penjaga gerbang Gatekeeper Theory. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa, media okezone.com memberikan pemberitaan yang sifatnya
provokatif, sedangkan detik.com memberikan pemberitaan yang bersifat solutif. Berdasarkan penelitaian terdahulu, bisa dikatakan bahwa analisis framing bisa
digunakan dalam berbagai penelitian media, dan model yang digunakan juga bisa bervariasi walaupun dalam satu objek, surat kabar ataupun media lainnya seperti
televisi tv dan iklan ataupun media massa film.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Realitas Sebagai Hasil Konstruksi
Berger dan Lucman, dalam Bungin 2007:191 memisahkan kenyataan dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-
realitas, yang diakui memiliki keberadaan being yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa
realitas-realitas itu nyata real dan memiliki karakteristik yang spesifik. Pandangan Berger dan Lucman ini diperjelas oleh Eriyanto 2002:16, bahwa realitas itu tidak
dibentuk secara ilmiah, dan tidak juga diturunkan oleh Tuhan tetapi sebaliknya dibentuk dan di konstruksi. Sebab setiap orang mempunyai pengalaman, prefrensi,
pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Eriyanto 2002:19-36
mendifinisikan media dan berita dalam paradigma konstruksionis sebagai berikut: 1.
Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi
Realitas itu besifat subjektif, realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi sudut pandang tertentu dari
wartawan. Fakta atau realitas bukanlah sesuatu yang tinggal ambil dan menjadi bahan dari berita. Fakta atau realitas pada dasarnya dikonstruksi. Eriyanto dalam tahap
pertama ini menekankan, bahwa fakta itu merupakan hasil dari konstruksi atas realitas, sebab kebenaran suatu fakta bersifat relatif berlaku sesuai konteks tertentu.
2. Media adalah agen konstruksi
Dalam tahap ini media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di
sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendifenisikan realitas. Lewat bahasa yang dipakai, media dalam pemberitaanya dapat membingkai peristiwa
tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak dapat memilihat dan memahami peristiwa dalam kaca mata tertentu. Dalam tahap ini Eriyanto lebih
menekankan kepada media sebagai agen konstuksi pesan. 3.
Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanya konstruksi dari realitas Berita itu diebaratkan seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas,
tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita adalah hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan,
ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu disajikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai. Dalam
tahap ini Eriyanto menekankan bahwa berita tidak mungkin merupakan cermin dan
refleksi dari realitas, karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas.
4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi atas realitas
Berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya
menghasilkan realitas yang berbeda pula. Kalau ada perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya, maka tidak dianggap sebagai kesalahan, tetapi memang
seperti itulah pemaknaan mereka atas realitas. Penempatan sumber yang menonjol dibandingkan dengan sumber lain, menempatkan wawancara seorang tokoh lebih
besar dari tokoh lain,liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok. Semuanya tidaklah dianggap
sebagai kekeliruan atau bias, tetapi dianggap memang itulah praktik yang dijalankan oleh wartawan. Dalam tahap ini yang ditekankan adalah bahwa berita bersifat
subjektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan persfektif dan pertimbangan subjektif.
5. Wartawan bukan pelapor, ia agen konstruksi realitas
Wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalam membentuk berita. Lagipula berita
bukan hanya produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawan. Wartawan dipandang sebagai aktor atau agen konstruksi.
Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, melainkan juga turut mendifinisikan peristiwa. Realitas dibentuk dan diproduksi tergantung pada bagaimana proses
konstruksi berlangsung. Realitas bersifat subjektif ,yang terbentuk lewat pemahaman dan pemaknaan subjektif dari wartawan, yang mau ditekankan dalam tahap ini adalah
wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial.
6. Etika, pilihan moral, dan keterampilan wartawan adalah bagian yang integral
dalam produk berita Aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari
pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dia lihat. Etika dan moral dalam banyak hal berarti keberpihakkan pada satu kelompok
atau nilai tertentu, umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu. Bagian yang integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Wartawan
menulis berita bukan hanya sebagai penjelas, tetapi mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati. Penekanan dalam tahap ini adalah,
nilai,etika, atau keberpihakkan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa.
7. Etika dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam penelitian
Peneliti bukan subjek yang bebas nilai. Pilihan, etika, moral atau keberpihakkan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian.
Peneliti adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakkan yang berbeda-beda. Yang ditekan oleh Eriyanto dalam tahap ini adalah, nilai, etika, dan pilihan moral
bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian.
8. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita
Khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif. Ia juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Sebuah foto yang sebetulnya dimaksudkan
untuk mengkomunikasikan stop kekerasan dan seksual, bisa jadi dimaknai pembaca sebagai penyebaran pornografi. Dalam tahapan ini yang mau ditekankan oleh Eriyanto
adalah khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat
berita.
Dalam pandangan ini jelas sekali kaitan antara analisis framing dengan konstruksionis. Framing adalah sebuah analisis teks yang berada dalam
konstruksionis. Analisis framing memandang realitas dalam isu sosial tidak hadir begitu saja, melainkan hasil dari konstruksi. Eriyanto 2002:37, mengatakan bahwa
konsentrasi pada paradigma konstruksionis adalah bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Sementara Ibnu
2010:22, memperjelas, dengan mengatakan bahwa pembuatan frame itu sendiri didasarkan atas berbagai kepentingan internal media baik teknis, ekonomi, politis,
ataupun ideologi.
2.2.2. Film Sebagai Realitas Tanda