Uji Parascreen Sebagai Diagnostik Alternatif Malaria Falciparum

(1)

UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM

Oleh Jenny Ginting

T E S I S

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008

Jenny Ginting : Uji Parascreen Sebagai Diagnostik Alternatif Malaria, 2008 USU e-Repository © 2008


(2)

UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM

Telah disetujui dan disahkan

Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) Pembimbing I

Dr. Rita Evalina, SpA Pembimbing II

Medan, Juni 2008 Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU

Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) NIP 140 087 999


(3)

Dengan ini diterangkan bahwa :

Jenny Ginting

Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Rabu,

tanggal 04 Juni 2008

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Tim Penguji :

Penguji I

1. Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) ………

Penguji II

2. Prof. Dr. Atan Baas Sinuhaji, SpA(K) ………

Penguji III

3. dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) ………

Medan, Juni 2008

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpAK NIP. 140 105 363


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran kepada :

1. Yang terhormat pembimbing utama Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), dan pembimbing kedua dr. Rita Evalina, SpA yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(5)

2. Yang terhormat Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) sebagai sekretaris program sampai 2007 serta dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai sekretaris program periode 2007 sampai saat ini.

3. Yang terhormat Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan, Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 sampai saat ini.

4. Yang terhormat seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

6. Kepala Sekolah Dasar Negeri Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal, serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.


(6)

7. Semua teman sejawat PPDS dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Kepada yang tercinta suami saya Drs. Nelson SB. Purba, MM dan kedua anak saya Rizky Juan Ananta dan Jovan Sya Audrey yang dengan penuh pengertian telah mengizinkan penulis untuk mengikuti program pendidikan ini. Tanpa doa, pengorbanan dan kesabarannya mustahil program ini dapat diselesaikan.

Kepada yang tercinta orang tua, mertua dan saudara-saudaraku yang selalu mendoakan, memberi dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mandapat imbalan dari Yang Maha Kuasa.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Juni 2008


(7)

DAFTAR ISI

BAB Halaman

Persetujuan Pembimbing………... ii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi ……… ……. vii

Daftar Tabel ……… x

Daftar Gambar ...……… xi

Daftar Singkatan ……… xii

Daftar Lambang ……….... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 3

1.3. Kerangka Konsep Penelitian……… 3

1.4. Tujuan Penelitian ……… 4

1.5. Hipotesis ……… 4

1.6. Manfaat Penelitian ……… 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria Falciparum………. 5


(8)

2.3. Immunochromatographic Test ……….……… 9

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ……….. 14

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian……… 14

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel……… 14

3.4. Besar Sampel………..…… 15

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……….. 15

3.6. Cara Kerja……… 16

3.7. Analisa Data……… 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ………. 19

4.2. Pembahasan ……… 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 25

5.2. Saran ……… 25

DAFTAR PUSTAKA .……… 26

LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan ……… 32


(9)

3. Surat Persetujuan Komite Etik……… 36

4. Master Tabel Penelitian ………. 37

RINGKASAN……… 43

SUMMARY……….. 45


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Karakteristik Sampel………... 20 Tabel 2. Perbandingan Hasil Metoda Parascreen

dengan Metoda Giemsa... 21 Tabel 3. Sensitivitas Parascreen Berdasarkan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian...………... 4 Gambar 2. Siklus Hidup Malaria.……….... 8 Gambar 3. Prinsip kerja Immunochromatographic


(12)

DAFTAR SINGKATAN

AO : Acridine Orange

API : Annual Parasite Incidence

BB : Berat Badan

CDC : Center for Disease Control and Prevention

cm : Centimeter

DNA : Deoxyribonucleic Acid

HPA : High Prevalensi Area

HRP : Histidine Rich Protein

ICT : Immunochromatographic Test

kg : Kilogram

Mab : Monoclonal antibody

mm : Milimeter

NTB : Nusa Tenggara Barat

PCR : Polymerase Chain Reaction

PfHRP II : Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein-II

pLDH : plasmodium Lactate Dehydrogenase

PR : Parasite Rate

QBC : Quantitative Buffy Coat

RDT : Rapid Diagnostic Test


(13)

RIA : Radio Immuno Assay

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMU : Sekolah Menengah Umum

SPSS : Statistical Package for Social Science


(14)

DAFTAR LAMBANG

P : Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari Q : 1-P

α : Tingkat kemaknaan n : Besar sampel < : Lebih kecil > : Lebih besar

zα : Deviat baku normal untuk α Z : Deviat baku normal untuk ~ : Tak terhingga


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama negara tropis.1 Setiap tahun, 200 juta manusia menderita malaria dan 2 juta meninggal akibat penyakit ini.2,3 Di Indonesia malaria merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah, terutama Indonesia bagian Timur.4 Kematian terbanyak terjadi pada bayi dan anak usia dibawah 5 tahun.5,6 Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, oleh karena di daerah tersebut terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non endemis malaria. Bila diukur dengan Annual

Parasite Incidence (API), angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa dan Bali bila diukur dengan angka Parasite Rate (PR) adalah 4,78% pada tahun 1997.7

Berdasarkan survai malariometrik penyebaran penyakit malaria di Propinsi Sumatera Utara terutama sepanjang pantai timur dan barat, daerah perbukitan dan berdekatan dengan hutan lebat. Survai tahun 1990 sampai 1993 di sebelas Kabupaten, ditemukan dua spesies parasit yaitu P.

falciparum dan P. vivax, dengan angka kesakitan malaria 2.7%. Propinsi

Sumatera Utara selama kurun waktu 1989 sampai 1993 diperoleh angka PR yang tinggi (>2%). Kabupaten dengan PR yang tinggi ditemukan di


(16)

Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Asahan, Nias, Tapanuli Utara, Karo dan Labuhan Batu.8 Kabupaten Mandailing Natal termasuk dalam strata High Prevalensi Area (HPA) dengan PR tertinggi yaitu 10,65%.9

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh satu atau lebih dari empat plasmodia yang menginfeksi manusia yaitu P. falciparum, P. vivax, P.

ovale dan P. malariae.10,11 P. falciparum merupakan penyebab tersering infeksi malaria di negara-negara tropis.8,12 Malaria falciparum sering resisten terhadap obat dan merupakan jenis yang paling berbahaya, karena penanganan yang terlambat dapat berakibat fatal seperti malaria serebral, bahkan kematian.13,14

Diagnosis cepat dan akurat adalah kunci penanganan yang efektif untuk mengatasi malaria15,16 yaitu dengan mendeteksi P.falciparum dalam darah sehingga dapat ditangani segera.17-19 Hal ini merupakan tantangan laboratorium di seluruh negara agar diagnosis malaria dapat ditegakkan sesegera mungkin.20 Sebagai baku emas, pewarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah mikroskop sering digunakan karena biayanya yang relatif murah.19,21,22 Tetapi pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama (time consuming), serta tidak

jarang mendapatkan hasil positif dan negatif palsu.21,23 WHO juga sudah mengakui akan kebutuhan alat diagnostik nonmikroskopis untuk mengatasi kelemahan ini.14 Beberapa metoda untuk diagnosis malaria falciparum telah


(17)

berkembang dalam mendeteksi proses penyakit ini. Telah ditemukan metoda imunologik yang sangat baik dan sederhana untuk diagnosis malaria yaitu

Immunochromatographic Test (ICT) dan sudah dikenal beberapa tahun ini.12,24

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kebutuhan akan suatu metoda untuk diagnosis malaria yang sifatnya mudah, cepat dan sensitif sangatlah diperlukan. Untuk itu perlu dicoba suatu alat baru yang dikenal dengan nama Parascreen, yaitu suatu metoda Immunochromatographic Test (ICT) untuk

mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein-II (PfHRP-II). Uji ini

lebih cepat, mudah dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana dan praktis untuk pemakaian di lapangan.

1.3. Kerangka Konsep Penelitian

Parascreen - Sensitivitas - Spesifisitas - Nilai prediktif - Akurasi - Prevalensi - Likelihood ratio Pewarnaan giemsa

Sampel


(18)

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas uji tersebut terhadap infeksi

P. falciparum.

1.5. Hipotesis

Tidak ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas antara pemeriksaan Parascreen dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa.

1.6. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik alternatif dalam menegakkan diagnosis penyakit malaria falciparum secara cepat dengan metoda sederhana.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria Falciparum

Malaria disebabkan oleh empat spesies protozoa, P. falciparum yang paling

banyak dijumpai di daerah tropis. Morbiditas dan mortalitas terbanyak disebabkan oleh P. falciparum terutama pada orang yang tidak imun.5,10

Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 pejamu, yaitu vertebrata dan nyamuk genus Anopheles. Siklus aseksual di dalam pejamu

vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan kedalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium eksoeritrositer atau stadium pra-eritrositer). Skizon P. falciparum

dan P. malariae hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan

spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga suatu saat dapat aktif dan terjadilah long-term relapse. Sel hati yang berisi parasit akan pecah

dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut trofozoit. Trofozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan eritrosit akan hancur, merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar


(20)

dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh Reticulo

Endothelial System (RES). Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.5, 7,25

Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.7,25

P. falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh.1,7


(21)

Gambar 2. Siklus Hidup Parasit Malaria

Sumber : The Malaria lifecycle (Image Library CDC, Center for Disease Control and Prevention, Atlanta)

Gambaran klinis malaria terdiri dari 3 stadium yaitu:1,4

1. Stadium dingin: diawali dengan gejala menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Nadi cepat dan lemah, pucat, muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam. 2. Stadium demam: penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit


(22)

badan dapat mencapai 410C atau lebih. Stadium ini berlangsung 2-12 jam.

3. Stadium berkeringat: penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun cepat, terkadang sampai dibawah normal. Gejala dapat disertai hepatomegali, splenomegali, trombositopeni, anemia. Gejala neurologis dapat terjadi seperti bingung, diorientasi sampai koma.

2.2. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat (QBC), Acridine Orange

(AO). Sedangkan uji non mikroskopis berguna untuk mengidentifikasi antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polymerase Chain Reaction (PCR), Radio Immuno Assay (RIA), Indirect

Hemaglutination, Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Rapid Diagnostic Test

(RDT).20,26,27

Hingga saat ini diagnosis malaria dilakukan dengan cara konvensional yaitu dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa dan diperiksa dibawah mikroskop cahaya.14,21 Hasil pemeriksaan negatif tidak selalu berarti tidak mengidap penyakit malaria, khususnya pada orang-orang yang mendapat pengobatan anti malaria ataupun mereka yang tinggal di daerah hipoendemis, dan sebaiknya diulang


(23)

setiap 4-6 jam untuk menegakkan diagnosis. Sampel yang ideal adalah darah yang diambil dengan menusuk ujung jari atau daun telinga karena kepadatan trofozoit yang lebih besar.20 Sediaan darah tebal berguna untuk mengkonsentrasikan parasit di dalam bidang sediaan, jadi untuk menegakkan diagnosis malaria harus menggunakan sediaan darah tebal. Sediaan darah tipis berguna untuk melihat morfologi parasit sekaligus menentukan spesies parasit.17

Pada pemeriksaan darah tepi baik sediaan darah tebal dan tipis, dapat dijumpai P. falciparum berbentuk cincin (ring form) dan gametosit.

Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, gametositnya berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky).5,7

2.3. Immunochromatographic Test (ICT)

ICT merupakan salah satu RDT. Uji ini berdasarkan deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria, yaitu PfHRP II.12,14 Pada eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan negatif. Sintesa PfHRP II dimulai pada saat berbentuk cincin dan berlanjut hingga stadium trofozoit.28,29 Ada tiga HRP yang dibuat oleh P. falciparum pada saat menginfeksi eritrosit yang dinamakan dengan PfHRP I, II dan III. PfHRP I hanya diekspresikan pada knob positif pada membran eritrosit yang terinfeksi sehingga jumlahnya sedikit. PfHRP II diekspresikan pada kedua knob positif


(24)

dan negatif dan jumlahnya sangat banyak, dan merupakan antigen pertama yang digunakan untuk RDT. Rangkaian DNA telah membuktikan bahwa PfHRP II mengandung 35% histidin dan juga kandungan alanin dan aspartat yang relatif tinggi masing-masing 40% dan 12%. PfHRP III merupakan protein yang paling sedikit diproduksi oleh P. falciparum dibandingkan dengan

PfHRP I dan PfHRP II. Rangkaian DNA menunjukkan PfHRP III mengandung 30% histidin dan 29% alanin.20,28

ICT umumnya digunakan dalam bentuk uji strip yang mengandung antibodi monoklonal yang langsung pada antigen parasit. Prinsip ICT adalah mendeteksi antigen yang dikeluarkan oleh plasmodium, dan selanjutnya akan terjadi reaksi kompleks antigen-antibodi pada bahan nitroselulose acetat

dimana kompleks tersebut diberi Monoklonal antibodi (Mab) yang berlabel zat warna (colloidal gold) sebagai penanda, sehingga muncul suatu tanda

berupa garis yang menyatakan hasil positif untuk P. falciparum, infeksi


(25)

Gambar 3. Prinsip kerja Immunochromatographic Test pada malaria

Sumber : Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev 2002;15:66-78.

ICT merupakan uji yang cepat, mudah dilakukan dan tidak memerlukan laboratorium khusus, seperti sentrifus dan mikroskop. Uji ini lebih praktis digunakan di lapangan, hanya membutuhkan sedikit keahlian dan hasil sudah diperoleh dalam waktu berkisar 5-30 menit.24

Cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan pipa kapiler yang tersedia, darah diambil dengan menusuk ujung jari dan pastikan bahwa pipa kapiler telah terisi penuh darah. Darah ditaruh pada daerah ungu yang ada


(26)

pada alat, dilakukan dengan cara memegang pipa kapiler secara vertikal dan tekan ujungnya perlahan-lahan. Kemudian diteteskan reagensia. Dalam 5 menit hasil sudah dapat dibaca. Garis paling atas (garis pertama) merupakan garis kontrol. Garis di bawah garis kontrol merupakan garis uji untuk plasmodium nonfalciparum. Bila hasil uji untuk P. falciparum maka garis

kontrol dan garis terbawah akan berwarna merah muda.20 Kelemahan ICT ini antara lain:24

1. Sensitivitas biasanya mencapai > 90% pada level parasitemia > 100 /µL darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah, orang-orang yang tidak imun dan yang sudah pernah mendapat terapi profilaksis malaria.

2. Hasil positif palsu dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain yaitu adanya resisten obat dan reaksi silang dengan autoantibodi seperti rheumatoid factor.

3. Hasil negatif palsu dapat dijumpai pada malaria berat atau parasitemia yang sangat tinggi yaitu > 40000 parasit/ µL darah.

4. Reaksi silang dengan jenis plasmodia yang lain, yang dapat terjadi pada 1/3 pasien.

5. Harga alat mahal ($ 1,20-13.50) bila dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa ($ 0,12-0,40) juga masih menjadi pertimbangan, terutama untuk pemakaian di lapangan.


(27)

ICT dapat mendeteksi P. falciparum dan non P. falciparum, tetapi

tidak dapat membedakan antara P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae, maupun

membedakan infeksi falciparum murni dari infeksi campuran yang termasuk

P. falciparum.28

Pemeriksaan lainnya yang berdasarkan Histidine Rich Protein II adalah: Parasight-F, Paracheck. Selain itu sudah dikembangkan pula uji plasmodium Lactate Dehydrogenase (pLDH). Tes ini berdasarkan deteksi enzim

glycolitic soluble yang dikeluarkan oleh parasit dengan kadar yang tinggi dalam darah.20

BAB III


(28)

3.1. Desain Penelitian

Metoda yang digunakan adalah uji diagnostik dengan cara tersamar untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif, akurasi, prevalensi dan

likelihood ratio.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas dan Rumah Sakit di Penyabungan, Kabupaten Mandailing Natal propinsi Sumatera Utara.

Waktu penelitian Oktober-November 2006.

Izin melaksanakan penelitian diperoleh dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel

Sampel diambil dari pasien yang berkunjung ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Umur sampel yang diambil adalah semua golongan umur.

3.4. Besar Sampel


(29)

(Zα√PoQo + Z √PaQa)2 n =

(Pa – Po)2

Po dan Pa = masing – masing proporsi Q = 1-P

α = tingkat kemaknaan

P = 0,5 zα = 1,96 Z = 0,842 Pa = 0.90 Po = 0,80

Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel minimal 104 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi:

Setiap pasien yang datang dengan satu keluhan atau lebih seperti:

- Demam ≥ 37,5 °C

- Pucat

- Mencret

- Sakit kepala

3.5.2. Kriteria Eksklusi:


(30)

- Penderita yang tidak bersedia diperiksa atau tidak mau mengikuti penelitian ini.

3.6. Cara Kerja

Pasien yang datang ke Puskesmas dan Rumah sakit dengan satu keluhan atau lebih seperti demam, pucat, mencret dan sakit kepala dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas, pemeriksaan hepar dan lien. Setiap pasien diambil darah untuk pemeriksaan malaria dengan 2 metoda yaitu Giemsa dan Parascreen.

3.6.1. Pulasan Giemsa

Ujung jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet. Sampel darah

diperiksa dengan dua sediaan yaitu sediaan darah tebal dan tipis. a. Cara membuat sediaan darah tebal

- Sampel darah diletakkan di atas kaca objek yang bersih, ditebarkan perlahan-lahan dengan kaca objek yang lain. - Biarkan kering, kemudian bilas dengan air.

- Diwarnai dengan larutan Giemsa, dan biarkan 30 menit. - Cuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan.

- Hasil pulasan dilihat di bawah mikroskop cahaya. b. Cara membuat sediaan darah tipis


(31)

- Hapus dengan kaca objek lain dengan menggunakan ujung kaca objek penghapus.

- Ujung kaca objek penghapus diletakkan di depan darah kemudian ditarik ke arah darah tersebut hingga menyebar pada sudut kedua kaca objek.

- Dengan membentuk sudut 30 derajat, kaca objek penghapus segera didorong ke depan dengan perlahan-lahan tanpa berhenti.

- Biarkan kering.

- Fiksasi dengan metanol 1-2 menit, kemudian warnai dengan larutan Giemsa selama 30 menit.

- Cuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan. - Hasil pulasan dilihat di bawah mikroskop cahaya.

Sediaan dikatakan positif bila ditemukan spesies parasit yaitu inti parasit berwarna merah dan sitoplasma berwarna biru keungu-unguan dengan pigmen terlihat berwarna coklat kehitaman

3.6.2. Parascreen


(32)

- Ujung jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet.

- Darah ditaruh pada port ”A”.

- Teteskan clearing buffer 4 tetes pada port ”B”.

- Hasil dibaca dalam 15 menit.

- Bila terlihat satu garis (garis kontrol) berwarna merah muda berarti negatif.

- Bila terlihat dua garis berwarna merah muda berarti positif P.

nonfalciparum.

- Bila terlihat tiga garis berati positif P. falciparum atau infeksi

campuran.

3.6. Analisa data

Hasil penelitian dijabarkan dalam tabel tabulasi silang dengan perangkat lunak SPSS for WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago) antara hasil pemeriksaan

Giemsa dengan metoda Parascreen. Penghitungan data dilakukan dengan cara manual. Data yang dinilai adalah: sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif, akurasi, prevalensi, likelihood ratio

BAB IV


(33)

1.1. Hasil Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini 104 orang. Anak perempuan lebih banyak dibandingkan anak laki-laki. Umur 6-12 tahun yang terbanyak yaitu 94 orang (90,4%). Gejala terbanyak adalah pucat yaitu 88 orang (84,61%) dan splenomegali yaitu 7 orang (6,73%). (Tabel 1)

Tabel 1. Karakteristik sampel

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki - laki 47 45,2

Perempuan 57 54,8

Umur (tahun)

6 - 12 94 90,4

> 12 - 15 8 7,7

> 15 - 18 2 1,9

Gejala

Demam 14 13,46

Pucat 88 84,61

Mencret 7 6,73

Sakit Kepala 50 8,07

Tanda

Ikterik 4 3,84

Hepatomegali 5 4,80

Splenomegali 7 6,73

Tabel 2. Perbandingan metoda parascreen dan giemsa


(34)

Positif Negatif

Positif 65 0 65 Parascreen

Negatif 20 19 39 Jumlah 85 19 104

Pada penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas 76,47%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan likelihood ratio (–)

0,23. (Tabel 2)

Tabel 3. Sensitivitas Parascreen berdasarkan jumlah parasitemia

Parasitemia (/mm3 darah)

Giemsa Parascreen Sensitivitas

1 - 100 11 0 0

101 - 200 32 26 81,25%

201 - 400 24 21 87,50%

401 - 600 18 18 100%

Parascreen tidak sensitif pada jumlah parasitemia 1-100/mm3, tetapi sensitivitas Parascreen semakin meningkat sebanding dengan peningkatan


(35)

jumlah parasitemia. Sensitivitas mencapai 100% pada jumlah parasitemia 401-600/mm3. (Tabel 3)

4.2. Pembahasan

Pada penelitian ini terlihat jumlah penderita malaria lebih banyak pada anak perempuan yaitu 54,8% dibandingkan dengan anak laki-laki sebesar 45,2%. Dari sebaran umur relatif tidak merata, terbanyak adalah kelompok umur 6-12 tahun yaitu 90,4%. Dari penelitian Marletta di Nias (Sumatera Utara) kasus malaria tertinggi terjadi pada usia 5-14 tahun.31 Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau berbagai golongan umur disebabkan beberapa faktor seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk dan kekebalan.8

Diagnosis malaria ditetapkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil laboratorium. Baku emas pemeriksaan laboratorium malaria adalah temuan parasit pada pemeriksaan mikroskopis (hapusan darah tebal dan tipis). Pemeriksaan ini mempunyai banyak kelemahan, yaitu memerlukan ketersediaan mikroskop cahaya memadai dan tenaga pemeriksa yang trampil.20 Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan, dari 19 laboratorium di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dinilai (evaluasi) menggunakan sediaan positif malaria, hanya 79% teknisi laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar.(dikutip dari 32)


(36)

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan dengan Giemsa dan Parascreen terhadap 104 sampel, diperoleh hasil negatif pada pemeriksaan mikroskopis dan uji Parascreen. Menurunnya sensitivitas RDT dipengaruhi jenis parasit dan level parasitemia.

Pada penelitian ini juga didapatkan hasil uji Parascreen negatif sedangkan dari pemeriksaan Giemsa didapat hasil positif dan hal ini banyak didapati terutama pada parasitemia yang rendah yaitu < 100/mm3. Sensitivitas RDT menurun pada kadar parasitemia yang rendah dan orang-orang dengan kekebalan yang rendah.24,33 Penelitian Aslan dkk (2001) menunjukkan intensitas warna yang terlihat pada dipstik RDT dapat dipengaruhi oleh kadar parasitemia.3

Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil uji Parascreen mempunyai sensitivitas 76,47%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio

(+) tak terhingga dan likelihood ratio (–) 0,23. Penelitian Singh dkk (2000) di

India yang membandingkan antara ICT Malaria Pf/Pv dan Giemsa mendapatkan sensitivitas sebesar 97,5% dan spesifisitas 88%.34 Palmer dkk (1998), yang membandingkan OptiMAL Test dengan Giemsa dengan jumlah

sampel 96 orang mendapatkan sensitivitas sebesar 94% dan spesifisitas 100%.22 Penelitian Tjitra dkk (1998) di Sumba Indonesia dengan menggunakan ICT Malaria Pf/Pv mendapatkan sensitivitas sebesar 95,5%, spesifisitas sebesar 89,8%21 Penelitian Desrinawati dkk (2001) di Kabupaten


(37)

Mandailing Natal dengan jumlah sampel 96 orang menggunakan ICT Pf/Pv didapat nilai sensitivitas 76,5%, spesifisitas sebesar 68,9%.35 Jelinek dkk (1999) membandingkan OptiMAL dengan ICT malaria Pf dengan rujukan

PCR, di Rumah Sakit Virchow Campus, Berlin. Diperoleh hasil sensitivitas ICT malaria Pf 92,5% dan nilai spesifisitas 98,3%, sedangkan OptiMAL nilai

sensitivitas adalah 88,7%, nilai spesifisitas 99,4%.17 Arum I dkk (2005) pada penelitiannya yang membandingkan ICT Pf/Pv dengan pemeriksaan mikroskopis di Nusa Tenggara Barat memperoleh hasil sensitivitas, spesifisitas sebesar 100% dan 96,99%.32 Sensitivitas dan spesifisitas tinggi yang diperoleh dalam penelitian ini tidak mengejutkan mengingat prinsip kerja alat yang menggunakan antibodi monoklonal dalam mendeteksi PfHRP II dan hasil ini juga sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membandingkan RDT dengan pemeriksaan mikroskopis.

Pada penelitian ini peningkatan sensitivitas sebanding dengan peningkatan level parasitemia, bahkan mencapai 100% pada parasitemia 401-600/mm3. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat oleh Coleman RE dkk (2002) di Thailand dengan menggunakan ICT Pf/Pv mendapatkan sensitivitas sebesar 100% untuk parasitemia ≥ 500/ l, tetapi hanya 23,3% untuk parasitemia < 500/ l.33 Tjitra dkk (1999) mendapatkan sensitivitas sebesar 96% pada parasitemia > 500/ l, tetapi hanya 29% pada parasitemia < 500/ l.21


(38)

Sensitivitas dan spesifisitas disebut sebagai bagian uji diagnostik yang stabil, karena nilai-nilainya tidak berubah pada proporsi subyek sehat dan sakit yang berbeda atau pada prevalensi rendah dan tinggi. Nilai uji diagnostik tidak hanya bergantung pada sensitivitas dan spesifisitasnya, tetapi juga prevalensi penyakit dalam populasi yang diteliti. Statistik lain yang diperoleh dari uji diagnostik adalah likelihood ratio. Nilai likelihood ratio

bervariasi antara 0 sampai tidak terhingga. Hasil uji diagnostik yang positif kuat memberikan nilai likelihood ratio yang jauh lebih besar dari 1, hasil uji

yang negatif kuat akan memberikan nilai likelihood ratio mendekati 0. Dalam

penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, yaitu 76,47% dan 100%. Nilai prediksi positif, 100%, Nilai prediksi negatif 48,71%, Akurasi 80,76%, Prevalensi 81,73%, Likelihood ratio (+) tak terhingga,

Likelihood ratio (-) 0,23.30 Dari hasil uji diagnostik yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi.

BAB V


(39)

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini disimpulkan bahwa Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan diagnostik alternatif malaria falciparum.

5.2. Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel parasitemia ≥ 100/µL, untuk mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi.


(40)

1. Daily JP. Malaria. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 337-48.

2. Gorbach SL, Falagas M. Malaria. Dalam: Gorbach SL, Falagas M, penyunting. The 5-minute infectious diseases consult. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h. 258-9.

3. Aslan G, Ulukanligil M, Seyrek A, Erel O. Diagnostic performance characteristics of rapid dipstick test for plasmodium vivax malaria. Mem Inst Oswaldo Cruz 2001;96(5):683-6.

4. Harianto PN. Manifestasi klinik, komplikasi dan diagnosis malaria. Medika 1993;9:31-8.

5. Krause PJ. Malaria (plasmodium). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007. h. 1477-84.

6. Diallo AB, Serres GD, Beavogui AH, Lapointe C, Viens P. Home care of malaria-infected children of less than 5 years of age in a rural area of the republic of guinea. Bull. WHO 2001;79:28-32.

7. Rampengan T. Malaria. Dalam: Poorwo Soedarmo SS, Gama H, Hadinegoro SR, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi & penyakit tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h. 442-71. 8. Siregar M. Epidemiologi malaria. Disampaikan pada Symposium Recent


(41)

9. Data stratifikasi malaria menurut dampak pemberantasan vektor per-Dati II Propinsi Sumatera Utara Tahun 1998.

10. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. Philadelphia. Churchill Livingstone 2000; h. 2817-31.

11. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. Dalam: Strickland GT, penyunting. Hunter’s tropical medicine and emerging infectious diseases. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. h. 614-43.

12. Mya MM, Saxena RK. Evaluation of developed plasmodium falciparum malaria diagnostic technique. IE(I) Journal-ID 2004;85:58-62.

13. Shah I, Deshmukh CT. A bedside dipstick method to detect plasmodium

falciparum. Indian Pediatrics 2004;41:1148-51.

14. Richardson DC, Ciach M, Zhong KJY, Crandall I, Kain KC. Evaluation of the macromed dipstick assay versus PCR for diagnosis of plasmodium falciparum malaria in returned travelers. J. Clin. Microbiol 2002;40:4528-30.

15. Shujatullah F, Malik A, Khan HM, Malik A. Comparison of different diagnostic techniques in plasmodium falciparum cerebral malaria. J Vect Borne 2006;43:186-90.

16. Khan SA, Anwar M, Hussain S, Qureshi AH, Ahmad M, Afzal AS. Comparison of optimal malarial test with light microscopy for the diagnosis of malaria. JPMA 2004;54:404.


(42)

17. Jelinek T, Grobusch MP, Schwenke S, Steidl S, Sonneburg FV, Nothdurft HD, dkk. Sensitivity and specificity of dipstick test for rapid diagnosis of malaria in nonimmune travelers. J. Clin. Microbiol 1999;37:721-3.

18. Bell D, dkk. Diagnosis of malaria in a remote area of the Philippines: comparison of techniques and their acceptance by health workers and the community. Bull. WHO 2001;79(10):933-41.

19. Arai M, Ishii A, Matsuoka H. Laboratory evaluation of the ICT malaria

p.f./p.v. immunochromatographic test for detecting the panmalarial antigen using rodent malaria model. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2004;70(2):139-43.

20. Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev 2002;15:66-78.

21. Tjitra E, Suprianto S, Dyer M, Currie BJ, Anstey NM. Field evaluation of the ICT malaria P.f/Pv immunochromatographic test for detection of

plasmodium falciparum and plasmodium vivax in patients with a

presumptive clinical diagnosis of malaria in eastern Indonesia. J. Clin. Microbiol 1999;37:2412-7.

22. Palmer CJ, Lindo JF, Klaskala WI, Quesada JA, Kaminsky R, Baum MK, dkk. Evaluation of the optimal test for rapid diagnosis of plasmodium

vivax and plasmodium falciparum malaria. J. Clin Microbiol


(43)

23. Richter J, Harms G, Muller-Stover I, Gobels K, Haussinger D. Performance of an immunochromatographic test for the rapid diagnosis of malaria. Parasitol Res. 2004;92(6):518-9.

24. Kakkilaya BS. Rapid diagnosis of malaria. Lab Medicine Aug 2003;8(34):602-8. Diunduh dari URL : www.malariasite.com/malaria/rdts.htm.

25. The Malaria lifecycle (Image Library CDC, Center for Disease Control and Prevention, Atlanta). Diunduh dari URL : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx

26. Tjitra E, Suprianto S, Dyer ME, Currie BJ, Anstey NM. Detection of histidine rich protein 2 and panmalarial ICT malaria Pf/Pv test antigens after chloroquine treatment of uncomplicated falciparum malaria does not reliably predict treatment outcome in eastern indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg 2001;65(5):593-8.

27. Mabey D, Peeling RW, Ustianowski A, Perkins MD. Diagnostics for the developing world. Nature Rev Microbiol 2004;2:231-40.

28. Howard RJ, Uni S, Aikawa M, Aley SB, Leech JH, Lew AM, dkk. Secretion of a malarial histidine-rich protein (PfHRP II) from plasmodium falciparum-infected erythrocytes. J Cell Biol 1986;103:1296-77.

29. Park SK, Lee KW, Hong SH, Kim DS, Lee JH, Jeon BH, dkk. Development and evaluation of an immunochromatographic kit for the


(44)

detection of antibody to plasmodium vivax infection in south korea. Yonsei Med J 2003;44:747-50.

30. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002. h. 166-85.

31. Marleta R, Harijani AM, Sustriayu N, Sekartuti, Tjitra E. Penelitian malaria di Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara. Cermin Dunia Kedokteran 1996;106:5-9.

32. Arum I, Purwanto AP, Arfi S, Tetrawindu H, Octora M, Mulyanto, dkk. Uji diagnostik plasmodium malaria menggunakan metode imunokromatografi diperbandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. J. Clin. Pathol. 2006;3:118-22.

33. Coleman RE, Maneechai N, Rachapaew N, Kumpitak C, Soyseng V, Miller RS, dkk. Field evaluation of the ICT malaria PF/PV immunochromatographic test for the detection of asymptomatic malaria in a plasmodium falciparum/vivax endemic area in thailand. Am. J. Trop.

Med. Hyg 2002;66(4):379-83.

34. Singh N, Saxena A, Valecha N. Field evaluation of the ICT malaria P.f/P.v immunochromatographic test for diagnosis of plasmodium falciparum and P.vivax infection in forest villages of Chhindwara, central India. Trop. Med. Int. Health 2000;5:765-70.


(45)

35. Desrinawati. Perbandingan hasil pemeriksaan metoda immunochromatographic test (ICT) dengan pewarnaan giemsa pada infeksi malaria falciparum. Sari Pediatri 2002;4(3):1-13.

36. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002. h. 166-85.


(46)

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Dengan ini saya / orang tua dari :

Nama : ... Jenis kelamin : LK / PR

Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ... Desa ...Kecamatan ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ”Uji Parascreen Sebagai Diagnostik Alternatif Malaria Falciparum”. Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan sukarela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Panyabungan,...2006 Yang membuat pernyataan

(...)

Saksi :

Kepala Puskesmas Peneliti

(...) (Dr. Jenny Ginting) Lampiran 2


(47)

UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM

Nomor Sampel : ... Desa :...

Kecamatan :... Tanggal/hari :... Pewawancara :...

Nama lengkap : ... Jenis Kelamin : L / P

Tanggal Lahir/Umur : .../... Berat Badan : ... kg

Tinggi Badan : ... cm Pekerjaan orang tua : ( ) Petani

( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri

( ) Lain-lain... Penghasilan orang tua : Rp.../ bulan

Tingkat Pendidikan orang tua :


(48)

( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP

( ) ( ) SLTA

( ) ( ) Perguruan Tinggi Apakah ada makan obat antimalaria dalam 1 (satu) minggu terakhir ini? ( ) Ya

( ) Tidak

Keluhan penderita malaria

Keluhan Ya Tidak

- Demam - Mencret - Pucat

- Sakit kepala

Pemeriksaan fisik penderita malaria


(49)

- Frekuensi jantung - Frekuensi pernafasan - Demam

- Hepatomegali - Splenomegali

Pemeriksaan laboratorium penderita malaria

Variabel Hasil - Giemsa

- Parascreen


(50)

Lampiran 4 MASTER TABEL PENELITIAN

GEJALA KLINIS

No NAMA UMUR

(bln)

L/P BB

(kg) Demam Pucat Mencret Sakit Kepala

1 PAUSIAH 120 P 19 - + - +


(51)

3 RISKAH 117 P 25 - + - -

4 SITI MARYAM 96 P 16 - + - -

5 RAHMADANI 96 P 17 - + - +

6 NOVITA SARI 120 P 21 + - - -

7 RUDI PAISAL 96 L 23 - + - -

8 AKHIRRUDDIN 114 L 28 - + - -

9 MASLAMAH 216 L 29 - + - -

10 NADIROH NST 168 L 24 - + + -

11 M. SOLEH 108 1 22 - + + -

12 ZAINAB 132 P 30 - + - -

13 MINDA SARI 192 P 32 - + - -

14 ARIFIN NST 156 L 25 - + - -

15 MUHAMMAD HUSIN 168 L 34 - + - -

16 AHMAD FAISAL 144 L 25 - + - -

17 ELFI SARI 132 P 22 - + - -

18 KHAIRUNNISA 132 P 20 - + - -

19 M. YUSUF 120 L 24 + - - -

20 M.RAJAB NASUTION 132 L 25 + - + -

21 NUR ANTAN 132 P 22 + - + -

22 SAIFUL BAHRI 132 L 15 - + - -

23 SITI SALIMAR 132 P 20 - + - -

24 SITI KHODIJAH 120 P 30 - + - -

25 HORTINA 120 P 24 - + - -

26 M. AFRIZAL 120 L 23 - + - -

27 NURSAKINAH 120 P 28 - + - -

28 M. SALMAN 108 L 22 - + - -

29 RASILAH 120 P 23 - + - -

30 NURATIKAH 108 P 27 - + + -

31 NURAINUN 108 P 20 + - - -

32 ARDIAH 108 P 20 + + - -

33 NURHAYATI 108 P 21 - - - +

34 MUNAIRAH 108 P 17 - - - +

35 FAUZAN 108 L 19 - + - +

36 M.YUSUF NASUTION 96 L 25 - + - -

37 KHAIRUL ASHAR 108 L 18 - + - -

38 UMAR 96 L 20 - + - -

39 M. RAJAB 108 L 21 - + - -

40 FALID NST 108 L 20 - + - -

41 SYAFRINA 69 P 17 - + - -

42 RINA SARI 78 P 15 + + - -

43 HASMAR HUSEIN 72 L 14 + + - -

44 HERMAN 72 L 19 + - - +

45 UMI KALSUM 100 P 16 - + + -

46 AFNIDAH 72 P 21 - + - -

47 MUHAMMAD SAHROL 118 L 20 - + - +

48 NUR ALINAH 112 P 24 - - - +

49 NUR HIDAYAH 118 P 22 - - - +

50 NUR ALIMAH 121 P 20 - + - +

51 NUR HASLINA 122 P 22 - + - -

52 RISNA SARI LUBIS 117 P 19 - + - -

GEJALA KLINIS

No NAMA UMUR

(bln)

L/P BB

(kg) Demam Pucat Mencret Sakit Kepala

53 SITI AISAH 114 P 23 - + - +

54 WILDA SARI 120 P 20 - + - -


(52)

56 MUHAMMAD HUSIN 118 L 34 - - - - 57 AHMAD SAIFUL NASUTION 137 L 25 - - - + 58 ELVI SARI LUBIS 134 P 22 - + - -

59 KHAIRUN NISA 141 P 20 - + - -

60 MUHAMMAD YUSUF 118 L 24 - + - -

61 M.RAJAB NASUTION 129 L 25 - + - - 62 NUR INTAN NASUTION 127 P 22 - + - -

63 SYAIFUL BAHRI 129 L 15 - + - -

64 SITI SAHLIMAR NASUTION 156 P 20 - + - - 65 ABDUL AZIS HASIBUAN 157 L 33 - + - -

66 AHMAD SUBUHAN 147 L 22 - + - -

67 FADLAN HABIBI LUBIS 146 L 30 - - - -

68 SERNIH LUBIS 145 P 25 + - + -

69 KHAIRUL MUSTHOPA LBS 134 L 32 + - - -

70 LESNIDA LUBIS 141 P 30 - + - -

71 MISKAH NASUTION 141 P 25 - + - -

72 NUR HIDAYAH 87 P 25 - + - -

73 RISKI MAULIDA 87 L 30 - + - -

74 SUPINAH NASUTION 97 P 24 - + - -

75 ZULHADI LUBIS 84 L 26 - + - -

76 ARIFIN LUBIS 86 L 29 - + - -

77 HASAN BASRI 76 L 44 - + - -

78 AHMAD MUIS 88 L 45 - + - -

79 M.ASRI.NST 88 L 40 - + - -

80 FAIRUL 91 L 54 - + - -

81 NURLIANA 93 P 21 - + - -

82 ALI HAMDI 81 L 21 - + - -

83 RANI 95 P 48 - + - -

84 MORA SEHAT 96 P 23 - + - -

85 ABDUL KOHIR 85 L 22 - + - +

86 ARDIAN SYAH SEMBIRING 86 L 15 - + - +

87 M.ALFIN HUSIN 86 L 20 - + - +

88 FEBRY SHOPIANA LUBIS 78 P 15 - + - -

89 M.IDRIS 78 L 20 - + - -

90 SITI KHODIJAH 78 P 17 - + - -

91 MILANA PUTRI 89 P 17 - + - -

92 YUNI ARNIZA 91 P 17 - + - -

93 SITI RAHMI 92 P 15 + + - -

94 NURUL ATIKAH 91 P 18 + + - -

95 NUR LAILAN GABENA 101 P 16 - + - -

96 NUR ASIAH 120 P 18 - + - +

97 SALAMAH 101 P 15 - + - -

98 ZUL FIKAR 134 L 17 - + - -

99 YUNITA HASBY 96 P 15 - + - +

100 LESTARIDA 98 P 20 - + - +

101 SOFYAN EFENDI 100 L 23 - + - +

102 SITI KHODIJAH 112 P 20 + - - +

103 NUR PATIMAH 106 P 15 - + - -

104 NURUL MAWADDAH 130 P 20 - + - -

PEMERIKSAAN FISIK No NAMA

Demam Pucat Ikterik Splenomegai Hepatomegali


(53)

2 M. AWAL - + - - -

3 RISKAH - + - - -

4 SITI MARYAM - + - - -

5 RAHMADANI - + - - -

6 NOVITA SARI + - - - -

7 RUDI PAISAL - + - - -

8 AKHIRRUDDIN - + - - -

9 MASLAMAH - + - - -

10 NADIROH NST - + - - -

11 M. SOLEH - + - - -

12 ZAINAB - + - - -

13 MINDA SARI - + - - -

14 ARIFIN NST - + - - -

15 MUHAMMAD HUSIN - + - - -

16 AHMAD FAISAL - + - - -

17 ELFI SARI - + - - -

18 KHAIRUNNISA - + - - -

19 M. YUSUF + - - - -

20 M.RAJAB NASUTION + - - - +

21 NUR ANTAN + - - - -

22 SAIFUL BAHRI - + - - -

23 SITI SALIMAR - + - - -

24 SITI KHODIJAH - + - - +

25 HORTINA - + - - -

26 M. AFRIZAL - + - - -

27 NURSAKINAH - + - - -

28 M. SALMAN - + - - -

29 RASILAH - + - - -

30 NURATIKAH - + - - -

31 NURAINUN + - - - -

32 ARDIAH + + - - -

33 NURHAYATI - - - - -

34 MUNAIRAH - - - - -

35 FAUZAN - + - - -

36 M.YUSUF NASUTION - + - - -

37 KHAIRUL ASHAR - + - - -

38 UMAR - + - - -

39 M. RAJAB - + - - -

40 FALID NST - + - - -

41 SYAFRINA - + - - -

42 RINA SARI + + - - -

43 HASMAR HUSEIN + + - - -

44 HERMAN + - - - -

45 UMI KALSUM - + - - -

46 AFNIDAH - + - - -

47 MUHAMMAD SAHROL - + - - -

48 NUR ALINAH - - - - -

49 NUR HIDAYAH - - - - -

50 NUR ALIMAH - + - - -

51 NUR HASLINA - + - - -

52 RISNA SARI LUBIS - + - - +


(54)

Demam Pucat Ikterik Splenomegali Hepatomegali

53 SITI AISAH - + - - -

54 WILDA SARI - + - - -

55 ARIFIN NASUTION - + - - -

56 MUHAMMAD HUSIN - - - - -

57 AHMAD SAIFUL NASUTION - - - - -

58 ELVI SARI LUBIS - + - - -

59 KHAIRUN NISA - + - - -

60 MUHAMMAD YUSUF - + - - -

61 M.RAJAB NASUTION - + - - -

62 NUR INTAN NASUTION - + - - -

63 SYAIFUL BAHRI - + - - -

64 SITI SAHLIMAR NASUTION - + - - - 65 ABDUL AZIS HASIBUAN - + - - -

66 AHMAD SUBUHAN - + - - -

67 FADLAN HABIBI LUBIS - - - - -

68 SERNIH LUBIS + - - - -

69 KHAIRUL MUSTHOPA LBS + - - - -

70 LESNIDA LUBIS - + - - -

71 MISKAH NASUTION - + - - -

72 NUR HIDAYAH - + - - -

73 RISKI MAULIDA - + - - -

74 SUPINAH NASUTION - + - - -

75 ZULHADI LUBIS - + - - -

76 ARIFIN LUBIS - + - - -

77 HASAN BASRI - + - - -

78 AHMAD MUIS - + - - -

79 M.ASRI.NST - + - - -

80 FAIRUL - + - - -

81 NURLIANA - + - - -

82 ALI HAMDI - + - - -

83 RANI - + - - -

84 MORA SEHAT - + - - -

85 ABDUL KOHIR - + - - -

86 ARDIAN SYAH SEMBIRING - + - - -

87 M.ALFIN HUSIN - + - - -

88 FEBRY SHOPIANA LUBIS - + - - -

89 M.IDRIS - + - - -

90 SITI KHODIJAH - + - - -

91 MILANA PUTRI - + - - -

92 YUNI ARNIZA - + - - -

93 SITI RAHMI + + - - -

94 NURUL ATIKAH + + - - -

95 NUR LAILAN GABENA - + - - -

96 NUR ASIAH - + - - -

97 SALAMAH - + - - -

98 ZUL FIKAR - + - - -

99 YUNITA HASBY - + - - -

100 LESTARIDA - + - - -

101 SOFYAN EFENDI - + - - -

102 SITI KHODIJAH + - - - -

103 NUR PATIMAH - + - - -


(55)

No NAMA GIEMSA PARASCREEN PARASITEMIA (/mm3

) DARAH

1 PAUSIAH - - 60

2 M. AWAL - -

3 RISKAH + + 400

4 SITI MARYAM + + 400

5 RAHMADANI - - 80

6 NOVITA SARI + - 200

7 RUDI PAISAL + + 400

8 AKHIRRUDDIN + + 600

9 MASLAMAH + - 200

10 NADIROH NST + + 400

11 M. SOLEH - - 40

12 ZAINAB + - 200

13 MINDA SARI + - 200

14 ARIFIN NST + - 80

15 MUHAMMAD HUSIN + + 600

16 AHMAD FAISAL + + 400

17 ELFI SARI + - 40

18 KHAIRUNNISA + - 200

19 M. YUSUF - -

20 M.RAJAB NASUTION + - 200

21 NUR ANTAN + + 400

22 SAIFUL BAHRI + + 200

23 SITI SALIMAR + + 200

24 SITI KHODIJAH + + 600

25 HORTINA - -

26 M. AFRIZAL + + 400

27 NURSAKINAH + + 200

28 M. SALMAN + + 200

29 RASILAH + + 200

30 NURATIKAH - -

31 NURAINUN + + 200

32 ARDIAH + + 400

33 NURHAYATI + + 600

34 MUNAIRAH + + 200

35 FAUZAN + - 40

36 M.YUSUF NASUTION + + 600

37 KHAIRUL ASHAR - -

38 UMAR + + 200

39 M. RAJAB + + 200

40 FALID NST + + 400

41 SYAFRINA + + 200

42 RINA SARI + + 600

43 HASMAR HUSEIN - -

44 HERMAN + + 400

45 UMI KALSUM + + 200

46 AFNIDAH + + 400

47 MUHAMMAD SAHROL + - 80

48 NUR ALINAH + + 400

49 NUR HIDAYAH + - 40

50 NUR ALIMAH + + 600

51 NUR HASLINA + + 200


(56)

No NAMA GIEMSA PARASCREEN PARASITEMIA (/mm3

) DARAH

53 SITI AISAH + + 400

54 WILDA SARI + + 200

55 ARIFIN NASUTION + + 400

56 MUHAMMAD HUSIN + + 200

57 AHMAD SAIFUL NASUTION + + 200

58 ELVI SARI LUBIS - -

59 KHAIRUN NISA + + 600

60 MUHAMMAD YUSUF + + 400

61 M.RAJAB NASUTION - -

62 NUR INTAN NASUTION + + 200

63 SYAIFUL BAHRI + + 200

64 SITI SAHLIMAR NASUTION + + 400

65 ABDUL AZIS HASIBUAN + + 600

66 AHMAD SUBUHAN + + 200

67 FADLAN HABIBI LUBIS + - 60

68 SERNIH LUBIS + + 200

69 KHAIRUL MUSTHOPA LBS - -

70 LESNIDA LUBIS + + 400

71 MISKAH NASUTION + + 400

72 NUR HIDAYAH + + 600

73 RISKI MAULIDA + + 200

74 SUPINAH NASUTION + + 400

75 ZULHADI LUBIS + + 200

76 ARIFIN LUBIS - -

77 HASAN BASRI + + 400

78 AHMAD MUIS + + 600

79 M.ASRI.NST - -

80 FAIRUL + + 200

81 NURLIANA + + 200

82 ALI HAMDI + - 40

83 RANI - -

84 MORA SEHAT + + 400

85 ABDUL KOHIR + + 600

86 ARDIAN SYAH SEMBIRING + + 200

87 M.ALFIN HUSIN + + 200

88 FEBRY SHOPIANA LUBIS - -

89 M.IDRIS + - 40

90 SITI KHODIJAH + + 200

91 MILANA PUTRI + + 600

92 YUNI ARNIZA + - 400

93 SITI RAHMI - -

94 NURUL ATIKAH + - 400

95 NUR LAILAN GABENA + - 400

96 NUR ASIAH + - 40

97 SALAMAH + + 600

98 ZUL FIKAR + + 600

99 YUNITA HASBY + + 600

100 LESTARIDA + + 600

101 SOFYAN EFENDI + - 80

102 SITI KHODIJAH - -

103 NUR PATIMAH + + 600


(57)

RINGKASAN

Malaria masih merupakan penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia, termasuk Indonesia. Diagnosis dan terapi cepat merupakan hal mendasar untuk mengontrol penyakit. Pewarnaan Giemsa merupakan baku emas diagnosis malaria, tetapi masih memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama. Dalam beberapa tahun terakhir

Immunochromatographic test (ICT) sudah digunakan dalam menegakkan diagnosis antigen yang spesifik dari plasmodium. Parascreen merupakan

salah satu ICT yang dapat mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich

Protein II (PfHRP II).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas uji Parascreen terhadap infeksi P. falciparum.

Desain penelitian ini adalah uji diagnostik dengan cara tersamar yang dilakukan di Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal bulan Oktober sampai November 2006. Sebanyak 104 orang anak diikutkan dalam penelitian ini. Sampel diambil dari setiap pasien yang berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit dengan satu keluhan atau lebih seperti demam, pucat, sakit kepala dan mencret, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah dengan dua metoda yaitu Giemsa dan Parascreen.


(58)

Dari 104 orang yang diperiksa diperoleh nilai sensitivitas 75,67%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan

likelihood ratio (-) 0,23.

Dari penelitian ini kami menyimpulkan Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan diagnostik alternatif malaria falciparum.


(59)

SUMMARY

Malaria is a main parasitic disease with high morbidity and mortality in the world. Rapid diagnosis and prompt treatment are the basic technical elements for the management and control of the disease. Until now the diagnosis is carried out by means of the conventional method using Giemsa stained of blood smear thin or thick and then examined by ordinary light microscope. During the recent years rapid Immunochromatographic Test (ICT) have been applied in diagnosis of specific antigens of human plasmodia. Recently, another Rapid Diagnostic Test (RDT), Parascreen was developed to diagnosed P. falciparum malaria by detection of Plasmodium falciparum

Histidine Rich Protein II (PfHRP II).

Design of the study was double blind method in Mandailing Natal District, Penyabungan between October and November 2006. A total of 104 children were enrolled. Sample were patient that came to primary health center and hospital with one or more complain like fever, paleness, headache and diarrhea. Then we performed physical examination and blood examination with Giemsa and Parascreen.

A total of 104 cases were studied. Sensitivity and specificity of parascreen were found 76,47% and 100% respectively, with a positive predictive value and a negative predictive value 100%, and 48,71%


(60)

respectively. Accuracy and prevalence 80,76% and 81,73%. Likelihood ratio (+) was uncountable and likelihood ratio (-) was 0,23%.

We concluded that this Parascreen can be used as an alternative diagnostic tool for P. falciparum malaria based on its sensitivity and specificity


(61)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Jenny Ginting Tanggal lahir : 31 Desember 1976 Tempat lahir : Berastagi NIP : 400 051 872

Alamat : Jl. Berdikari no 105B Padang Bulan Medan

Nama suami : Drs. Nelson SB Purba, MM Nama anak : 1. Rizky Juan Ananta 2. Jovan Sya Audrey

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Letjen Jamin Ginting Berastagi , tamat tahun 1989

2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Berastagi, tamat tahun 1992

3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1995

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2001


(62)

Riwayat Pekerjaan

1. Dokter calon pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun 2005

2. Dokter pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun 2006

Pendidikan Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RS. H. Adam malik Medan

1. Adaptasi : 01-12-2003 s/d 31-12-2003 2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2004 s/d 31-12-2004 3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2005 s/d 31-12-2005 4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2006 s/d 31-12-2007 5. Penelitian : Oktober 2006


(1)

RINGKASAN

Malaria masih merupakan penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia, termasuk Indonesia. Diagnosis dan terapi cepat merupakan hal mendasar untuk mengontrol penyakit. Pewarnaan Giemsa merupakan baku emas diagnosis malaria, tetapi masih memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama. Dalam beberapa tahun terakhir Immunochromatographic test (ICT) sudah digunakan dalam menegakkan diagnosis antigen yang spesifik dari plasmodium. Parascreen merupakan salah satu ICT yang dapat mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein II (PfHRP II).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas uji Parascreen terhadap infeksi P. falciparum.

Desain penelitian ini adalah uji diagnostik dengan cara tersamar yang dilakukan di Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal bulan Oktober sampai November 2006. Sebanyak 104 orang anak diikutkan dalam penelitian ini. Sampel diambil dari setiap pasien yang berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit dengan satu keluhan atau lebih seperti demam, pucat, sakit kepala dan mencret, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah dengan dua metoda yaitu Giemsa dan Parascreen.


(2)

Dari 104 orang yang diperiksa diperoleh nilai sensitivitas 75,67%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan likelihood ratio (-) 0,23.

Dari penelitian ini kami menyimpulkan Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan diagnostik alternatif malaria falciparum.


(3)

SUMMARY

Malaria is a main parasitic disease with high morbidity and mortality in the world. Rapid diagnosis and prompt treatment are the basic technical elements for the management and control of the disease. Until now the diagnosis is carried out by means of the conventional method using Giemsa stained of blood smear thin or thick and then examined by ordinary light microscope. During the recent years rapid Immunochromatographic Test (ICT) have been applied in diagnosis of specific antigens of human plasmodia. Recently, another Rapid Diagnostic Test (RDT), Parascreen was developed to diagnosed P. falciparum malaria by detection of Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein II (PfHRP II).

Design of the study was double blind method in Mandailing Natal District, Penyabungan between October and November 2006. A total of 104 children were enrolled. Sample were patient that came to primary health center and hospital with one or more complain like fever, paleness, headache and diarrhea. Then we performed physical examination and blood examination with Giemsa and Parascreen.

A total of 104 cases were studied. Sensitivity and specificity of parascreen were found 76,47% and 100% respectively, with a positive predictive value and a negative predictive value 100%, and 48,71%


(4)

respectively. Accuracy and prevalence 80,76% and 81,73%. Likelihood ratio (+) was uncountable and likelihood ratio (-) was 0,23%.

We concluded that this Parascreen can be used as an alternative diagnostic tool for P. falciparum malaria based on its sensitivity and specificity values.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Jenny Ginting Tanggal lahir : 31 Desember 1976

Tempat lahir : Berastagi

NIP : 400 051 872

Alamat : Jl. Berdikari no 105B Padang Bulan Medan

Nama suami : Drs. Nelson SB Purba, MM Nama anak : 1. Rizky Juan Ananta

2. Jovan Sya Audrey

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Letjen Jamin Ginting Berastagi , tamat tahun 1989

2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Berastagi, tamat tahun 1992

3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1995

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2001


(6)

Riwayat Pekerjaan

1. Dokter calon pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun 2005

2. Dokter pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun 2006

Pendidikan Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RS. H. Adam malik Medan

1. Adaptasi : 01-12-2003 s/d 31-12-2003 2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2004 s/d 31-12-2004 3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2005 s/d 31-12-2005 4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2006 s/d 31-12-2007 5. Penelitian : Oktober 2006