Studi Pribadi Yesus dan Karya Yesus ontologis dan fungsional

terjalin satu sama lain secara tak teruraikan. 56 Jadi, Isi pewartaaan rasuli ini menjadi suatu hipotesis untuk menafsirkan dan menggabungkan data yang disajikan pada saat diadakan penelitian terhadap diri Yesus yang historis. Dengan demikian, model alternatif bukanlah Kristologi dari atas atau Kristologi dari bawah. Sebaliknya, model ini memerlukan bukan iman saja dan juga bukan akal historis saja, melainkan keduanya bersama-sama dalam suatu perpaduan yang saling mendukung. Metode Kristologi yang tepat harus mempertahankan ketegangan antara Kristologi dari atas dan Kristologi dari bawah. Dengan demikian, pemahaman yang meningkat tentang Yesus dari sejarah akan menguatkan keyakinan bahwa penafsiran para rasul tentang Kristus dari iman itu memang benar.

4.3. Studi Pribadi Yesus dan Karya Yesus ontologis dan fungsional

Pada bagian ini, akan dibahas hubungan di antara penelaahan tentang pribadi Yesus dan karya Yesus ontologis dan fungsional. Apakah keduanya dapat dipisahkan, dan bila memang dapat, apakah urutan yang logis yang dipakai dalam Kristologi? Apakah pengertian tentang pribadi Kristus dan sifat-Nya harus diungkapkan dan diterapkan dahulu agar membantu untuk memahami karya-Nya? Ataukah harus mengawali dari karya Kristus dan baru kemudian menarik kesimpulan tentang pribadi macam apakah Dia itu? Pertanyaan ini pada dasarnya mempertanyakan kecenderungan untuk memisahkan antara Kristologi yang ontologis dan Kristologi fungsional. Kristologi yang ontologis ialah Kristologi yang menekankan pada pemahaman tentang siapakah Yesus, sedangkan 56 Ibid, hlm. 26 Kristologi fungsional adalah Kristologi yang menekankan pada apa yang dikerjakan Yesus bagi manusia. 57 Kaum pluralis sangat menekankan kristologi fungsional. Menurut mereka, kristologi merupakan sebuah doktrin yang berfokus pada ”peristiwa” dan bukan tentang sifat-sifat. Pada permulaan sejarah gereja, kedua pokok ini, yakni pribadi dan karya Kristus, dibahas dalam kaitan yang cukup erat. Teologi skolastik memisahkan doktrin mengenai pribadi Kristus ke-Tuhanan-Nya, kemanusiaan-Nya, serta perpaduan keduanya dari jabatan dan karya Kristus. Akibatnya, Kristologi tidak lagi relevan bagi kebanyakan orang percaya. Perbedaan mengenai ke-Tuhanan Yesus, jangkauan pengetahuan-Nya, dan keadaan-Nya yang tidak berdosa, maupun persoalan mengenai apakah Yesus memiliki satu atau dua kehendak, semuanya merupakan persoalan yang sangat abstrak. Reaksi terhadap skolastik, menyebabkan Philipp Melanchton dan Luther membangun Kristologi fungsional yang menekankan pada karya Kristus yang menyelamatkan. 58 Persoalan relasi ontologis dan fungsional terus berlanjut hingga kini. Sehubungan dengan hal itu, maka yang paling berantusias dengan kristologi fungsional ialah kaum pluralis, yang menekankan karya Yesus bagi manusia, bukan dalam arti penebusan tetapi dalam arti pembaharuan sosial. Salah satu tokoh Pluralis yang menganut pandangan Kristologi fungsional, ialah Choan-Seng Song. 59 Perlu dicatat ada dua alasan utama mengapa pokok pembahasan tentang kepribadian Kristus ini didahului oleh penelitian karya Kristus. Salah satu alasan 57 Bruce Milne, Mengenali Kebenaran Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002 hlm. 206 58 Teologi Kristen Vol.2 , hlm. 308 59 Stevri I Lumintang, Theologia Abu-abu: Pluralisme Agama, Malang: Gandum Mas hlm. 142-143 ialah keinginan untuk mengaitkan kristologi dengan soteriologi. Memang mungkin untuk membahas kristologi terlepas dari soteriologi. Akan tetapi tidak mungkin untuk membahas apa yang dilakukan Kristus dalam kehidupan kita tanpa mengaitkan karya tersebut dengan watak atau sifat Kristus. Alasan yang kedua ialah keinginan untuk menunjukkan pertalian Kristologi. Sangat sulit bagi kebanyakan orang untuk menaruh perhatian pada pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan watak Kristus, kecuali mereka melihat pengaruhnya dalam hidup mereka. Bagaimana pun juga pendekatan ini menimbulkan berbagai kesulitan. Kesulitan pertama adalah bahwa pada saat seseorang menekankan apa yang diperbuat Kristus bagi umat manusia, maka persepsi diri manusia akan kebutuhannya sendirilah yang cenderung mendiktekan atau menentukan agenda untuk membangun pengertian tentang pribadi atau watak Kristus. Dengan demikian muncul persoalan bagi mereka yang pertama memusatkan perhatian pada karya Kristus dan kemudian baru membahas pribadi-Nya. Atau mereka mempelajari karya-Nya dulu baru kemudian menerapkan hasil penelitian mereka kepada situasi kehidupan manusia, atau juga mereka mempelajari situasi kehidupan manusia dahulu dan baru kembali kepada materi Alkitab tentang karya Kristus. Dalam cara yang pertama masih ada kemungkinan tidak mengena pada situasi kehidupan manusia. Dalam cara yang kedua, bahayanya ialah bahwa pengertian tentang karya Kristus akan disesuaikan dengan persepsi manusia tentang kebutuhannya. Dengan demikian jelas bahwa melandaskan Kristologi pada “kebutuhan yang dirasakan” akan kurang memadai. Pada hakikatnya, seorang teolog bahkan orang Kristen pada umumnya, tidak patut memisahkan pribadi dan karya Kristus ontologis dan fungsional dalam berkristologi. Tidaklah mungkin membicarakan apa yang Kristus kerjakan dalam kehidupan manusia, tanpa menghubungkan karya Kristus dengan pribadi Kristus sebagai presuposisinya, dan sebaliknya. Di sisi lain, berkenan dengan pribadi Kristus masih banyak orang tidak begitu tertarik untuk membahasnya karena bagi mereka, pembahasan mengenai isu yang berkenan dengan pribadi Kristus adalah tidak relevan, menurut mereka bahwa hal itu adalah tidak ada manfaatnya bagi manusia. Hal ini tentu adalah suatu kekeliruan yang fatal.

4.4. Relasi Yesus Kepercayaan dan Yesus Sejarah