilai hukum.6

4

Soimin. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara di Indonesia. Yogyakarta: UII

Press, 2010. hlm. 40.

5

Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif-sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta, Genta

Publishing, 2009.

6

http://www.kantorhukum-lhs.com/1?id=persepsi-hukum-dalam-pembangunan diunduh pada tanggal 25 Januari 2014


(17)

Selaras dengan hal tersebut pembentukan sebuah produk hukum tidak bisa dipisahkan dari tujuan mengapa produk hukum tersebut dibuat atau dibentuk. Pembentukan sebuah produk hukum oleh organ-organ negara yang memiliki kompetensi berdasarkan kewenangannya sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dalam tiap tingkatannya merupakan sebuah produk kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu atau sebagai sebuah politik hukum. Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat, demikian pula menurut C.F.G Sunaryati Hartono mendefinisikan politik hukum sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistim hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita Bangsa Indonesia.7

Pasca reformasi dinamika penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan, salah satu hasil reformasi yang penting adalah dengan diterbitkannya perangkat hukum yang menjamin dilaksanakannya otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Perubahan dasar itu antara lain diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, sehingga praktek sentralisasi pemerintahan yang telah berjalan bertahun-tahun berubah kearah desentralisasi. Desentralisasi dalam teori dan prakteknya lebih

7


(18)

memberikan kebebasan dan kemandirian kepada masyarakat daerah di dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, terutama terhadap kepentingan masyarakat daerah.

Terbitnya undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut sebagai bentuk politik hukum dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah. Penyelenggaraan pembangunan saat ini bukan hanya menjadikan masyarakat atau warga negara sebagai objek pembangunan namun dituntut peran sertanya sebagai pelaku pembangunan atau sebagai subjek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan masyarakat memiliki ruang yang lebih luas untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan sejak saat perencanaan atau yang lebih dikenal dengan pendekatan perencanaan secara partisipatif yang melibatkan seluruh

stakeholder pemangku kepentingan.

Penyelenggaraan pembangunan baik ditingkatan nasional ataupun di daerah secara substansi memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu untuk mewujudkan tujuan bernegara seperti yang diamanatkan dalam Alinea ke-4 UUD 1945. Penyelenggaraan pembangunan di daerah membutuhkan instrumen hukum untuk menggerakan pembangunan di daerah. Instrumen hukum dalam bentuk produk hukum daerah dimaksud adalah sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan pembangunan diadaerah berlandaskan semangat otonomi daerah. Kewenangan daerah yang lebih besar ini menjadi faktor pendorong agar disetiap daerah akan tumbuh prakarsa atau inisiatif dan kreativitas daerah untuk mendayagunakan potensi setempat, dan menjadi semakin responsif terhadap permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Proses penyelenggaraan pembangunan di


(19)

daerah ini dimulai sejak tahap perencanaan yang melibatkan peran aktif semua pemangku kepentingan atau (Stakeholders). Proses perencanaan ini memiliki arti yang strategis bagi arah serta capaian pembangunan di daerah setiap tahunnya,

dokumen perencanaan ini menjadi pedoman bagi penyelenggaraan

pembanguanan. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia8.

Penyelenggaraan pemerintah daerah oleh karena itu perlu disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan

pembangunan nasional, sebagai harmonisasi kebijakan/politik hukum

pemerintahan, maka dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang mengatur tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional membagi beberapa kelompok rencana pembangunan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) untuk periode 20 Tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk periode 5 tahun dimana RPJM tersebut memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif, Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh

8

Bab I Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional.


(20)

pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah (RKPD)9.

Produk hukum daerah yang dibentuk baik yang bersifat penetapan (beschikking) ataupun pengaturan (regerings), adalah sebagai bentuk produk kebijakan yang dibuat dalam kerangka regulasi untuk mencapai tujuan pembangunan di daerah. Terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengamanatkan tentang bagaimana proses pembentukan produk hukum di daerah dibentuk berdasarkan kebutuhan bagi suatu daerah yang tercermin dalam program legislasi daerah (prolegda). Prolegda merupakan potret politik hukum di daerah yang memuat rencana materi dan sekaligus merupakan instrumen pembuatan hukum dalam bentuk kebijakan pemerintah daerah. Dimana prolegda berisi daftar perundang-undangan yang akan dibentuk dalam tiap tahunnya. Penyusunan prolegda ini didasarkan atas perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi, rencana pembangunan daerah, penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta aspirasi masyarakat daerah10.

Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu kabupaten muda di Provinsi Lampung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Dati II Metro. Kabupaten Way Kanan, sebagai salah satu unit pemerintahan daerah, mempunyai Produk Hukum Daerah untuk

9

Lihat Pasal 150 ayat 1 sd ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

10

Lihat Pasal 32 sd Pasal 40 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


(21)

melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk melaksanakan agenda pembangunannya tersebut disusun pula dalam dokumen perencanaan berdasarkan beberapa kelompok rencana pembangunan. Pada tahun 2010 Kabupaten Way Kanan telah melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis. Kepala Daerah yang dipilih oleh rakyat dalam kurun lima tahunan untuk merealisasikan janji-janji politik pada saat kampanye dituangkan dalam sebuah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang menjadi visi dan misi kepala daerah yang dijabarkan dalam program-program indikatif yang merupakan implementasi dari visi misi untuk mencapai kondisi yang diharapkan dimasa lima tahun yang akan datang di Kabupaten Way Kanan .

Sebagaimana amanat undang-undang sistem perencanaan pembangunan nasional dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah bahwa arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif yang tercermin dalam dokumen rencana pembangunan daerah.

Kerangka regulasi tersebut salah satunya dalam bentuk Peraturan Daerah, dimana dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, pembentukannya meliputi tahapan

persiapan, perencanaan, pembentukan, pembahasan dan pengesahan,

pengundangan dan penyebarluasan. Pembentukan Perda ini memperhatikan visi dan misi kepala daerah dan rencana pembangunan daerah. Pembentukan Perda sebagai produk hukum di daerah dibentuk berdasarkan kebutuhan bagi suatu.


(22)

Kedudukan Perda merupakan bentuk implementasi otonomi daerah (local autonomie) karena Perda sebagai perangkat dan salah satu produk daerah. Esensi otonomi daerah sebagai bentuk kemandirian (zelfstan’digheid) dan bukan suatu kebebasan sebuah satuan pemerintahan yang merdeka (onafhan’kelijkheid).11

Sebagai kerangka regulasi perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam program legislasi daerah (Prolegda).

Sumber penyusunan prolegda ini salah satunya adalah rencana pembangunan daerah. Sehingga produk hukum dalam bentuk Peraturan Daerah yang tertuang dalam program legislasi daerah Kabupaten Way Kanan pada akhirnya merupakan kerangka regulatif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersumber dari dokumen perencananaan pembangunan daerah, sehingga diharapkan dalam proses pembentukan prolegda dan perda baik pihak eksekutif dan legislatif merujuk pada rencana pembangunan daerah sehingga produk hukum daerah yang dihasilkan dapat menjadi instrumen penggerak pembangunan di Kabupaten Way Kanan dimana pembentukan Perda pada dasarnya bagian dari kegiatan pembangunan daerah.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan dalam pembentukan program legislasi daerah berdasarkan rencana pembangunan daerah

dalam bentuk tesis yang berjudul “Hubungan Program Legislasi Daerah Dengan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan”.

11

I Gde Pantja Astawa. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia. Cet 1. Bandung:


(23)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah hubungan program legislasi daerah dengan perencanaan

pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan?

b. Bagaimanakah produk hukum daerah untuk mewujudkan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan?

2. Ruang Lingkup

Tesis ini termasuk dalam ruang-lingkup bidang Hukum Tata Negara kajian Hukum Peraturan Perundang-Undangan. Untuk membatasi tulisan ini agar tidak meluas, maka ini hanya dibatasi pada hubungan program legislasi daerah dengan perencanaan pembangunan daerah dan produk hukum daerah untuk mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis kebijakan pembentukan program legislasi daerah dalam

kaitannya dengan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan.

b. Menganalisis produk hukum daerah apa saja yang dibutuhkan untuk

mewujudkan Rencan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan


(24)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut: a. Secara Teoretis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan ilmu hukum, khususnya tata negara yang berkaitan dengan kebijakan Program Legislasi Daerah dan Perencanaan Pembangunan Daerah, meliputi Proses penyusunan prolegda di Kabupaten Way Kanan dan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna:

1) Sebagai upaya perluasan pengetahuan bagi peneliti dan dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca untuk dapat mengetahui penyusunan program legislasi daerah berkaitan hubungannya dengan perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Way Kanan.

2) Sebagai tambahan bahan atau masukan bagi pengambil kebijakan dalam pembentukan program legislasi daerah dan peraturan daerah di Kabupaten Way Kanan.

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

a. Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Teori perundang-undangan (gesetzgebungstheorie) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan yang berhubungan dengan ilmu politik dan


(25)

sosiologi.12 Ilmu pengetahuan perundang-undangan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

1) Teori Perundang-undangan, yang berorientasi pada mencari kejelasan makna

atau pengertian-pengertian (begripsvorming dan begripsverheldering), dan bersifat kognitif (erklarungsorientiert).

2) Ilmu Perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan besifat normatif (handlungsorientiert).13

Kata perundangan diartikan sebagai yang bertalian dengan undang-undang atau seluk-beluk undang-undang-undang-undang. Kata undang-undang-undang-undang diartikan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan negara yang di buat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb) disahkan oleh parlemen (dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dsb) ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja) dan mempunyai kekuatan yang mengikat.

Menurut A. Hamid, S.A. yang mengutip Kamus Hukum S.J. Fockema Andreae istilah perundang-undangan (wetgeving) diartikan sebagai berikut: 1) Proses membentuk peraturan negara, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah; 2) Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan baik tingkat pusat dan tingkat daerah.14 Istilah Wet’telijke Regeling diartikan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat perundang-undangan. Menurut N.A.S Natabaya, mendifinisikan peraturan perundang-undangan adalah keseluruhan

12

Maria Farida Indrati Soeprapto. Ilmu Perundang-Undangan 1 (Jenis, Fungsi dan Materi

Muatan), Cet 5. Yogyakarta; Kanasius, 2007. hlm.8

13

Ibid 14

S.J. Fockema Andreae, 1948. Rechtsgeleerd handwoordenboek, Groningen/Batavia: J.B.


(26)

aturan tertulis yang di buat oleh pejabat/lembaga negara pusat dan daerah yang berwenang untuk itu yang isinya mengikat secara umum.15

Peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari hukum tertulis dan merupakan bagian dari sistem hukum maka pengertian sistem peraturan perundang-undangan Indonesia adalah suatu rangkaian unsur-unsur hukum tertulis yang saling terkait, pengaruh-mempengaruhi, dan terpadu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya yang terdiri atas: asas-asas, pembentuk dan pembentukannya, jenis, hierarki, fungsi, materi muatan, pengundangan, penyebarluasan, penegakan, dan pengujian yang semuanya dilandasi oleh falsafah Pancasila dan UUD 1945.16

Menurut Bagir Manan,17 peranan peraturan perundang-undangan terjadi karena beberapa hal:

1) Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah

dikenali, mudah diketemukan kembali dan mudah ditelusuri. Sebagai kadiah hukum tertulis bentuk, jenis dan tempatnya jelas, begitu pula pembuatnya.18

2) Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum lebih jelas

nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan kembali.19

3) Struktur dan sistematika peraturan perundang-undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya.20

4) Pembentukan dan pengembangan peraturan perudang-undangan dapat

direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi negara yang sedang membangun sistem hukum baru sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.21

15

H.A.S. Natabaya. Sistem Peraturan Perundang-Perundangan Indonesia, Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006, hlm. 17

16

Ibid, hlm 18

17

Bagir Manan. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: Ind-Hill. 1992, hlm. 8.

18 Ibid 19 Ibid 20 Ibid 21 Ibid


(27)

M. Solly Lubis mengatakan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan negara.22 Peraturan negara adalah peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi, baik dalam pengertian lembaga atau pejabat tertentu.23 Menurut Maria Farida Indrati S, ilmu perundang-undangan mencakup pembahasan tentang proses pembentukan atau perbuatan membentuk peraturan negara yang merupakan hasil dari pembentukan peraturan negara, baik di Pusat maupun di Daerah.24 Peraturan perundang-undangan adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang, yang bersifat atau mengikat secara umum.25

Satjipto Rahardjo mengatakan suatu peraturan perundang-undangan menghasilkan peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:26

1) Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan

kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.

2) Bersifat universal yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.

Menurut Pasal 1 angka (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah:

1) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan

Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

22

M. Solly Lubis. Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, Bandung: CV Mandar Maju.

1989, hlm 1.

23

Ibid, hlm 1-2.

24

Maria Farida Indriarti S, 2007, Op.Cit. hlm 13.

25

I Gde Pantja Astawa, Suprin Na’a. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di

Indonesia. Bandung: PT Alumni. 2008, hlm. 18.

26


(28)

2) Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Teori perundang-undangan merupakan teori yang mempelajari pembuatan peraturan perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan ditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang melalui mekanisme yang telah ditentukan.

b. Teori Kebijakan Publik

Salah satu definisi mengenai kebijakan diberikan oleh Robert Eyestone, ia mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai

“hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. Konsep yang

ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal27.

Dikatakan sebagai kebijakan publik kerena kepentingan yang dilayani, disini adalah kepentingan-kepentingan publik yang dinamakan public interest. Maka yang aktif dan bekerja dalam hal ini ada beberapa lembaga publik yang dinamakan public institutions. Oleh karena itu untuk keberhasilan dan

penyelenggaraan pelayanan kepentingan umum ini harus ada management

27

Budi Winarno. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Yogyakarta; CAPS. 2012,


(29)

(pengelolaan) yang dijalankan lembaga-lembaga atau jabatan resmi, secara tersistem dan terarah. Management yang dilakukan oleh jabatan-jabatan resmi itu disebut Public Management. Management ini bertujuan melakukan pelayanan terhadap masyarakat itu disebut public service. Istilah publik menunjukkan sifat-sifat yang umum dan berarti bukan masalah-masalah pribadi (individual/privat). Harus dibedakan antara state office atau public office (kantor/jabatan pemerintah) yang berbeda dengan private office (kantor swasta). Di dalam rangka kegiatan dan tugas-tugas pemerintahan itu kepentingan yang dihadapi dan ditanggulangi adalah kepentingan-kepentingan masyarakat yakni public interest28.

Beberapa definisi kebijakan publik ditemukan bermacam-macam definisi untuk

menjelaskan pengertian “kebijakan”.29

1) Thomas R.Dye: Menyebut kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk

menentukan langkah untuk “berbuat” atau “tidak berbuat “(to do or not to do). Definisi Thomas ini kata Said Zainal Abidin adalah hasil gabungan dari definisi yang dibuat David Easton Lasswell dan Kaplaen, dan dari Carl Friedrich.30

2) Carl J Friedrich: Kebijakan adalah serangkaian konsep tindakan yang diusulkan oleh seorang atau sekelompok orang atau pemerintah dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan peluang, terhadap pelaksanaan usulan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Carl Friedrich merinci apa-apa yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu adanya: a) tujuan (goal), b) sasaran (objectives) dan c) kehendak (purpose).31 3) Amara Raksasataya32: Menurut Amara kebijakan adalah suatu taktik dan

strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Ada 3 unsur dalam kebijakan menurut Amara:

(1) Identifikasi tujuan yang akan dicapai

(2) Strategi untuk mencapainya (apa yang dimaksud dengan strategi?)

(3) Penyediaan berbagai input atau masukan yang memungkinkan

pelaksanaannya.

28

M.Solly Lubis. Kebijakan Publik. Bandung, Mandar Maju, 2007, hlm.1.

29

Ibid, hlm. 6

30 Ibid 31 Ibid 32 Ibid


(30)

4) James Anderson33: Kebijakan negara (state policy) adalah kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga pejabat pemerintah dengan ciri-ciri khas sebagai berikut:

(1) Kebijakan itu mempunyai tujuan (2) Kebijakan itu berisi pula tindakan

(3) Kebijakan itu ada tindakan yang nyata bukan sekedar harapan. (4) Kebijakan itu mungkin positif dan mungkin negatif

(5) Kebijakan itu selalu dituangkan pada sesuatu peraturan yang otoritatif. 5) Lasswell dan Kaplan: melihat kebijakan itu sebagai “sarana” untuk mencapai

“tujuan”.Kebijakan itu tertuang dalam “program”yang diarahkan kepada pencapaian “tujuan”, “nilai”, dan “praktek”(a projected program of goals, values, and practices)”34

6) Hugh Heglo: kata said, menyebutkan kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud mencapai tujuan (goal,end) tertentu (a course of action intended to accomplish some end)35

Rumusan cakupan publik policy (kebijakan publik) adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. Jika suatu pemerintah negara melakukan pelayanan dengan berorientasi kepada public interest atau public needs maka yang harus dipikirkan oleh pemerintah itu ialah How to serve the public, sehingga pemerintah

itu bertindak sebagai public servant (pelayanan masyarakat) yang

menyelenggarakan public service (layanan publik).36

c. Teori Desentralisasi

Pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi.37 Kata Desentralisasi

berasal dari bahasa latin yaitu “de” yang artinya lepas dan “centrum” artinya pusat. Berarti desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat. Desentralisasi38

33

Ibid, hlm. 9.

34 Ibid 35 Ibid 36 Ibid 37

Hanif Nurcholis. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia. 2005, hlm. 7.

38

Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


(31)

adalah tata pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah atau desentralisasi adalah penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang dsb). Sarundajang39 mendefinisikan desentralisasi sebagai berikut:

“Desentralisasi adalah suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan yang merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintah pusat. Pejabat-pejabat di daerah hanya melaksanakan kehendak pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi, sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan pelimpahan kewenangan pemerintah kepada

pihak lain untuk dilaksanakan disebut dentralisasi”.

Menurut Sarundajang,40 mengatakan terdapat empat bentuk desentralisasi adalah;

pertama, desentralisasi menyeluruh (comprehensive local government system),

adalah sistem pemerintahan daerah yang menyeluruh dalam hal pelayanan pemerintah di daerah dilaksanakan oleh aparat-aparat yang mempunyai tugas bermacam-macam (multi purpose local authorities), kedua, sistem kemitraan

(partnership system), adalah beberapa jenis pelayanan dilaksanakan langsung oleh aparat pusat dari beberapa jenis yang lain dilaksanakan oleh aparat daerah, ketiga,

sistem ganda (dual system), adalah pusat melaksanakan pelayanan teknis secara langsung demikian juga aparat di daerah, keempat, sistem administrasi terpadu

(integrated administrative system) adalah aparat pusat melakukan pelayanan teknis secara langsung di bawah pengawasan seorang pejabat koordinator. Fokus

perhatian dalam studi tentang pemerintahan daerah (Pemda) adalah asas otonomi dan pelaksanaan desentralisasi dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Tentang hal ini. Yamin menulis bahwa: “Susunan tata negara

39

Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, Jakarta: Sinar Harapan. 1999, hlm. 45.

40


(32)

yang demokratis membutuhkan pemecahan kekuatan pemerintahan pada bagian pusat sendiri dn pula membutuhkan pembagian kekuasaan itu antara pusat dengan daerah. Asas demokrasi daridesentralisasi tenaga pemerintahan ini berlawanan dengan asas hendak mengumpulkan segala-galanya pada pusat pemerintahan”41

Apa yang dikatakan Yamin memberi kesimpulan bahwa otonomi daerah dan desentralisasi merupakan bagian dari negara yang menganut paham demokrasi. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Hatta juga mengatakan hal yang sama ketika

menulis” Menurut dasar kedaulatan rakyat itu, hak rakyat untuk menentukan

nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pemerintahan negeri melainkan juga pada tiap tempat, di kota, desa dan di daerah...Dengan keadaan yang demikian, maka tiap-tiap bagian atau golongan rakyat mendapat otonomi (membuat dan menjalankan peraturan-peraturan sendiri) dan zelfbestuur Menjalankan peraturan-peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi...keadaaan seperti itu penting sekali, karena keperluan tiap-tiap tempat dalam satu negeri tidak sama, melainkan berlain-lainan”42. Otonomi haruslah menjadi salah satu sendi susunan pemerintahan yang demokratis. Artinya di negara demokrasi dituntut adanya pemerintah daerah yang memperoleh hak otonomi. Adanya pemerintah daerah yang demikian juga menyempurnakan suatu ciri negara demokrasi, yakni kebebasan.43

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan ada tiga faktor yang memperlihatkan kaitan erat antara desentralisasi dengan demokrasi, yaitu:44

41

Moh. Mahfud. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta, Raja Grafindo Persada. 2009, hlm. 92.

42

Ibid

43

Ibid

44


(33)

1) Untuk mewujudkan prinsip kebebasan (liberty).

2) Untuk menumbuhkan kebiasaan rakyat memutuskan sendiri berbagai

kepentingan yang bersangkutan langsung dengan mereka. Memberi kesempatan bagi masyarakat untuk memutuskan sendiri kepentingan-kepentingannya merupakan hal yang sangat esensial di dalam suatu masyarakat yang demokratis.

3) Untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang

mempunyai tuntutan yang berbeda.

Bagir Manan mencatat juga pendapat Kelsen yang menyatakan, kerakyatan itu bisa juga ada di dalam negara yang pemerintahannya sentralistis, tetapi adanya desentralisasi lebih demokratis daripada sentralisasi.45 Adanya desentralisasi dapat dilihat sebagai bagian perwujudan negara hukum, sebab di dalam prinsip ini terkandung maksud pembatasan kekuasaan terhadap pemerintah pusat. Adanya pembatasan itu merupakan salah satu ciri negara hukum. Di antara ciri negara hukum klasik terdapat tiga hal yang berkaitan dengan pembatasan kekuasaan, yakni, (1) Adanya UUD sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya, (2) Adanya pembagian kekuasaan yang dapat menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman, (3) adanya pemencaran kekuasaan negara/pemerintah.46

Asas desentralisasi merupakan salah satu cara pembatasan kekuasaan yang dengan demikian berarti merupakan salah satu cara menegakkan negara hukum.47 Istilah otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan, sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban itu sendiri ada dua unsur: Pertama, pemberian tugas dalam arti melaksanakannya.

45

Ibid

46

Ibid

47


(34)

Kedua, pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri bagaimana menyelesaikan tugas itu. Dengan demikian, pemberian otonomi mempunyai sifat mendorong atau memberi stimulasi untuk berusaha mengembangkan kemampuan sendiri yang dpat membangkitakan oto-aktivitas dan mempertinggi rasa harga diri dalam arti yang sebaik-baiknya.48

Hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah pada umumnya berdasarkan atas tiga asas yaitu, asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas pembantuan. Dalam asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah

dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik yang menyangkut policy,

perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan.49

Asas pembantuan berarti keikutsertaan, pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat didaerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah setempat (daerah) memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantuk melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat.50

Walaupun demikian, menurut Devas, pengertian dan penafsiran terhadap desentralisasi ternyata sangat beragam, dan pendekatan terhadap desentralisasipun sangat bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain. Tetapi, secara umum definisi dan ruang lingkup desentralisasi selama ini banyak diacu adalah pendapat Rondinelli dan Bank Dunia, bahwa desentralisasi adalah transfer kewenangan dan

48

Ibid, hlm. 95.

49

Ibid.

50


(35)

tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta. Sebagai pembanding, baik juga mengacu pendapat Turner dan Hulme yang berpendapat bahwa desentralisasi di dalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat kepada pejabat atau lembaga pemerintahan yang lebih dekat kepada masyarakat yang harus dilayani. Desentralisasi merupakan alat mencapai tujuan pemberian pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis.51 Dengan demikian maka Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.52

d. Teori Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan sosial (Johan Galtung).53

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena

meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam

kesejahteraan ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan

51

Oswar Mungkasa; Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia:Konsep, Pencapaian dan Agenda Kedepan

52

Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

53


(36)

san bahkan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya (Bintiro Tjokroamidjojo).54

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri).55

Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah).56

Siagian memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita

memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses

perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara

terencana”.

54

Ibid

55

Ibid

56


(37)

Menurut Deddy T. Tikson bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang

dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke

materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.57

Pembangunan Nasional secara umum adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.58 Kemudian yang dimaksud Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek

57

Ibid 58

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahunn 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan


(38)

pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.59

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian.60 Sesuai dengan defenisi tersebut maka peneliti akan memberikan pembatasan terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Legislasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Legislasi61 adalah pembuatan undang-undang, dan Daerah62 adalah lingkungan pemerintah.

b. Prolegda (Program Legislasi Daerah)

Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.63 Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Perda yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem

59

Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

60

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1983, hlm. 4.

61

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1990, hlm. 508.

62

Ibid, hlm. 178.

63

Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-Undangan.


(39)

peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis, dalam sistem

hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.64

c. Peraturan Daerah

Peraturan daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Perda merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.65

d. Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.66 Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.67 Pemerintah daerah yang dimaksud adalah Bupati Way Kanan dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Way Kanan .

64

Mahendra, Oka AA, Mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah.

Makalah disajikan pada acara Seminar Sehari Pansus DPRD Provinsi Jawa Timur Mengenai Tata Cara dan Pengelolaan Prolegda di Jakarta, pada tanggal 6 Juni 2006, hlm 5.

65

Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

66

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

67


(40)

e. Dewan Pewakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.68 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dimaksud adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Way Kanan.

f. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.69 Pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam tesis adalah proses pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

g. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan.70 Pembahasan dalam tesis tidak dibatasi hanya pada peraturan yang terdapat dalam jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan, tetapi peraturan tertulis lain yang dibentuk oleh lembaga negara seperti Permendagri dan Peraturan Daerah.

68

Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

69

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

70


(41)

h. Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.71

i. Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan,

berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.72

j. Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu73.

71

Bab I Pasal 1 angka 1 PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

72

Bab I Pasal 1 angka 2 ibid

73


(42)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan penelitian ini nantinya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, berisikan latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan konseptual, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan kajian-kajian teori terkait dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, antara lain terkait dengan Program Legislasi Daerah dan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Way Kanan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan metode penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan yang ada, yaitu berupa pendekatan masalah, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, serta analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan uraian atau pembahasan tentang hasil penelitian terhadap permasalahan yang ada, yaitu mengenai harmonisasi Program Legislasi Daerah dengan Perencanaan Pembangunan Daerah.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini, merupakan bab terakhir adalah bab yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.


(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemerintahan Daerah

1. Pengertian Pemerintahan Daerah

Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.74 Dimana Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.75 Pemerintah daerah yang merupakan sub-sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung tiga hal utama didalamnya76, yaitu: pertama, Pemberian tugas dan wewenang untuk menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada Pemerintah

Daerah; kedua, Pemberian kepercayaan dan wewenang untuk memikirkan,

mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian tugas tersebut;

74

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

75

Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

76

Setya Retnami. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Kantor Menteri


(44)

dan ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan mengambil keputusan tersebut mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung maupun DPRD. Kewenangan pemerintahan daerah, meliputi kewenangan membuat Perda-Perda (zelf wetgeving) dan penyelenggaraan pemerintahan (zelfbestuur) yang diemban secara demokratis.77 Jadi pelaksanaan Pemerintah Daerah tidak terlepas dari asas desentralisasi dan otonomi daerah.

Pengertian Pemerintahan Daerah Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Melihat definisi

pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD.

Penyelenggara Pemerintahan Daerah Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dalam menyelenggarakan

77

M. Laica Marzuki. Hukum dan Pembangunan Daerah Otonom. Makasar: Kertas kerja


(45)

pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan daerah dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik dengan penuh tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi.

Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak daerah tersebut menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah:

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya;

2. Memilih pemimpin daerah;

3. Mengelola aparatur daerah;

4. Mengelola kekayaan daerah;

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya


(46)

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu:

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

8. Mengembangkan sistem jaminan social;

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

11. Melestarikan lingkungan hidup;

12. Mengelola administrasi kependudukan;

13. Melestarikan nilai sosial budaya;

14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;

15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan78. Dengan demikian pemerintah daerah harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 21 Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik. Urusan-urusan Pemerintahan Daerah melalui sistem pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal

78

Rozali Abdullah. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara


(47)

13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;


(48)

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal;

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

2. Dasar Hukum Pemerintahan Daerah

Kekuasaan yang dimiliki pemerintah pusat dalam bentuk negara kesatuan sangatlah besar, oleh sebab itu bentuk negara kesatuan terkesan sentralistik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam bentuk negara kesatuan mengadopsi model negara serikat dengan mendistribusikan sepenuhnya kekuasaan kepada Pemerintah Daerah. Kekuasaan di level pusat dikurangi melalui Pemerintah Daerah yang otonom sehingga kekuasaan Pemerintah yang cukup besar dikurangi melalui pendistribusian kewenangan kepada Pemerintah Daerah. Hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah sebagai pelindung dan pengawas kekuasaan yang ada di daerah-daerah sehingga pusat menjalankan fungsi sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan citra negara kesatuan.

Kekuasaan negara kesatuan berada di tangan pemerintah dan di implementasikan kekuasaan menggunakan asas sentralisasi atau asas desentralisasi. Bila pilihan


(49)

penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan otonomi maka semangat penyelengaraan menggunakan asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asas

pembantuan (medebewind). Terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

menjadi sebuah landasan yuridis bagi pelaksaanaan penyelenggaraan

pemerintahan daerah

B. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

1. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Asas adalah suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum sebagai basic truth, sebab melalui asas hukum pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk kedalam hukum, dan menjadi sumber menghidupi nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakatnya.79 Dalam Pasal 20 Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:

a. asas kepastian hukum;

b. asas tertib penyelenggara negara

c. asas kepentingan umum;

d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas;

g. asas akuntabilitas; asas efisiensi; dan asas efektivitas.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

79


(50)

2. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tujuan penyelenggaraan pemerintahan secara umum seperti yang tertuang dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 yaitu bertujuan “..melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial”. Amanat dari UUD 1945 kemudian dilaksanakan dengan

membentuk struktur pemerintahan secara bertingkat dengan segala fungsi dan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi baik ditingkat pusat ataupun daerah.

Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mencantumkan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

a) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945;

b) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang;

c) Peraturan Pemerintah;

d) Peraturan Presiden;


(51)

Ayat (2) menentukan bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a) Peraturan Daerah Provinsi dimuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur;

b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di buat oleh DPRD Kabupaten/Kota

bersama dengan bupati, walikota;

c) Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengatur hierarkhi peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

2. TAP MPR RI

3. UU/Perpu

4. PP

5. Perpres

6. Peraturan daerah provinsi

7. Peraturan daerah kabupaten/kota

Dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut Peraturan Daerah menempati jenjang paling rendah, karena itu Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dengan nada yang lebih tegas, menurut Pasal 136 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bertentangan dengan kepentingan umum dalam ketentuan di atas ialah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.


(52)

Peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menurut Pasal 145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Peraturan Daerah tersebut.

Selain itu Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menetapkan bahwa Mahkamah Agung berwenang menyatakan ketidaksahan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Ketentuan tersebut merupakan mekanisme kontrol dalam rangka menjaga keserasian Peraturan Daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebab peraturan daerah merupakan salah satu sub sistem dalam sistem peraturan perundang-undangan dalam Negara Republik Indonesia, oleh karena itu Peraturan Daerah harus ditempatkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan. Artinya Peraturan Daerah sebagai instrumen penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan selain harus mampu menampung kondisi khusus atau ciri khas masing-masing daerah juga harus ditempatkan dalam konteks penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan kata lain peraturan daerah ditempatkan sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Berkaitan dengan hal ini Paul Scholten mengemukakan:


(1)

64

2. Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, penulis melakukan pengklasifikasian data dan penyusunan data. Pengklasifikasian data dilakukan dengan cara mengelompokan data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan untuk mendapatkan data yang akurat. Penyusunan data dilakukan untuk menempatkan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang utuh dan terpadu pada sub pokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah analisis data, baik interprestasi maupun konstruksi.

D. Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, maka dilakukan analisis data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menganalisis data sesuai peruntukannya secara sistematis dan logis, sehingga memperoleh kejelasan dalam menjawab permasalahan untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat ilmiah. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kesimpulan yang deduktif yaitu kesimpulan yang diambil berdasarkan penjelasan-penjelasan yang bersifat umum hingga mendapatkan kesimpulan yang khusus dalam menjawab permasalahan.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Prolegda memiliki kedudukan yang sangat penting dalam proses pembentukan produk hukum daerah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Way Kanan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 hingga saat ini belum mempunyai peraturan daerah terkait dengan Program Legislasi Daerah. Hal ini dikarenakan penyusunan baru dilakukan setelah pada tahun 2012 undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan baru disosialisasikan dan Peraturan Daerah tentang Program Legislasi Daerah disusun pada tahun 2013 yang pada akhirnya rancangan atau peraturan daerah yang dihasilkan belum mencerminkan kerangka regulatif RPJMD Kabupaten Way Kanan.

2. Penyusunan Prolegda tidak hanya untuk kepentingan pembentukan Perda semata, tapi lebih luas lagi terkait dengan keseluruhan program pembangunan daerah. Oleh karena itu sesungguhnya tidak ada alasan yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk tidak melakukan penyusunan Prolegda. Pelaksanaan fungsi legislasi ada delapan tahapan yang harus dilalui yaitu 1. tahapan perencanaan raperda 2. tahapan perancangan raperda 3. tahapan pengajuan raperda 4. tahapan penyebarluasan raperda 5. tahapan embahsan


(3)

110

raperda 6. tahapan penetapan perda 7. tahapan pengundangan perda dan 8. tahapan penyebarluasan perda. Dalam pelaksanaannya fungsi legislasi penyusunan perda sudah sesuai dengan 8 tahapan tersebut, namun produk hukum daerah secara keseluruhan sudah berkaitan dengan RPJMD namun belum mencerminkan sebagai legal framework yang mendukung RPJM Kabupaten Way Kanan secara keseluruhan yang berpihak atau mewakili aspirasi dari masyarakat.

B. Saran

1. Pemerintah Daerah hendaknya mampu sebagai agen perubahan dalam menghasilkan produk hukum yang progresif. Otonomi luas bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Pemerintah Daerah sebaiknya diinovasikan sebagai produk/instrumen yang menggerakkan perubahan ke arah yang lebih baik dan berpihak kepada masyarakat, salah satunya melalui hendaknya Pemerintah dan DPRD Kabupaten Way Kanan segera membuat Peraturan Daerah mengenai Program Legislasi Daerah sebagai penyelaras antara RPJMD dengan kerangka regulatif.

2. Program Legislasi Daerah yang disusun hendaknya mencerminkan kerangka regulatif RPJMD dengan memperhatikan karakteristik dan aspirasi masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Literatur

Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo, 2007.

Astawa, I Gde Pantja, Suprin Na’a. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia. Bandung: PT Alumni. 2008.

Astawa, I Gde Pantja. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia. Cet 1. Bandung: PT. Alumni. 2009.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Febrian, Hirarki Aturan Hukum di Indonesia (Disertasi), Universitas Airlangga, 2004.

Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1997.

Krina, L. L. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi. Jakarta: Bappenas, 2004.

Latif, Abdul. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah, Yogyakarta, UII press, 2005.

Lubis, M. Solly. Landasan dan Teknik Perundang-Undangan, Bandung: CV Mandar Maju. 1989.

Lubis, M.Solly. Kebijakan Publik. Bandung, Mandar Maju, 2007.

M. Trubek, David dan Alvaro Santos, The New Law and Economic Development a critical appraisal, Cambridge, USA, 2006.

Mahadi, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1989.


(5)

Manan, Bagir. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: Ind-Hill. 1992.

---. Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah, Bandung, LPPM-Unisba, 1995.

Marzuki, M. Laica. Hukum dan Pembangunan Daerah Otonom. Makasar: Kertas kerja PSKMP – LPPM Unhas. 1999.

Natabaya, H.A.S.. Sistem Peraturan Perundang-Perundangan Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006.

Nurcholis, Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2005.

Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Masyarakat, Bandung, Angkasa, 1980.

Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif-sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta, Genta Publishing, 2009.

Retnami, Setya. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia, 2000.

Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, Jakarta: Sinar Harapan. 1999.

Soejadi, Pancasila sebagai sumber Tertib Hukum Indonesia, Jakarta, Lukman Offset, 1999.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1983. Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan 1 (Jenis, Fungsi dan

Materi Muatan), Cet 5. Yogyakarta; Kanasius, 2007.

Soimin. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2010.

Sukowiyono. Otonomi Daerah dalam Negara Hukum Indonesia, Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif, Jakarta, Penerbit Faza Media, 2006.

Wasistiono, Sadu dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja DPRD, Bandung, Fokus Media, 2009.

Winarno, Budi. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Yogyakarta; CAPS. 2012.

Yamin, Muhammad. Naskah persiapan Undang-undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 jilid (1), Jakarta, Siguntang, 1974.


(6)

2. Makalah, Majalah, Surat Kabar, Website

http://ilearn.unand.ac.id/blog/index.php?entryid=57 diunduh pada tanggal 25 februari 2014

http://ilearn.unand.ac.id/blog/index.php?entryid=57 diunduh tanggal 27 februari 2014

http://www.kantorhukum-lhs.com/1?id=persepsi-hukum-dalam-pembangunan diunduh pada tanggal 25 Januari 2014

Mahendra, Oka AA, Mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah. Makalah disajikan pada acara Seminar Sehari Pansus DPRD Provinsi Jawa Timur Mengenai Tata Cara dan Pengelolaan Prolegda di Jakarta, pada tanggal 6 Juni 2006.

RS, Iza Rumesten. Harmonisasi dan Sinkronisasi Produk hukum daerah, Simbur Cahaya, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya No. 38 tahun XIII, Januari, 2009.

RS, Iza Rumesten. Reformasi Birokrasi Menuju Tata Pemerintahan Yang Baik, Majalah Simbur Cahaya No. 37 Tahun XII, September, 2008.

3. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Dati II Metro.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan