1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang
No.20 Tahun
2003 Pendidikan Anak Usia Dini PAUD merupakan upaya
pembinaan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang
dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Dalam upaya pembinaan terhadap satuan-satuan
PAUD tersebut, diperlukan adanya sebuah kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi anak usia dini
yang berlaku
secara nasional
Setiyani, 2009.
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk
mencapai tujuan
pendidikan tertentu ” – menurut Pasal 1 Butir 19 UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pengembangan kurikulum dituliskan dalam Pasal 36
ayat 1, yaitu dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk
mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Jadi dalam hal ini pendidikan usia dini memerlukan suatu kurikulum yang disesuaikan
2
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana
pengembangannya mengacu
pada tujuan
pendidikan nasional
sehingga pembelajaran
yang dilakukan menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
Undang-undang No.
20 Tahun
2003 juga
menyebutkan bahwa Taman Kanak-kanak TK adalah pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal. Pada
masa sekarang ini kurikulum Taman Kanak-kanak TK tidak hanya mencakup aktivitas yang mendukung anak
secara emosi dan sosial dalam belajar menjadi orang yang
lebih kompeten,
tetapi juga
mempelajari pengalaman akademis, seperti dalam baca-tulis dan
membaca, matematika, ilmu pengetahuan, ilmu sosial dan seni Morrison, 2012. Jadi seiring dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi, tuntutan masyarakat akan pendidikan pada setiap
jenjangnya berubah menjadi cenderung lebih tinggi. Dalam penyusunan kurikulumnya, Taman Kanak-
kanak mengacu pada standar-standar yang ada dalam Permendiknas No.58 Tahun 2009 tentang standar
pendidikan anak usia dini tersebut sebagai standar acuan minimal, terutama standar tingkat pencapaian
perkembangan. Menurut peraturan ini, standar tingkat pencapaian perkembangan adalah
“aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat
dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan tingkat pencapaian akademik
”. Pendidikan masa kanak-kanak sangat penting.
Menurut Sugiharto 2012, pendidikan PAUD mempunyai pengaruh besar terhadap proses pertumbuhan dan
perkembangan anak, sebab menurut pakar neurologi
3
berpendapat bahwa ketika anak berumur 0-5 tahun pertumbuhan kecerdasan otaknya berkembang dengan
pesat. Sehingga masa ini merupakan masa peka yang amat penting bagi pendidikan anak. Pada masa tersebut
pendidikan yang diterima akan memberi bekas yang kuat dan tahan lama. Pada masa tersebut sangat rawan
apabila orang tua salah memberikan rangsangan maka nantinya akan memberikan akibat di masa dewasanya.
Pentingnya pendidikan masa kanak-kanak telah disepakati para ahli, karena rangsangan yang diterima
anak pada
masa prasekolah
akan menentukan
perkembangan selanjutnya. Hal ini juga sejalan dengan pandangan
life span
perspective dimana
tahap perkembangan yang satu mempengaruhi yang lain.
Artinya, keberhasilan disuatu tahap perkembangan akan berpengaruh positif terhadap perkembangan berikutnya,
sedangkan kegagalan disatu tahap perkembangan juga akan mempengaruhi tahap perkembangan lain. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa pendidikan usia prasekolah merupakan dasar yang penting untuk
keberhasilan pada jenjang studi selanjutnya. Setelah menyelesaikan pendidikan prasekolah di TK, anak akan
mengikuti pendidikan dasar. Dalam hal ini lah letak strategis pendidikan TK karena bisa membantu proses
pematangan aspek-aspek perkembangan anak secara terpogram yang tidak mungkin dilakukan orang tua
dirumah sehingga anak memiliki kesiapan bersekolah Sulistyaningsih, 2005.
Seperti dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 bahwa
Taman Kanak-kanak
memiliki fungsi
mempersiapkan anak usia 4-6 tahun untuk lebih matang
4
dalam berbagai tingkat atau pola perkembangan anak yaitu 1 nilai-nilai agama dan moral, 2 motorik fisik,
3 kognitif, 4 bahasa dan 5 sosial emosional sehingga siap
melanjutkan pendidikan
dasar nantinya.
Kematangan fisik
yang paling
mudah diperoleh,
sedangkan kualifikasi kematangan yang lain dicapai melalui proses belajar atau perkembangan. Oleh karena
itu efektifitas proses pematangannya tergantung kepada bantuan pendidikan.
Namun demikian, sekarang ini terlihat bahwa rangsangan pendidikan di masa prasekolah kurang tepat
diberikan pada anak. Sebagai contoh, hampir semua TK mengajarkan
membaca, menulis
dan menghitung
selanjutnya disebut
calistung. Alasannya
adalah tuntutan situasi dan kondisi. Happy 2011 menyatakan
banyak pendidikan dasar SD, mensyaratkan calon siswanya untuk bisa calistung bahkan anak harus
melalui tes. Meskipun hal itu bertentangan dengan PP No.
17 Tahun
2010 tentang
Pengelolaan dan
Pelaksanaan Pendidikan Pasal 69 Ayat 5 yang berbunyi “Penerimaan peserta didik kelas 1 satu SDMI atau
bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil
tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau bentuk lain
”. Hal ini memunculkan kekhawatiran bagi orang tua yang akhirnya menuntut guru TK agar
anaknya menguasai calistung ketika “lulus” TK. Padahal berdasarkan teori psikologi perkembangan
dari Jean Piaget secara tidak langsung menegaskan bahwa calistung tidak boleh diperkenalkan pada usia
dibawah 7 tahun karena anak belum mencapai operasional konkret. Fase itu adalah fase dimana anak-
5
anak dianggap sudah bisa berfikir terstruktur dan calistung
didefinisikan sebagai
kegiatan yang
memerlukan cara berpikir terstruktur dalam Susilowati, 2009. Piaget juga mengatakan bahwa pada masa itu
anak masih menggunakan penalaran intuitif dan bukan logis seperti berhitung, membaca, dan menulis. Oleh
karena belum bisa menjangkau kemampuan yang bersifat logika, bila dilihat dari kemampuan kognitif,
maka anak belum memadai belajar calistung dalam Junida, 2012.
Selain itu, terkadang dalam proses belajar anak tidak sepenuhnya dilakukan dengan bermain yang
merupakan prinsip pendidikan TK. Ada kalanya anak harus mengerjakan tugas-tugas dengan menghadapi
kertas tes dan mengerjakannya. Glenn Doman dalam Susilowati, 2009 menyatakan bahwa dalam usia emas
anak bisa menyerap dan menangkap informasi lebih efektif, mengingat banyak hal, mempunyai keinginan
besar, mampu belajar membaca atau mempelajari bahasa
apapun yang
diperkenalkan. Melihat
kemampuan anak dalam usia tersebut, sesungguhnya calistung bisa membaur dalam kegiatan yang dirancang
oleh kurikulum TK tanpa harus membuat anak terbebani, apabila dilakukan sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan metode yang tepat. Dari fenomena yang terjadi dan mengingat
pentingnya pendidikan prasekolah untuk kehidupan seseorang, maka sudah seharusnya kurikulum TK
dirancang dan
dilaksanakan untuk
memberikan rangsangan yang tepat untuk keberhasilan tahap
perkembangan yang fundamental bagi tahap-tahap
6
perkembangan anak berikutnya. Sehingga ketika anak menyelesaikan pendidikan TK sudah siap melanjutkan
ke jenjang berikutnya. Oleh karena itu, penulis tertarik dan mengambil TK Bethany School Salatiga untuk
menggambarkan dan mengevaluasi kurikulum TK. Alasan memilih TK ini adalah dari data awal
terdapat kesenjangan antara hasil pendidikan yang diharapkan dan hasil sesungguhnya yang artinya tiap
tahun selalu ada anak yang tidak berhasil mencapai seluruh tahap perkembangan dengan baik. Misalnya
pada tahun ajaran 20102011 ada yang tidak mencapai perkembangan kognitif dan bahasa yang diharapkan
yaitu 4 dan 5 anak. Pada tahun ajaran 20112012 ada 8 dan 10 anak yang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan kognitif dan bahasa. Dari hasil ini, maka timbul
pertanyaan apakah
rangsangan berupa
kurikulum dan bagaimanakah pelaksanaannya kepada anak sudah tepat. Karena hasil ini akan mempengaruhi
keberhasilan anak selanjutnya. Penggambaran dan evaluasi akan dilakukan pada pelaksanaan kurikulum di
TK tersebut yang akan ditinjau dari aspek konteks, masukan, proses, dan hasil.
Penelitian sejenis pernah dilakukan untuk jenjang pendidikan dasar yaitu Syadid 2011 dengan judul
“Evaluasi Pembelajaran Tahfids di SD Islam Terpadu Muhammadiyah Gunung Terang Bandar Lampung”
dengan hasil: aspek konteks pembelajaran didukung oleh
manajemen sekolah, lingkungan sekolah dan dukungan orang tua yang baik; aspek masukan atau input di dalam
pembelajaran SD tersebut adalah guru, kurikulum, siswa, dan sarana; aspek proses yang baik di SD itu
7
didukung oleh desain pelajaran, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik oleh guru; aspek hasil yang baik
dilihat dari pencapaian target dan sikap siswa. Sedangkan penelitian tentang evaluasi pelaksanaan
kurikulum pada jenjang pendidikan usia dini belum pernah dilakukan sebelumnya dan juga belum pernah
dilaksanakan di TK Bethany School sendiri.
B. Rumusan Masalah