BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Malaria 2.1.1. Definisi
Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat menjadi serius dan menjadi salah satu masalah besar kesehatan dunia.
20,21
Setiap tahun hampir 10 dari seluruh populasi dunia menderita malaria. Dari jumlah itu sebanyak 500 juta penderita dengan gejala klinis dan diantaranya
menimbulkan 1-3 juta kematian yang tersebar di lebih dari 90 negara.
22
Penyakit ini ditandai dengan adanya dingin menggigil, demam,berkeringat, dapat menimbulkan komplikasi serebral, anemia berat, gastroenteritis,
hipoglikemia, edema paru, icterik dengan bilirubin ≥ 3mgdl, gagal ginjal dan
kematian. Malaria juga ancaman bagi pelancong yang mengunjungi daerah endemik malaria.
Di Indonesia sendiri angka kejadian malaria meningkat semenjak terjadinya krisis moneter di tahun 1997. Di Pulau Jawa misalnya, angka
kejadian parasit tahunan Annual Parasite Incidence rate- API meningkat dari 0,1 ke 0,8 infeksi per 1000 orang antara tahun 1996 dan 2000. Pada tahun
2002 angka ini meningkat lagi hampir 70.
23
24
Disamping melalui gigitan nyamuk Anopeles, malaria juga dapat ditularkan melalui placenta dan
transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria. Pada tahun 2001 ditemukan 5 kasus malaria falsiparum pada penderita hemodialisis regular di
Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan yang pernah mendapat transfusi darah, dan dua kasus meninggal akibat malaria berat.
25
Universitas Sumatera Utara
2.2. Siklus Hidup Parasit Malaria
Dalam siklus hidupnya Plasmodium mempunyai dua hospes yaitu manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia
disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit terjadi didalam nyamuk disebut sporogoni .
2.2.1. Siklus Aseksual
26
Sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina masuk dalam
darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit sporozoit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulainya
siklus eksoeritrositik. Didalam sel parenkim hati, parasit tumbuh menjadi skizon
dan berkembang menjadi merozoit. Sel parenkim hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas berada dalam
plasma darah sebagian mengalami fagositosis. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut siklus pre-eritrositik.atau
ekso-eritrositik . Siklus eritrositik dimulai saat merozoit masuk sel-sel darah
merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma dan mulai membentuk tropozoit. Tropozoit muda berkembang menjadi tropozoit
matang, kemudian sitoplasma semakin kompakpadat dan inti atau kromatin membelah diri menjadi beberapa merozoitskizon muda dan membelah diri
lagi menjadi lebih banyak merozoit skizon matang kemudian eritrosit pecah mengeluarkan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan bebas berada dalam
plasma darah, Merozoit dapat masuk sel darah merah lainnya lagi untuk mengulangi siklus skizogoni. Selain dapat memasuki eritrosit kembali dan ada
Universitas Sumatera Utara
dari beberapa tropozoit matang tidak membelah diri menjadi merozoit melainkan gametosit.
2.2.2. Siklus Seksual
26
Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk.Gametosit yang ada di darah tidak di cerna oleh sel-sel tubuh lain. Pada gamet jantan, kromatin
membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filament dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut
mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam
makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane
basal dinding lambung nyamuk. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista
. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar ludah nyamuk dan bila nyamuk menggigitmenusuk
manusia memungkinkan sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik
.
26
Scheme Life Cycle Malaria.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Skema Siklus Hidup Plasmodium Farmedia CD-ROM
2.3. Prinsip Transmisi Malaria
Malaria menyebar dari seorang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. Nyamuk ini terinfeksi dengan bentuk seksual parasit yaitu gametosit, ketika menghisap darah manusia yang terinfeksi malaria.
Gametosit berkembang dalam tubuh nyamuk selama 6 -12 hari, setelah itu nyamuk ini akan dapat menginfeksi manusia sehat bila ia menghisap
darahnya. Intensitas transmisi malaria di suatu daerah adalah kecepatan inokulasi parasit malaria di suatu daerah tersebut. Keadaan ini menunjukkan
angka annual entomological inoculation rate EIR, yaitu jumlah rata-rata infeksi akibat gigitan nyamuk yang terinfeksi pada penduduk daerah tersebut
Universitas Sumatera Utara
selama periode satu tahun. Angka EIR ini menentukan seberapa besar perluasan dan epidemiologi malaria serta pola klinis penyakit secara lokal.
Pada daerah dengan transmisi rendah dengan angka EIR ≤ 0,01 yang
terdapat didaerah zone seperti temperate zone seperti Caucasus dan Central Asia dimana transmisi malaria sedikit dan terbatas. Diantara kedua daerah
ekstrim ini, ada daerah dengan musim yang tidak stabil seperti daerah Asia dan Amerika Latin dengan EIR
≤ 10 dan selalu berkisar antara 1 -2, dan situasi dengan musim yang stabil didaerah Afrika Barat dengan EIR antara 10
– 100. Proporsi nyamuk yang terinfeksi secara lokal berhubungan dengan jumlah manusia yang terinfeksi di daerah tersebut. Oleh karena itu, dengan
mengurangi jumlah orang yang terinfeksi di suatu daerah, akan menurunkan tingkat transmisi malaria didaerah tersebut, dan juga menurunkan angka
prevalensi dan insidensi secara lokal.
27
2.4. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung dibawah
mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat QBC yang memakai Acridine Orange AO. Sedangkan uji non mikroskopis
berguna untuk mengidentifikasi antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polimerase Chain Reaction PCR,
Enzime Linked Immunosorbent Assay ELISA, Radio Immuno Assay RIA, Indirect Hemaglutination, Deoxyribonucleic Acid
DNA dan Rapid Diagnostic Test
RDT.
42,43
31, 32,
Universitas Sumatera Utara
Hingga saat ini diagnosis malaria gold standard dilakukan dengan cara konvensional yaitu dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis yang
dipulas dengan pewarnaan Giemsa dan diperiksa di bawah mikroskop cahaya.
16, 31
Hasil pemeriksaan negatif tidak selalu berarti tidak mengidap penyakit malaria ataupun mereka yang tinggal di daerah hipoendemis,
sebaiknya di ulang setiap 4 – 6 jam untuk menegakkan diagnosis. Pada sediaan darah tebal, kemungkinan menjumpai parasit lebih besar karena
darah yang diambil 3 tetes, dibanding pada sediaan darah tipis,yang hanya 1 tetes. Sediaan darah tipis berguna untuk melihat morfologi parasit sekaligus
menentukan spesies parasit.
2.4.1. Pemeriksaan Mikroskopik Metode Konvensional
9
Saat ini diagnosis malaria masih dilakukan dengan menggunakan metode konvensional yaitu dengan pewarnaan Giemsa yang dikembangkan
oleh Ross sejak tahun 1903. Ada 2 cara untuk pembuatan preparat:
45
1. Preparat darah tebal, dengan menggunakan 3 tetesan darah dan dengan preparat ini lebih banyak kemungkinan menemukan 20 kali lebih cepat
ditemukannya parasit dari pada preparat darah tipis. 2. Preparat darah tipis, lebih tepat untuk mengkonfirmasi spesies parasit
selain itu juga dapat melihat perubahan bentuk eritrosit. Jadi dengan preparat ini dapat membedakan ke4 spesies plasmodium.
Metode konvensional ini memerlukan biaya yang relatip murah tetapi membutuhkan waktu cukup lama untuk proses pewarnaan dan untuk
interprestasinya diperlukan tenaga terlatih dan berpengalaman.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungannya: dapat menghitung kepadatan parasit sehingga dapat diketahui berat ringannya infeksi.
2.4.2 Quantitative Buffy Coat QBC Malaria
41
Metode ini merupakan cara tes diagnostik cepat untuk deteksi parasit malaria dengan cara stratifikasi sentrifugal, darah yang diambil pada tabung
kapiler akan membentuk stratifikasi lapisan yang disebut “Buffy Coat” dan parasit malaria terkonsentrasi pada lapisan ini. Pemeriksaan ini berdasar
pada DNA dan RNA parasit dengan pengecatan acridine orange kemudian dilihat dengan mikroskop fluorescence dimana nucleus terlihat hijau dan
sitoplasma terlihat merah.
46,47
Metode ini ditemukan oleh Wardlaw dan Levine tahun.1983, dikatakan 10 kali lebih sensitif daripada metode konvensional oleh karena darah yang
digunakan sampel 55-56ul bila dibandingkan metode konvensional yang hanya menggunakan 0,1 - 0,25 ul. Sensitifitas metode ini berkisar 89 -92
dan spesifitasnya 83,3. Metode ini menggunakan fasilitas laboratorium yang lebih lengkap oleh
karena harus ada centrifus dan mikroskop fluorescence yang kebanyakan tidak didapatkan pada laboratorium daerah.
2.4.3. Metode Kawamoto
Metode ini dikembangkan tahun 1991 oleh Kawamoto, dengan menggunakan sediaan darah tebal dan tipis seperti pada pulasan
konvensional kemudian diwarnai dengan acridine orange 1-2 tetes dan dilihat dibawah mikroskop cahaya biasa dengan menyisipkan interference
47
Universitas Sumatera Utara
filter dibawah kondensor mikroskop dan memakai cahaya halogen atau sinar matahari sehingga menghasilkan mikroskop fluorescence.
Dibanding dengan cara konvensional metode ini lebih cepat, tetapi masih tetap menggunakan mikroskop walau lebih sederhana bila
dibandingkan dengan metode QBC. Sensitifitasnya 69,8 dan spesifisitasnya 81,05.
2.4.4. Diagnosis Serologik
Dengan metode ini dapat mendeteksi antibodi maupun antigen malaria, ELISA merupakan metode yang dapat digunakan pada diagnosis
serologik ini dengan mendeteksi antigen pada malaria. Metode ini memerlukan waktu relatif lama sekitar 2-4 jam selain itu juga memerlukan
sarana laboratorium yang lengkap.
48
2.4.5. PCR Polymerase Chain Reactions
Metode ini menggunakan teknik biologi molekuler dan dapat mendeteksi DNA malaria melalui reaksi berantai polymerase dan
visualisasinya menggunakan elektroforesis serta pembacaannya dibawah iluminasi sinar ultra violet, metode ini menggunakan peralatan thermal
Cycler dan reagens yang mahal dengan waktu yang dibutuhkan sekitar 4 jam
dan memerlukan ketrampilan yang memadai.
48
2.4.6. Immunochromatographic Test ICT
Immunokromatografi Tes merupakan salah satu Rapid Diagnostik Tes. Uji ini berdasarkan deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria,
yaitu PfHRP II. Pada eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan negatif. Sintesa PfHRP II di mulai pada saat berbentuk
37. 38
Universitas Sumatera Utara
cincin dan berlanjut hingga stadium trofozoit. Ada tiga HRP yang dibuat oleh P.falciparum pada saat menginfeksi eritrosit yang dinamakan dengan PfHRP
I,II dan III. PfHRP I hanya diekspresikan pada knob positif pada membrane eritrosit yang terinfeksi sehingga jumlahnya sedikit. PfHRP II diekspresikan
pada kedua knob positif dan negatif dan jumlahnya sangat banyak, dan merupakan antigen pertama yang digunakan untuk RDT. Rangkaian DNA
telah membuktikan bahwa PfHRP II mengandung 35 histidin dan juga kandungan alanin dan aspartat yang relatif tinggi masing – masing 40 dan
12. PfHRP III merupakan protein yang paling sedikit di produksi oleh P.falsiparum
di bandingkan dengan PfHRP I dan PfHRP II. Rangkaian DNA menunjukkan PfHRP III mengandung 30 histidin dan 29 alanin.
Immunokromatografi Tes umumnya digunakan dalam bentuk uji strip yang mengandung antibodi monoclonal yang langsung pada antigen parasit.
Prinsip Immunokromatografi Tes adalah mendeteksi antigen yang di keluarkan oleh plasmodium, dan selanjutnya akan terjadi reaksi kompleks
antigen-antibodi pada bahan nitroselulose acetat dimana kompleks tersebut diberi Monoklonal antibodi Mab yang berlabel zat warna Coloidal gold
sebagai penanda, sehingga muncul suatu tanda berupa garis yang menyatakan hasil positif untuk P.falciparum, infeksi campuran atau
negatif.
35,12,36
17,12
Immunokromatografi tes merupakan uji yang cepat, mudah dilakukan dan tidak memerlukan laboratorium khusus, seperti sentrifus dan mikroskop.
Uji ini lebih praktis digunakan dilapangan, hanya membutuhkan sedikit keahlian dan hasil sudah diperoleh dalam waktu berkisar 5- 10 menit.
18,37
Universitas Sumatera Utara
Cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan pipa kapiler yang tersedia , darah diambil dengan menusuk ujung jari dan pastikan bahwa pipa kapiler
telah terisi penuh darah. Darah ditaruh pada daerah ungu yang ada pada alat, dilakukan dengan cara memegang pipa kapiler secara vertikal dan tekan
ujungnya perlahan-lahan. Kemudian diteteskan reagensia. Dalam 5 menit hasil sudah dapat dibaca. Garis paling atas garis pertama merupakan garis
control. Garis dibawah garis control merupakan garis uji untuk plasmodium nonfalciparum. Bila hasil uji +
− untuk P,falciparum maka garis control dan garis terbawah akan berwarna merah muda.
Kelemahan ICT ini antara lain:
12,38
1. Sensitivitas biasanya mencapai 90 pada level parasitemia 100µL darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah, orang –
orang yang tidak imun dan yang sudah pernah mendapat terapi profilaksis malaria.
2. Hasil positif palsu dapat terjadi karena beberapa factor antara lain yaitu adanya resisten obat dan reaksi silang dengan autoantibodi seperti
Rheumatoid factor. 3. Reaksi silang dengan jenis plasmodia yang lain, yang dapat terjadi
pada 13 pasien. 4. Harga alat mahal bila dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa juga
masih menjadi pertimbangan, terutama untuk pemakaian dilapangan.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep
PENDERITA MALARIA
MIKROSKOP
SD BIOLINE
P.falcipa rum
+ P.vivax
P.f +P.v P.o, P.m
P.falcipa rum
P.vivax P.f+P.v,
P.o,P.m
- +
- +
- -
+ -
- +
+
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross-sectional potong lintang.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU RSUP H.Adam Malik Medan dan Puskesmas Pulau Tello Kecamatan Pulau-Pulau
Batu Kabupaten Nias Selatan, mulai Juli sampai dengan September 2012.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien malaria yang berkunjung ke Puskesmas Pulau Tello kecamatan Pulau-Pulau Batu Kabupaten Nias
Selatan.
3.3.2. Sampel Penelitian
Pasien dengan diagnosa Malaria Klinis dan yang diambil adalah semua golongan umur. Seluruh peserta yang ikut dalam penelitian ini
diberikan informed-consent dan telah mendapat penjelasan tentang prosedur penelitian dan kemungkinan efek yang kurang menyenangkan yang mungkin
timbul meskipun kecil.
Universitas Sumatera Utara