Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Anak Buah Kepal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising Di Kapal Tunda PT. Pelindo l Cabang Belawan

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN ANAK BUAH KAPAL BAGIAN KAMAR MESIN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DI KAPAL TUNDA PT PELINDO I

CABANG BELAWAN

Oleh: SITI ALIMAH

090100308

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Anak Buah Kapal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan

Nama : Siti Alimah

Nim : 090100308

Pembimbing Penguji I

(dr. T. Siti Hajar Haryuna,Sp. THT-KL) (dr. Sarah Dina, Sp. OG(K))

NIP. 19790620 200212 2 003 NIP. 19680415 199703 2

001

Penguji II

(dr. RR. Sinta Irina, Sp. An) NIP. 19670927 201012 2 002

Medan, 8 Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001


(3)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan berbagai gangguan fisiologis. Gangguan pendengaran akibat bising (NIHL/ Noise Induced Hearing Loss) adalah gangguan pendengaran sensori-neural dan berkembang secara gradual akibat dari pajanan intensitas suara yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di bagian mesin dengan intensitas bunyi > 90 dB beresiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). Pencegahan yang sangat mudah dilakukan terhadap GPAB adalah dengan memakai Alat pelindung Pendengaran (APP). Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap gangguan pendengaran akibat bising memiliki peranan penting terhadap pemakaian alat pelindung pendengaran ataupun pengendalian GPAB.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK bagian kamar mesin terhadap gangguan pendengaran akibat bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study. Sampel ditarik dari populasi sebanyak 56 responden dengan cara total sampling. Teknik yang dilakukan adalah wawancara menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ABK memiliki pengetahuan yang baik (80,4%), sikap yang baik (82,1%), dan tindakan yang kurang sebesar (62,5%). mayoritas responden (41,3%) menyatakan tidak nyaman menggunakan APP saat bekerja sehingga membuat mereka malas menggunakannya.

Dapat ditarik kesimpulan rendahnya pemakaian alat pelindung pendengaran oleh ABK bukan karena pengetahuan dan sikapnya terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang kurang.


(4)

ABSTRACT

Noise is unwanted sound and can cause a variety of physiological disorders. Noise induced hearing loss (NIHL/Noise Induced Hearing Loss) is a sensory-neural hearing loss and growing way up as a result of exposure to excessive sound intensity and in a long period of time. Boat Crewman working on the machine with the intensity of the sound > 90 dB at risk occurrence of NIHL. One of the simple prevention of NIHL is to wear Hearing Protective Devices (HPD). Knowledge, attitudes, and practice against noise induced hearing loss has an important role with respect to the wearing of hearing protection devices or control of NIHL.

This study’s aims to know the description of the knowledge, attitudes, and practice Boat Crewman of engine room against Noise Induced Hearing Loss in the tugboat PT PELINDO I Belawan. This study uses descriptive research method with approach of cross sectional study. Samples were drawn from the population by as much as 56 respondents as in total sampling. The technique carried out in this study was interviews using questionnaires and data was analyzed with descriptive statistics.

The results of this study indicates that the majority of the crew has a good knowledge (80.4%), attitude (82.1%), but lack of practice (62.5%). Most respondents (41.3%) stated that they are not comfortable using HPD at work so as to make them lazy to use it.

Conclusions can be drawn low by the use of hearing protection devices crew not because of their knowledge attitudes towards hearing loss due to noise is less.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Anak Buah Kapal Bagian Kamar Mesin Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan ”.

Dalam menyelesaikan penulisan laporan hasil Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, penulis banyak mendapat bantuan dari banyak pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak – pihak tersebut, yaitu :

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Sarah Dina, Sp. OG(K), selaku dosen penguji I dan dr. RR. Sinta Irina, Sp. An selaku dosen penguji II yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan arahan dalam perbaikan penulisan KTI.

4. Seluruh staf pengajar departemen komunitas yang telah banyak membimbing saya tentang metodologi penelitian kedokteran.

5. dr. Ismiralda, selaku dosen kesehatan kerja yang telah membantu saya dalam memberikan informasi serta bahan rujukan.

6. Ayahanda Zainal Chaniago dan Ibunda Chamsari yang telah memberikan dana dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

7. Jasmadi, selaku abang yang selalu membantu saya dalam menyusun dari proposal hingga hasil penelitian.

8. Nurleli, Fadilla, Raihan dan Ira, selaku adik dan saudara yang membantu dalam pengambilan data.


(6)

9. Pak Polmen, selaku kepala kamar mesin KT Sei Deli 3 serta seluruh ABK kapal Tunda Pelindo yang sangat berperan atas terselesainya pengambilan data penelitian.

10. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari dosen pembimbing serta dosen penguji agar dapat membangun kesempurnaan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 6 Desember 2012

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

DaftarIsi ... vi

DaftarTabel ... ix

DaftarGambar ... xi

DaftarSingkatan ... xii

DaftarLampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Perilaku ... 6

2.2. Pengetahuan ... 6

2.2.1. Pengertian Pengetahuan ... 6

2.2.2. Tingkatan Pengetahuan ... 7

2.2.3. Pengukuran Pengetahuan ... 7

2.3. Sikap ... 8

2.3.1. Pengertian Sikap ... 8

2.3.2. Komponen Sikap ... 8

2.3.3. Tingkatan Sikap ... 9

2.3.4. Pengukuran Sikap ... 9

2.4. Tindakan ... 10

2.5. Kebisingan ... 11

2.5.1. Defenisi Kebisingan ... 11

2.5.2. Pengukuran Tingkat kebisingan ... 11

2.5.3. Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 11

2.5.4. Tingkat Kebisingan Maksimum di Kamar Mesin Kapal ... 13 2.5.5. Jenis Kebisingan ... 13

2.5.6. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja ... 14

2.6. Gangguan Pendengaran Akibat Bising ... 15

2.6.1. Defenisi ... 15


(8)

2.6.3. Patologi ... 17

2.6.4. Diagnosis ... 19

2.6.5. Penatalaksanaan ... 21

2.6.6. Pencegahan ... 22

2.7. Program Konservasi Pendengaran ... 22

2.7.1. Unsur Program Konservasi Pendengaran ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 26

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26 3.2. ... Definisi Operasional ... 26

3.2.1 Pengetahuan ... 26

3.2.2 Sikap ... 27

3.2.3 Tindakan ... 28

3.2.4 Anak Buah Kapal ... 28

3.2.5 Gangguan Pendengaran Akibat Bising ... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Rancangan Penelitian ... 31

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.3. Populasi dan Sampel ... 31

4.3.1 Populasi ... 31

4.3.2 Sampel ... 32

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

4.4.1 Data Primer ... 32

4.4.2 Instrumen Penelitian ... 32

4.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 33

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Hasil Penelitian ... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 36

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 37

5.2. Pembahasan ... 52

5.2.1. Gambaran Umum Responden ... 52

5.2.2. Pengetahuan Anak Buah Kapal ... 52

5.2.3. Sikap Anak Buah Kapal ... 53

5.2.4. Tindakan Anak Buah Kapal ... 53


(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Lama Kerja yang Diperkenankan Berdasarkan 12 Intensitas Bising dB (A) menurut ACGIH, OSHA dan ISO.

2.2 Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai 12

keputusan menteri tenaga kerja 1999.

2.3. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin 13

menurut ABS.

2.4. Jenis – jenis gangguan akibat kebisingan 15

3.1. Variabel penelitian, definisi operasional, alat ukur, cara ukur, 30 hasil ukur dan skala ukur

4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner 34

5.1 Distribusi Frekuensi Karekteristik Responden berdasarkan 36 usia

5.2. Distribusi Frekuensi Karekteristik Responden berdasarkan 36 lama kerja

5.3. Distribusi Frekuensi Karekteristik Responden berdasarkan 37 Tingkat Pendidikan

5.4. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Pengetahuan 37

5.5 Distribusi Frekuensi jawaban pada variabel pengetahuan 38

5.6. Distribusi Frekuensi pengetahuan berdasarkan 39 kelompok usia

5.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan 39


(11)

5.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan 40 Tingkat pendidikan

5.9. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Sikap 41

5.10. Distribusi frekuensi Jawaban Responden pada variabel sikap 43

5.11. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan usia 43

5.12. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan lama kerja 44

5.13. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pendidikan 45

5.14. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan pengetahuan 46

5.15. Distribusi frekuensi hasil uji tindakan 46

5.16. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel tindakan 47

5.17. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan kelompok usia 48

5.18. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan lama kerja 49

5.19. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan tingkat pendidikan 49

5.20. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan tingkat pengetahuan 50

5.21. Distribusi frekuensi tindakan berdasarkan tingkat sikap 51

5.22. Distribusi frekuensi alasan pekerja terkadang malas 52


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Proses terbentuknya sikap dan reaksi 8

2.2. Perubahan stereocilia dalam waktu 30 menit dan 110 dB 18

2.3. Perubahan stereocilia dalam waktu 30 menit dan 120 dB 18

2.4. Tanda Patognomik NIHL 20

2.5. Beberapa jenis alat pelindung pendengaran 24


(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM ABD ABK ABLB ABS : : : :

Alat Bantu Dengar Anak Buah Kapal

Alternate Binaural Loudness Balance American Bureau of Shipping

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

dB : desibel

dB HL : desibel Hearing Level

dB SPL : desibel Sound Pressure Level

IHCs : Inner Hair Cells

NAB : Nilai Ambang Batas

MLB : Monoaural Loudness Balance

NIHL : Noise Induce Hearing Loss

NIOSH NOIHL

: :

National Institute for Occupational Safety and Healthy Noise Occupational Induced Hearing Loss

OSHA OHCs

: :

Occupational Safety and Health Administration Outer HairCells

PELs : Permissible Exposure Levels

PKP PT

: :

Program Konservasi Pendengaran Persereoan Terbatas PTS SEARO SISI SPL TTS TLV : : : : : :

Permanent Threshold Shift South East Asia RegionalOffice Short Increment Sensitivity Index Sound Pressure Level

Temporary Threshold Shift Threshold Limit Value


(14)

ABSTRAK

Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan berbagai gangguan fisiologis. Gangguan pendengaran akibat bising (NIHL/ Noise Induced Hearing Loss) adalah gangguan pendengaran sensori-neural dan berkembang secara gradual akibat dari pajanan intensitas suara yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama. Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di bagian mesin dengan intensitas bunyi > 90 dB beresiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). Pencegahan yang sangat mudah dilakukan terhadap GPAB adalah dengan memakai Alat pelindung Pendengaran (APP). Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap gangguan pendengaran akibat bising memiliki peranan penting terhadap pemakaian alat pelindung pendengaran ataupun pengendalian GPAB.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK bagian kamar mesin terhadap gangguan pendengaran akibat bising di Kapal Tunda PT PELINDO I Cabang Belawan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study. Sampel ditarik dari populasi sebanyak 56 responden dengan cara total sampling. Teknik yang dilakukan adalah wawancara menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ABK memiliki pengetahuan yang baik (80,4%), sikap yang baik (82,1%), dan tindakan yang kurang sebesar (62,5%). mayoritas responden (41,3%) menyatakan tidak nyaman menggunakan APP saat bekerja sehingga membuat mereka malas menggunakannya.

Dapat ditarik kesimpulan rendahnya pemakaian alat pelindung pendengaran oleh ABK bukan karena pengetahuan dan sikapnya terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang kurang.


(15)

ABSTRACT

Noise is unwanted sound and can cause a variety of physiological disorders. Noise induced hearing loss (NIHL/Noise Induced Hearing Loss) is a sensory-neural hearing loss and growing way up as a result of exposure to excessive sound intensity and in a long period of time. Boat Crewman working on the machine with the intensity of the sound > 90 dB at risk occurrence of NIHL. One of the simple prevention of NIHL is to wear Hearing Protective Devices (HPD). Knowledge, attitudes, and practice against noise induced hearing loss has an important role with respect to the wearing of hearing protection devices or control of NIHL.

This study’s aims to know the description of the knowledge, attitudes, and practice Boat Crewman of engine room against Noise Induced Hearing Loss in the tugboat PT PELINDO I Belawan. This study uses descriptive research method with approach of cross sectional study. Samples were drawn from the population by as much as 56 respondents as in total sampling. The technique carried out in this study was interviews using questionnaires and data was analyzed with descriptive statistics.

The results of this study indicates that the majority of the crew has a good knowledge (80.4%), attitude (82.1%), but lack of practice (62.5%). Most respondents (41.3%) stated that they are not comfortable using HPD at work so as to make them lazy to use it.

Conclusions can be drawn low by the use of hearing protection devices crew not because of their knowledge attitudes towards hearing loss due to noise is less.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hingga saat ini kebisingan masih menjadi masalah utama di negara industri (Suma’mur, 1993). Kebisingan termasuk salah satu penyakit akibat kerja (Kepres No 22, 1993). Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan, dan ketenangan kerja, mengganggu indera pendengaran, mengakibatkan penurunan daya dengar dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan ketuliaan yang menetap (Mulia, 2005).

Pada pertemuan konsultasi WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (2002), menyebutkan bahwa kebisingan merupakan salah satu yang menjadi masalah utama dalam penyebab terjadinya gangguan pendengaran di Indonesia dan khususnya oleh kebisingan lingkungan kerja (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Berdasarkan survey multi center study di Asia Tenggara pada tahun 1998, bahwa Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (Suwento, 2007). WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) (2002), melaporkan bahwa kebisingan merupakan salah satu yang menjadi masalah utama dalam penyebab terjadinya gangguan pendengeran di Indonesia. Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) di lingkungan kerja menduduki proporsi terbanyak dibandingkan gangguan akibat bising lainnya (Bashiruddin dan Soetirto, 2007)

Di Sumatera Utara penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja telah banyak dilakukan sejak lama seperti penelitian yang dilakukan Kamal (1991) yang dikutip oleh Rambe (2003) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,3% pandai besi tersebut menderita sangkaan GPAB. Kemudian penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Syahriani (2003) pada tenaga kerja bagian pengolahan pabrik kelapa sawit diperoleh data dari 24 responden sebanyak 21 orang telah mengalami penurunan daya dengar yang diakibatkan kebisingan.


(17)

Husdiani (2008) pada penelitiannya di PT. X Medan diperoleh 40 % pekerja mengalami NIHL. Daulay dan Raudah (2006) melakukan penelitian pada tenaga kerja bagian pengolahan kelapa sawit. Ia memperoleh hasil dari 20 orang tenaga kerja ditemukan 11 orang tenaga kerja yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran ringan pada telinga kanan dan 10 orang pada telinga kiri, sedangkan yang mengalami penurunan kemampuan pendengaran sedang ada 3 orang untuk telinga kanan dan 4 orang untuk telinga kiri.

Bagi tenaga kerja, ketulian atau kehilangan daya dengar yang disebabkan oleh bising mesin merupakan gangguan kesehatan yang tidak dapat diobati (Harmadji dan Kabulah, 2004). Dengan terjadinya ketulian berarti tenaga kerja kehilangan alat komunikasi yang dapat menyebabkan salah dalam menerima instruksi, di satu pihak dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan pelaksanaan kerja, dan dapat membahayakan keselamatannya. Kondisi demikian merupakan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan atau tenaga kerja itu sendiri (Meily, 1996).

Banyak pencegahan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperkecil terjadinya GPAB pada tenaga kerja dan itu semua merupakan unsur dalam program konservasi pendengaran. Pencegahan yang paling mudah dilakukan oleh tenaga kerja adalah dengan penggunaan alat pelindung pendengaran (APP) yaitu berupa ear plug (sumbat telinga) dan ear muff (tutup telinga) di tempat kerja bising. Sumbat telinga dapat dapat mengurangi tingkat kebisingan antara 8 – 30 dB dan tutup telinga lebih efektif dimana alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai 20-40 dB (Lubis, 2002). Setyawan (2010) melaporkan bahwa penggunaan APP dapat memperkecil resiko terjadinya GPAB pada 54 tenaga kerja di PT Wiharta. Umeda (2010) juga melaporkan bahwa pemakaian APP mempengaruhi penurunan daya dengar tenaga kerja di PT Atmindo. Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap GPAB memiliki peranan penting dalam mengendalikan dan mengurangi angka kejadian GPAB.


(18)

Permasalahan kebisingan ini ditemukan di bagian kamar mesin kapal Tunda milik PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. Perusahaan ini adalah perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang penyandaran kapal. Dalam kapal, suara yang terbesar berasal dari kamar mesin. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi di kamar mesin kapal Tunda cukup tinggi yaitu sekitar 92-97 dB. Sedangkan tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan oleh Kepmenaker No. 51/MEN/1999 ialah 85 dB untuk waktu 8 jam perhari. Kebisingan dengan tingkat intensitas tinggi yang tidak disadari oleh Anak Buah Kapal (ABK) dapat menyebabkan dampak serius bagi mereka.

Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan hanya beberapa ABK yang menggunakan APP tetapi alat tersebut telah disediakan oleh pihak perusahaan kepada masing-masing pekerja. Dari sini kelihatan bahwa ABK seolah-olah tidak memperdulikan dampak yang ditimbulkan dari kebisingan terhadap gangguan pendengaran. Sayangnya pihak perusahaan belum melaksanakan pengawasan terhadap penggunaan APP. Hal inilah sebagai dasar bagi peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising.


(19)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK di bagian kamar mesin kapal Tunda PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan terhadap gangguan pendengaran akibat bising?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK di bagian kamar mesin kapal Tunda PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan terhadap gangguan pendengaran akibat bising.

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Mengetahui karekteristik umum responden.

b. Mengetahui tabulasi silang antara usia dengan pengetahuan, usia dengan sikap dan usia dengan tindakan

c. Mengetahui tabulasi silang antara lama kerja dengan pengetahuan, lama kerja dengan sikap, dan lama kerja dengan tindakan

d. Mengetahui tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, tingkat pendidikan dengan sikap dan tingkat pendidikan denga tindakan. e. Mengetahui tabulasi silang antara pengetahuan dengan sikap,

pengetahuan-sikap dengan tindakan.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Untuk menambah pengetahuan kepada peneliti dan pembaca mengenai gambaran tingkat pengetahuan, sikap, tindakan ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising, serta sebagai wahana bagi peneliti untuk menerapkan metodologi penelitian yang telah didapatkan dalam perkuliahan. 2. Untuk memberikan informasi tambahan bagi pembaca sebagai bahan acuan


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Maka, perilaku manusia merupakan sesuatu aktivitas dari manusia itu sendiri pada dasarnya perilaku berorientasi pada tujuan. Terdapat 2 hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsepsi dasar untuk perkembangan perilaku mahluk hidup itu. Lingkungan adalah kondisi untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010a).

Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2010a) mengemukakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses “Stimulus-Organisme-Respons”.

Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2010a).

Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku ke dalam 3 domain tetapi tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2.2. Pengetahuan

2.2.1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” (Notoatmodjo, 2010a). Pengetahuan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010a).


(22)

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010a).

2.2.2. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

b. Memahami (comprehension)

c. Aplikasi (application) d. Analisis (analysis) e. Sintesis (synthesis) f. Evaluasi (evaluation)

2.2.3. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Arikunto 2009).

Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Arikunto dalam Machfoedz (2009), kategori pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria :

a. Pengetahuan baik : jika jawaban benar 76 – 100 % b. Pengetahuan cukup : jika jawaban benar 56 – 75 % c. Pengetahuan kurang : jika jawaban benar ≤ 55


(23)

2.3. Sikap

2.3.1. Pengertian sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010a).

Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (dikutip dari Notoatmodjo, 2010a)

2.3.2. Komponen sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010a), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, artinya bagaimana keyakinan , pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Stimulus

Rangsangan Proses Stimulus

Reaksi Tingkah laku

(terbuka)

Sikap (tertutup)


(24)

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

2.3.3. Tingkatan sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo 2010a), yakni:

a. Menerima (receiving) b. Menanggapi (responding) c. Menghargai (valuing)

d. Bertanggung jawab (responsible)

2.3.4. Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2010a).

Pendapat responden diukur dengan skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu responden diminta untuk menyatakan pendapatnya setuju, kurang setuju atau tidak setuju. Masing-masing skala diberi skor dengan ketentuan untuk pertanyaan yang favourable jawaban setuju diberi skor 3, jawaban kurang setuju diberi skor 2 dan jawaban tidak setuju diberi skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan yang

unfavourable jawaban setuju diberi skor 1, jawaban kurang setuju diberi skor 2 dan jawaban tidak setuju diberi skor 3.

Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut diubah kedalam data kualitatif berupa baik, cukup, atau kurang baik dengan kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2009):

a. Sikap baik : jika jawaban benar 76 – 100 % b. Sikap cukup baik : jika jawaban benar 56 – 75 % c. Sikap kurang baik : jika jawaban benar ≤ 55 %


(25)

2.4. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya orang tua, mertua, suami atau istri (Notoadmodjo, 2010a).

Notoadmodjo (2010a), menggolongkan tingkat praktek sebagai berikut : a. Praktik terpimpin (guided respon).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan tuntutan atau panduan. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism).

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek. Misalnya, seorang ibu selalu membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang, tanpa harus menunggu dari kader atau petugas kesehatan.

c. Adopsi (adoption)

suatu tindakan atau praktek yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi yang lebih berkualitas. Misalnya menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang benar.


(26)

2.5. Kebisingan

2.5.1. Definisi kebisingan

Sebagai definisi standar, tiap bunyi yang tak diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising (Silaban, 2008). Sensasi bising ini ditimbulkan oleh getaran yang bersifat tidak periodik dan tidak berulang (Ganong, 2008). Sedangkan secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan menyebutkan “kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan’’ (Mulia, 2005).

2.5.2. Pengukuran tingkat kebisingan

Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kebisingan adalah : Sound Level Meter, Octave Band Analyzer, Noise Dosimeter, Spectrum Analyzer dan

Oscilloscopes. Dari sekian banyak alat, alat yang biasanya digunakan untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja adalah Sound Level Meter (SLM). SLM dilengkapi alat yang dapat merinci frekuensi bunyi berbeda. SLM juga dapat mengukur gelombang suara dan dapat membedakan besar amplitudo suara dalam berbagai frekuensi. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk (Humess dan Bess, 2008).

2.5.3. Nilai ambang batas kebisingan

Nilai Ambang Batas Kebisingan telah direkomendasi menurut ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienist) dan ISO (International Standard Organization) sebesar 85 dB(A), sedang menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration) sebesar 90 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam/hari.


(27)

Tabel 2.2. Lama Kerja yang Diperkenankan Berdasarkan Intensitas Bising dB(A) menurut ACGIH, OSHA dan ISO.

Lama Kerja (Jam) ACGIH OSHA ISO

8 85 90 85

8 87 92 -

4 90 95 88

3 92 97 -

2 95 100 91

1 97 105 94

0,5 100 110 97

0,25 105 115 100 Ketentuan Nilai Ambang Batas Kebisingan di Indonesia yang ditetapkan dalam Kepmenaker No. 51 tahun 1999 tentang NAB Faktor Fisik. Di tempat kerja mengadopsi berdasarkan rekomendasi ISO (tabel 2.2.). NAB Kebisingan di tempat kerja sebesar 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam per hari atau 40 jam seminggu

Tabel 2.3. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai keputusan menteri tenaga kerja 1999.

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan

dB(A) 8 4 2 1 Jam 85 88 91 94 30 15 7,5 3,75 1,88 0,94 Menit 97 100 103 106 109 112 28,12 14,06 7,03 3,52 1,76 Detik 115 118 121 124 127


(28)

0,88 0,44 0,22 0,11

130 133 136 139

Catatan : tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat.

2.5.4. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin kapal

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh American Bureau of Shipping

(ABS) dalam ABS Guide For American Bureau of Shipping – Guide for Passenger Comfort on Ships tentang tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan dalam ruangan kamar mesin adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4. Tingkat kebisingan maksimum di kamar mesin menurut ABS

Ruangan Intensitas Kebisingan (dB)

Kamar mesin dengan ABK berada terus

menerus di dalam kamar mesin 100

Kamar mesin dengan ABK yang tidak terus

menerus berada di dalam kamar mesin 110

Workshop (ruang yang biasa digunakan untuk

perbaikan, alat-alat bengkel) 100

Ruang control (ruangan yang digunakan

untuk mengontrol ruangan lain, permesinan) 100

Ruang kipas (ruangan yang terdapat kipas

untuk ventilasi udara) 100

(Yudo dan Jokosisworo, 2006)

2.5.5. Jenis kebisingan

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, maka Silaban (2008) membagi bising atas :

a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar.


(29)

b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas. c. Bising terputus-putus ( Intermitten ). Bising disini tidak terjadi secara terus

menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

d. Bising Implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan mercon, meriam.

e. Bising Implusif berulang. Sama dengan bising implusif hanya saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.

2.5.6. Pengaruh bising terhadap tenaga kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, ganguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stres (Buchari, 2007).

Hearing loss (berkurangnya kemampuan pendengaran) merupakan epidemi yang hening (the silent epidemic) pada tenaga kerja karena kejadian ini tidak ada sakit dan tidak dapat dilihat (Silaban, 2007).

Silaban (2007) membagi efek kebisingan berdasarkan kemampuan untuk dapat diukur atau tidak dapat dibedakan atas:

a. Quantifiable effects (efek bising dapat diukur), yaitu Temporary Threshold Shift/TTS; Permanent Threshold Shift/PTS; Noise-Induced Hearing Loss/NIHL .

b. Non-quantifiable effects (efek bising yang tidak dapat diukur), seperti: tinnitus, vertigo, loudness recruitment, masking.


(30)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat permanen atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli (Bashiruddin, 2009).

Buchari (2007) mengklasifikasikan manifestasi klinis akibat dari kebisingan yang dikelompokkan atas dua tipe yaitu badaniah dan fisiologis.

Tabel 2.5. Jenis-jenis gangguan akibat-akibat kebisingan (Buchari 2007).

Tipe Uraian

Akibat-akibat Badaniah

Kehilangan Pendengaran

Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen Akibat-akibat

Fisiologis

Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi berdenging

Akibat-akibat Fisiologis

Gangguan Emosional

Kejengkelan, kebingungan

Gangguan Gaya Hidup

Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb

2.6. Gangguan Pendengaran Akibat Bising

2.6.1. Defenisi

Gangguan pendengaran akibat bising / Noise Induced Hearing Loss

(GPAB) adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh terpajan bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Menurut Mahdi (1993) dalam Rambe (2003) GPAB adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga akibat kebisingan. Sedangkan untuk pengertian gangguan pendengaran akibat


(31)

bising lingkungan pekerjaan (Noise Occupational Induced Hearing Loss/ NOIHL)

menurut Morris (2006) adalah gangguan pendengaran yang berasal dari kebisingan yang berlebihan dari lingkungan kerja.

2.6.2. Manifestasi klinis

Kurang pendengaran dapat disertai tinnitus (berdenging di telinga) atau tidak. Monley (1995) dalam Morris (2006) melaporkan bahwa prevalensi tinnitus 65% pada tenaga kerja yang mengalami GPAB. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Derajat GPAB ini dipengaruhi oleh intensitas bising, frekuensi bising, lamanya terpapar bising, sifat kebisingan, faktor individual yang mempermudah untuk terjadinya GPAB (usia yang tua, pemakaian obat ototoksik) (Mathur, 2012).

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (Temporary Threshold Shift/TTS) dan peningkatan ambang dengar menetap (Permanent Threshold Shift/ PTS) (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL (Sound Pressor Level) atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.

b. Peningkatan ambang dengar sementara (TTS), terjadi akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan menjadi normal kembali, dapat terjadi minimal dalam 16 jam pertama setelah pajanan bising dihilangkan sampai berhari-hari bahkan dapat sampai dalam hitungan bulan (Mathur, 2012).

c. Peningkatan ambang dengar menetap (PTS), terjadi akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat (eksplosif) ataupun TTS yang terus berlanjut dengan terpajan bising. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut dan stria vaskuler (Alberti, 2006).


(32)

GPAB berbeda dengan trauma akustik, GPAB disebabkan oleh pajanan bising yang intesitasnya berlebihan, durasinya lama dan berulang. Dimana GPAB didahului oleh TTS, kemudian pulih kembali menjadi normal jika pajanan bising dihentikan. Jika TTS dipaparkan terus dengan kebisingan maka berlanjut ke PTS. sedangkan trauma akustik pajananannya hanya sekali dari bising yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan terjadinya PTS tanpa didahului oleh TTS (Probst, Grevers dan Iro, 2006).

2.6.3. Patologi

Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Biasanya yang sering mengalami kerusakan adalah organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan terberat kerusakan organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Lesi kerusakan pada GPAB tidak hanya terjadi pada sel-sel rambut sensori (Outer HairCells/OHCs ataupun Inner Hair Cells/IHCs), tetapi juga terjadi pada sel-sel penunjang, stereocilia, sel ganglion, saraf, membrana tektorial, pembuluh darah dan stria vaskularis (Henderson, 1999). Alberti (2006) menjelaskan, ketika terpaparnya kebisingan pada tahap awal (TTS) maka Hair Cells danstereocilia yang terdapat dalamorgan Corti menjadi lelah karena terjadinya stress metabolik, tetapi hal ini hanya berlangsung sementara dan dapat kembali normal jika telinga diistirahatkan. OHC lebih cenderung mudah terganggu daripada IHC (Henderson, 1999).

Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan pada sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat aferen (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Stimulasi bising dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan ringan pada silia dan Hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas yang


(33)

lebih keras dengan waktu pajanan yang lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur organela sel rambut seperti: pada mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robekan di membrana Reissner. Pajanan bunyi dengan efek destruksi yang tidak begitu besar menyebakan terjadinya ‘floppy silia’ yang sebagian masih reversibel. Kerusakan silia menetap ditandai dengan fraktur ‘rootlet’ silia pada lamina retikularis (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Gambar 2.2. dikutip dari (Alberti, W.P., 2006)

a. Perubahan stereocilia pada marmut, pembesaran 1700X Mik. Elektron

setelah 30 menit terpajan kebisingan dengan intesitas 110 dB. Tanda panah putih menunjukkan adanya pembengkokan dan pemisahan pada ujung-ujung stereocilia b. Perubahan stereocilia marmut kelompok a, setelah 8 hari tidak dipaparkan dengan kebisingan. Pendengaran dan struktur stereocilia kembali normal.

Gambar 2.3. dikutip dari (Alberti, W.P., 2006)

a. Perubahan stereocilia marmut, pembesaran 1700X Mik. Elektron setelah 30 menit terpajan kebisingan dengan intesitas 120 dB. Tampak terjadinya kolaps pada basis stereocilia.

a

a

b


(34)

b. Perubahan stereocilia pada permukaan apex organ Corti marmut kelompok a., 8 hari setelah pajanan hampir tidak tampak stereocilia maupun Hair Cells.

2.6.4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perkejaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri (Bashiruddin dan Soetirto, 2007) .

Pada Anamnesis adanya riwayat pernah bekerja atau sedang berkerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Perlu ditanyakan juga tentang riwayat : penggunaan obat, penyakit telinga sebelumnya, trauma kepala, keluarga yang mengalami gangguan pendengaran, riwayat penyakit seperti diabetes ataupun yang lainnya supaya dapat menyingkirkan diagnosis banding GPAB (Irwin, 1997).

Pada pemeriksaan otoskopi tidak ditemukan adanya kelainan seperti serumen prop, adanya benda asing, adanya cairan, ataupun perforasi membran timpani. Jika ada serumen prop atau benda asing maka harus dikeluarkan terlebih dahulu dan liang telinga harus bebas dari cairan (discharge) (Irwin, 1997).

Pada pemeriksaan audiologi test penala didapatkan hasil Rinne (+), Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya yang lebih baik dan Schawabach memendek, kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Tetapi Irwin (1997) berpendapat pemeriksaan dengan menggunakan test garpu tala, dan test berbisik untuk untuk mendiagnosis kasus NIHL kurang akurat sehingga harus di konfirmasi pemeriksaan audiometri.

Coles, Lutman dan Buffin (2000) pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hertz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomik untuk jenis ketuliaan ini yang dapat dilihat pada gambar 2.4.


(35)

Gambar 2.4. Adanya takik/ notch pada frekuensi tinggi (4000 Hz) di Audiogram, merupakan tanda patognomik NIHL (dikutip dari Coles, Lutman dan Buffin, 2000)

Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance), MLB (Monoaural Loudness Balance), Audiometry Bekes, Audiometry Tutur (speech audiometry), hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang patognomik untuk tuli sensorineural koklea (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang (background noise), sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai cocktail party deafness (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

AM

BANG

P

END

ENG

ARA

N (

d

B)


(36)

Kirchner et.al., (2012) menyimpulkan bahwakarekteristik NIHL antara lain : a. Biasanya jenis gangguan pendengarannya ialah sensorineural, hal yang paling

utama dipengaruhi ialah hair cells di telinga dalam. b. Biasanya terjadi secara bilateral

c. Biasanya disertai gejala tinnitus

d. Satu dari tanda gangguan pendengaran akibat bising adanya “notching” pada audiogram di 3000, 4000, atau 6000Hz dengan pemulihan kembali di 8000 Hz.

e. Jika terjadi gangguan pada frekuensi tinggi jarang melebihi 75 dB, dan jika terjadi pada frekuensi rendah jarang melebihi 40 dB

f. Gangguan pendengaran akibat pajanan bising maksimum terjadi dalam 10-15 tahun pertama setelah pajanan.

g. Banyak ahli berpendapat berdasarkan bukti bahwa telinga yang telah mengalami NIHL sebelumnya tidak menjadi sensitve terhadap pajanan bising berikutnya.

h. Belum adanya bukti yang cukup kuat untuk menyimpulkan proses NIHL akan terus berlanjut walaupun seseorang sudah tidak terpajan dengan kebisingan. i. Resiko NIHL sangat rendah sekali jika terpajan <85 dB (dalam waktu 8

jam/hari) dan resiko ini akan meningkat secara signifikan jika melebihi intensitas tersebut

j. Adanya TTS dengan atau tanpa tinnitus merupakan indikator resiko menjadi Permanent NIHL

2.6.5. Penatalaksanaan

Penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan yang bising, bila tidak muungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet) (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Jika gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar / ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga


(37)

dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant) (Bashiruddin dan Soetirto, 2007).

2.6.6. Pencegahan

Pencegahan gangguan pendengaran akibat bising di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan cara pencegahan kebisingan di lingkungan kerja itu sendiri. Pada hakikatnya pencegahan ini dilakukan dengan cara mengurangi suara kebisingan tersebut seminimal mungkin terpapar pada telinga (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Pencegahan yang paling baik ialah diadakannya program konservasi pendengaran di tempat kerja tersebut.

2.7. Program Konservasi Pendengaran

Program konservasi pendengaran adalah program yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan atau kehilangan pendengaran tenaga kerja akibat kebisingan di tempat kerja (Bashiruddin, 2009).

Tidak ada pengobatan untuk GPAB. Solusi masalah GPAB hanya tergantung pada pencegahannya. Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan Program Konservasi Pendengaran (PKP) yang merupakan rangkaian kegiatan sistematis dan seharusnya dilaksanakan pada tempat kerja yang bising. Buchari (2007) menjelaskan secara jelas unsur dari program konservasi pendengaran yang diuraikan dibawah :


(38)

2.7.1 Unsur program konservasi pendengaran

Unsur Program Konservasi Pendengaran yang efektif meliputi: a. Survei Bising/Analisis Kebisingan

Program Konservasi Pendengaran harus selalu dimulai dengan survei bising pendahuluan.

Tujuan dari survei bising pendahuluan adalah mengenal area pada tempat kerja dimana pekerja terpapar oleh bahaya pada tingkat kebisingan.

b. Pengendalian Teknik (Engineering Control)

Dalam hal ini dilakukan upaya mengurangi kebisingan pada sumber bising dan media perambatannya, dapat dilakukan dengan cara :

a) desain mesin yang kurang bising. b) isolasi mesin.

c) peredam (insulasi) bunyi mesin.

d) pembuatan barier (penempatan penghalang) transmisi bunyi. e) perawatan (maintenance) mesin

Pengendalian bising dengan pengendalian teknik merupakan ukuran pengendalian paling penting dalam PKP. Ukuran lainnya yang akan diimplementasikan jika pengendalian teknik tidak memungkinkan.

c. Administration (Scheduling Control)

Bila pengendalian teknik tidak memungkinkan, maka pengendalian administrasi dapat dilakukan dengan pengaturan waktu kerja secara bergilir atau dengan cara job rotation, changing job schedule sehingga durasi pemaparan bising dapat dikurangi.

d. Pemakaian Alat Pelindung Diri

Langkah yang paling baik untuk melindungi pendengaran adalah melalui teknologi pengendalian secara teknis. Akan tetapi cara tersebut tidak selalu dapat dilakukan, sehingga sebagai alternatif terakhir diperlukan pemakaian alat pelindung telinga. Tergantung dari jenis bahan dan cara pemakaiannya, alat pelindung telinga tersebut dapat mengurangi kebisingan sampai 30 dB. Jenis alat pelindung telinga yang dikenal adalah yang akan dimasukkan kedalam lubang telinga (ear plug) atau sumbat telinga yang menutup


(39)

Pre-molded ear - Semi-insert ear - Earmuffs Helmet -

plugs plugs mounted-

earmuffs

telinga, (ear muff) atau tutup telinga, dan berupa penutup kepala yang sekaligus juga melindungi telinga. Masing-masing alat pelindung tersebut memiliki keuntungan dan kerugian yang berbeda. Dalam menentukan jenis alat pelindung telinga yang akan dipakai perlu dipertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan alat untuk melindungi telinga, intensitas kebisingan, kenyamanan, harga dan sebagainya

Gambar 2.5. Beberapa jenis alat pelindung pendengaran (dikutip dari CCHSA, 2007)

e. Pemeriksaan Audiometri (sebelum bekerja, periodik dan pindah kerja/pensiun).

Untuk menilai pengaruh kebisingan terhadap pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan/ pengukuran pendengaran dengan menggunakan audiometer. Program ini merupakan bagian penting dalam upaya pemeliharaan pendengaran pekerja.

f. Evaluasi

Penilaian dari hasil pemeriksaan audiometeri dan rujukan penting dilakukan di sini adalah antara lain :

a) Mereview apakah program pemeliharaan pendengaran di atas sudah dilakukan secara menyeluruh dan juga kualitas pelaksanaan masing- masing komponennya.

b) Membandingkan baseline audiogram dengan audiogram lainnya untuk mengukur keberhasilan usaha pencegahan tersebut.


(40)

d) Buat check list yang spesifik untuk masing-masing daerah kerja untuk menyakinkan apakah semua komponen program telah ditinjak lanjuti sesuai standart yang berlaku.

g. Penyuluhan dan Pendidikan Kesehatan

Kegiatan ini hendaknya dilakukan semua orang di perusahaan, baik yang terlibat langsung maupun tidak dalam PKP, sehingga dapat dipahami manfaat program, cara pelaksanaannya, bahaya kebisingan di tempat kerja, cara pemakaian dan perawatan alat pelindung telinga dan aspek lain yang berkaitan.

Dari ketujuh unsur program PKP terdapat tiga hal yang dapat mengontrol secara langsung gangguan pendengaran yaitu : program pengendalian teknik, kontrol administrasi, dan pemakaian alat pelindung pendengaran (Bashiruddin, 2009).


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka konsep penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka ko

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising. Pengetahuan tersebut terhadap GPAB meliputi etiologi, faktor resiko, tanda dan gejala klinis, pengobatan, pencegahan aspek umum kebisingan dan aturan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan.

Penilaian terhadap pengetahuan Anak Buah Kapal (ABK) terhadap gangguan pendengaran akibat bising dilakukan melalui metode wawancara (interview) yang terstruktur dengan menggunakan kuesioner tertutup.

Pengetahuan responden diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan. Jumlah pertanyaan 11 , dengan total skor tertinggi 33 dimana setiap pertanyaan memiliki total skor tertinggi 3 jika, dengan ketentuan pemberian skor berdasarkan penilaian Notoatmodjo (2010b) :

PENGETAHUAN

SIKAP

TINDAKAN

GANGGUAN

PENDENGARAN

AKIBAT BISING

(GPAB)


(42)

a. Skor 1 : diberikan jika responden menjawab salah ataupun tidak tahu b. Skor 2 : diberikan jika responden menjawab mendekati benar

c. Skor 3 : diberikan jika responden menjawab benar

Kategori pengetahuan yang dipakai adalah menurut Arikunto, yaitu ditentukan dengan kriteria:

1. Baik : jika skor yang diperoleh 76 – 100 % dari skor tertinggi 2. Cukup : jika skor yang diperoleh 56 – 75 % dari skor tertinggi 3. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ 55 % dari skor tertinggi 3.2.2. Sikap

Sikap adalah tanggapan atau respon ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising. Penilaian terhadap sikap ABK terhadap gangguan pendengaran akibat bising dilakukan dengan metode wawancara (interview) dengan menggunakan kuesioner skala bertingkat. Sikap ABK terhadap GPAB meliputi etiologi, gejala klinis, pengobatan, dan pemakaian alat pelindung pendengaran (APP)

Sikap ABK diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan dimana pilihan jawaban peneliti menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu responden diminta untuk menyatakan pendapatnya yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Arikunto 2009). Jumlah pertanyaan 12, dengan total skor tertinggi 48, dimana setiap pertanyaan memiliki bobot tertinggi 4 dengan ketentuan pemberian skor:

a. Skor 1 : diberikan jika responden menjawab sangat tidak setuju b. Skor 2 : diberikan jika responden menjawab tidak setuju

c. Skor 3 : diberikan jika responden menjawab setuju d. Skor 4 : diberikan jika responden menjawab sangat setuju


(43)

Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Baik : jika skor yang diperoleh 76 – 100 % dari skor tertinggi b. Cukup : jika skor yang diperoleh 56 – 75 % dari skor tertinggi c. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ 55 % dari skor tertinggi 3.2.3. Tindakan

Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan ABK terhadap GPAB meliputi pencegahan, penatalaksanaan dan pemakaian APP. Penilaian terhadap tindakan anak buah kapal terhadap gangguan pendengaran akibat bising dilakukan dengan metode wawancara (interview) dengan menggunakan kuesioner skala bertingkat.

Tindakan anak buah kapal diukur dengan memberikan skor terhadap pertanyaan. Jumlah pertanyaan 8, dengan total skor tertinggi 32 dimana setiap pertanyaan memiliki total skor tertinggi 4 dengan ketentuan pemberian skor berdasarkan penilaian Arikunto (2006) :

a. Skor 1 : diberikan jika responden menjawab tidak pernah b. Skor 2 : diberikan jika responden menjawab jarang c. Skor 3 : diberikan jika responden menjawab sering d. Skor 4 : diberikan jika responden menjawab sering sekali

Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Baik : jika skor yang diperoleh 76 – 100 % dari skor tertinggi b. Cukup : jika skor yang diperoleh 56 – 75 % dari skor tertinggi c. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ 55 % dari skor tertinggi


(44)

3.2.4. Anak buah kapal

Anak buah kapal atau awak kapal adalah yaitu semua orang yang bekerja dikapal, yang bertugas mengoperasikan dan memelihara serta menjaga kapal dan muatannya (Salim, 2006) . ABK yang dijadikan objek penelitian adalah anak buah kapal yang berada di kamar mesin kapal tunda milik PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. ABK terpapar kebisingan langsng dengan mesin jika mereka masuk ke kamar mesin. ABK masuk ke kamar mesin apabila kapal mau jalan, kontrol mesin, dan kebutuhan tertentu lainnya, rata-rata ABK masuk ke kamar mesin 4-7 jam perhari. Terutama dipengaruhi oleh banyaknya kapal yang mau diderek oleh kapal Tunda.

3.2.5. Gangguan pendengaran akibat bising

Gangguan pendengaran akibat bising adalah adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh terpajan bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja (Bashiruddin dan Soetirto, 2007). Kebisingan yang dimaksud peneliti ialah kebisingan pada lingkungan kerja di kamar mesin kapal tunda ketika beroperasi.


(45)

Table 3.1. Variabel penelitian, definisi operasional, alat ukur, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur

Variabel Penelitian

Definisi Operasional Pengetahuan

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Hasil ukur:

Baik, apabila jawaban responden benar >75% Cukup, apabila jawaban responden benar 56 – 75% Kurang, apabila jawaban responden benar < 55% Skala ukur: ordinal

Segala sesuatu yang diketahui anak buah kapal tentang gangguan pendengaran akibat bising meliputi etiologi, faktor resiko, tanda dan gejala klinis, pengobatan, pencegahan, apek umum kebisingan dan aturan kesehatan kerja di lingkungan kerja.

Sikap

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Hasil ukur:

Baik, apabila jawaban responden benar >75% Cukup, apabila jawaban responden benar 56 – 75% Kurang, apabila jawaban responden benar < 55% Skala ukur: ordinal

Tanggapan atau respon anak buah kapal terhadap gangguan pendengaran akibat bising meliputi etiologi, gejala, pengobatan, pencegahan,

dan pemakaian alat

pelindung pendengaran.

Tindakan

Cara ukur : wawancara Alat ukur : kuesioner Hasil ukur:

Baik, apabila jawaban responden benar >75% Cukup, apabila jawaban responden benar 56 – 75% Kurang, apabila jawaban responden benar < 55% Skala ukur : ordinal

Segala sesuatu yang telah dilakukan anak buah kapal terhadap gangguan pendengaran akibat bising meliputi,

pencegahan, pengobatan dan pemakaian alat pelindung pendengaran


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan anak buah kapal (ABK) terhadap gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) di kapal tunda pada pelayanan jasa pandu PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada tiap responden, yaitu anak buah kapal.

2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kapal tunda pelayanan jasa pandu PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan, Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini direncanakan berlangsung lebih kurang selama 10 bulan, sejak peneliti menentukan judul, menyusun proposal, hingga seminar hasil yang berlangsung mulai bulan Maret hingga Desember 2012. Namun untuk pengambilan data primer dilakukan di bulan september hingga oktober 2012.

Lokasi ini dipilih peneliti karena : 1. Kebisingan yang sangat tinggi.

2. Rendahnya kesadaran ABK untuk mencegah gangguan pendengaran. 3. Belum pernah dilakukanya penelitian di daerah ini.

2.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi target penelitian ini adalah seluruh ABK bagian ruang mesin yang berada di Pelabuhan Belawan. Populasi terjangkau adalah seluruh ABK bagian ruang mesin di kapal tunda PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan jumlah populasi sebanyak 56 orang.


(47)

Yang menjadi kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1. ABK yang bekerja di bagian ruang mesin.

2. Bersedia menjadi subjek penelitian. 3. Kooperatif untuk diwawancarai.

Yang menjadi kriteria ekslusi penelitian ini adalah: 1. Kuesioner yang tidak terisi sempurna

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi terjangkau selama penelitian berlangsung. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan subjek penelitian.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti melalui metode wawancara dengan menggunakan kuesioner.

4.4.2. Instrumen penelitian

Pada penelitian ini digunakan kuesioner tertutup yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan ABK terhadap GPAB. Dosen pembimbing melakukan uji validitas external terhadap kuesioner sehingga mencapai hasil butir pertanyaan pengetahuan yang awalnya 20 menjadi 11, butir pertanyaan sikap awalnya 30 menjadi 12, dan butir pertanyaan tindakan awalnya 12 menjadi 8. Sampel uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan peneliti sebanyak 20 orang. Kemudian hasil kuesioner dianalisis dengan program statistik komputerdan diuji validitas serta reliabilitasnya.


(48)

4.4.3. Uji validitas dan reliabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program komputer. Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data diperoleh dari penilaian jawaban kuesioner responden. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Pada penelitian ini, variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan merupakan data kuantitatif yaitu score

hasil pengisian kuesioner. Data ini kemudian akan diubah menjadi kualitatif yaitu, baik , sedang dan kurang melalui induktif.

Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan program komputer dan selanjutnya diuraikan dalam bentuk narasi.


(49)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

*Catatan: r tabel untuk taraf signifikansi 0,05dengan N = 20 adalah 0,444

Variabel No. Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.692 Valid 0.791 Reliabel

2 0.576 Valid Reliabel

3 0.490 Valid Reliabel

4 0.475 Valid Reliabel

5 0.599 Valid Reliabel

6 0.551 Valid Reliabel

7 0.728 Valid Reliabel

8 0.467 Valid Reliabel

9 0.490 Valid Reliabel

10 11 0.517 0.467 Valid Valid Reliabel Reliabel

Sikap 1 0.514 Valid 0.860 Reliabel

2 0.589 Valid Reliabel

3 0.641 Valid Reliabel

4 0.515 Valid Reliabel

5 0.552 Valid Reliabel

6 0.478 Valid Reliabel

7 8 9 10 11 12 0.500 0.472 0.500 0.672 0.630 0.624 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Tindakan 1

2 3 4 5 6 7 8 0.471 0.721 0.625 0.474 0.457 0,514 0.814 0.915 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0.780 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Pelabuhan Belawan berada di dalam wilayah Kotamadya Medan, Sumatera Utara dan merupakan pelabuhan terpenting di pulau Sumatera. pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di PT pelabuhan Indonesia I. Koordinat geografisnya adalah 03 47 00 LU dan 98 42 BT. Daerah belawan dilewati oleh dua sungai besar yang bermuara ke pelabuhan Belawan. Dua sungai tersebut adalah sungai Deli dan sungai Belawan. Bila ditinjau dari kegiatan pelabuhan dunia Belawan memiliki letak yang sangat strategis yaitu berada dijalur perdagangan dunia di selat Malaka. Topografi daerah Belawan merupakan daerah pesisir dengan sungai yang bermuara ke laut dan ditemukan banyak daerah rawa dengan hutan bakau.

Secara administrasi pemerintah Belawan merupakan sebuah kecamatan dengan luasnya adalah 26,25km² dan mempunyai 6 kelurahan yang antara lain:

• Bagan Deli

• Belawan Bahagia

• Belawan bahari

• Belawan Sicanang

• Belawan I

• Belawan II

Kecamatan Medan Belawan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut:

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

• Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan


(51)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang terpilih sebanyak 56 orang. Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang diamati meliputi: umur, lama kerja, dan tingkat pendidikan. Beberapa gambaran karakteristik responden beserta data tabel distribusi frekuensinya:

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

21-30 13 23,2

31-40 13 23,2

41-50 17 30,4

51-60 13 23,2

Jumlah 56 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 17 orang (30,4%) dan pada 3 jenis kelompok usia lainnya memiliki persentase yang sama yaitu sebesar (23,2%).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kelompok lama kerja

Lamakerja Frekuensi Persentase (%)

0-4 tahun 23 41,1

5-9 tahun 5 8,9

10-14 tahun 9 16.1

15-19 tahun 1 1,8

>19 tahun 18 32,1

Jumlah 56 100

Berdasarkan data pada tabel diatas ditinjau dari karekteristik kelompok lamanya bekerja, kelompok terbesar adalah lama kerja dengan nilai rentang antara 0-4 tahun (41,1%) dan terendah pada kelompok lama kerja dengan nilai rentang antara 15-19 tahun (1,8%)

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan kategori tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SD 5 8,9

SMP 2 3,6

SMA 38 67,9

Perguruan Tinggi 11 19,6


(52)

Berdasarkan data pada tabel diatas, karekteristik responden ditinjau dari tingkat pendidikan. Sebagian besar tingkat pendidikan responden ialah tamat SMA yaitu dengan jumlah 38 orang (67,9 %) , jumlah responden yang tamat SD hanya 5 orang (8,9%), dan yang terendah ialah jumlah responden yang tamat smp yaitu berjumlah 2 orang (3,6%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.1. Pengetahuan

.Tabel 5.4. Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan

No. Pertanyaan

Jawaban responden Salah atau Tidak tahu Mendekati benar Benar

n % n % n %

1 Defenisi kebisingan 22 39,3 5 8,9 29 51,8

2 Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan

15 26,8 9 16,1 32 57,1

3 Sumber sangat bising di kapal 3 5,4 4 7,1 49 87,5 4 Jenis alat pelindung pendengaran

yang dapat digunakan

7 12,5 7 12,5 42 75,0

5 Alat pelindung pendengaran yang disediakan dari perusahaan

4 7,1 21 37,5 31 55,4

6 Kapan alat pelindung pendengaran digunakan

1 7,1 5 8,9 47 83,9

7 Tanda awal gangguan pendengaran akibat bising

11 19,6 26 46,4 19 33,9

8 Terapi gangguan pendengaran akibat bising

31 55,4 4 7,1 21 37,5

9 Pencegahan lebih penting daripada pengobatan

9 16,1 5 8,9 42 75,0

10 Pencegahan gangguan pendengaran akibat bising

5 8,9 11 19,6 40 71,4

11 Kewajiban perusahaan dalam menyediakan alat pelindung pendengaran


(53)

Tabel di atas merupakan data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan. Berdasarkan hasil pilihan jawaban responden seperti pada tabel di atas, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 3 adalah pertanyaan nomor 3 (Benar) dengan persentase 87,5%; pertanyaan paling banyak dijawab dengan skor 2 (mendekati benar) adalah pertanyaan nomor 7 dengan persentase 46,4%; pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan skor 1 (salah atau tidak tahu) adalah pertanyaan nomor 8 dengan persentase 55,4%.

Hasil uji pengetahuan responden terhadap gangguan pendengaran akibat bising dengan menggunakan wawancara dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi hasil uji pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 0 0

Cukup 11 19,6

Baik 45 80,4

Jumlah 56 100

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat pengetahuan responden terhadap gangguan pendengaran akibat bising paling banyak pada level baik yaitu sebesar 80,4%, diikuti kategori cukup sebesar 19,6%, dan tidak ada satupun responden berada pada kategori kurang 0%. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok usia

Kelompok Usia

Gambaran Pengetahuan

Total

Cukup Baik

n %KU %GP n %KU %GP

21-30 2 15,4 18,2 11 84,6 24,4 13

31-40 3 23,1 27,3 10 76,9 22,2 13

41-50 3 17,6 27,3 14 82,4 31,1 17

51-60 3 23,1 27,3 10 76,9 22,2 13

Jumlah 11 19,6 100 45 80,4 100 56

Keterangan : %KU: persentase terhadap total Kelompok Usia


(54)

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan baik pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 11 orang (24,4%), kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 10 orang (22,2%), kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 14 orang (31,1%), dan kelompok usia 51-60 sebanyak 10 orang (22,2%). Pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan cukup pada kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 2 orang (18,2%) dan pada kelompok usia 31-40 tahun; 41-50 tahun; 51-60 tahun masing-masing sebanyak 3 orang (27,3%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan lama kerja dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan kelompok lama kerja

Lama Kerja (tahun)

Gambaran Pengetahuan

Total

Cukup Baik

n %LK %GP n %LK %GP

0-4 4 17,4 36,4 19 82,6 42,2 23

5-9 1 20,0 9,1 4 80,0 8,9 5

10-14 2 22,2 18,2 7 77,8 15,6 9

15-19 1 100,0 9,1 0 0 0 1

>19 3 16,7 27,3 15 83,3 33,3 18

Jumlah 11 19,6 100 45 80,4 100 56

Keterangan : %LK: persentase terhadap total Lama Kerja

%GP: persentase terhadap total Gambaran Pengetahuan

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan baik menurut kelompok lama kerja. Pada kelompok lama kerja 0-4 tahun sebanyak 19 orang (42,2%) pada kelompok inilah persentase yang tertinggi, kemudian kelompok lama kerja 5-9 tahun sebanyak 4 orang (8,9%), kelompok lama kerja 10-14 tahun sebanyak 7 orang (15,6%), pada kelompok 15-19 tahun tidak ada satupun responden berpengetahuan baik dan kelompok lama kerja >19 tahun sebanyak 15 orang (33,3%). Pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan cukup pada kelompok lama kerja 0-4 tahun sebanyak 4 orang (36,4%) kemudian kelompok lama kerja 5-9 tahun sebanyak 1 orang (9,1%), kelompok lama kerja 10-14 tahun sebanyak 2 orang (18,2%), pada kelompok 15-19 tahun sebanyak 1 orang (9,1%), dan kelompok lama kerja >15-19 tahun sebanyak


(55)

3 orang (27,3%). Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan lama kerja dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi hasil uji gambaran pengetahuan berdasarkan pendidikan terakhir

Tingkat Pendidikan

Gambaran Pengetahuan

Total

Cukup Baik

n %TP %GP n %TP %GP

SD 2 40,0 18,2 3 60,0 6,7 5

SMP 2 100,0 18,2 0 0 0 2

SMA 6 15,8 54,5 32 84,2 71,1 32

Perguruan Tinggi

1 9,1 9,1 10 90,9 22,2 10

Jumlah 11 19,6 100 45 80,4 100 56

Keterangan : %TP: persentase terhadap total Tingkat Pendidikan %GP: persentase terhadap total Gambaran Pengetahuan

Dari tabel di atas dapat dilihat pada kelompok responden yang mempunyai pengetahuan baik berdasarkan tingkat pendidikan, kelompok responden yang tamat SD sebanyak 3 orang (6,7%), pada kelompok yang tamat SMP tidak ada satu orang pun yang berpengetahuan baik, untuk kelompok yang tamat SMA memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 32 orang (71,1%), dan pada kelompok yang tamat perguruan tinggi sebanyak 10 orang (22,2%). Kelompok responden yang mempunyai pengetahuan cukup berdasarkan tingkat pendidikan ialah kelompok responden yang tamat SD dan SMP masing-masing sebanyak 2 orang (18,2%), pada kelompok yang tamat SMA sebanyak 6 orang (54,5%), dan pada kelompok yang tamat perguruan tinggi sebanyak 1 orang (9,1%)

5.1.3.2. Sikap

Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.9.


(56)

No Pertanyaan

Jawaban responden

Tidak Pernah

Jarang Sering Sangat Sering

n % n % n % n %

1 Kewajiban tenaga kerja menggunakan alat pelindung pendengaran

0 0 4 7,1 28 50 20 42,9

2 Menggunakan alat pelindung pendengaran mencegah dari ganguan pendengaran

0 0 4 7,1 30 53,6 22 39,3

3 Memakai alat pelindung pendengaran tanpa harus ditegur

1 1,8 4 7,1 32 57,1 19 33,9

4 Gangguan pendengaran akibat bising dapat menetap

2 3,6 12 21,4 33 58,9 9 16,1

5 Kerugian akibat gangguan pendengaran 0 0 10 17,9 24 42,9 22 39,3

6 Ketuliaan akibat yang paling bahaya dari kebisingan

1 1,8 9 16,1 36 64,3 10 17,9

7 Pergi ke dokter jika merasa pendengaran agak berkurang

0 0 5 8,9 38 67,9 13 23,2

8 Menerima dan menggunakan alat pelindung pendengaran yang disediakan

1 1,8 2 3,6 38 67,9 15 28,8

9 Pihak perusahaan melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran

0 0 2 3,6 32 57,1 22 39,3

10 Memakai alat pelindung pendengaran mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja

0 0 5 8,9 37 66,1 14 25,0

11 Memakai alat pelindung pendengaran cermin tenaga kerja yang disiplin

0 0 5 8,9 34 60,7 17 30,4

12 Meminta ganti ke pihak perusahaan jika alat pelindung pendengaran rusak


(1)

T6 Frequen

cy

Percen t

Valid Percent

Cumulative Percent Vali

d

1 10 17.9 17.9 17.9

2 15 26.8 26.8 44.6

3 23 41.1 41.1 85.7

4 8 14.3 14.3 100.0

Tota l

56 100.0 100.0

T7 Frequen

cy Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 17 30.4 30.4 30.4

2 13 23.2 23.2 53.6

3 21 37.5 37.5 91.1

4 5 8.9 8.9 100.0

Total 56 100.0 100.0

T8 Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 28 50.0 50.0 50.0

2 13 23.2 23.2 73.2

3 14 25.0 25.0 98.2

4 1 1.8 1.8 100.0

Total 56 100.0 100.0

TingkatTindakan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang 35 62.5 62.5 62.5

cukup 17 30.4 30.4 92.9

baik 4 7.1 7.1 100.0


(2)

*Cross Tabulation

kategorilamakerja * TingkatTindakan Crosstabulation TingkatTindakan

Total

kurang cukup baik

kategorilamakerja 0-4 tahun Count 16 6 1 23

% within kategorilamakerja 69.6% 26.1% 4.3% 100.0% % within TingkatTindakan 45.7% 35.3% 25.0% 41.1%

% of Total 28.6% 10.7% 1.8% 41.1%

5-9 tahun Count 3 1 1 5

% within kategorilamakerja 60.0% 20.0% 20.0% 100.0%

% within TingkatTindakan 8.6% 5.9% 25.0% 8.9%

% of Total 5.4% 1.8% 1.8% 8.9%

10-14 tahun Count 5 3 1 9

% within kategorilamakerja 55.6% 33.3% 11.1% 100.0% % within TingkatTindakan 14.3% 17.6% 25.0% 16.1%

% of Total 8.9% 5.4% 1.8% 16.1%

15-19 tahun Count 1 0 0 1

% within kategorilamakerja 100.0% .0% .0% 100.0%

% within TingkatTindakan 2.9% .0% .0% 1.8%

% of Total 1.8% .0% .0% 1.8%

>19 tahun Count 10 7 1 18

% within kategorilamakerja 55.6% 38.9% 5.6% 100.0% % within TingkatTindakan 28.6% 41.2% 25.0% 32.1%

% of Total 17.9% 12.5% 1.8% 32.1%

Total Count 35 17 4 56

% within kategorilamakerja 62.5% 30.4% 7.1% 100.0% % within TingkatTindakan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% kategoriumur * TingkatTindakan Crosstabulation

TingkatTindakan

Total kurang cukup baik

kategoriumur 21-30 Count 9 4 0 13

% within kategoriumur 69.2% 30.8% .0% 100.0% % within TingkatTindakan 25.7% 23.5% .0% 23.2%

% of Total 16.1% 7.1% .0% 23.2%

31-40 Count 9 3 1 13

% within kategoriumur 69.2% 23.1% 7.7% 100.0% % within TingkatTindakan 25.7% 17.6% 25.0% 23.2%

% of Total 16.1% 5.4% 1.8% 23.2%

41-50 Count 8 6 3 17

% within kategoriumur 47.1% 35.3% 17.6% 100.0% % within TingkatTindakan 22.9% 35.3% 75.0% 30.4%

% of Total 14.3% 10.7% 5.4% 30.4%

51-60 Count 9 4 0 13

% within kategoriumur 69.2% 30.8% .0% 100.0% % within TingkatTindakan 25.7% 23.5% .0% 23.2%

% of Total 16.1% 7.1% .0% 23.2%

Total Count 35 17 4 56

% within kategoriumur 62.5% 30.4% 7.1% 100.0% % within TingkatTindakan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(3)

TingkatPengetahuan * TingkatTindakan Crosstabulation TingkatTindakan

Total kurang cukup baik

TingkatPenge tahuan

cukup Count 9 2 0 11

% within TingkatPengetahuan 81.8% 18.2% .0% 100.0% % within TingkatTindakan 25.7% 11.8% .0% 19.6%

% of Total 16.1% 3.6% .0% 19.6%

baik Count 26 15 4 45

% within TingkatPengetahuan 57.8% 33.3% 8.9% 100.0% % within TingkatTindakan 74.3% 88.2% 100.0% 80.4%

% of Total 46.4% 26.8% 7.1% 80.4%

Total Count 35 17 4 56

% within TingkatPengetahuan 62.5% 30.4% 7.1% 100.0% % within TingkatTindakan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 62.5% 30.4% 7.1% 100.0%

kategori pendidikan terakhir * TingkatTindakan Crosstabulation

TingkatTindakan

Total kurang cukup baik

kategori pendidikan terakhir SD Count 5 0 0 5

% within kategori pendidikan terakhir

100.0% .0% .0% 100.0%

% within TingkatTindakan 14.3% .0% .0% 8.9%

% of Total 8.9% .0% .0% 8.9%

SMP Count 2 0 0 2

% within kategori pendidikan terakhir

100.0% .0% .0% 100.0%

% within TingkatTindakan 5.7% .0% .0% 3.6%

% of Total 3.6% .0% .0% 3.6%

SMA Count 25 9 4 38

% within kategori pendidikan terakhir

65.8% 23.7% 10.5% 100.0%

% within TingkatTindakan 71.4% 52.9% 100.0% 67.9%

% of Total 44.6% 16.1% 7.1% 67.9%

perguruan tinggi Count 3 8 0 11

% within kategori pendidikan terakhir

27.3% 72.7% .0% 100.0%

% within TingkatTindakan 8.6% 47.1% .0% 19.6%

% of Total 5.4% 14.3% .0% 19.6%

Total Count 35 17 4 56

% within kategori pendidikan terakhir

62.5% 30.4% 7.1% 100.0%

% within TingkatTindakan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(4)

TingkatSikap * TingkatTindakan Crosstabulation TingkatTindakan

Total

kurang cukup baik

TingkatSikap kurang Count 1 0 0 1

% within TingkatSikap 100.0% .0% .0% 100.0%

% within TingkatTindakan 2.9% .0% .0% 1.8%

% of Total 1.8% .0% .0% 1.8%

cukup Count 7 2 0 9

% within TingkatSikap 77.8% 22.2% .0% 100.0%

% within TingkatTindakan 20.0% 11.8% .0% 16.1%

% of Total 12.5% 3.6% .0% 16.1%

baik Count 27 15 4 46

% within TingkatSikap 58.7% 32.6% 8.7% 100.0%

% within TingkatTindakan 77.1% 88.2% 100.0% 82.1%

% of Total 48.2% 26.8% 7.1% 82.1%

Total Count 35 17 4 56

% within TingkatSikap 62.5% 30.4% 7.1% 100.0%

% within TingkatTindakan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 62.5% 30.4% 7.1% 100.0%

Uji Varibilitas Alasan

alasan tidak selalu pakai APP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak nyaman 19 41.3 41.3 41.3

kebiasaan tidak pakai 7 15.2 15.2 56.5

hanya sebentar saja 15 32.6 32.6 89.1

tidak ada pengaruh pemakaian APP

5 10.9 10.9 100.0


(5)

tingkat pengetahuan Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Cukup 11 19.6 19.6 19.6

Baik 45 80.4 80.4 100.0

Total 56 100.0 100.0

Cross Tabulation

kategoriumur * TingkatPengetahuan Crosstabulation TingkatPengetahuan

Total cukup baik

kategoriumur 21-30 Count 2 11 13

% within kategoriumur 15.4% 84.6% 100.0% % within

TingkatPengetahuan

18.2% 24.4% 23.2%

% of Total 3.6% 19.6% 23.2%

31-40 Count 3 10 13

% within kategoriumur 23.1% 76.9% 100.0% % within

TingkatPengetahuan

27.3% 22.2% 23.2%

% of Total 5.4% 17.9% 23.2%

41-50 Count 3 14 17

% within kategoriumur 17.6% 82.4% 100.0% % within

TingkatPengetahuan

27.3% 31.1% 30.4%

% of Total 5.4% 25.0% 30.4%

51-60 Count 3 10 13

% within kategoriumur 23.1% 76.9% 100.0% % within

TingkatPengetahuan

27.3% 22.2% 23.2%

% of Total 5.4% 17.9% 23.2%

Total Count 11 45 56

% within kategoriumur 19.6% 80.4% 100.0% % within

TingkatPengetahuan

100.0% 100.0% 100.0%


(6)