Berikut analisis lingkungan Non-Market industri media penyiaran dengan karakteristik 4I’s:
I. Tahap Screening
Berikut pendataan isu-isu issues yang sedang berkembang di industri
media penyiaran dan penyaringan isu-isu yang bertentangan dengan hukum, kebijakan perusahaan, dan prinsip etika.
a. Isu
kepemilikan, konsentrasi
kepemilikan media
penyiaran http:mediarights.or.idtagmedia-policy
. b.
Isu perizinan www.kpi.co.id
c. Isu penyuapan diduga terjadi terhadap pejabat negara dalam proses akuisisi
media http:www.bisnis.comarticles
d. Isu isi atau konten siaran
http:www.bisnis.comarticles .
e. Isu pemutusan hubungan kerja PHK massal, skorsing bernuansa union
busting anti berserikat dan ketidaklayakan upah jurnalis dan pekerja media
lainnya http:bandung.detik.comread201005011112421349080486aji-
bandung-tolak-phk-massal-pekerja-media
II. Tahap Analisis
Pada tahap analisis ini menyangkut Interests kepentingan-kepentingan, Institutions
lembaga-lembaga, dan Information informasi-informasi untuk setiap isu-isu di atas antara lain:
1. Interests
Secara umum terdapat pihak-pihak yang berkepentingan pada industri media penyiaran.
a. Organized interests
•
Perusahaan-perusahaan yang ingin beriklan
•
Advertising Agency
•
Production House
•
Aliansi Jurnalistik Independen AJI
•
Asosiasi Televisi Swasta Indonesia ATVSI
•
Asosiasi Televisi Lokal Indonesia ATVLI
•
Asosiasi Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia ARSSLI
•
CIPG Centre for Innovation Policy Governance
•
Asosiasi penyiaran lainnya
•
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat b.
Unorganized interests
•
Ikatan-ikatan fans club radio dan televisi
•
Masyarakat umum
2. Institutions
Terdapat institusi atau lembaga-lembaga yang menaungi industri media penyiaran.
•
Pemerintah
•
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK
•
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat
•
KPI Daerah
•
Komisi I dan XI DPR
3. Information
a. Analisis
mengenai isu
kepemilikan pada
industri media
penyiaran http:mediarights.or.idtagmedia-policy
. Kondisi yang terjadi saat ini, satu perusahaan media penyiaran memiliki
lebih dari satu lembaga penyiaran yang beroperasi secara nasional. Dengan kata lain, terjadi joint operations dalam industri media penyiaran di
Indonesia. Oleh karena itu, kepemilikan hanya dikuasai oleh segelintir konglomerat oligopoli.
Undang-undang penyiaran yang saat ini berlaku di Indonesia adalah UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 Pasal 5 huruf g yang berbunyi bahwa penyiaran
diarahkan untuk
mencegah monopoli
kepemilikan dan
mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran. Hal ini mengacu ke Undang-
Undang No.5 Tahun 1999 pasal 1 Nomor 2 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan UU Perseroan Terbatas
No.40 Tahun 2007. Larangan praktek monopoli yang dimaksud dalam UU tersebut adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Bapepam-LK memang mengatur sharing kepemilikan tetapi dianggap tidak relevan
diberlakukan pada
industri media
penyiaran. Aturan
yang lemah
menyebabkan Bapepam-LK gagal mengatur industri media dalam aspek kepemilikan, yang memungkinkan perusahaan media melakukan akuisisi dan
merger. Dengan demikian, terdapat kerancuan antara Undang-undang Bapepam-LK dengan Undang-undang penyiaran. Oleh karena itu, perbedaan
interpretasi dari para pelaku bisnis media penyiaran mengenai anggapan pelanggaran terhadap ketiga UU tersebut.
Komisi Penyiaran Indonesia KPI sendiri telah mengeluarkan legal opinion
opini hukum mengenai akuisisi. Akuisisi di industri media
penyiaran melanggar UU Penyiaran No.41 Tahun 2002 tentang Praktek Monopoli, dan
PP No 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta.
Industri media penyiaran memanfaatkan sumber daya publik berupa frekuensi yang bersifat terbatas dan barang publik sehingga
pembatasan kepemilikan lembaga penyiaran harus diperjelas dan diawasi lebih ketat lagi.
Pihak-pihak yang berkepentingan interests dalam isu ini adalah pelaku bisnis media penyiaran, CIPG Centre for Innovation Policy Governance,
dan LSM. Pelaku bisnis media penyiaran berkepentingan dalam menentukan strategi korporasinya. CIPG Centre for Innovation Policy Governance
berkepentingan dalam mengawasi pelaksanaan UU, dan mengusulkan revisi UU kepada institusi-institusi institutions seperti Pemerintah melalui
Bapepam-LK, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI Daerah, dan Komisi I dan XI DPR yang berkepentingan dalam membuat, mengawasi, dan merevisi
UU.
b. Analisis
mengenai isu
perijinan pada
industri media
penyiaran www.kpi.co.id
. Dalam UU Penyiaran telah mengatur kewenangan KPI dan pemerintah
dalam hal perizinan penyiaran. Pemerintah berwenang dalam penentuan alokasi frekuensi, sedangkan KPI berwenang dalam izin penyelenggaraan
penyiaran. Fenomena yang terjadi adalah hadirnya TV nasional yang
bersiaran pada sejumlah lembaga penyiaran swasta lokal padahal sebagian besar masih belum menyelesaikan proses perizinannya. Pemerintah, KPI
Pusat dan KPI Daerah harus bekerja sama bukan saja dalam hal pemberian izin terlebih dalam pengawasannya. Isu ini termasuk pelanggaran UU
Penyiaran 322002 pasal 33 mengenai perizinan. Pihak-pihak yang berkepentingan interests dalam isu ini adalah para
pelaku bisnis penyiaran yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta Indonesia ATVSI, Asosiasi Televisi Lokal Indonesia ATVLI, Asosiasi
Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia ARSSLI, dan CIPG Centre for
Innovation Policy Governance . Para pelaku bisnis berkepentingan dalam
hal ketenangan menjalankan bisnisnya. CIPG Centre for Innovation Policy Governance
berkepentingan dalam
mengawasi pelaksanaan
UU. Sementara institusi lembaga yang bertanggung jawab institutions untuk
isu ini adalah Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI Daerah, dan Komisi I dan XI DPR.
c. Analisis isu penyuapan diduga terjadi terhadap pejabat negara dalam proses
akuisisi media http:www.bisnis.comarticles
. UU penyiaran telah memberi ruang bagi keragaman kepemilikan
diversity of ownership. Itu artinya, UU Pasar Modal harus mengacu kepada
UU Penyiaran yang mengatur industri penyiaran di Tanah Air. Tetapi pada kenyataannya
media penyiaran di Indonesia dimiliki hanya oleh segelintir orang
. Ada dugaan bahwa terjadi isu penyuapan terhadap pejabat negara dalam proses akuisisi media khususnya dalam hal pemberian izin penyiaran.
Komisi XI DPR menegur Bapepam-LK karena aturan yang lemah sehingga memungkinkan peluang penyuapan. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
juga diminta mengawasi proses akuisisi pada industri media penyiaran Indonesia.
Pihak-pihak yang berkepentingan interests dalam isu ini adalah KPK, CIPG Centre for Innovation Policy Governance
, dan LSM. Ketiga pihak ini berkepentingan dalam mengawasi pelaksanaan UU. Sementara institusi
lembaga yang bertanggung jawab institutions untuk isu ini adalah Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI Daerah,
Bapepam-LK, dan Komisi I dan XI DPR.
d. Analisis mengenai isu isi atau konten siaran pada industri media penyiaran
http:www.bisnis.comarticles .
Selain keragaman kepemilikan diversity of ownership, UU penyiaran juga memberi ruang bagi keragaman konten diversity of content. Pemilik
sekaligus politikus
pada industri
media penyiaran
di Indonesia
mengakibatkan aroma politiknya terasa sampai ke isi atau konten siaran
cenderung memihak
atau menentang
pihak-pihak tertentu.
Adanya kepentingan politik yang saat ini terjadi dapat membahayakan hak warga
terhadap informasi karena media telah menjadi suatu mekanisme yang digunakan oleh pebisnis dan politisi untuk menyampaikan kepentingan
mereka. KPI mensinyalir banyak pelanggaran menyangkut isi atau konten siaran
yang dilakukan oleh stasiun televisi dan radio-radio baik nasional maupun lokal. KPI mengeluarkan teguran-teguran baik lisan ataupun tulisan melalui
surat ataupun ditulis di website KPI. Pelanggaran-pelanggaran tersebut
antara lain kekerasaan fisik dan verbal, menyiarkan program bermuatan kekerasaan, porno dan mistik pada jam tayang anak menonton televisi dan
melecehkan SARA. Beberapa acara yang masih sering menjadi perdebatan misalnya acara yang menunjukkan budaya tertentu yang bagi budaya lain
merupakan sesuatu yang ‘vulgar’. Isi atau konten siaran telah diatur dalam UU penyiaran No. 32 tahun 2002 pasal 36 dan P3 SPS. P3 Bab XXI Pasal
31 mewajibkan Lembaga penyiaran menyiarkan program siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sedangkan informasi yang menentang isu ini yaitu Bab XXI Pasal 52 dimana program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi
minimal 10 sepuluh per seratus dari total durasi siaran berjaringan per hari. TV Lokal tersebut untuk mengubah format siarannya yang sebagian
besarnya didominasi oleh program yang berasal dari TV nasional. Hal ini berpotensi melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 32 tahun 2002
tentang Penyiaran. www.kpi.co.id
Pihak-pihak yang berkepentingan interests dalam isu ini adalah Aliansi Jurnalistik Independen AJI, dan masyarakat umum. Aliansi Jurnalistik
Independen AJI berkepentingan dalam meliput atau memenuhi isi atau konten siaran. Sementara masyarakat umum menerima isi atau konten siaran
yang tidak layak. Institusi lembaga yang bertanggung jawab institutions untuk isu ini adalah Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI
Daerah, dan Komisi I dan XI DPR. e.
Analisis mengenai isu pemutusan hubungan kerja PHK massal, skorsing bernuansa union busting anti berserikat dan ketidaklayakan upah jurnalis
dan pekerja
media lainnya
http:bandung.detik.comread201005011112421349080486aji- bandung-tolak-phk-massal-pekerja-media
. Masalah PHK massal banyak terjadi paska akuisisi seperti kelompok
Kompas dan Gramedia, Suara Pembaruan dan kelompok media grup Lippo, dan stasiun TV lainnya.
Akibatnya timbul konflik ketenagakerjaan, ketidakjelasan kerja hingga ke masalah kesejahteraan. Dengan mengurangi
jumlah tenaga kerja PHK massal karena dampak akuisisi, menghindari tuntutan para pekerja sehingga memberlakukan skorsing bernuansa union
busting anti berserikat, dan peningkatan laba dengan memberikan upah
yang tidak layak, berarti isu ini melanggar pemberian hak asasi manusia dan P3 Bab II pasal 4e.
Pihak-pihak yang berkepentingan interests dalam isu ini adalah Aliansi Jurnalistik Independen AJI, Serikat pekerja, dan masyarakat umum. Aliansi
Jurnalistik Independen AJI yang dipekerjakan oleh lembaga penyiaran
berkepentingan karena kemungkinan kehilangan peluang pekerjaan, dan kehidupan layak. Serikat pekerja berkepentingan melindungi anggotanya dari
tindakan semena-mena. Sementara masyarakat umum sebagai penyalur tenaga kerja berkepentingan memperoleh hak asasi untuk diperlakukan layak.
Institusi lembaga yang bertanggung jawab institutions untuk isu ini adalah para pelaku bisnis, Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI
Daerah, dan Komisi I dan XI DPR.
2.3. Analisis Market Non-Market Environment