menggali ulang Yesus dan menegaskan bahwa memahami Yesus sejarah berarti Memahami Yesus yang sesungguhnya.
2
Berkaitan dengan pandangan pluralisme tersebut, maka dalam bab ini akan dibahas beberapa hal mengenai kajian Kristologi Alkitabiah terhadap Kristologi
dalam pluralisme, yakni mengenai Metodologi Kristologi; Hubungan di antara penelaahan tentang pribadi Kristus dengan penelaahan tentang karya Kristus
ontologis dan fungsional; Hubungan di antara iman dan sejarah; makna sesungguhnya dari penjelmaan; dan relasi peristiwa Yesus dengan penulisan, serta
finaliltas Yesus sebagai Tuhan. Dengan kata lain: Dapatkah pemahaman yang tepat tentang Kristus diperoleh berdasarkan data-data sejarah semata ataukah
masih diperlukan juga iman? Haruskah kita lebih dahulu menetapkan sifat Kristus sebelum mempelajari karya-Nya atau sebaliknya? Adakah gagasan tentang
penjelmaan Allah itu sekedar suatu pengertian mitodologis sehingga tidak dapat dipertahankan?
4.2. Persoalan Metode Kristologi Dari Bawah dan Kristologi Dari Atas
Dalam pembasan ini, penulis memisahkan antara Kristologi dari bawah dengan kristologi fungsional. Sebagaimana yang penulis bahas dalam bab dua,
bahwa kaum pluralisme membangun kristologi mereka dengan menggunakan dua metode, yakni metode kristologi dari bawah dan kristologi fungsional. Adapun
pemisahan yang penulis lakukan adalah semata-mata bertujuan supaya pembahasan yang penulis bahas lebih jelas. Hal ini disebabkan kristologi dari
bawah berkaitan langsung dengan kristologi dari atas, sedangkan kristologi
2
R.S. Sugirtharajah,
Wajah Yesus Di Asia,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996 hlm.414- 415
fungsional berkaitan langsung dengan kristologi ontologis yang akan dibahas dalam pembahasan berikutnya.
Di dalam teologi, dikenal dua macam pendekatan Kristologi, yaitu: Kristologi dari bawah dan Kristologi dari atas. Yang dimaksud dengan Kristologi
dari atas adalah melihat siapa Yesus Kristus Sebelum Dia datang ke dalam dunia. Pandangan ini mengatakan bahwa ke-Allahan Yesus Kristus terselubung ketika
Dia di dalam dunia. Supaya manusia dapat mengenal Dia sebagai Allah yang sejati, maka harus melihat siapa Yesus sebelum Dia datang ke dalam dunia.
Sebagai contoh adalah Yoh.1:1. Teolog yang menganut pendekatan ini adalah Rudolph Bultmann.
3
Sedangkan Kristologi dari bawah, memiliki pendekatan yang justru kebalikan dari pandangan tersebut di atas. Pandangan ini justru
memperhatikan secara sungguh-sungguh siapa Yesus ketika Dia berada di dalam dunia. Pendekatan ini lebih menekankan keberadaan Yesus sebagai manusia.
Bagaimana hidup-Nya, kuasa-Nya, serta apa yang dikatakan-Nya. Semua itu menunjukkan siapa Dia sesungguhnya. Teolog yang menganut pandangan ini
adalah W. Pannenberg.
4
4.2.1. Evaluasi Kristologi dari atas memiliki kekuatan karena mengakui tujuan dan
nilai sebenarnya dari penjelmaan adalah pengaruh kehidupan Yesus atas orang-orang yang percaya pada-Nya. Pendekatan ini mengakui sifat
adikodrati yang sungguh-sungguh, sesuatu yang tidak ada dalam pendekatan Kristologi dari bawah. Dengan demikian terbuka peluang bagi Yesus yang
ilahi dan mampu mengadakan mujizat.
3
C. Groenen OFM,
Peristiwa Yesus,
Yogyakarta: Kanasius, 1979 hlm. 13-14
4
Ibid
, hlm 14-15
Masalah mendasar yang dihadapi oleh Kristologi dari atas ialah masalah keteguhan keyakinan. Adakah Kristus dari iman itu benar-benar
sama dengan Yesus yang menempuh jalan-jalan di Galilea dan Yudea? Apakah komitmen kepada Kristus yang diwartakan para rasul didasarkan
pada sesuatu yang benar-benar nyata? benar-benar berlandaskan pada peristiwa yang benar terjadi, ataukah itu sekedar merupakan iman yang tak
berdasar? Persoalan subyektifitas senantiasa mengganggu Kristologi jenis ini. Bagaimana dapat dipastikan bahwa Kristus yang dikenal dari kesaksian
para rasul dan yang dijumpai dalam pengalaman orang Kristen, benar-benar merupakan Yesus sebagaimana Dia adanya dan bukan Yesus menurut
perasaan saja? Persoalan kedua yang dihadapi pendekatan ini berkaitan dengan apa yang diimani. Sekalipun dapat dibenarkan bahwa orang percaya
menerima sesuatu dengan iman, akan tetapi bagaimana dapat menentukan apa itu yang diterima? Tanpa adanya rujukan empiris, Kristus dari iman itu
agak tidak nyata dan samar. Di lain pihak, Kristologi dari bawah, seperti yang dikumandangkan
oleh kaum pluralis menuduh bahwa paling banter teologi Kristen mengatasi persoalan ini khususnya ajaran tentang pribadi Yesus didasarkan pada
iman dan yang paling buruk teologi itu kosong sama sekali.
5
Pendekatan ini telah berusaha untuk melenyapkan unsur-unsur subyektif yang berlebihan.
Sekalipun mengakui perlunya ada keterlibatan subyektif itu, Kristologi dari bawah berusaha menghindar untuk menyaringkan lewat subyektivitas orang-
orang percaya yang lain, dalam hal ini para murid Yesus. Satu persoalan
5
Ibid
yang lain, khususnya dalam bentuk yang diucapkan oleh Pannenberg.
54
Ia menyatakan bahwa Kristologi dari bawah terlalu mengandalkan obyektif
untuk menegakkan anggapan-anggapan historisnya. Kepastian obyektif semacam itu dalam kenyataan sulit dicapai. Bila fakta-fakta Kristologi
merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sejarah obyektif melulu, maka seharusnya dimungkinkan untuk membuktikan ke-Tuhanan Yesus kepada
setiap orang yang menyelidikinya dengan jujur dan obyektif. Dalam kenyataan hal itu tidak selalu terjadi.
4.2.2. Pendekatan yang Alternatif Kedua pendapat di atas memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu.
Akan tetapi apakah ada cara untuk memadukan Kristologi dari atas dengan Kristologi dari bawah? Dapatkah Kristus dari pewartaan rasuli dan Yesus
dari sejarah, iman dan akal dipersatukan? Kristologi yang benar harus mempertahankan baik iman maupun akal. Ini adalah dua sarana yang saling
melengkapi dan rukun yang dipakai untuk menyatakan diri-Nya. Keduanya adalah sumber pengenalan akan Dia. Karena Kristologi dari bawah didekati
lewat akal, dan Kristologi dari atas didekati oleh iman, maka iman-akal yang harus menjadi landasan dalam berkristologi.
55
Perlu diketahui bahwa kisah-kisah tentang Yesus Kristus, sebagaimana yang diberitakan dalam Alkitab, tidak bersifat sejarah belaka,
dan juga tidak bersifat pewartaan semata-mata. Akan tetapi sifatnya yaitu ”sejarah yang kerygmatiskan”, artinya: unsur sejarah dan unsur kerygma
54
Lihat bab III
55
Bandingkan Nico Syukur Diester OMF,
Kristologi: sebuah sketsa
Yogyakarta: Kanasius, 1993 hlm. 22
terjalin satu sama lain secara tak teruraikan.
56
Jadi, Isi pewartaaan rasuli ini menjadi suatu hipotesis untuk menafsirkan dan menggabungkan data yang
disajikan pada saat diadakan penelitian terhadap diri Yesus yang historis. Dengan demikian, model alternatif bukanlah Kristologi dari atas atau
Kristologi dari bawah. Sebaliknya, model ini memerlukan bukan iman saja dan juga bukan akal historis saja, melainkan keduanya bersama-sama dalam
suatu perpaduan yang saling mendukung. Metode Kristologi yang tepat harus mempertahankan ketegangan antara Kristologi dari atas dan Kristologi
dari bawah. Dengan demikian, pemahaman yang meningkat tentang Yesus dari sejarah akan menguatkan keyakinan bahwa penafsiran para rasul
tentang Kristus dari iman itu memang benar.
4.3. Studi Pribadi Yesus dan Karya Yesus ontologis dan fungsional