Inkarnasi yang Dipandang Sebagai Mitologi

4.6. Inkarnasi yang Dipandang Sebagai Mitologi

Persoalan lain yang makin meningkatkan keprihatinan dalam melaksanakan suatu Kristologi ialah apakah gagasan-gagasan tentang inkarnasi Kristus itu merupakan sebuah mitos? Menurut kaum pluralis, gagasan bahwa Allah menjelma menjadi manusia serta memasuki sejarah manusia, yang merupakan doktrin inkarnasi dari segi sejarah tidak dapat diartikan secara harfiah. Menurut mereka, pendapat semacam itu, tidak perlu dan tidak mungkin hal itu dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemikiran kaum pluralisme adalah konsep “Demitologisasi Bultman”. Bultman menyimpulkan bahwa sebagian besar Perjanjian Baru bersifat mitos. Yang dimaksudkan dengan “mitos” oleh Bultman adalah usaha manusia untuk mengungkapkan hal-hal segi dunia lain dengan memakai simbol-simbol dari hal-hal dunia ini. Pengertian-pengertian tersebut dengan demikian janganlah dianggap sebagai ungkapan harafiah tentang realitas. Ungkapan-ungkapan tersebut jangan dipandang sebagai sesuatu yang dinyatakan Allah secara khusus, demikian pula penyajiannya dalam tulisan para rasul serta para nabi tidak boleh dianggap sebagai tulisan yang diilhamkan oleh Allah. Semua pernyataan itu merupakan sekedar ungkapan tentang realitas yang dipengaruhi oleh kebudayaan tertentu. Bultman menyatakan bahwa bukan pernyataan dalam Alkitab yang harus dihapuskan, melainkan bahwa pernyataan tersebut harus ditafsir kembali. Mitos dipakai oleh para penulis Alkitab untuk mengungkapkan apa yang mereka alami secara eksistensial. 75 75 Rudolf Bultmann, New Testament and Mythology , New York: Harper and Row 1961 hlm. 34-44 Secara umum, pandangan pluralisme tentang penjelmaan sebagai mitologis antara lain sebagai berikut: Pertama , gagasan bahwa Allah secara harfiah menjelma menjadi manusia merupakan suatu pengertian yang tidak dapat diterima dan bertentangan dengan kenyataan. Kedua , kristologi dari PB mengungkapkan iman para murid dan bukan ajaran Yesus. Para murid berusaha untuk mengungkapkan kesan mendalam ketika berhadapan dengan Yesus. Kesan yang mendalam tersebut diungkapkan dalam memakai gelar-gelar dan gambaran- gambaran yang umum pada waktu itu, misalnya, gagasan bahwa Allah datang ke dunia. Menurut mereka, gelar-gelar serta gagasan tersebut tidak dipakai oleh Yesus sendiri. Ajaran yang diberitakan Yesus adalah tentang Kerajaan Allah dan bukan mengenai diri-Nya sendiri. Sedangkan amanat yang disampaikan oleh Yesus maupun iman yang asli dan paling awal dari para rasul tidak ada yang bersifat ontologis. Ketiga , Bagi kaum pluralis, gagasan tentang Yesus sebagai yang berinkarnasi bukanlah merupakan pengertian yang unik sebagaimana yang biasa diperkirakan. Misalnya, Budha Gautama juga menggambarkan kedatangan Allah kepada manusia, yang menyatakan bahwa Allah ingin melibatkan diri dengan cipataan-Nya, serta kesatuan yang hakiki di antara Allah dengan manusia. Dengan demikian Yesus bukanlah satu-satunya jalan, dan bahwa hanya orang yang percaya ajaran gereja tentang Yesus akan diselamatkan, paling banter adalah pandangan yang picik dan seburuk-buruknya adalah pandangan yang menyeramkan. Gagasan inkarnasi juga terdapat dalam agama-agama lain, dan Allah juga hadir dalam agama-agama lain, namun di situ kehadirannya bukanlah disebut Yesus. “Yesus” merupakan istilah khas Kristen bagi kehadiran Allah. Menanggapi gagasan di atas tersebut, maka setidaknya ada beberapa gagasan yang perlu dikemukakan: Gagasan inkarnasi Allah tidaklah bersifat bertentangan. Anggapan tersebut di atas hanyalah anggapan yang terlalu bersifat antromorphomis. Sudah pasti dalam kepercayaan ada yang bersifat paradoks, yaitu suatu pengertian yang memang sulit dipahami secara intelektual. Fungsi dari suatu paradoks sebagaimana yang dibuktikan oleh Ian Ramsey ialah untuk memaksa akal melampaui hal yang kodrati kepada hal yang bersifat adikodrati. 76 Terdapat bukti historis bahwa Kristologi PB menunjuk kepada Yesus sendiri, dan bukan sekedar iman para rasul saja. Teori yang menyatakan bahwa para murid meminjam mitos dari agama lain tentang gagasan seorang dewa yang menjelma adalah sesuatu yang patut diragukan. Dan anggapan tentang jemaat mula-mula yang dipengaruhi oleh budaya helenistik, tidak memiliki bukti sama sekali. Saran bahwa ajaran inkarnasi Allah di dalam Yesus yang juga terdapat dalam agama lain seperti yang dikatakan kaum pluralis tidak dapat dibuktikan, karena keberadaannya sungguh-sungguh sangat berbeda. Tidak dapat dibayangkan bagaimana Allah yang tunggal dapat berinkarnasi menjadi lebih dari satu tokoh. Hanya dalam Yesus saja hadirlah kepenuhan Allah. Apabila seseorang telah menyingkapkan dirinya secara penuh dalam peristiwa tertentu dan konkret, maka ia tidak dapat menyingkapkan dirinya sekali lagi dengan arti yang sama dalam sebuah peristiwa lain pula yang berbeda dengan peristiwa yang pertama. Mengapa tidak? karena dengan demikian ia tidak menyingkapkan dirinya secara 76 Bandingkan Ian Rmasey, Paradox in Religion , Grand Rapids: Eedermans, 1974 hlm. 107 penuh dan lengkap dalam peristiwa yang pertama tadi, tetapi hanya secara ‟partial‟ saja hanya untuk sebagaian saja. Dalam peristiwa Yesus, Allah telah menyatakan diri-Nya secara penuh inkarnasi. Oleh karena itu wahyu Allah dalam Kristus tak dapat tidak harus bersifat unik dan tunggal, tiada duanya. Sifat unik dan tunggal ini hanya dapat terjadi satu kali untuk selamanya. 77 Apabila diperhatikan i stilah „Anak‟ dalam Alkitab adalah khas dalam mengartikan bahwa Yesus berbeda dengan segenap manusia lainnya, hal ini dapat ditelusuri sekurang-kurangnya pada saat Ia berumur 12 tahun Lukas 2:49, dan yang disahihkan kepada-Nya dalam dan suara Bapa-Nya dari Sorga sewaktu Ia dibap tis, “Engkaulah Anak yang Ku-kasihi” Mrk. 1:11, bandingkan dengan Mat. 3:17, Luk. 3:22. Kata αγαπη – “agapêtos yang terdapat dalam ketiga berita mengenai ucapan sorgawi itu, mengandung makna ”satu-satunya yang dikasihi” bentuk tunggal; begitu pula dalam perumpamaan dalam Markus 12:6. 78 Penjelmaan Allah di dalam Yesus sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan pandangan serupa dalam agama lainnya. Hal lain yang perlu dilihat dalam mitos dan legenda yang terkait dengan kepercayaan masyarakat adalah dewadewi yang turun ke bumi berubah wujud menyamarkan dirinya menjadi manusia. Pertanyaannya sekarang adalah apakah inkarnasi Kristus sama seperti tindakan para dewadewi? Inkarnasi berasal dari kata Latin, incanatio “in”: masuk ke dalamν “carocarnis”: daging. Secara sederhana kata ini bisa diartikan : “masuknya Allah ke dalam daging manusia dalam diri Yesus Kristus. Inilah yang tertulis dalam Yohanes 1: 1, 14 “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama -sama dengan Allah dan Firman itu 77 Lihat. Nico Syukur Diester, Kristologi: sebuah sketsa , Yogyakarta: Kanasius, 1993 hlm, 267 78 Lihat. bab II, Inkarnasi Kristus adalah Allah… Firman itu telah menj adi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada -Nya sebag ai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Hal inilah yang menunjukkan perbedaan antara tindakan dewadewi yang menyamar menjadi manusia dengan inkarnasi Allah. Allah tidak menyamar dengan mengenakan tubuh manusia. Allah tidak kelihatannya seperti manusia. Akan tetapi Allah sungguh-sungguh menjadi manusia. Allah menjadi manusia yaitu melalui Yesus yang dalam proses kelahiran berasal dari kandungan seorang anak dara bernama Maria; sebuah proses bagi kehadiran manusia. Selain itu Yesus hidup dan bertumbuh seperti layaknya manusia. Beberapa catatan Alkitab mengemukakan bagaimana Yesus bertumbuh besar secara fisik dan rohaninya Luk. 2: 53. Dia makan bersama murid-murid-Nya. Dia menangis Yoh. 11:35. Dia mengalami ketakutan Luk. 22: 44. Harus diakui bahwa inkarnasi Kristus ini tidak seluruhnya dapat dipahami. Hal ini disebabkan manusia adalah makhluk ciptaan yang sangat terbatas. Allah adalah pencipta yang maha tidak terbatas. Jadi jelas tidak mungkin bagi manusia memahami Allah sejelas-jelas dan selengkap-lengkapnya. Manusia yang berusaha merasionalkan Allah dalam arti berusaha memahami Allah dengan mengandalkan rasio akan kecewa. Salah satu yang menjadi misteri ilahi adalah catatan yang ditulis dalam beberapa kitab Injilν yakni Matius 1: 20 “…sebab Anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”ν Lukas 1: 35 “…Roh Kudus akan turun atasmu…”. Dua catatan ini yang kemudian dalam rumusan Pengakuan Iman yang dinyatakan sbb.: “…dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria…” Dalam kedua kitab Injil di atas disaksikan bahwa Yesus bukan hanya manusia saja; tetapi Dia juga adalah Allah karena proses kelahiran- Nya tidak terlepas dari Allah. Di sinilah dapat dipahami bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia; Allah 100 dan manusia 100. Bukan setengah Allah dan setengah manusia. Akan tetapi jangan pernah berpikir bahwa proses kehadiran-Nya sebagai manusia melalui proses persetubuhan antara Roh Kudus dengan Maria, seperti layaknya kehadiran anak dalam keluarga melalui proses persetubuhan pria dan wanita. Inilah yang menjadi misteri ilahi yang terus terang sulit untuk dijelaskan secara rasio. Namun hal ini tidak mengurangi kepercayaan terhadap inkarnasi Kristus. Harus diakui bahwa ketika berbicara tentang Allah, tidak seluruhnya dapat dijelaskan dan mengerti secara rasio; diperlukan sisi lain yang amat kuat yaitu secara iman.

4.7. Finalitas Kristus Melampaui Semua Kebenaran Manusia