Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB IV

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Gambaran Sekolah

Bethany School yang berlokasi di Kota Salatiga adalah salah satu lembaga pendidikan yang mengembangkan pelayanan PAUD dan Sekolah Dasar (SD). Lebih khusus untuk PAUD Bethany School sendiri memberikan pelayanan pendidikan dalam bentuk Mom and Baby untuk anak usia 1-2 tahun, Toddler untuk anak usia 2-3, preschool untuk anak usia 3-4 dan Taman Kanak-kanak untuk anak usia 4 - < 6 tahun. Sekolah ini mempunyai visi yang pertama adalah menjadi anak-anak terang dan garam dunia. Kedua adalah memiliki dasar yang benar sejak masa kanak-kanak sehingga mereka bersinar sejak awal: “shine from the beginning”. Sedangkan misi sekolah ini terdiri dari lima hal, pertama meletakkan dasar iman kristen yang kuat pada diri anak sebagai landasan bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup selanjutnya, untuk kemudian dapat memberikan pengaruh pada lingkungan disekitarnya; Kedua, membantu pertumbuhan dan perkembangan rohani dan jasmani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan pada jenjang lebih tinggi; Ketiga, membantu anak untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan etika kekristenan dan tata krama; Keempat, membantu melaksanakan dasar ke arah perkembangan sikap,


(2)

pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya; Kelima, membantu masyarakat dan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Bethany School resmi berdiri pada tanggal 5 Juli 2005 ini. Sebagai lembaga pendidikan yang belum lama berdiri, Bethany School telah banyak mendapat kepercayaan dari masyarakat dalam hal ini orang tua peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat jumlah peserta didik khususnya untuk unit Taman Kanak-kanak di lembaga ini cenderung mengalami kenaikan.

Tabel 4.1 Jumlah Siswa TK Bethany School Tahun Ajaran Jumlah Siswa

2005/2006 20

2006/2007 38

2007/2008 38

2008/2009 51

2009/2010 58

2010/2011 55

2011/2012 55

2012/2013 57

Sumber: dokumen Bethany School

Kurikulum lembaga ini disusun mengacu pada standar tingkat pencapaian perkembangan anak dalam Permendiknas No.58 Tahun 2009. Dari acuan tersebut, sekolah bisa bebas mengembangkan kurikulum sesuai situasi dan kondisi sekolah. Begitupun dengan TK Bethany School. Kurikulum dikembangkan secara lebih


(3)

luas dari standart yang ada terutama untuk perkembangan kognitif dan bahasa. Hal tersebut dirancang dan dikembangkan untuk mengenalkan anak dengan membaca, menulis dan berhitung sederhana. Untuk bahasa, sekolah ini mengenalkan anak tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Mandarin dan Inggris.

B.

Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam bagian ini akan disajikan hasil penelitian dari aspek konteks, masukan, proses dan hasil dari pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School Salatiga.

1. Aspek Konteks (Context)

Aspek konteks ini meliputi dua hal yaitu kurikulum atau silabus dan lingkungan pembelajaran.

a. Kurikulum atau Silabus

Para guru di TK Bethany School mengatakan bahwa keterlibatan mereka dalam pembuatan silabus atau kurikulum adalah dalam pembuatan dan pengembangan RKM, RKH, rencana pengelolaan kelas dan rencana penilaian. Sedangkan untuk program tahunan/semester yang berisi tema, lingkup pengembangan, indikator dan alokasi dikembangkan oleh kepala sekolah. Di Bethany School mereka mempunyai istilah sendiri untuk RKM yaitu disebut Weekly Schedule, RKH disebut Daily Schedule dan ada juga rencana kegiatan bulanan yang disebut Monthly


(4)

Schedule. Untuk Monthly Schedule ini juga akan dibagikan ke orang tua setiap ada wali murid atau parenting class yang diadakan tiap 1 bulan sekali di minggu terakhir dengan tujuan orang tua peserta didik tahu apa saja yang akan dipelajari anak setiap bulannya. Untuk rencana pengelolaan kelas dan rencana penilaian akan masuk sebagai salah satu bagian di RKH.

Dalam wawancara juga, guru-guru mengatakan bahwa persiapan tersebut dilakukan satu bulan sebelum kurikulum tersebut dipakai dalam pengajaran di kelas. Guru-guru yang mengajar di Bethany School bekerja secara tim (team teaching) untuk tiap kelasnya. Untuk TK A yang terdiri dari dua kelas, satu tim terdiri dari dua guru dan untuk TK B yang terdiri dari satu kelas terdapat tiga guru dalam satu tim. Dalam pembuatan kurikulum tersebut dilakukan secara bergiliran.

Seperti yang dikatakan guru yang sudah berpengalaman selama 3 tahun mengajar di TK B:

GB1 :...dibaginya secara perbulan jadi satu bulan sekali satu orang (guru) mengerjakan 3 persiapan itu, daily, monthly, weekly sama materinya sekalian.

Pernyataan itu juga didukung oleh kepala sekolah, meskipun juga diungkapkan bahwa tidak semua guru tepat waktu dalam membuat persiapan mengajar tersebut.

KS: ...memang kami sudah membentuk bahwa sebulan sebelumnya semua materi kemudian segala semua persiapan itu harus sudah selesai. Jadi saya sendiri berharap untuk mereka juga memaksimalkan apa yang


(5)

menjadi tugas mereka. Tapi seandainya pun ada juga yang kelewat gitu, e, kami mengharapkan untuk segala sesuatunya sudah lewat sebelum jam pelajaran dimulai gitu.

Para guru mengatakan dalam pembuatan dan pengembangan kurikulum itu mengikuti tema yang sudah ditentukan dari sekolah dalam program semester yang dibuat kepala sekolah. Tugas mereka adalah mengembangkan dan memilih materi, bentuk kegiatan, dan latihan-latihan soal dari berbagai macam sumber seperti buku, internet, atau dokumen tahun-tahun sebelumnya dengan berbagai penyesuaian. Guru dari TK A mengatakan:

GA1 :Tema sudah dari silabus, kalau materi dan kegiatan biasanya kita mengacu dari materi tahun sebelumnya. Dari acuan tersebut mungkin ada hal-hal yang bisa ditambahkan, atau mungkin kita lihat memang harus dikurangi atau diganti, ya kita ganti sesuai dengan kebutuhan. Juga melihat kondisi masing-masing kelas.

Sejalan dengan hal tersebut dalam wawancara, kepala sekolah membenarkan bahwa untuk kurikulum atau silabus yang berupa menu pembelajaran dan program tahunan/semester menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan guru membuat SKH dan SKM.

Selain itu para guru juga menjelaskan bahwa untuk materi atau kegiatan akan dibedakan dan disesuaikan dengan jenjang kelas peserta didik. Jadi untuk satu kelas, apabila terdapat perbedaan kemampuan individu, materi dan kegiatan akan tetap sama untuk setiap anak. Tetapi untuk menyiasati


(6)

perbedaan kemampuan itu akan ada cara lain yang diterapkan guru ketika anak-anak belajar secara individual dengan guru dan juga guru akan memanfaatkan sebuah kegiatan yang disebut free learning.

GB2 : Kalau selama ini materi tidak dibedakan. Tetapi dalam pelaksanaannya kalau anak itu mengalami kendala hambatan itu nanti akan diberikan seperti tambahan itu lho...jadi maksudnya tambahan waktu, jadi kemampuan dia itu diperkaya. Kalau yang lainnya, kalau yang memang sudah, ya sudah sesuai dengan jadwal pembelajaran. Tapi kalau yang kurang itu biasanya ada free learning itu kan, ditambahin di situ.

Kegiatan ini lebih cenderung dan banyak dimanfaatkan guru untuk membimbing anak dalam perkembangan akademik terutama matematika dan bahasa.

Hal tersebut seperti menanggapi kebutuhan orang tua yang terungkap dalam wawancara dengan OT1, OT2, dan OT3 yaitu menginginkan anak-anak mereka sudah bisa membaca, menulis dan berhitung dengan alasan sebagai dasar atau persiapan masuk Sekolah Dasar (SD).

Meskipun demikian para guru juga

mengungkapkan dalam wawancara bahwa cara

penyampaian materi atau kegiatan telah disesuaikan sehingga tidak membebani anak termasuk ketika mereka belajar hal-hal yang bersifat akademik. GA2, GA3, dan GA4 menyatakan bahwa materi sudah sesuai porsi seharusnya yang diterima anak. Termasuk juga materi membaca dan menulis, karena guru menyampaikannya atau mengenalkan konsep-konsep dengan cara dan


(7)

situasi yang tidak membuat anak stress atau bosan seperti memakai permainan-permainan.

Dalam observasi, penulis juga menemukan contoh bagaimana penanaman konsep dari sebuah materi dilakukan dengan cara yang menyenangkan bagi anak. Di kelas TK A dalam pengenalan penjumlahan dan pengurangan dilakukan dengan metode bermain peran “penjual dan pembeli”. Semua anak bergiliran bermain dalam peran tersebut sebelum akhirnya mereka diberi satu lembar kerja berisi satu pertanyaan penjumlahan atau pengurangan di atas kertas warna-warni yang bebas dipilih anak. Untuk belajar bahasa Inggris, di TK A guru juga melakukan permainan dengan bola. Guru menempelkan kosakata-kosakata yang di beberapa bola kecil, kemudian anak melemparkan bola-bola tersebut ke dalam keranjang sesuai huruf awal atau akhir dari gambar kosakata tersebut.

Kepala sekolah pun mendukung pernyataan para

guru tersebut, dimana dalam wawancara

mengungkapkan bahwa materi-materi yang disampaikan ke anak telah diperiksa lebih dulu untuk dipertimbangkan apakah sesuai untuk anak ataukah tidak sesuai.

KS : Menurut kami sudah sesuai, kenapa?...kami dalam pengecekan materi kan sudah dilihat ya ini ni mampu nggak sih anak-anak seperti ini, ada soal seperti ini. Misal guru bikin soal, wah ini terlalu susah ini, kemudian saya minta ganti. Itu ada editing di situ jadi kita tidak perlu yang terlalu e, waduh ini terlalu susah ini, gini, gini. Jadi sudah ada filter dari kepala sekolah untuk melihat bahwa ini mampu apa nggak kalau diberlakukan ke anak. Itu yang pertama, yang kedua, saat ini memang udah hampir 1 tahun ini kami mengurangi banyak


(8)

exercise karena tidak hanya dalam unjuk kerja saja yang bisa diberikan tetapi kita bisa observe. Supaya anak-anak juga tidak begitu terbeban.

Pendapat lain yang diberikan oleh kepala sekolah dalam hal materi adalah bahwa bagaimana cara menyampaikan materi tersebut sehingga bisa dikatakan sesuai bagi anak.

KS : Kalau seandainya kita bisa menyiasati, kita memberikan pembelajaran itu tetapi tidak membuat anak stress, tetapi tidak membuat anak merasa ‘waduh aku nggak mau seperti ini’ nah, itu menurutku kok nggak masalah. Nah itu yang sedang kita kelola saat ini dan puji Tuhan, untuk kelas bahasanya atau kelas languagenya anak-anak pun juga merasa enjoy untuk belajar itu, tidak merasa ‘haduh aku nggak bisa’.

Dalam wawancara, para orang tua menyatakan sebagai orang tua mereka diajak terlibat dan ikut mengetahui apa yang akan diajarkan kepada anak dan bagaimana cara pengajarannya dimana diinformasikan sekolah melalui parenting class. Sehingga mereka bisa mengatakan pengalaman-pengalaman belajar atau kurikulum yang akan diberikan ke anak tidak terlalu menekan anak dan memang sudah sesuai porsinya.

b. Lingkungan Pembelajaran

Lingkungan pembelajaran dalam penelitian ini meliputi penciptaan lingkungan pembelajaran dan setting lingkungan pembelajaran.

Penciptaan lingkungan pembelajaran yang ada di TK Bethany School sudah di anggap menyenangkan,


(9)

nyaman, menarik dan aman oleh hampir sebagian besar guru. Dari pengamatan peneliti memang sekolah ini sudah mempunyai ruang kelas yang nyaman, dilengkapi dengan sarana lengkap. Terdapat pula display-display yang terlihat sesuai untuk dunia anak, alat permainan cukup lengkap dan berwarna-warni, adanya evamat di dalam maupun di playground untuk kenyamanan, keamanan anak serta adanya petugas lain yang ikut membantu mengawasi anak selain guru di luar kelas. Namun, hampir semua guru juga menyatakan ada satu hal yang menjadi kekurangan yaitu halaman sekolah yang berada di luar ruangan atau outdoor. Beberapa guru seperti GA2, GA3, dan GA4 mengatakan bahwa kekurangan itu menyebabkan guru tidak bisa menyiapkan lingkungan bermain di luar ruangan yang terkena sinar matahari langsung atau tempat berkegiatan dan bermain yang benar-benar luas di luar ruangan. Sehingga untuk kegiatan belajar yang seharusnya memerlukan setting di luar ruangan terpaksa dilakukan dalam ruangan. Salah satu guru mengungkapkan yaitu GB2 bahwa anak-anak belajar tidak hanya secara akademis, tetapi juga secara sosial emosional dan juga secara fisik. Tetapi di Bethany School masih kekurangan lahan untuk anak bermain secara outdoor ataupun yang bersinggungan langsung dengan lingkungan.

Berdasarkan hasil observasi bisa dijelaskan bahwa TK Bethany School memang tidak mempunyai halaman luar ruangan. Sekolah ini berada di lantai 2 dan 3 dari sebuah gedung, dimana kantor guru dan kepala sekolah di lantai 3 sedangkan ruang kelas dan segala kegiatan


(10)

belajar mengajar dilakukan di lantai 2. Lantai 2 tersebut dibagi kedalam beberapa ruangan kelas, sebuah perpustakaan, sebuah ruang makan, sebuah ruang kesehatan, tiga toilet dan tempat sikat gigi dan mencuci tangan anak. Sisa ruangan di depan kelas-kelas itulah yang dipakai sebagai playground yang diisi mainan luar ruangan sebagai tempat bermain anak di luar kelas. Semua kegiatan anak berpusat di lantai 2.

Salah satu guru dari TK A yaitu GA1 mengatakan dalam wawancara bahwa hal tersebut tidak mengganggu pembelajaran namun guru tersebut mengakui bahwa akan lebih menyenangkan jika sekolah mempunyai halaman luar. Dalam studi dokumen peneliti menemukan bahwa kurikulum TK Bethany School tetap melakukan kegiatan luar ruangan dengan field trip yang dilakukan sesuai tema. Misalnya di TK B yang dalam bulan tertentu mempunyai tema “alat transportasi” maka kegiatan field trip dijadwalkan mengunjungi stasiun kereta api, terminal bus, dan bandara. Contoh lain misal TK A dengan tema “hewan ternak”, field trip dilakukan mengunjungi sebuah peternakan. Namun, hal tersebut masih dilakukan waktu-waktu tertentu saja.

Dalam setting lingkungan pembelajaran yang berhubungan dengan penataan ruang diantaranya adalah terpadu, area, dan gabungan. Kurikulum TK Bethany School menggunakan setting terpadu atau tematik dimana terdapat tema-tema yang diangkat tiap bulan berdasarkan konsep pengetahuan. Guru mengatakan:

GA4 :...Jadi kalau disesuaikan dengan tema, kita sudah menyesuaikan dengan tema. Contohnya tadi tentang air. Materi sudah kita hubungkan


(11)

dengan air. Entah itu artnya, entah itu aktifitasnya. Terus kita juga punya yang namanya field study itu, kita juga,,,field study itu juga bertema, jadi kita sesuaikan dengan tema pada bulan itu...

Apabila sebuah tema dipakai dalam bulan tertentu, maka hampir semua kegiatan akan disesuaikan dengan tema saat itu.

GB2 : Awal ajaran ya, awal tahun ajaran....Kalau untuk apa namanya kelas, kalau kelas itu kan sepenuhnya diberikan tanggung jawab pada guru kelas tersebut, jadi kita yang menentukan, seperti kelas itu mau dibikin tema apa, itu nanti akan disesuaikan dengan pembelajaran ke depannya, sesuai dengan tema-tema pembelajaran...

Seperti bisa dilihat dari hasil wawancara di atas, hal-hal yang berhubungan dengan penataan ruang kelas sebagai tempat belajar anak, merupakan tanggung jawab guru kelas masing-masing dan dilakukan tiap awal tahun ajaran dan mereka menambahkan hal-hal lainnya sesuai tema ketika proses belajar mengajar sudah berlangsung.

Namun demikian, berdasarkan hasil observasi, penataan ruangan kelas sebagai tempat belajar belum terlalu menunjukkan keterpaduan yang telah disusun dalam kurikulum itu. Misalnya saja, pada awal tahun ajaran mereka telah menciptakan hiasan-hiasan kelas dengan tema tertentu dan selanjutnya, guru hanya menambahkan hiasan kartu-kartu huruf atau angka yang menjadi tema dalam belajar matematika dan bahasa bulan itu. Sedangkan untuk pengetahuan lain seperti seni, pengetahuan umum, dan sebagainya tidak


(12)

ada. Guru hanya memasang hasil karya anak yang memang dibuat berdasarkan tema tersebut.

2. Aspek Masukan (Input)

Dalam aspek masukan (input) ini akan mencakup tiga hal yaitu guru, siswa, dan sarana prasarana pembelajaran.

a. Guru

Guru sebagai pelaksana kurikulum memegang peranan penting, karena tanpa guru tidak akan terjadi kegiatan pembelajaran. Guru-guru TK Bethany School berjumlah 7 orang, dimana 4 orang bertanggung jawab atas TK A dan 3 orang bertanggung jawab atas TK B. Semua guru berlatar pendidikan strata-1 (S1), enam guru merupakan sarjana pendidikan Bahasa Inggris, dan satu guru merupakan sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

Dalam wawancara para guru menyatakan bahwa latar pendidikan yang dimiliki mendukung mereka dalam melaksanakan tugas sebagai guru TK. Misalnya dari GA2 menyatakan meskipun pendidikan strata-1 yang dimiliki dari PGSD, merasa terbantu dalam kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar oleh pendidikannya tersebut. GA4 yang mempunyai pendidikan S1 dari pendidikan Bahasa Inggris terdukung

dalam kemampuan pembuatan kurikulum dan

pengembangan aktifitas-aktifitas. Sedangkan guru dari jenjang TK B, yaitu GB2 merasa bahwa latar belakang

pendidikannya sangat mendukung dalam hal


(13)

dalam maupun di luar kelas. Dari contoh-contoh tersebut bisa disimpulkan latar belakang yang dimiliki para guru mendukung kompetensi pedagogis mereka.

Pernyataan-pernyataan guru tersebut didukung oleh kepala sekolah dalam wawancara yang menyatakan bahwa mereka telah memiliki kompetensi-kompetensi yang mendukung sebagai pendidik. Para guru sudah bisa memiliki sikap dan karakter yang baik dikarenakan para guru berasal dari lingkungan keluarga yang tidak bermasalah, bisa bekerja sama dengan baik antara teman kerja dan lingkungan kerja karena dari awal rekrutmen sudah ada penekanan tentang teamwork, serta menguasai bidang pengembangan anak dan mau belajar hal-hal baru dari orang lain. Hanya saja para guru tersebut belum mempunyai pendidikan yang linear dengan pekerjaan mereka yaitu sarjana pendidikan usia dini.

b. Siswa

TK Bethany School membuka dua jenjang yaitu TK A dengan peserta didik yang berusia 4 - < 5 tahun dan TK B untuk peserta didik yang berusia 5 - < 6 tahun. Untuk TK A, apabila ada peserta didik yang berusia dibawah 4 tahun, maka maksimal pada bulan Desember harus sudah berusia 4 tahun. Begitu pula dengan TK B, peserta didik yang belum genap berusia 5 tahun, harus mencapai usia tersebut pada bulan Desember. Selain itu perbandingan jumlah guru dengan peserta didik adalah 1 dibanding 8 sampai 10 anak. Artinya, 1 orang guru akan menjadi pembimbing dan berkonsentrasi pada


(14)

sekitar 8 atau 10 anak tersebut. Sehingga guru mampu menguasai dan memahami peserta didik lebih baik. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa perkembangan pada usia TK adalah hal rentan. Apa yang masuk sebagai rangsangan bagi anak dalam pendidikannya harus benar-benar mendapat perhatian. Karena kesalahan pada masa ini akan bisa terbawa dan mempengaruhi perkembangan anak ditahap selanjutnya. Oleh karena itu sangat penting bagi anak untuk mendapat perhatian dan pemahaman oleh guru agar bisa diberikan rangsangan pendidikan yang tepat.

c. Sarana Prasarana

Berdasarkan hasil observasi bisa dikatakan bahwa TK Bethany School tersedia dalam keadaan baik, tidak rusak dan cukup lengkap dalam menyediakan sarana prasarana untuk mendukung proses pembelajaran. Hal tersebut juga didukung oleh guru-guru dalam wawancara yang semuanya menjawab bahwa untuk sarana prasarana sudah terpenuhi dengan baik.

Untuk ruangan-ruangan pendukung pembelajaran yang tersedia adalah ruang kelas berjumlah lima ruang, ruang guru berjumlah 1 ruang, ruang kamar mandi dan WC berjumlah 4 ruang, ruang perpustakaan dan ruang kesehatan masing-masing 1 ruang. Sedangkan yang tidak tersedia adalah halaman outdoor, ruang audiovisual, dan ruang bimbingan.

Kemudian untuk sarana pendukung kerja dan pembelajaran seperti whiteboard, marker, penghapus, meja dan kursi untuk guru dan anak, tikar atau evamat,


(15)

rak penyimpanan arsip, rak tas anak, rak buku, rak sepatu, timbangan badan dan termometer, semuanya tersedia dengan kondisi baik dan mencukupi kebutuhan.

Untuk kelengkapan silabus atau kurikulum tersedia lengkap dan Bethany School mengarsipkan dalam bentuk soft file dan hard file untuk menu pembelajaran, SKH, SKM, buku kemajuan belajar anak, dan daftar nilai. Sementara untuk buku persuratan dan daftar hadir anak didik dalam bentuk hard file.

Untuk alat permainan edukatif, sekolah ini telah memfasilitasi peserta didik dengan baik. Alat-alat permainan edukatif di dalam maupun di luar kelas tersedia hampir lengkap dan dalam keadaan baik. Hanya beberapa hal yang tidak tersedia karena sekolah ini tidak mempunyai tempat di luar ruangan seperti bak pasir, terowongan dan kolam renang.

Sarana prasarana berupa kelengkapan kehidupan sehari-hari yang dipunyai sekolah ini adalah peralatan sikat gigi dan sabun untuk mencuci tangan serta peralatan ibadah berupa alkitab anak. Sedangkan untuk peralatan makan dan minum mereka tidak menyediakan dengan penjelasan bahwa anak akan berada di sekolah sampai pukul 11.00 dan pukul 12.00 dan anak membawa bekal sendiri dari rumah.

Sekolah menyediakan tape recorder dan Liquid Crystal Display (LCD) sebagai media audiovisual yang merupakan sarana pendukung pembelajaran. Untuk komputer hanya disediakan 1 unit untuk petugas administrasi dan para guru menggunakan laptop mereka masing-masing. Sekolah belum menyediakan sarana lain seperti televisi, VCD dan playernya, ataupun radio.


(16)

Sarana pendukung bahan pustaka yang dimiliki sekolah ini berupa buku-buku cerita yang ditempatkan di perpustakaan dan buku-buku yang kadang dipakai sebagai sumber pembuatan materi oleh guru serta fasilitas internet.

Yang terakhir, sarana untuk portofolio seperti tempat menempel hasil menggambar anak, hasil karya anak ada di tiap kelas. Para guru memanfaatkan sisi dinding ruangan. Sedangkan untuk meletakkan hasil kerja anak yang tidak bisa ditempel, tidak ada tempat khusus, hanya diletakkan di atas rak atau locker tas atau mainan anak. Begitupun dengan tempat meletakkan foto aktifitas anak, sekolah ini belum mempunyai.

3. Aspek Proses (Process)

Data hasil penelitian untuk aspek proses dibagi dalam beberapa hal, antara lain: strategi instruksional, metode yang digunakan, media pembelajaran yang digunakan, interaksi warga belajar, ketepatan dan kesesuaian rancangan langkah-langkah pembelajaran, serta penilaian hasil pembelajaran.

a. Strategi Instruksional

Berdasarkan hasil wawancara, bisa di simpulkan bahwa semua guru menerapkan strategi instruksional berdasarkan situasi kelas ataupun kegiatan yang dilakukan.


(17)

Dalam hal perhatian terhadap individu, guru yang sudah empat tahun mengajar di TK A mengungkapkan bahwa hal tersebut akan disesuaikan dengan karakter anak. Guru lain yang sudah mempunyai masa mengajar yang sama mengatakan bahwa apabila dalam proses belajar dalam hal ini pengenalan konsep kepada anak melalui permainan atau penjelasan yang dilakukan secara klasikal, seperti dalam belajar bahasa dan matematika, ilmu pengetahuan, seni, dan lain-lain maka guru akan memberikan perhatian yang sama. Namun, untuk hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan anak dalam sosial emosional atau karakter anak, maka akan diberikan perhatian yang berbeda-beda pada setiap anak.

Dalam observasi di kelas TK B, peneliti menemukan hal yang sejalan dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Ketika penyampaian konsep dan bermain, guru memperhatikan anak secara menyeluruh. Tetapi ketika ada 3 anak yang terlihat tidak bermain dengan bagus dan terlibat konflik, guru memanggil mereka, menanyai permasalahan dan membantu menyelesaikan masalah tersebut.

Seorang guru yang sebelumnya mengajar di jenjang playgroup dan sekarang mengajar TK B memberikan jawaban yang melengkapi pernyataan sebelumnya.

GB2 : Kalau saya sih prefer ke personal apa namanya ya...personal lebih individu mendekati. Karena kan keadaan anak itu berbeda-beda baik secara kemampuannya terus model pembelajarannya itu kan pasti berbeda-beda. Tetapi untungnya disekolah itu juga memang seperti itu. Modelnya pembelajaran individual. Jadi setiap guru


(18)

didalam kelompok itu akan mengajari kelompok itu aja.

Yang dimaksud guru tersebut berdasarkan hasil observasi adalah bahwa dalam proses belajar mengajar, pada saat anak belajar hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan akademis, mereka akan juga menerima bimbingan secara individu dari guru. Anak akan dipanggil satu persatu mengerjakan lembar, membuat sesuatu, mengerjakan sesuatu, atau melakukan percobaan dengan mendapat bimbingan dari guru. Anak-anak dibagi dalam jumlah tertentu dengan mendapat satu guru pembimbing dengan harapan guru bisa memberikan perhatian lebih detail pada setiap perkembangan anak dalam proses belajar mengajar.

Dalam hal organisasi kelas, guru-guru dalam wawancara menyatakan bahwa mereka melakukan organisasi kelas secara berbeda-beda menyesuaikan dengan kegiatan. Guru baru di TK B menjelaskan salah satu organisasi kelas yang dilakukannya seperti berikut.

GB3 : Kalau untuk mengerjakan exercise kan kita 3 guru dalam satu kelas, kita juga di bagi dalam, dikasih apa, 3 meja beserta kursinya. Jadi kalau untuk mengerjakan setelah guru yang hari itu bertugas mengajar apa,, menjelaskan tentang materi tersebut dan kemudian mengerjakan exercise, kita akan bagi langsung dalam apa...walinya. Biasanya sih kalau misalnya saya, anak-anak yang apa, yang sudah mampu dulu karena mereka lebih cepat, habis itu baru kemudian anak-anak yang kurang bisa karena kan kita lebih banyak waktu apa, membimbing mereka. kalau untuk dalam main apa, maksudnya playing time di kelas juga kita bagi dalam mat. Jadi misal mat warna ungu untuk murid saya, terus nanti hijau untuk murid guru lain, yang mat biru untuk miss yang satunya, seperti itu jadi di bagi.


(19)

Menurut jawaban wawancara diatas adalah, untuk mengerjakan lembar kerja atau tugas dengan bimbingan individual dari guru, anak akan mengerjakan bergiliran di meja dengan guru. Sementara masing-masing guru membimbing satu anak di meja, anak-anak lain bermain di dalam kelompok yang telah di atur sebelumnya berdasarkan aturan tertentu. Misal berdasarkan warna evamat atau berdasarkan guru pembimbingnya. Jadi selain berdasarkan jenis kegiatan, dalam mengatur kelas guru juga sering mengggunakan kegiatan kelompok.

Dari hasil pengamatan di kelas TK A dan TK B pun menunjukkan hal yang sama. Misalnya, sebelum kegiatan awal, anak diperbolehkan bermain dengan mainan-mainan edukatif yang telah disediakan. Dilanjutkan kegiatan awal, dimana di TK Bethany School dikenal sebagai morning circle, maka guru mengajak anak untuk duduk dan membuat lingkaran besar di atas evamat. Sedangkan untuk kegiatan inti saat guru harus menanamkan konsep seperti dalam belajar matematika atau bahasa, anak diperintahkan duduk di tikar menghadap whiteboard atau melingkar menghadap guru. Begitupun apabila kegiatan intinya berupa permainan atau percobaan-percobaan dalam belajar ilmu pengetahuan atau di TK Bethany School dikenal dengan experiment, maka anak akan diatur, apakah akan berdiri, duduk berhadapan, duduk melingkar, duduk menunggu giliran, semua langsung terlibat, secara individu atau berkelompok.

Selanjutnya hasil wawancara dengan GA4 mengungkapkan hal yang seiring hasil pengamatan di


(20)

kelas dalam hal inisiatif. Hampir sebagian besar guru mengendalikan anak untuk menerima apa yang disampaikan, terutama saat mereka belajar matematika dan bahasa. Kemudian ketika anak menyampaikan respon terhadap apa yang disampaikan, atau ketika anak mengerjakan tugas yang diperintahkan, tidak semua guru mendorong dan memuji respon tersebut.

Namun demikian, ada juga kegiatan yang tidak sepenuhnya menggunakan ide dari guru, seperti misalnya dalam belajar mengenal berbagai jenis lagu, dimana anak akan di kenalkan ada jenis lagu nasional, lagu daerah, lagu gereja, dan sebagainya. Misalnya, pada saat pengamatan di kelas TK A sedang belajar lagu gereja. Guru menstimulasi anak supaya mereka menyebutkan lagu-lagu yang merupakan jenis tersebut. Kemudian jawaban dari seorang anak akan dipertanyakan kebenarannya didepan anak-anak lain. Jadi guru mencoba mempertanyakan ide atau jawaban tersebut dengan pendapat dari anak lain, walaupun guru tetap yang memutuskan apakah jawaban itu benar atau tidak. Ketika jawaban itu benar maka lagu itu akan dinyanyikan bersama, ataupun ketika tidak benar mereka harus mencoba lagi.

Kemudian dalam menciptakan iklim belajar, dari hasil observasi di dalam kelas, kebanyakan guru menggunakan perintah. Meskipun demikian, perintah yang disampaikan tersebut mempunyai beberapa tahap. Pertama, perintah disampaikan secara umum pada semua anak dengan persuasif, artinya bukan dengan perintah yang bernada tajam atau suara keras. Misalnya, “We are going to study, so please sit down nicely and


(21)

listen to the teacher” (Kita akan mulai belajar, jadi semuanya harus duduk yang bagus dan mendengarkan guru). Kedua, apabila masih ada anak yang tidak bisa mengikuti perintah tersebut, akan ditegur secara individual dan lebih tegas. Ketiga, ada konsekuensi yang akan diterima anak, apabila masih tidak bisa mengikuti perintah sehingga anak itu sendiri tidak memberikan perhatian pada guru dan mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Konsekuensi yang harus diterima anak adalah sad face (sticker berupa gambar ekspresi wajah sedih). Guru akan memberikan sad face tersebut di papan nama yang sudah disediakan, yang artinya hari itu anak tidak akan mendapat reward yang berupa sticker atau stempel pada saat jam sekolah selesai nantinya.

Dalam wawancara dengan guru dari jenjang TK A juga mengatakan hal yang seiring dengan hasil observasi.

GA2 : Kalau ada anak yang interrupt (mengganggu), kalau saya didengarkan dulu, terus habis itu kalau interupsinya mengganggu temannya ya berusaha untuk menasihati dengan cara ya menasihati tadi dengan metode penghitungan. Istilahnya berapa kali menginterupsi, nanti kalau udah 3 kali udah out limit ya ada punishment, konsekuensinya.

Guru lain dari jenjang yang sama namun dari kelas yang berbeda juga mengungkapkan hal senada namun terlihat lebih fleksibel.

GA1: Kalau ada yang interrupt, tergantung interruptnya gimana. Kalau misal mereka interrupt masih berhubungan dengan apa yang


(22)

kita sampaikan itu masih kita ladeni. Misalnya sedang bible story, kemudian ada yang interrupt tetapi masih ada hubungannya dengan itu, cerita yang kita sampaikan, masih dalam “batas wajar” masih kita ladeni, nggak pa-pa. Tapi kalau memang sudah tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kita sampaikan ya memang harus diberikan penjelasan: nanti dulu atau kita kembalikan dia untuk fokus: ayo dengarkan dulu, nanti ceritanya.

Tetapi dalam hasil observasi yang dilakukan penulis di kelas guru tersebut, ketika penjelasan yang dimaksud masih tidak membuat anak memberikan perhatian ke guru atau anak masih terus melakukan sesuatu yang mengganggu kelas, maka konsekuensi sad face pun akan tetap diberikan.

Hasil wawancara dengan guru lain lebih menyampaikan peranan teman sekerja dalam penciptaan iklim belajar.

GA4 : Lha kita kan nggak sendiri di dalam kelas. Jadi kita punya kalau guru mayornya 1 berarti kan ada guru minor, pendampingnya itu. Nah, disini kalau mayornya lagi mengajar sudah memberikan perintah tetapi kalau ada anak yang masih tidak mendengarkan gitu berarti tugas assisten nya yang satu, yang tidak mengajar itu membantu lebih. O, mungkin harus didudukin bersama atau ditemeni atau gimana, itu tugas partner itu tadi.

Jadi pengajaran dengan menggunakan team teaching juga membantu dalam penciptaan iklim di kelas. Apabila guru mayor (guru yang memimpin kelas) bertugas menyampaikan materi, guru minor (guru yang bertugas membantu) akan sangat berperan dalam penciptaan iklim di kelas. Biasanya peranan guru mayor dan minor dilakukan bergantian satu minggu sekali.


(23)

b. Metode Pengajaran

Dalam proses belajar mengajar di TK Bethany guru-guru sudah menggunakan berbagai macam metode pengajaran. Metode tersebut telah dirancang sebelumnya dalam silabus. Sebagai contoh yang didapat dari hasil wawancara dan pengamatan adalah metode bernyanyi untuk kegiatan awal (morning circle); demonstrasi dan praktik langsung untuk kegiatan art (seni), experiment (science/ilmu pengetahuan); cerita/mendongeng untuk kegiatan Bible Story (cerita alkitab), Story Time dan character building; ceramah dan tanya jawab untuk kegiatan belajar matematika dan bahasa. Biasanya, dalam satu kegiatan para guru menggabungkan metode-metode tersebut. Misal guru TK A mengatakan:

GA4 :...biasanya kalau metode bercerita itu ya kalau story time itu. Biasanya kita kan dari buku atau ada setelah nonton gitu terus kita menjelaskan ke anak atau kadang kita juga bawa ava untuk bercerita. Lalu setelah kita bercerita baru ada, e, kita ingin mengetahui kan sampai seberapa anak bisa menangkap cerita kita, ya kita bertanya dan anak-anak menjawab.

Terkadang guru juga menggunakan beberapa metode pengajaran dalam satu topik bahasan. Misalnya saja, dari pengamatan di kelas TK A dalam belajar bahasa Inggris dengan topik mengenal suara huruf x dan y, lambang huruf dan kosakata. Awalnya guru menggunakan kartu yang bergambar x dan y. Guru mengingatkan anak kembali yang mana x atau y dengan metode tanya jawab. Guru menunjukkan kartu huruf tersebut bergantian. Kemudian guru memasang kartu-kartu kosakata yang bergambar benda atau binatang dengan awalan huruf x dan y. Lalu melakukan tanya


(24)

jawab lagi yang mana gambar yang mengandung suara huruf x atau y. Dalam kegiatan ini, guru tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk memahami konsep huruf x dan y, tetapi juga menambah kosakata anak dan juga mengembangkan keaktifan dan keberanian anak untuk merespon. Kemudian guru menggunakan metode bermain menggunakan dua keranjang yang ditempeli huruf x dan y dan bola-bola kecil yang ditempeli gambar kosakata-kosakata yang dipelajari sebelumnya. Aturan permainan adalah, anak mengambil bola-bola lalu memasukkan ke keranjang sesuai suara huruf yang dipunyai kosakata dalam bola itu dari jarak tertentu. Anak-anak terlihat sangat bersemangat menunggu giliran mereka melakukan permainan itu. Dalam metode ini guru juga mengembangkan kemampuan motorik kasar anak.

Selain variasi metode pengajaran, ketepatan metode dengan kegiatan dan topik juga penting. GA2 menyatakan bahwa ketika respon yang ditunjukkan anak tidak aktif atau anak tidak memperhatikan pengajaran, bisa diartikan metodenya tidak menarik atau tidak cocok. Hasil wawancara lain juga mengungkapkan hal yang sama:

GB1 : biasanya kita lihatnya dari hasilnya sama selama pembelajaran itu bagaimana anaknya kepada e, maksudnya tanggapan anak-anak kepada apa yang kita lakukan itu. Kalau ternyata mereka antusias, berarti kan itu, it works, gitu. Cuma kalau kelihatannya mereka juga nyantai-nyantai aja, berarti kan itu tidak bekerja gitu.

Jadi, para guru juga mengungkapkan bahwa mereka tahu bahwa metode-metode tersebut sesuai atau


(25)

tidak untuk sebuah kegiatan adalah dari respon atau hasil yang diterima dari anak-anak.

Sehubungan dengan hal tersebut kepala sekolah menyampaikan bahwa, seharusnya metode pengajaran sudah sesuai dengan yang dihimbau. Alasannya adalah bahwa untuk metode pengajaran telah diperiksa dan diperbaharui kepala sekolah sebelum diterapkan pada pengajaran.

c.Media Pembelajaran dan Alat Permainan Edukatif (APE)

Dari hasil observasi, TK Bethany School menyediakan media pembelajaran yang masih dalam kondisi baik dan mendukung proses belajar. Misalnya whiteboard dan marker yang disediakan untuk tiap kelas; Liquid Crystal Display (LCD) dimana untuk penggunaannya di atur secara bergiliran karena jumlahnya hanya 1 unit; untuk komputer, masing-masing guru telah memiliki sendiri, sehingga untuk pengajaran di dalam kelas mereka bisa bebas menggunakannya untuk menggantikan peran kaset video dan pemutarnya (VCD dan VCD player) atau televisi yang tidak tersedia di sekolah. Untuk video-video yang digunakan dalam pengajaran, guru mendownload dari internet disesuaikan dengan jenjang kelas anak.

Dalam pemilihan media atau APE untuk mengajar guru di Bethany School mengacu pada pengalaman ataupun menyesuaikan kegiatan. Guru GB1 dengan tiga tahun pengalaman mengajar di TK B menjelaskan bahwa pemilihan media tergantung dari kegiatan atau


(26)

pelajarannya, misalnya kalau cerita/mendongeng menggunakan LCD karena anak akan lebih antusias saat menonton. Kalau untuk belajar matematika, terkadang guru hanya menggunakan papan tulis atau whiteboard saja, kemudian dilanjutkan permainan menggunakan APE. Guru-guru dari TK A memberikan tambahan penjelasan dalam wawancara bahwa ketika mereka mengacu pada pengalaman, misalnya menggunakan media atau APE tertentu dan itu menarik untuk anak,

mereka akan menggunakannya lagi atau

mengembangkannya. Begitu pula sebaliknya ketika media atau APE tersebut tidak menarik anak atau sudah terlalu sering digunakan akan diganti dan dibuat lagi yang baru.

Dalam persiapan media atau APE untuk pengajaran di kelas, guru di TK Bethany School sudah melakukan persiapan terlebih dahulu minimal 1 hari sebelum media atau APE itu akan dipakai di kelas, terutama untuk APE-nya. Namun, dalam wawancara juga terungkap bahwa meskipun telah dipersiapkan sebelumnya, terkadang penggunaan media atau APE tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal itu menurut salah satu guru karena media atau APE yang rusak, ataupun karena penggunaan media atau APE dianggap akan memerlukan waktu yang melebihi alokasi sebenarnya. Salah satu guru memberikan contoh:

GA1 : …yang sering menggunakan AVA kan art, kelas art gitu. Lalu kita sudah membayangkan nanti anak-anak menggunting dulu lalu mereka menempel di sini bagian ini-bagian ini gitu. Lalu setelah dicobakan pada satu anak, oh ternyata tidak bekerja atau kurang efektif atau


(27)

anak-anak mengalami kesulitan, maka kita membuat, kita permudah…

Menurut guru tersebut solusi yang dilakukan adalah guru melakukan bagian-bagian yang sulit atau tidak sesuai kemampuan anak kemudian anak akan mengerjakan bagian yang sesuai kemampuan mereka. Guru lain mengatakan bahwa ketika tidak bisa menggunakan media atau APE yang sudah direncanakan sebelumnya, maka kegiatannya akan ditukar dengan kegiatan hari berikutnya terlebih dahulu atau guru langsung membuat kegiatan baru secara spontan.

Beberapa kesulitan lain yang dihadapi guru dalam persiapan media termasuk juga APE ini. Empat guru menyatakan faktor waktu, dua guru menyatakan kemampuan atau ketrampilan guru, dan satu guru menyatakan ketersediaan bahan untuk pembuatan APE. Guru terpancang pada bahan yang sudah ada dan harus sekreatif mungkin menggunakan hal tersebut, apabila ingin membeli bahan lain harus mendaftar barang-barang yang diperlukan tersebut dan diajukan ke administrasi. Hal tersebut memakan waktu.

Masalah APE ini juga dibenarkan dalam wawancara dengan kepala sekolah:

KS :....kadang ada beberapa AVA yang mungkin kurang maksimal, karena memang mungkin waktu yang mendadak atau mungkin belum persiapannya, e, harusnya seperti ini tapi kemudian setelah dilakukan kurang seperti ini gitu. AVA yang dibuat oleh guru untuk meyatakan tujuan-tujuan itu hanya ada beberapa guru yang bisa memberikan yang terbaik. Karena ada beberapa karena memang bakatnya juga tidak disitu ya talentanya jadi ‘ah yang penting ini seperti ini yang penting


(28)

bukan AVA-nya tetapi yang penting poinnya masuk untuk anak-anak’.

Jadi meskipun media telah cukup lengkap dan ada persiapan dalam pemanfaatannya, termasuk juga pembuatan APE, namun tetap ada hambatan atau kesulitan yang dihadapi guru.

d.Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)

Berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, dalam proses belajar mengajar, interaksi terjadi diantara semua anak. Misalnya dalam pembelajaran di kegiatan inti, anak di kelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil, mereka bisa berinteraksi dalam kelompok dengan semua anggota kelompok tersebut. Begitu pula saat kegiatan awal ataupun ada kegiatan belajar yang melibatkan mereka dalam sebuah kelompok besar, mereka pun bisa berinteraksi antar anggota dengan baik. Kegiatan kelompok yang diterapkan guru biasanya ketika anak sedang menunggu giliran untuk mendapat bimbingan individual di meja guru saat mengerjakan lembar kerja untuk belajar bahasa (Inggris, Indonesia, dan Mandarin) ataupun Matematika. Anak diatur dalam kelompok-kelompok kecil untuk bermain dengan alat permainan edukatif dalam kelas, kemudian nanti ada satu sampai tiga anak yang belajar secara individu dengan guru masing-masing. Pada saat itu, guru memperhatikan kegiatan kelompok sesekali saja. Terkadang mengarahkan apabila ada ketidakberesan seperti anak tidak bisa bermain dengan baik atau bertengkar dengan teman. Tidak semua guru juga


(29)

berinteraksi nonverbal seperti memberikan senyuman, memeluk, mengadakan kontak mata, duduk sejajar dengan anak, sehingga guru menempatkan diri sejajar sebagai teman.

Dalam setiap kegiatan, semua anak terlibat. Hal ini ditemukan penulis pada saat melakukan observasi di kelas. Sementara, dalam wawancara sebagian besar guru mengakui bahwa dalam belajar mengajar masih cenderung banyak melibatkan peran guru namun kesenjangan itu tidak terlalu besar. Dua guru dari TK A dan TK B memberikan penjelasan yang hampir sama GA1 dan GB3 menjelaskan bahwa terkadang hal itu dipengaruhi tingkat kecepatan anak menerima materi yang diajarkan. Ada anak yang bisa memahami penjelasan guru dengan cepat akan merespon lebih cepat pula. Namun ada juga anak yang kurang bisa menangkap materi atau penjelasan guru dengan cepat atau mereka bisa memahami namun tidak percaya diri karena malu atau takut salah sehingga tidak berani memberikan respon. Berdasarkan observasi pun, memang beberapa anak selalu aktif dalam merespon dan mengikuti kegiatan di kelas, namun beberapa masih terlihat diam ataupun merespon hanya bila ditunjuk oleh guru.

Untuk kasus seperti itu, guru telah mempunyai solusi yang dijalankan selama ini. Salah satu contoh yang diperoleh dari wawancara dengan guru adalah:

GA4 : Kalau circle time aja kadang sudah kita mulai dari anak-anak memimpin doa, jadi dia yang mimpin teman-temannya. Kalau menyanyi kita tawarkan kamu mau nyanyi lagu apa, jadi bisa request lagu gitu. Terus kalau apa lagi, kalau


(30)

misalkan experiment mereka bisa langsung merasakan atau terlibat gitu.

Sebagian besar guru memberikan jawaban yang mendukung contoh tersebut bahwa untuk memotivasi mereka adalah dengan pemberian kesempatan untuk lebih sering memberikan pendapat, tampil didepan kelas, lebih banyak terlibat dalam kegiatan, memberikan partner sehingga tidak malu ataupun memberikan pujian. Namun dalam observasi di kelas, terlihat ada sebagian guru yang tidak melakukan itu.

e.Ketepatan dan Kesesuaian dengan Kurikulum

Semua guru dalam wawancara mengatakan bahwa mereka tidak selalu tepat dan sesuai dalam melaksanakan rencana pembelajaran dalam kurikulum yang telah disusun sebelumnya. Hal-hal yang menjadi penyebab hal tersebut bermacam-macam. Dua guru dari kelas yang sama GA4 dan GA2 mengungkapkan salah satu penyebabnya adalah situasi kelas. Kondisi yang dimaksud adalah pada saat anak mempunyai masalah perhatian ke guru, hubungan sosial mereka antar teman, ataupun tidak bisa menaati peraturan kelas sehingga iklim belajar pun tidak terbentuk. Pada saat itu guru akan menghentikan kegiatan dan menggantinya dengan memberikan nasihat, memberikan penjelasan, dan menyelesaikan dengan cara yang dimengerti anak. Terkadang itu membutuhkan waktu lama yang bisa membuat rencana pembelajaran tidak bisa dilaksanakan sesuai jadwal.


(31)

Beberapa guru lain mengungkapkan alasan lain seperti adanya libur mendadak, seminar, ataupun persiapan sebuah acara sekolah. Semisal, TK Bethany School mempunyai acara tahunan berupa Drama Performance. Jadi untuk persiapan latihan anak, rekaman, dan lain sebagainya biasanya akan mengganggu ketepatan dan kesesuaian rencana pengajaran yang telah disusun sebelumnya. Sementara ada juga guru yang mengungkapkan penyebabnya berhubungan dengan materi, media ataupun APE. Seperti media rusak, APE yang sudah direncanakan tidak ada, materi yang ingin disampaikan, misalnya video untuk cerita, tidak ditemukan padahal dalam silabus sudah ditulis.

f. Penilaian Hasil Pembelajaran

Dalam bagian ini, penelitian meliputi dua hal yaitu alat menilai dan ruang lingkup penilaian. Pertama, dari hasil wawancara dan studi dokumen, alat penilaian yang digunakan di TK Bethany School telah mengikuti acuan minimal dari pemerintah yaitu Permendiknas No.58 Tahun 2009 yang meliputi pengamatan, penugasan, unjuk kerja, dan pencatatan anekdot.

Dari hasil studi dokumen, lingkup penilaian yang dilakukan di TK Bethany School telah mencakup seluruh tingkat pencapaian perkembangan peserta didik seperti yang telah dicantumkan dalam acuan minimal yaitu 1) Nilai-nilai agama dan moral; 2) Fisik yang terdiri dari motorik kasar, motorik halus, dan kesehatan fisik; 3) Kognitif yang terdiri dari pengetahuan umum dan sains,


(32)

konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, serta konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf; 4) Bahasa yang mencakup menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan; dan 5) Sosial emosional.

Namun untuk pelaporan ke orang tua ruang lingkup penilaian telah dikembangkan dalam bentuk yang berbeda. Kemudian juga antara TK A dan TK B ditemukan sedikit perbedaan. Untuk TK A ruang lingkup penilaian dibagi kedalam beberapa kategori seperti (1) akademik yang meliputi perkembangan matematika, bahasa (Inggris dan Mandarin), seni, warna (kemampuan membedakan warna); (2) perkembangan fisik; (3) perkembangan sosial dan karakter; (4) interest (ketertarikan). Sedangkan untuk TK B dalam akademik untuk perkembangan bahasa di tambah satu bahasa lagi yaitu Bahasa Indonesia dan juga ada penilaian tentang pengenalan teknologi informasi. Lebih lengkapnya, disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Ruang Lingkup Penilaian TK Bethany School

TK A TK B

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan I. AKADEMIK 1. Matematika -Mengenali angka 1 s.d 10 -Memahami konsep angka 1 s.d 10 -Mengenali bangun datar dasar I. AKADEMIK 1. Matematika -Mengenali angka 1 s.d 20 -Memahami konsep angka 1 s.d 20

-Mengenali angka 20 s.d 50


(33)

-Mengenali bangun dua dimensi - Penjumlahan sederhana - Pengurangan sederhana

konsep angka 20 s.d 50

-Memahami konsep bangun 3 dimensi - Penjumlahan - Pengurangan 2. Bahasa Inggris -Mendengarkan - Berbicara - Menulis 2. Bahasa Inggris -Mendengarkan - Berbicara - Menulis 3. Bahasa Mandarin - Mendengarkan - Berbicara 3. Bahasa Mandarin - Mendengarkan - Berbicara - Menulis - Membaca 4. Seni -Menggambar

atau melukis - Memotong atau menempel - Mewarnai - Melipat kertas - Hasil karya

4. Bahasa Indonesia - Mendengarkan - Berbicara - Menulis - Membaca

5. Warna -Mengenali warna dasar -Mengenali warna sekunder 5. Teknologi Informasi - Software - Hardware - Logic

6. Seni - Menggambar atau Melukis - Memotong atau menempel - Mewarnai - Melipat kertas - Hasil karya II. FISIK - Meloncat

- Berjalan - Berlari - Menangkap - Keseimbangan

II. FISIK - Meloncat - Berjalan - Berlari - Menangkap - Keseimbangan


(34)

- Bergerak pada Monkey Bar - Menendang

- Bergerak pada Monkey Bar - Menendang III.

PERKEMBANGA N SOSIAL & KARAKTER - Pembentukan karakter - Berbagi - Bermain bersama teman - Kemandirian III. PERKEMBANGA N SOSIAL & KARAKTER - Pembentukan karakter - Berbagi - Bermain bersama teman - Kemandirian IV. INTEREST/KET ERTARIKAN - Menyanyi - Menari IV. INTEREST/KET ERTARIKAN - Menyanyi - Menari

Sumber: dokumen Bethany School (dokumen asli berbahasa Inggris)

Dalam studi dokumen ditemukan juga bahwa penilaian terdiri dari penilaian deskriptif dan penilaian angka. Penilaian angka ini berasal dari penilaian guru yang di istilahkan seperti excellent bila anak mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan nilai angka 5, very good bila anak mampu mencapai tujuan pembelajaran namun ada sedikit hal yang belum dikuasai dengan nilai angka 4, good bila anak mampu mencapai tujuan pembelajaran namun ada beberapa hal yang masih dibantu guru dengan nilai angka 3, average bila anak tidak mencapai tujuan pembelajaran dan

harus di bantu guru dalam melakukan

tugas/evaluasinya dengan nilai angka 2, dan Need Improvement apabila anak tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran meskipun telah dibantu oleh guru dengan nilai angka 1 s.d 0.

Penilaian secara deskriptif di TK Bethany School meliputi Student Daily Report merupakan penilaian deskriptif harian tentang perkembangan anak atau apa


(35)

yang dilakukan anak di sekolah pada hari itu; General Observation Review adalah penilaian deskriptif tentang perkembangan kognitif (Matematika) dan bahasa (Inggris, Bahasa Indonesia dan Mandarin) berdasar pada hasil review. Review adalah alat evaluasi yang diberikan kepada anak untuk melihat bagaimana pemahaman anak pada setiap perkembagan terutama konitif dan bahasa dalam menangkap materi dan dilakukan tiap akhir bulan; dan Student Developmental Report merupakan laporan penilaian anak yang dibuat satu semester sekali meliputi perkembangan moral dan agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, kemandirian, ketrampilan motorik, dan ketertarikan anak dalam seni.

Sedangkan penilaian dengan angka meliputi Daily Scoring Report yaitu penilaian yang diambil dari kegiatan atau latihan yang dikerjakan anak setiap harinya meliputi perkembangan akademik dan interest yang dijelaskan dalam Tabel 4.2; Review Scoring Report merupakan nilai rata-rata selama 1 semester dari hasil nilai rata-rata review tiap bulan untuk tiap perkembangan kognitif dan bahasa; dan Monthly Scoring Report adalah nilai rata-rata bulanan yang didapat dari nilai Daily Scoring Report dan nilai rata-rata review tiap bulan yang meliputi semua perkembangan akademik dan interest (Tabel 4.2).

Laporan penilaian ke orang tua tiap akhir semester

dalam bentuk buku raport meliputi semua

perkembangan yang telah disebutkan dalam Tabel 4.2. Laporan tersebut berupa nilai berbentuk kategori yang telah disebutkan sebelumnya yaitu excellent, very good, good, average dan need improvement dan juga diikuti


(36)

laporan deskriptif sehingga orang tua mengetahui, misalnya, bagaimana perkembangan anaknya bisa sehingga mendapat nilai average. Semuanya dilaporkan berdasarkan penilaian-penilaian yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian guru menuliskan juga saran-saran ke orang berhubungan dengan hasil yang diperoleh anak ataupun membicarakan hasil tersebut secara lisan. Misalnya pada saat penerimaan raport untuk akhir tahun ajaran, seperti yang diungkapkan oleh GB1 dan GB2 dalam wawancara.

4.Aspek Hasil (Product)

Guru mencatat semua hasil pembelajaran anak dan mendokumentasikannya dalam bentuk soft file yang tersimpan dalam komputer dan kemudian mereka mencetaknya pada akhir tahun ajaran. Hasil kegiatan seperti hasil karya dan lembar kerja di berikan ke anak. Kemudian berdasarkan hasil pembelajaran, penulis menemukan bahwa dalam setiap lingkup perkembangan yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan, beberapa anak tidak mampu mencapai beberapa tingkat perkembangan yang juga menjadi tujuan kegiatan atau pembelajaran tersebut.


(37)

Tabel 4.3 Jumlah Anak dengan Nilai Average dan

Need Improvement pada Buku Raport Semester 1 Th. 2012/2013

TK A TK B

Lingkup Perkembangan

Jumlah Anak *

Lingkup Perkembangan

Jumlah Anak *

Matematika 8 Matematika 2

Fisik 13 Fisik 5

Bahasa (Inggris) 16 Bahasa Inggris Bahasa

Indonesia

8 7

Seni 14 Seni 4

Interest 15 Teknologi

Informasi

2

Sosial dan

Karakter

9

Sumber: dokumen Bethany School *) dari 32 anak

Misalnya seperti terlihat dalam Tabel 4.2, bahwa untuk lingkup perkembangan seni dimana anak seharusnya mencapai tingkat perkembangan atau mampu menggambar/melukis, memotong/menempel, mewarnai, melipat kertas, dan membuat hasil karya. Namun dalam Tabel 4.3, tidak semua anak dinilai guru bisa mencapai semua itu. Sebagai contoh, dari jumlah 32 anak di TK A, 14 anak mempunyai nilai average atau need improvement untuk beberapa tingkat perkembangan dalam lingkup seni tersebut. Telah dijelaskan sebelumnya dalam aspek proses bahwa nilai average dan need improvement artinya anak tidak mampu mencapai tujuan pembelajaran. Kemudian dari 23 anak di TK B,


(38)

pada semester 1 untuk lingkup perkembangan Bahasa Inggris, misalnya, ada 8 anak yang tidak menguasai semua tingkat perkembangan atau tidak mencapai semua tujuan pembelajaran. Bisa saja anak menguasai tingkat perkembangan ‘berbicara’ namun tidak dengan ‘menulis’, dan seterusnya.

Mengenai hasil tersebut guru mengungkapkan dalam wawancara bahwa hal itu memang terjadi, ada guru yang mengatakan pendapat bahwa hal tersebut tidak terlalu bermasalah karena tujuan pembelajaran yang dikembangkan di Bethany School lebih luas dari sekolah lain. Misalnya ada sekolah lain yang belum menyampaikan materi tertentu, Bethany School sudah menyampaikan atau mengenalkan pada anak. Guru lain dari jenjang TK A mengungkapkan hal yang sama dengan alasan lain.

GA4 :...biasanya kalau dari lulusan gitu hanya satu/dua yang memang tidak mencapai perkembangan, beberapa perkembangan, tidak seluruhnya tidak bisa dicapai. Memang anak kan talentanya sendiri-sendiri, biasanya di akademis ya, misalnya di math dia lemah tapi languagenya dia ok, atau language-nya dia lemah tapi kadang malah dia bagus motorist skill-nya.

Dari hasil wawancara di atas maka bisa dikatakan bahwa ketidakmampuan anak dalam beberapa tingkat perkembangan terutama akademik masih dianggap wajar oleh guru karena meskipun mereka tidak bisa menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh kurikulum, namun karena kurikulum di TK ini dibuat lebih dari standar minimal, maka paling tidak anak telah menguasai standar minimal yang memang


(39)

harus dikuasai tersebut. Ataupun alasan lain adalah bahwa anak memang tidak harus menguasai semua perkembangan dengan sempurna karena perbedaan kemampuan maupun bakat yang dimiliki. Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah dalam wawancara:

KS : kalau untuk masalah akademis, karena memang standart kami lebih tinggi dibanding TK-TK lain dimana mereka hanya bisa berhitung 10 padahal kami sudah sampai 1-50. Kalau ternyata ada anak yang tidak sesuai dengan standart misal 50 pun berarti kan mereka sudah 1 standart dengan yang lainnya. Jadi tidak begitu terlalu yang ketinggalan. Kalau untuk membaca seandainya, kan ini membacanya juga untuk pengenalan. Dalam pengenalan dalam membaca ini, anak-anak kalau untuk mengenalnya sudah tapi mungkin waktu keluar dari TK belum lancar.

Dalam wawancara dengan orang tua, mereka memberikan pendapat yang sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh guru dan kepala sekolah. Hasil yang diharapkan mereka tidak melulu akademisnya sempurna, tetapi juga pada perkembangan sosial, emosional dan karakter. Para orang tua menyatakan mereka memang ingin ada persiapan yang bersifat akademis bagi anak untuk masuk Sekolah Dasar, namun mereka menyatakan tidak terlalu menekankan hal tersebut. OT3 dan OT4 mengungkapkan bahwa untuk hal akademis memang ingin bisa diperkenalkan ke anak untuk bekal memasuki sekolah dasar namun lebih mengharapkan hasil yang baik pada perkembangan kemandirian dan karakter anak.


(40)

C.

Pembahasan

1.Evaluasi Konteks (Context)

Evaluasi konteks dilakukan pada aspek kurikulum dan lingkungan pembelajaran.

a.Kurikulum atau Silabus

Berdasarkan data yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam pembuatan silabus di TK Bethany School sebagai persiapan pembelajaran adalah dalam pembuatan satuan kegiatan mingguan (SKM), kemudian dari SKM dijabarkan dalam satuan kegiatan harian (SKH) dimana di dalamnya termasuk rencana pengelolaan kelas dan penilaian. Penyusunan berdasarkan program tahunan/semester yang dikembangkan kepala sekolah berdasarkan standar minimal dari Permendiknas No.58 Tahun 2009. Hasil data tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fauziyyah, dkk (2008) yaitu seorang guru sebelum melakukan proses pembelajaran harus membuat pemetaan, silabus, program tahunan, program semester, program mingguan dan program harian yang didalammya sudah terencana mengenai tujuan, bahan ajar, waktu, media, strategi, dan bagaimana mengevaluasinya, termasuk bagaimana apabila tujuan tidak tercapai.

Hal tersebut juga berarti bahwa kurikulum atau silabus yang dikembangkan TK Bethany School telah sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (2012) bahwa silabus TK berisi: 1) seperangkat rencana dan pengaturan kegiatan


(41)

pembelajaran berupa: Perencanaan Semester, Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH); 2) Rencana pengelolaan kelas berupa: rencana penataan lingkungan pembelajaran, rencana kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir; 3) Rencana penilaian berupa: rencana bentuk dan teknik penilaian yang akan digunakan.

Dari paparan diatas bisa dikatakan bahwa guru dalam persiapan pengajaran telah melaksanakan tugasnya. Persiapan tersebut sangat berguna dalam pelaksanaan atau penerapan kurikulum dalam pembelajaran. Nantinya guru mampu memberikan pengajaran yang terstruktur dan jelas terarah tujuannya sehingga anak bisa mendapat dan membangun pengetahuan sesuai dengan perkembangan usia mereka.

Dalam pembuatan dan pengembangan materi maupun kegiatan di dalam silabus, guru berusaha untuk menyesuaikan dengan kebutuhan jaman dan anak. Kebutuhan jaman dalam arti mengenalkan anak pada materi-materi yang harus bisa dikuasai saat memasuki sekolah dasar, seperti pengenalan membaca, menulis, dan berhitung atau matematika. Guru berusaha memberikan bahan ajar yang sesuai dengan anak terlihat dari beragamnya sumber yang dipakai dan adanya penyesuaian yang dibutuhkan. Perbedaan kemampuan diatasi dengan free learning yaitu bimbingan individual untuk anak yang belum mencapai tujuan pembelajaran terutama untuk perkembangan akademik. Selain itu cara penyampaian materi atau konsep juga direncanakan dengan cara dan situasi menyenangkan sehingga tidak membuat anak tertekan. Kepala sekolah


(42)

pun berperan dalam memeriksa kesesuaian materi

maupun metode yang akan digunakan dalam

pelaksanaan silabus dikelas. Sehingga apa yang disampaikan di kelas benar-benar dalam dunia anak-anak.

Dari data terlihat seperti para guru menekankan pengenalan perkembangan kognitif dan bahasa kepada peserta didik di dalam kurikulum mempunyai porsi lebih dibanding dengan perkembangan lainnya. Bisa saja hal itu terjadi, seperti apa yang dinyatakan Morrison (2012) bahwa TK sedang dalam tahap perubahan dari program yang berfokus pada perkembangan sosial dan emosi menjadi TK yang menekankan nilai akademis, terutama kemampuan baca tulis dini, matematika dan ilmu pengetahuan yang menyiapkan anak untuk berpikir dan memecahkan masalah. Namun, berdasar data itu pula, dapat dikatakan kurikulum TK Bethany School tetap direncanakan dengan pendekatan bermain. Masih sesuai dengan pendapat Morrison (2012) yang mengatakan bahwa semua pengalaman belajar di TK, pertama-tama harus didekati dengan mempertimbangkan kemampuan dan keinginan anak untuk bermain saat belajar. Sejalan dengan itu pula, Maryatun (2011) menuliskan bahwa kegiatan yang dilakukan di PAUD harus diusahakan sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan bermakna menanamkan konsep tertentu.

Apa yang dilaksanakan guru juga seiring dengan pernyataan Dick dan Carey (dalam Purwastuti dan Efianingrum, 2010) bahwa ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bahan ajar. Diantaranya adalah (1) memperhatikan motivasi belajar yang


(43)

diinginkan, (2) menyesuaikan materi yang diberikan, (3) mengikuti suatu urutan yang benar dan (4) berisikan informasi yang dibutuhkan.

Dari beberapa data tersebut diatas diperoleh keterangan bahwa silabus atau kurikulum yang dilakukan di TK Bethany School ini dipersiapkan untuk tidak menimbulkan beban bagi anak meskipun tujuan maupun isinya direncanakan mengikuti perkembangan atau tuntutan pendidikan yang ada. Hal tersebut sangat penting agar anak tidak kehilangan minat belajarnya namun tidak juga mengurangi hak mereka untuk bermain dan mempunyai aktivitas yang menyenangkan namun tetap terarah pada suatu pencapaian perkembangan.

Maka, kurikulum atau silabus di TK Bethany School sebagai aspek konteks merupakan dukungan yang baik bagi pelaksanaan kurikulumnya. Hal ini karena tujuan yang akan dicapai telah direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Hal tersebut bisa dilihat dari kurikulum telah dibuat sebelum pembelajaran dilaksanakan, mengikuti kebutuhan anak yaitu menguasai kemampuan calistung namun tetap diusahakan untuk disampaikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yaitu pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.

b.Lingkungan Pembelajaran

Dalam hal lingkungan pembelajaran TK Bethany School sudah bisa dikatakan menyenangkan, nyaman, menarik dan aman. Tetapi, sekolah ini tidak mempunyai


(44)

halaman outdoor. Sehingga guru tidak bisa menyiapkan setting kegiatan pembelajaran termasuk bermain di luar ruangan. Sebagai gantinya, sekolah merencanakan kegiatan field trip berdasarkan tema pembelajaran. Meskipun demikian kegiatan ini belum dilaksanakan maksimal. Sebenarnya, apabila di lihat dari pendapat para guru dan juga fungsi pendidikan menurut Sujiono (2009) mempunyai halaman luar atau berkegiatan di luar ruangan bisa mendukung fungsi pengembangan yang berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak yang bisa dilakukan dengan mengenalkan anak pada dunia sekitar saat mereka berkegiatan di luar ruangan tersebut.

Dari pernyataan-pernyataan itu bisa diketahui bahwa halaman luar yang bisa didukung dengan alat/permainan luar ruangan akan menambah variasi permainan anak daripada hanya didalam ruangan saja sehingga hal tersebut bisa lebih mendukung fungsi bermain. Selain pengalaman bermain anak akan bertambah, anak bisa mengeksplorasi dunianya dan membangun pengetahuannya sendiri dari situasi yang berbeda saat mereka dikelas atau di playground dalam ruang. Anak juga bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan suasana dan keadaan yang berbeda sehingga kemampuan mereka dalam hal itu diperkaya. Oleh karena itu meskipun pihak TK Bethany School menganggap bahwa penyediaan setting belajar luar ruangan tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran namun sebenarnya hal ini penting bagi anak.

Kurikulum TK Bethany School adalah tematik atau terpadu berdasarkan konsep pengetahuan. Seperti yang


(45)

ditulis Kostelnik (dalam Sujiono, 2009) bahwa pengembangan tema dapat didasarkan pada konsep pengetahuan, yaitu (1) konsep sains yang berhubungan dengan tanaman, hewan, kesehatan, dll; (2) konsep Pengetahuan Sosial yang berhubungan dengan tema konsep diri, teman, keluarga, rumah, dan pakaian; (3) Konsep Matematika yang berhubungan dengan tema berhitung dan angka, mengukur; dan (4) konsep bahasa dan seni berhubungan dengan tema bercerita dan musik. Sehingga untuk setting lingkungan pembelajaran pun disusun tematik dan menjadi tanggung jawab guru kelas. Namun, setting tersebut belum terlihat maksimal keterpaduannya terutama dalam hal display di ruang kelas dan pemilihan buku-buku. Sedangkan dalam penelitian Hiryanto, dkk (2011) menuliskan proses pembelajaran dapat berjalan dengan optimal manakala kelompok bermain maupun TPA, memiliki panti belajar atau tempat belajar yang memenuhi kriteria tertentu.

Dari paparan di atas maka setting lingkungan pembelajaran di TK ini bisa dikatakan menjadi dukungan yang baik. Namun ada sedikit hal yang perlu diperbaiki yaitu dalam keterpaduan penataan lingkungan pembelajaran diharapkan tidak hanya dalam bagian-bagian tertentu saja, misal dalam penataan meja, kursi atau tikar; namun pemilihan buku-buku di dalam kelas maupun pemasangan display jangan hanya yang berhubungan dengan perkembangan-perkembangan tertentu saja. Di TK ini sebagian besar anak lebih suka bermain di playground menghabiskan energi yang mereka punya dengan kegiatan fisik saat jam istirahat daripada bermain atau membaca di perpustakaan yang


(46)

disediakan. Sehingga apabila guru memilih dan menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan tema yang dipelajari dari perpustakaan untuk dibawa ke kelas akan membuat anak “terpaksa” membaca. Selain menumbuhkan minat baca, anak akan belajar memahami topik atau tema dari buku tersebut dengan melihat gambar misalnya. Display baik yang ditempel di dinding maupun diletakkan ditempat-tempat tertentu bisa menjadi hal yang baik juga bagi anak. Anak terbiasa melihat display-display tersebut setiap hari dan akan diingat mereka. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan display sebagai APE.

2.Evaluasi Masukan (Input) a.Guru

Dari data latar belakang pendidikan yang dimiliki, maka guru-guru TK Bethany School belum memenuhi kualifikasi akademik sebagai guru TK. Hal itu bila dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru:

Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Meskipun demikian, guru-guru tersebut hampir memenuhi semua kompetensi yang dibutuhkan sebagai pendidik. Penguasaan kompetensi – kompetensi guru seperti yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah


(47)

No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional sangat penting. Karena menurut Sauri (2010) peserta didik berkualitas tergantung pada sejauh mana guru bisa menjadi seorang pendidik yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk mengarahkan mereka.

Dari berbagai keterangan diatas dapat dipahami bahwa salah satu aspek masukan (input) yang penting bagi pendidikan adalah guru. Guru merupakan sumber pengetahuan, penyedia bahan pembelajaran, dan pendidik. Karena itu sangatlah penting bagi sebuah lembaga pendidikan untuk memiliki guru berkualitas yang menguasai keempat kompetensi yang disyaratkan sebagai pelaksana kurikulum. Oleh karena keberhasilan pelaksanaan kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensi guru dalam melakukan rencana-rencana pengajaran tersebut. Data menunjukkan bahwa di TK Bethany School telah hampir memenuhi hal tersebut. Dikatakan hampir karena masih ada yang harus ditingkatkan yaitu jenis pendidikan para guru serta kemampuan pedagogis beberapa guru dalam menyiapkan APE dan menjalankan peran sebagai motivator.

Sehingga guru sebagai aspek masukan di TK ini bisa dikatakan sebagai dukungan yang baik karena hanya beberapa guru yang harus meningkatkan kemampuan mereka dalam menyiapkan APE dan sebagai motivator. Oleh karena itu mereka perlu mendapat tambahan pengetahuan dan ketrampilan misalnya melalui pelatihan-pelatihan ataupun seminar bahkan bisa diusahakan mendapat pendidikan khusus untuk


(48)

jalur pendidikan usia dini yang disyaratkan, sehingga lebih lagi bisa memenuhi kompetensinya terutama pedagogis dan profesional.

b.Siswa

Usia peserta didik atau siswa di TK Bethany School untuk TK A adalah 4 - < 5 tahun dan TK B adalah 5 - < 6 tahun. Hal tersebut telah sesuai dengan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada bagian Pendahuluan bahwa penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhaful Alfal (RA) menggunakan program untuk anak usia 4 - < 6 tahun. Usia yang tepat tersebut penting karena kurikulum atau program kegiatan usia dini digunakan untuk mengembangkan seluruh kemampuan anak sesuai tahap perkembangannya (Albrecht dan Miller dalam Sujiono, 2009).

Selain itu menurut Permendiknas No.58 Tahun 2009 juga bahwa untuk peserta didik sebanyak 20 anak harus mempunyai satu guru pembimbing. Di TK ini rata-rata 1 guru hanya membimbing antara 8 sampai 10 anak.

Melihat beberapa pernyataan tersebut, maka aspek siswa menjadi dukungan yang baik bagi pelaksanaan kurikulum. Hal itu karena, usia siswa di TK Bethany School ini tepat untuk mengikuti pendidikan TK. Hal ini juga berarti bahwa kurikulum yang telah dirancang pun diberikan kepada peserta didik yang tepat. Seluruh kegiatan-kegiatan atau bahan ajar yang dibuat mengacu


(49)

pada standar perkembangan untuk anak usia TK dari depdiknas, disampaikan kepada anak dengan tahap perkembangan yang sesuai. Selain itu dengan guru pembimbing dan jumlah murid yang tidak terlalu banyak, setiap anak diharapkan bisa mendapat perhatian dan bimbingan yang maksimal dari guru.

c.Sarana Prasarana

Secara umum sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School ini tersedia cukup lengkap dan dalam kondisi baik. Sarana prasarana ini mencakup ruangan, sarana pendukung kerja dan pembelajaran, kurikulum atau silabus, alat permainan edukatif, kelengkapan kehidupan sehari-hari, media audiovisual, bahan pustaka, dan sarana portofolio. Ada hal-hal yang belum bisa disediakan oleh sekolah namun dirasakan tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar. Misalnya halaman luar, ruang audiovisual dan ruang bimbingan.

Proses pelaksanaan kurikulum yang dilakukan guru akan efektif apabila didukung oleh sarana pembelajaran yang tersedia. Sarana pembelajaran merupakan input yang sangat penting karena apabila sarana tidak memadai akan menghambat kegiatan belajar mengajar (Syadid, 2011). Sejalan pula dengan Djatmiko (2006) yang menyatakan bahwa sehebat apapun guru dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa didukung oleh sarana prasarana yang memadai maka hasil yang diharapkan tidak dapat dicapai secara maksimum.


(50)

Sehingga bisa dikatakan bahwa kelengkapan sarana prasarana mampu menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran dan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu sangat penting bagi lembaga pendidikan untuk memperlengkapi sarana prasarana tersebut. Melihat keadaan sarana prasarana di TK Bethany School tersebut, bisa dikatakan baik dalam mendukung proses pembelajaran yang efektif. Selain lengkap dan dalam kondisi baik, kekurangan yang dihadapi juga telah disiasati sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar. Misalnya, di TK ini tidak mempunyai halaman luar ruangan, namun ada kegiatan field trip atau penggunaan playground sebagai tempat aktivitas luar ruangan. Namun demikian kegiatan seperti field trip tersebut perlu ditambah kuantitasnya, sehingga anak bisa lebih lagi beraktivitas di luar ruangan sambil belajar.

Hasil penelitian Sadri (2011) menunjukkan usia dan jumlah peserta didik yang sesuai dan sarana yang memadai bisa mendukung pelaksanaan kurikulum dalam pembelajaran bisa berjalan efektif. Begitupun dari hasil penelitian aspek masukan atau input ini, secara umum guru, siswa dan sarana telah merupakan dukungan yang baik dalam pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School bisa berjalan dengan lancar. Meskipun ada sebagian kecil hal yang memerlukan perubahan dari guru maupun sarana untuk bisa mendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum di TK ini.


(51)

3.Evaluasi Proses (Process)

Menurut Mulyasa (2008), pelaksanaan kurikulum adalah suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan kurikulum dalam aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Ada beberapa aktivitas dalam proses ini yang berpengaruh pada hasil.

a.Strategi Instruksional

Dalam memberikan perhatian guru melakukan variasi berdasarkan kegiatan dan masalah yang dihadapi anak. Misalnya dalam bermain atau penanaman konsep, perhatian diberikan secara umum dan sama pada semua anak. Namun untuk masalah akademik terutama berhitung dan bahasa, sosial emosional dan karakter, guru memberikan perhatian secara individual. Begitupun dalam organisasi kelas guru juga mendasarkan variasinya pada jenis kegiatan. Di dalam kelas guru banyak menggunakan perintah untuk membuat anak mendengarkan apa yang disampaikan. Ada guru yang

mendorong dan memotivasi anak, misalnya

menggunakan inisiatif atau ide anak dan memuji anak saat berhasil melakukan tugas. Namun ada juga guru yang tidak melakukan itu.

Dalam penciptaan iklim belajar pun demikian juga, guru banyak menggunakan perintah. Namun perintah yang disampaikan bersifat persuasif. Selain itu guru juga menggunakan system reward and punishment, dimana istilah punishment diganti dengan konsekuensi. Reward


(52)

diberikan dalam bentuk pujian, sticker atau stamp, sedangkan konsekuensi dengan pemberian sticker sad face. Penciptaan iklim belajar lain adalah dengan peranan teman atau partner dalam satu tim.

Dilihat dari apa yang dilakukan para guru di TK Bethany School pada saat pembelajaran maka bisa dikatakan guru menanamkan konsep dengan tetap memperhatikan kenyamanan belajar anak. Hal tersebut seperti dalam beberapa model pengajaran untuk Taman Kanak-kanak yang ditulis Sujiono (2009). Misalnya model kelas berpusat pada anak, model beyond center and circle time (BCCT), dan model bermain kreatif berbasis kecerdasan jamak. Model-model tersebut mempunyai prinsip-prinsip yang mengutamakan kebutuhan anak yang sesuai juga dengan Permendiknas No.58 Tahun 2009 yaitu bahwa prinsip pembelajaran PAUD berpusat pada anak. Prinsip-prinsip itu antara lain: pertama, pengelolaan kelas yang bebas dan memperhatikan kebutuhan anak. Kedua, menempatkan setting lingkungan main sebagai pijakan awal penting. Ketiga, peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator. Keempat adanya pemberian pijakan sebelum dan setelah anak bermain. Kelima dalam bermain, anak diberi kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan menciptakan suatu bentuk kreatifitas yang unik. Keenam, guru juga tetap mengelola kelas dengan demokrasi, saling menghargai, kepedulian dan kehangatan.

Dengan demikian bisa dikatakan dengan pembelajaran berpusat pada anak maka peran guru sebagai fasilitator dan motivator sangat penting. Sebagai


(53)

fasilitator guru menyediakan dan mengusahakan strategi instruksional untuk kenyamanan dan keberhasilan belajar anak bukan semata-mata untuk menanamkan suatu konsep pada anak. Guru bebas melakukan berbagai strategi seperti memberi pijakan belajar atau menciptakan kondisi kelas sehingga anak belajar beradaptasi dengan pemberian aturan-aturan tertentu. Tetapi dalam penciptaan itu harus mempertimbangkan kebutuhan anak pada usia TK. Sebagai motivator guru memberikan berbagai bentuk dorongan kepada anak

untuk bisa berkembang dalam kemampuan,

pengetahuan maupun kepribadian. Sehingga baik apabila di TK Bethany School guru-guru telah mempunyai strategi instruksional yang berpusat pada kebutuhan anak seperti ditunjukkan oleh data. Namun, masih diperlukan perubahan pada beberapa guru yang belum bisa memenuhi tugasnya sebagai motivator yang baik bagi anak. Mereka bisa lebih lagi meningkatkan perhatian kepada anak, memberikan pujian untuk hasil kerja anak, mendengarkan pendapat mereka, maupun melakukan pendekatan pribadi kepada anak.

b.Metode Pengajaran

Guru TK Bethany School telah menggunakan variasi metode pengajaran dalam proses belajar mengajar di kelas untuk berbagai perkembangan yang akan dicapai. Penggunaan metode-metode pengajaran ini sangat penting karena menurut hasil penelitian Hiryanto, dkk (2011) metode pembelajaran adalah salah satu ragi


(1)

penugasan, unjuk kerja dan pencatatan anekdot. Lingkup penilaiannya mencakup seluruh tingkat pencapaian perkembangan dalam acuan minimal dengan dikembangkan dalam kategori yang berbeda dalam pelaporannya ke orang tua. Penilaian sendiri dilakukan dalam bentuk deskripsi dan angka 0 sampai 5 dengan kategori tertentu untuk tiap angka.

Demikian juga dalam hal pengelolaan hasil, dalam Permendiknas No.58 Tahun 2009 disebutkan: (a) pendidik membuat kesimpulan dan laporan kemajuan anak berdasarkan informasi yang tersedia; (b) pendidik menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan anak secara tertulis kepada orang tua secara berkala, minimal sekali dalam satu semester; (c) Laporan perkembangan anak disampaikan ke orang tua dalam bentuk laporan lisan dan tertulis secara bijak, disertai saran-saran yang dapat dilakukan orang tua dirumah. Para guru di TK Bethany juga telah melakukan penilaian secara harian kemudian dihitung dan disusun dalam bulanan dan dalam satu semester. Hasilnya dilaporkan ke orang tua tiap akhir semester disertai saran-saran yang berhubungan dengan hasil tersebut.

Oleh karena itu penilaian dan pengelolaan hasil belajar ini bisa dimanfaatkan oleh guru maupun orang tua untuk melihat perkembangan-perkembangan anak yang telah tercapai maupun belum. Pihak TK juga bisa menggunakannya untuk melihat kembali hasil pelaksanaan kurikulum mereka. Guru dan kepala sekolah bisa mencari tahu hal-hal yang mendukung keberhasilan maupun penyebab ketidaktercapaian tujuan yang telah direncanakan.


(2)

Dari berbagai penjelasan diatas, maka aspek proses yang merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum ini bisa dikatakan telah terlaksana dengan berbagai variasi didalamnya yang ditujukan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di TK Bethany School. Namun juga ditemukan beberapa hambatan yang membuat proses-proses dalam implementasi kurikulum ini tidak berjalan seperti seharusnya. Seperti dalam strategi instruksional dimana beberapa guru belum menjadi motivator yang baik bagi anak; dalam pemanfaatan APE, ada beberapa guru yang belum memiliki kemampuan yang baik untuk menyiapkan APE; dalam interaksi dengan anak, ada sebagian kecil guru yang belum mengembangkan interaksi yang baik dengan anak; beberapa guru terkadang mengalami kesulitan dalam organisasi kelas, perencanaan kegiatan mendadak dan persiapan media dan APE sehingga kurikulum tidak berjalan sesuai rencana.

4.Evaluasi Hasil (Product)

Dari data yang didapatkan mengenai hasil ini, ada beberapa tujuan pembelajaran yang tidak bisa dicapai oleh sejumlah anak. TK Bethany School sendiri tidak melakukan tindak lanjut berarti mengenai hal tersebut karena dua hal: pertama, standar kurikulum di TK ini dikembangkan lebih luas dari standar minimal, sehingga apabila anak tidak menguasai tujuan pembelajaran pihak TK memastikan anak sudah menguasai tujuan minimal. Kedua, anak memang tidak harus menguasai


(3)

semua perkembangan dengan sempurna karena perbedaan kemampuan dan bakat yang dimiliki.

Hasil penemuan diatas tentu mempengaruhi pula tercapainya salah satu misi TK ini yaitu membantu pertumbuhan dan perkembangan rohani dan jasmani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan pada jenjang lebih tinggi yang sejalan dengan fungsi pendidikan usia dini dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003.

Karena dikatakan sebelumnya oleh Froebel (dalam Syaodih, 2008) bahwa masa anak merupakan fase yang fundamental bagi individu untuk membentuk dan mengembangkan pribadi seseorang. Hal itu karena aspek-aspek perkembangan seseorang saling berkaitan dan mempengaruhi. Bila ada aspek yang terhambat akan menghambat aspek lain, namun bila aspek-aspek itu terbentuk dan berkembang optimal akan membentuk individu yang kuat. Sehingga bila aspek perkembangan pada masa anak yang seharusnya dicapai pada usia TK tersebut terganggu, bisa mempengaruhi perkembangan lainnya dijenjang yang lebih tinggi.

Dengan demikian hasil penelitian tersebut bisa dikatakan bahwa kurikulum yang dilaksanakan di TK Bethany School belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan yang diharapkan. Kurikulum di TK ini telah disusun untuk memenuhi kebutuhan yaitu mencapai berbagai perkembangan dasar untuk persiapan menuju perkembangan mereka dijenjang selanjutnya. Namun, di lihat dari hasilnya belum bisa maksimal. Maka hal ini menimbulkan pertanyaan apakah dalam penerapan kurikulum tersebut anak telah distimulasi dengan benar


(4)

untuk berkembang dan siap mengikuti pendidikan selanjutnya.

Meskipun mempunyai alasan-alasan yang telah disebutkan sebelumnya, akan lebih baik apabila TK ini juga mempelajari dan menindaklanjuti hasil-hasil yang selama ini diperoleh. Dimana ada kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang direncanakan. Hal itu bisa diartikan ada sesuatu yang tidak berjalan semestinya misalnya pada kurikulumnya sendiri, proses pelaksanaannya ataupun faktor lain. Kemudian selanjutnya bisa mengambil tindakan perbaikan ataupun perubahan yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

5.Faktor Pendukung dan Penghambat

Berdasarkan semua pembahasan dalam evaluasi konteks, input, proses dan hasil diatas maka peneliti merangkum apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School Salatiga. Faktor pendukung ini yang perlu dipertahankan dan faktor penghambat merupakan hal-hal yang perlu ditinjau ulang maupun dirubah dan diperbaiki.

a.Faktor Pendukung

Hal-hal yang menjadi faktor pendukung antara lain dari aspek konteks, di TK Bethany School, kurikulum serta lingkungan pembelajaran yang direncanakan dan disiapkan merupakan dukungan yang baik bagi pelaksanaan kurikulum itu sendiri; dari aspek input


(5)

yaitu sebagian besar guru yang memiliki kompetensi-kompetensi (pedagogis, sosial, profesional dan kepribadian) yang dibutuhkan baik sebagai pendidik maupun pembuat kurikulum, peserta didik dengan usia dan jumlah yang tepat, serta sarana prasarana yang cukup lengkap untuk proses pembelajaran di dalam ruangan. Hal tersebut juga merupakan dukungan yang baik bagi pelaksanaan kurikulum; aspek proses yang terlaksana dengan berbagai variasi di dalamnya dalam rangka pencapaian tujuan kurikulum. Hal tersebut dapat dilihat dalam hal penggunaan strategi instruksional, pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, metode pengajaran yang bervariasi, serta penilaian yang dilakukan oleh guru. Dalam penilaian ini ada pedoman yang jelas mengenai ruang lingkup, variasi alat penilaian dan jenis penilaian yang digunakan.

b.Faktor Penghambat

Beberapa hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School adalah dari aspek konteks yaitu tidak mempunyai halaman luar ruangan sehingga tidak memungkinkan adanya lingkungan pembelajaran luar ruangan. Pada aspek input adalah sekolah belum mampu mengusahakan sarana halaman luar ruangan sehingga lingkungan pembelajaran dan alat permainan tidak lengkap. Selanjutnya dari aspek proses adalah kompetensi beberapa guru belum terpenuhi dengan baik sehingga belum bisa menjalankan tugasnya dengan baik pula seperti sebagai motivator anak, dalam berinteraksi


(6)

dengan anak, dan pemanfaatan APE. Hal lain adalah terkadang guru mengalami kesulitan manajemen waktu dan mendapatkan bahan untuk materi atau APE tertentu. Terakhir, dari aspek hasil adalah belum adanya tindak lanjut yang serius dalam merespon kesenjangan hasil pembelajaran yang direncanakan dengan yang didapatkan sehingga tidak ada perubahan yang dilakukan berdasarkan hasil tersebut.


Dokumen yang terkait

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK IMAN ISTIQOMAH SALATIGA Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini Di Taman Kanak-Kanak Iman Istiqomah Salatiga.

0 3 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Derajat Pelaksanaan Kewirausahaan Kepala Sekoalh Taman Kanak-Kanak di Dinas Pendidikan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung T2 942011076 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB V

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga

0 0 105

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Standar Kualitas Pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942008110 BAB IV

0 0 31

Pendidikan Taman Kanak Kanak

0 0 6

Pendidikan Taman Kanak Kanak

0 1 3