Konglomerasi industri media penyiaran di Indonesia analisis ekonomi politik pada group media nusantara citra

(1)

KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN

DI INDONESIA

ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA

NUSANTARA CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Sagita Ning Tyas

NIM: 105051001873

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

NUSANTARA CITRA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)

Oleh :

Sagita Ning Tyas

NIM: 105051001873

Di Bawah Bimbingan :

Gun Gun Heryanto, S. Ag, M.Si

NIP. 19760812 200501 1 005

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA”, telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 20 Juni 2010

Sidang Munaqosah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Studi Rizal Lk, M.A. Umi Musyarrofah, M.A. NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710816 199703 2 002

Anggota

Penguji I Penguji II

Prof. Andi Faisal Bakti, M.A. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd NIP. 19621231 198803 1 032 NIP. 19640212 199703 2 001

Pembimbing

Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005


(4)

SAGITA NING TYAS 105051001873

KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA (MNC)

X Halaman + 102 Halaman + 55 Lampiran + 32 Buku + 9 Webside + 3 Dokumen Laporan Tahunan MNC

ABSTRAK

Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada pandangan bahwa mayoritas media besar memiliki sejumlah kecil pemilik (owner) perusahaan secara proporsional melalui sistem konglomerasi dalam korporasi. Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada proporsi relatif antara dua besaran: pertama, jumlah orang atau pihak yang memiliki, menguasai, atau pengaruh media tertentu; dan kedua, jumlah orang atau pihak yang terkena, dipengaruhi oleh, atau dipengaruhi oleh, medium itu. Secara keseluruhan, ukuran dan kekayaan menentukan pasar keragaman kedua media output dan kepemilikan media.

Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi kepemilikan di Media Nusantara Citra? Dan Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini menggabungkan pendekatan critic political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal. Adapun kunci informasi yang diwawancarai adalah Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary

MNC. Dan dokumentasi yang berasal dari laporan tahunan MNC pada tahun 2008 dan tahun 2009.


(5)

Dalam melihat konglomerasi media yang di pegang MNC dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media di bawah satu payung perusahaan induk dan operasi group media, maka teori yang digunakan oleh Vincent Mosco adalah Ekonomi Politik Media yang merupakan kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Substansi teori ekonomi politik media adalah keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial.

Temuan yang dapat dikemukakan dalam penelitian meliputi: 1) konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi, 2) Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah dengan tujuan saling mendukung operasi dari masing-masing media, 3) Dengan kekuatan ini dapat meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru, 4) Kritik media deregulasi dan konsentrasi kepemilikan yang mengakibatkan ketakutan bahwa kecenderungan semacam itu hanya akan terus mengurangi keragaman informasi yang diberikan, serta untuk mengurangi akuntabilitas penyedia informasi kepada publik.


(6)

BROADCASTING

SAGITA NING TYAS 105051001873

THE CONGLOMERATION OF BROADCASTING INDUSTRIAL MEDIA IN INDONESIA

POLITICAL ECONOMY ANALYSIS ON MEDIA NUSANTARA CITRA

X Pages + 102 Pages + 55 Enclosures + 32 Books + 9 Webside + 3 Annual Report MNC Documents

ABSTRACT

Concentration of media ownership refers to the view that the majority of the major media outlets are owned by a proportionately small number of owner conglomeration in corporations. Concentration of media ownership refers to the relative proportion between two quantities: first, the numbers of people or parties who own, control, or influence a given medium; and second, the numbers of people or parties who are exposed to, affected by, or influenced by, that medium. Overall, the size and wealth of the market determine the diversity of both media output and media ownership.

The research quastion are how’s the broadcasting media regulation about ownership impelementation in Media Nusantara Citra? And how the effects of conglomeration in Media Nusantara Citra towards comodification process, structuration and spatialization?

The method that used in this research is qualitative. The paradigm of the research is critical paradigm. This research combine critic political economy approach by seeing media, economy, politics, history and culture as something unseparatable and gender of this research is critical perspective. While, the key information that interviewed is Gilang Iskandar as MNC’s Corporate Secretary. And the documentation taken from MNC’s 2008 and 2009 Annual Reports.

Looking to media conglomeration which held by MNC was established to incorporate the media business units under one holding and operating company. So the theory that is used from Vincent Mosco is political economy


(7)

media which elaborates social relation especially authority relation among in production, distribution, and consumption of resources in communication which introduced. The political economy of media noted many factors can influens media institute of political elite, economy, social and market.

The findings go this research are: 1) The conglomeration of media ownership in Indonesia is pushed by the competition in fighting of commercial and production efficiency, 2) Viewed centralized control of the broadcasting board which has been done by MNC against the government rules goaled by supporting each media operation, 3) With this strenght can minimized the broadcasting as a form of using integrated media platform to increase product value or creating new products and services, 4) Critics of media deregulation and the resulting concentration of ownership fear that such trends will only continue to reduce the diversity of information provided, as well as to reduce the accountability of information providers to the public.


(8)

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk ciptaan-Nya sehingga berkat izin-ciptaan-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya mina dzulumatiin ilanuur. Dan kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang mengharapkan syafa’at dari beliau.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta Pembantu Dekan (PUDEK) I Drs. Wahidin Saputra, MA, PUDEK II Drs. Mahmud Djalal, MA, dan PUDEK III Drs. Study Rizal LK, MA.

2. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan KPI. Serta para dosen dan staf pengajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak


(9)

memberikan ilmu pengetahuan dalam mendidik penulis selama penulis melakukan studi.

3. Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang diinginkan.

4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Perpustakaan FDK, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Gilang Iskandar, sebagai Corporate Secretary MNC dan segenap karyawan di RCTI yang telah meluangkan waktunya untuk penulis melakukan wawancara, memberikan data-data yang penulis butuhkan, memberikan izin, bantuan informasi, dan lainnya, sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Orangtua penulis Ayahanda tercinta Sudiarto dan Ibunda tercinta Wajiyati, S.Pd, yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta memberikan motivasi dengan baik moril dan materil. Dan telah banyak memberikan do’a, ridho, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis tidak akan mengecewakan semua yang telah memberikan kasih sayangnya sampai saat ini.


(10)

vii menyelesaikan studi S1.

8. Teman-teman KPI A angkatan 2005, terutama kepada Rizka, Resti, Novita, Selly, dan seluruh sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, karena kalian semua adalah yang terbaik. Penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan. Semoga ilmu yang kita dapat di UIN bermanfaat serta membuat hidup kita menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat ganda atas segala bantuan dan motivasi dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Amin.

Jakarta, Juni 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Kajian Pustaka ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KERANGKA TEORI A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi ... 17

B. Pengertian Regulasi Penyiaran ... 30

C. Konseptualisasi Konglomerasi ... 33

D. Industri Media Massa ... 34

BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA A. Sejarah Berdiri MNC ... 44

B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC ... 51


(12)

ix

E. Logo Perusahaan MNC ... 53

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra ... 56

1. RCTI ... 60

2. GLOBAL TV ... 63

3. TPI ... 66

B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra ... 68

C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra... 79

D. Konglomerasi MNC Dalam Ekonomi-Poltik... 84

E. Regulasi Kepemilikan MNC ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 97

B. Saran-saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA... 101


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam industri media saat ini, persaingan ketat untuk menunjukan kelas pemodal yang menggunakan kekuasaan ekonomi sebagai sistem pasar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya seperti: sosial dan budaya, politik, individu dan seterusnya. Ekonomi disini dapat diartikan sebagai kekuatan, kelemahan ataupun keterbataasan kapital. Dalam arti kekuatan kapital, perusahaan media ini dapat atau mampu untuk mengakuisisi perusahaan lain. Sementara dalam keterbatasan kapital atau ingin memperkuat basis bisnis dapat dilakukan dengan konsolidasi atau merger ke berbagai media.

Dugaan yang berkembang kuat selama ini adalah reformasi telah mengubah performa dan sikap pers secara umum. Tidak seperti pers Orde Baru yang terkungkung keseragaman isi dan kemasan, media pada era reformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi kata bebas ini dapat bermakna lain sebab sulit mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar mandiri. Meskipun rezim berubah dan iklim politik telah terbuka tetap diperlukan kecurigaan faktor eksternal yang berpotensi untuk mempengaruhi prilaku media dalam mengkonstruksi dan memaknai realitas.


(14)

Menurut Ben H. Bagdikian, selama dekade 1980-an, Amerika Serikat menyaksikan semakin terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang atau perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, korporasi-korporasi media ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat membentuk dan mempengaruhi lanskap sosial di Amerika.1 Hal ini adalah yang terjadi pada

Indonesia saat ini, di era globalisasi media banyak bersaing untuk mencapai media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah.

Dalam konteks Indonesia, kita memang harus memikirkan sesuatu pendekatan yang dapat mengakomodasi soal peran negara dan kelompok kepentingan atau kelompok usaha yang mendasarkan bisnisnya pada relasi pribadi antara negara dan dunia usaha, yaitu kaum pencari rente, the rent

seekers.

Media massa mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik dan budaya, ditingkat lokal maupun global. Media massa adalah kelas yang mengatur dimana bukan sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu masyarakat. Media juga menjadi medium pengiklanan utama secara signifikan mampu meningkatkan penjualan produk barang dan jasa yang mampu menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara dunia produksi dan konsumsi.

1


(15)

3

Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi, korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara kepemilikan saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan kerjasama, atau pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan bahkan ratusan media.2

Fenomena ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. Kepemilikan media, bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan bagaimana lanskap sosial, citraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol dan disosialisasikan ada masyarakat. Contohnya dalam korporasi media saat ini di Indonesia seperti PT. MNC Group, PT. Trans Corp, KKG, Salim Grup, Jawa Pos Grup, dan lain-lain.

PT. Media Nusantara Cipta (PT. MNC Terbuka) merupakan salah satu perusahaan media di Indonesia yang memiliki bisnis di bidang broadcasting media (RCTI, Global TV, TPI, SUN TV Network), Print media (Sindo, Genie, Mom&Kiddie, Realita, HighEnd, HighEndTeen), Radio (Trijaya Network, Radoo Dangdut TPI, Globalradio, Women Radio), Agency & Content Production (Cross Media International, Star Media Nusantara, MNC

Picture), 24-hour program channels (MNC Entertaiment, MNC News, MNC

Music, MNC The Indonesian Channels, Online Media (Okezone.com), dan VAS (Linktone). Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media terbesar di Indonesia.

2

Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Ed ke-5, Cet. 2, h. 434.


(16)

Media komersial harus selalu bisa mempertahankan dan menjaring pelanggan agar bertahan hidup, tetapi sekarang penekanannya adalah memberi perhatian lebih kepada khalayak dan hal ini memunculkan keraguan tentang keseimbangan antara mencari keuntungan dan tugas untuk menyediakan jasa publik.

Jaringan televisi MNC merupakan yang terbesar di Indonesia dengan nama perusahaan atau stasiun: RCTI, TPI dan Global TV. RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia) merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, televisi ini mulai mengudara pada Agustus 1989. RCTI dengan cepat menjadi televisi swasta terbesar karena fasilitasi bisnis dari keluarga Cendana (Soeharto) di masa Orde Baru.3

Hary Tanoesoedibjo adalah Presiden Direktur dan CEO MNC. Hary telah berkiprah di industri televisi sejak 2003 ketika ia menjadi presiden grup dan CEO RCTI yang merupakan anak perusahaan grup Bimantara, sebuah grup perusahaan yang dimiliki putra mantan penguasa Orde Baru, Bambang Trihatmojo. Selain di industri televisi, Hary meniti karirnya dari perusahaan-perusahaan investasi milik grup Bimantara.

Kalau kita perhatikan, grup MNC ini merupakan salah satu grup televisi Indonesia yang dengan jelas dikontrol oleh orang-orang Soeharto. Televisi seperti RCTI dan TPI merupakan televisi-televisi yang hadir saat Soeharto berkuasa dan mendapatkan banyak fasilitas dari kekuasaan Orde Baru. TPI,

3

http://pravdakino.multiply.com/journal/item/27/Konglomerasi_Media_dalam_Grup_MNC_ Media_Nusantara_Citra.


(17)

5

misalnya, pada kehadiran pertamanya menggunakan saluran transmisi TVRI yang merupakan saluran televisi pemerintah.

Selama orde baru, bisnis media terkonsentrasi pada segelintir pelaku bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan. Tekanan-tekanan eksternal yang akhirnya memaksa Orde Baru untuk mengoreksi sebuah kebijjakan liberalisasi selektif yang telah melahirkan struktur kapitalisme kroni, termasuk pada sektor industri media.

Grup perusahaan MNC ini memiliki lobi dan pengaruh yang sangat besar pada proses politik Indonesia. Kebijakan deregulasi yang dilakukan secara bertahap hingga, pada tahun 1996-1997 saat krisis ekonomi, perusahaan-perusahaan televisi menolak RUU Penyiaran yang membatasi transmisi siaran televisi secara nasional. RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan pada tahun 1997 dengan menghilangkan larangan transmisi secara nasional. Pada akhirnya, lahirlah UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang terlepas dari beberapa kelemahan, yang memberikan landasan bagi transformasi menuju sistem media penyiaran yang demokratis dan modern.

Dedi N. Hidayat menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media bahwa praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dendan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global.4

4

Dedi N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 441.


(18)

Pola kepemilikan media serta praktik industri dan distrinusi produk media yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok bisnis besar. Fenomena konsentrasi media disatu sisi menghendaki upaya-upaya yang mengarah pada konsolidasi dan konvergensi dalam bisnis media modern. Namun, konsentrasi media juga menimbulkan sejumlah paradoks yang berkaitan dengan fungsi media sebagai ruang publik dengan sejumlah fungsi-fungsi sosial yang melekat didalamnya.

Disinilah, terlihat bagaimana korporasi media, seperti MNC memiliki peran besar dalam menyaring apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh masyarakat, apa yang baik dan tidak baik, serta bagaimana masyarakat harusnya bersikap. Seperti yang terjadi di AS, media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah.

Dari latar belakang masalah yang peneliti sebutkan di atas maka penggabungan media massa atau konglomerasi media ini dapat berkembang dengan intervensi untuk meningkatkan keuntungan bagi konglomerat media.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam latar belakang yang dikemukakan maka peneliti ini membatasi pada ekonomi politik media oleh PT. Media Nusantara Citra Group.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi?

2. Bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi kepemilikan di Media Nusantara Citra?


(19)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi yang dibuat oleh industri media penyiaran sebagai media komersial di tengah persaingan pasar dalam kepemilikan media yang melakukan konglomerasi. Serta taktik dan strategi yang digunakan MNC dalam mengembangkan usaha, yakni dalam kepemilikan atau pengelola MNC menerapkan prinsip korporasi berupa manajemen modern dalam mengelola redaksi dan bagian bisnis yang selalu menekankan efisiensi, sinergi, dan perluasan jangkauan usaha yang tujuannya meningkatkan keuntungan, akumulasi modal, dan kepentingan publik.

2. Untuk mengetahui kecenderungan konglomerasi di atas kepemilikan usaha media atas dasar ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan, terhadap struktur kepemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media dengan ketersediaan modal, kuantitas, dan kualitas SDM.

3. Kaitan antara perkembangan media massa saat ini yaitu MNC sebagai salah satu perusahaan yang mempunyai beberapa anak perusahaan di bidang media. Hal ini juga memberikan penjelasan tentang teori Ekonomi Politik Media seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dari Mosco.


(20)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat antara lain: 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan ilmiah, pengembangan dalam ilmu pengetahuan yang menggunakan analisis Ekonomi Politik Media, sebagai suatu disiplin ilmu yang baru di perguruan tinggi di Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan akademik dan diharapkan mampu sebagai sumber informasi dan peningkatan pemahaman ilmiah yang dapat digunakan oleh mahasiswa dan akademisi tentang perkembangan tentang industri media massa Indonesia yang mengarah kepada pemusatan kepemilikan media massa yang muaranya adalah homogenisasi informasi dan opini.

2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian analisis Ekonomi Politik Media ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam perkembangan studi tentang analisis media saat ini, khususnya bagi pemerintah, politisi, dan pemerhati media yang mengarah kepada perkembangan konglomerasi industri media penyiaran Indonesia.

Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah dan masyarakat dalam memikirkan bentuk kepemilikan media yang memiliki kekuasaan lebih dapat menilai apa yang cocok di masa depan dan jika produk hukum baru yang secara jelas dan tegas mengatur pola kepemilikan media dan organisasi yang mengawasi pelaksanaannya untuk melindungi kepentingan publik.


(21)

9

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini menggabungkan pendekatan critical political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal yang mendefinisikan ilmu sosial sebagai sutu proses yang secara kritis berusaha mengungkap ”the real structures” di balik ilusi, false needs yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk kesadaran sosial agar memperbaiki kondisi kehidupan mereka.

Dalam perkembangannya, Guba dan Lincoln dalam Denzin dan Lincoln, dkk, paradigma kritis memiliki asumsi-asumsi ontologis, epistemologi, aksiologi, dan metodologis yang membedakannya dari paradigma lain.5

Pertama, secara ontologis, bahwa paradigma kritis tertuju pada realisme historis, memandang realitas yang teramati sebagai realitas ’semu’ yang telah terbentuk oleh berbagai proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik. Realitas penuh berisi konflik dan diatur oleh hidden underlaying structures.

Kedua, secara epistimologi bahwa peneliti dalam paradigma ini memandang pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang dimilikinya

5

Lincoln, S. Yvonna dan Denzin, Norman K., Handbook of Qualitative Reseach, (California: Sage, 1994), h. 110.


(22)

dengan fakta objektif yang diteliti adalah hal yang tidak mungkin dan tidak perlu dilakukkan. Hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu dijembatani oleh nilai tertentu. Pemahaman tentang suatu realitas merupakan value mediated findings.

Ketiga, secara aksiologi, nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti menempatkan diri sebagai transformative intelektual, advocad, activist. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kritik sosial, transformatif, emansipasi, dan pemberdayaan sosial.

Keempat, secara metodologis, penelitian bersifat partisipatif. Ia mengutamakan analisa komprehensif, konstektual, multi-level analysis

yang menempat diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi sosial. Dengan demikian, kriteria kualitas penelitian didasarkan pada

historical situatedness, sejauhmana penelitian memperhatikan konteks sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RCTI sebagai salah satu anak perusahaan MNC, jalan raya perjuangan kebon jeruk, Jakarta 11530. Adapun penelitian dilakukan selama bulan Desember 2009 - Maret 2010 dengan objek penelitian yaitu MNC pada tahun 2009 (Januari – Desember).


(23)

11

3. Metode Penelitian

Penelitian tentang MNC ini mengembangkan menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti dapat melakukan pengamatan yang menyeluruh dan mendalam dari sebuah keadaan nyata. Menurut Bogdan dan Tylor, metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah data deskriptif, baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang yang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variable atau hipotesis.6

Menurut Lexy J. Moleong bahwa penelitian kualitatif digunakan atas pertimbangan berikut: Pertama, metode ini lebih fleksibel karena mudah disesuaikan ketika ditemukan kenyataan ganda atau jamak, Kedua, hakikat hubungan antara peneliti dan responden disajikan secara langsung, dan

Ketiga, metode kualitatif ini lebih peka dan mudah disesuaikan dengan penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.7

Penelitian ini menggunakan metode Eksplanatif, yaitu, “penelitian yang berusaha menjawab dan menjelaskan dengan kritis dari suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang secara mendalam.8

Dengan penelitian eksplanatif peneliti menjelaskan lebih mendalam tentang praktek konglomerasi media yang terjadi di tingkat MNC sebagai

6

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h. 4.

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 9-10.

8

Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet. Ke-2, h. 61-62.


(24)

sebuah kelompok media massa yang membawahi televisi, majalah, tabloid, surat kabar, media internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

a. Document Analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang telah ada baik yang berupa dokumen peraturan-peraturan pemerintah tentang media, buku-buku, jurnal, makalah, atau bahkan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan. Hasil Penelitian ini juga dibantu berdasarkan laporan tahunan MNC, yaitu laporan tahun 2008 dan 2009.

b. Depth Interviewing: wawancara mendalam dengan key person yang di jadikan narasumber yang relevan dengan substansi utama penelitian. Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan diharapkan untuk dapat mengubah, dan memperluas informasi yang telah diperoleh.9 Dalam hal ini wawancara berfungsi sebagai metode

pelengkap yakni sebagai alat untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh dari hasil wawancara digunakan untuk melengkapi data

9

Lincoln Yvona S., dan Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Beverly Hills: Sage Publication, 1995), h. 266.


(25)

13

yang telah diperoleh melalui cara pengumpulan data yang lain.10

Dalam hal ini peneliti mewawancarai seorang nara sumber dari MNC yaitu bapak Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC. c. Unstructure Observation: observasi langsung yang tidak berstruktur

dengan mengamati berbagai perkembangan-perkembangan yang terjadi pada MNC. Namun, dengan cara melihat dan memperhatikan, ”kegiatan memperhatikan secara akurat, dan mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena yang terjadi pada media di Indonesia”. Jadi observasi adalah pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga memperoleh pamahaman atau sebagai alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.11 Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu

mengamati secara langsung kinerja perusahaan di salah satu anak perusahan MNC yaitu RCTI yang dilaksanakan pada bulan Desember-Februari 2010.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian ini baik dengan observasi, dokumen, dan wawancara yang mendalam akan dianalisa dengan

10

lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, (Jawa Timur, Bayumedia, 2004), h. 63.

11


(26)

perspektif Critical Political Economy dari varian konstruktivisme.12 Secara epistimologi, Critical Political Economy melihat secara holistik

bahwa terdapat hubungan yang saling terkait antara organisasi ekonomi dengan politik, sosial, dan budaya. Dipandang dari sudut kesejahteraan, perspektif ini secara khusus tertarik dalam menganalisa perkembangan dari late capitalism. Berkaiatan dengan fokus kajian dari Critical Political

Economy adalah pada bagaimana aktivitas komunikatif di distrukturkan oleh distribusi sumber daya yang tidak seimbang. Sedangan concern atau

bidang kajiannya adalah masalah keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi publik serta menekankan pada kepentingan aspek keadilan, kesamarataan, dan barang publik.

6. Kelemahan penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah pada uji validitas konstruk yang digunakan berasal dari negara Barat belum tentu sepenuhnya cocok dengan konteks Indonesia karena perbedaan latar belakang sejarah, budaya, sosial, ekonomi, politik, dan perbedaan tingkat perkembangan media massa.

12

Secara spesifik, Critical Political Economy varian konstruktivisme memandang negara dan kelas kapitalis tidak selalu dapat menggunakan media sebagai instrumen mereka sebagaimana harapannya. Mereka mengoperasikan media dalam struktur yang memberikan pembatasan juga kemudahan. Varian ini juga mengakui adanya kontradiksi dalam struktur dan sisitem. Struktur merupakan bentuk dinamis yang secara kesinambungan direproduksi dan diubah melalui tindakan pelaku sosial. Olek karena itu, struktur ada melalui tindakan yang secara timbal balik tindakan juga dikonstruksi secara struktural. Dengan kata lain, terdapat interplay antara struktur dan agency dalam berbagai prosesnya.


(27)

15

Kelemahan lain adalah sulit untuk mengukur implikasi dari praktek konglomerasi yang menunjukkan pemilikan media terhadap peraturan media, meskipun konglomerasi ini memberikan dampak terhadap isi pemberitaan media.

Sedangkan keterbatasan penelitian ini adalah terbatasnya waktu, tenaga, biaya, dan akses kepada pemilik untuk melakukan suatu penelitian yang dapat menggambarkan peta permasalahan konglomerasi secara lengkap. Keterbatasan lain adalah sulitnya mencari data baru baik dalam segi buku-buku, literatur, majalah, surat kabar, dan internet sebagai bahan pembantu dalam penelitian ini.

E. Kajian Pustaka

Penelitian ini tentang analisis Ekonomi Politik Media yang memahami dari pengaruh konglomerat media terhadap isi media atau terhadap sejumlah kepemilikan media di Indonesia. Sejumlah ahli media telah menyebutkan bahwa kepemilikan media menentukan kontrol media, yang pada gilirannya menentukan isi media, mungkin menjadi penyebab utama pengaruh media. Oleh karena itu, masalah yang akan diangkat oleh peneliti dengan judul

“Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia Analisis Ekonomi Politik pada Group Media Nusantara Citra”.

Dari pengamatan literatur yang ada, maka peneliti menemukan dengan analisis yang sama tentang ekonomi politik media sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini. Diantaranya yaitu:


(28)

1. Skripsi-skripsi atau tesis yang berhubungan dengan analisis Ekonomi Politik Media. Diantaranya Tesis Gun Gun Heryanto, FISIP UI dengan judul “Relasi Kekuasaan Pada Kebijakan Status Hukum TVRI: Studi Ekonomi Politik Media”. Dan Tesis Heru Sutadi dengan judul “Konstruksi Sosial Kebijakan Pengembangan Layanan Pemerintahan Secara Elektronik (E-Government) Untuk Akses Informasi Publik: Studi

Ekonomi Politik Media” FISIP, pada Universitas Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori, terdiri dari Teori Ekonomi Politoik Media, Pengertian Regulasi Penyiaran, Konseptualisasi Konglomerasi, dan Industri Media Massa.

Bab III : Gambaran Umum PT Media Nusantara Citra Group yang mengemukakan tentang Sejarah, Visi, Misi dan Tujuan MNC Group, dan Struktur Organisasi.

Bab IV : Temuan dan Analisis Data


(29)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi

Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek ekonomi (seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Menurut Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media melihat bahwa isi dan maksud-maksud yang terkandung dalam pesan-pesan media yang ditentukan oleh dasar-dasar ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya1.

Secara historis, awalnya konsep ekonomi politik bermula dari upaya dukungan terhadap akselerasi kapitalis yang menolak pada sistem politik merkantilis yang dianggap tidak efektif dan efisien pada abad ke-18. The New

Palgrave, membuat definisi politik ekonomi sebagai studi tentang kesejahteraan dan usaha manusia untuk memenuhi nafsu perolehan (penawaran dan pemenuhan hasrat).

Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan sempit menurut Vincent Mosco, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Dalam hal ini konteks yang lebih

1

Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (LKiS, Jakarta, 2000), h. 65.


(30)

luas dengan relasi kekuasaan media dalam ekonomi-politik ialah konglomerasi PT. Media Nusantara Citra Group. 2

Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang ekonomi politik sebagai: “A domain of knowledge concerned with power and at distribution of economic resources. Political economy explores the questions of who owns and controls the institutions of economy, society, and culture.” (Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan distribusi daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas pertanyaan tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial, dan budaya).3

Dari definisi tersebut dapat kita cermati bahwa terdapat dua poin penting dalam ekonomi politik, yaitu kekuasaan (power), dan pembagian sumber-sumber ekonomi (distribution of economy resources). Keterkaitan kedua poin ini selalu mencoba menjawab pertanyaan dan aktor-aktor yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial dan budaya.

Proses perkembangan ekonomi politik ditentukan oleh empat variabel dasar: ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan. Namun dalam perkembangannya variabel-variabel tersebut berkembang sendiri-sendiri dan kini tersisa dua variabel pokok: ekonomi dan politik. Pun begitu, ekonomi politik tak dapat melepaskan dirinya dari konteks sejarah dimana itu selalu tergantung juga pada kondisi struktur sosial dan kebudayaan.4

2

Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 25.

3

Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, (London: Sage Publication, 2004), h. 445.

4


(31)

19

Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai ekonomi-politik. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari studi mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini terdapat varian yang berbeda, ada yang critical dan juga ada yang liberal. Bagi teoritisi

critical political economy menurut Golding & Murdoch, ekonomi-politik secara khusus tertarik dalam menginvestivigasi dan mendeskripsikan kepada

late capitalism, hal ini pada dasarnya bersifat holistik. Isu dan fokusnya terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi distrukturkan oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya material dan simbolik.5 Late capitalism adalah kapitalis yang terpusat pada satu negara.

Perbedaan prinsip antara kedua pendekatan ini terletak pada bagaimana aspek ekonomi dan politik media itu dilihat. Pada pendekatan liberal aspek ekonomi dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktek profesional yang memang semestinya ada. Liberal political economy mengartikan bahwa ekonomi-politik merupakan dalam perubahan sosial dan transformasi sejarah, dimana suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisir dan menangani ekonomi pasar, guna untuk tercapainya suatu efisiensi yang maksimum, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan individu. Isu dan fokusnya terletak pada mekanisme dan struktur pasar yang membuat konsumer memilih antara komoditas bersaing pada basis kegunaan dan kepuasan. Dimana ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara memadai bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika yang berkaitan

5

Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. h. 16-18.


(32)

dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme global.

Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori ekonomi maupun teori politik.

Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi pilitik kritis yang concern

terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak sepenuhnya egaliter, kelompok-kelompok marginal tidak mempunyai banyak pilihan selain menerima dan bahkan mendukung sistem yang memelihara subordinasi mereka terhadap kelompok dominan.6

Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri mereka.7

Golding dan Murdock menambahkan bahwa ekonomi politik juga concern

6

Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004), Cet-1, h. 8-9.

7


(33)

21

dengan keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi atau campur tangan publik.8

Satu prinsip yang harus diperhatikan di sini adalah dalam sistem sistem industri kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi politik global.9

Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik media, antara lain10:

1. Commodification (komodifikasi)

Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. Bentuk komodifikasi dalam komunikasi ada tiga macam, yaitu:

a. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau komodifikasi isi), yakni proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke dalam

8

Boyd Barret, Oliver, The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, (New York: Arnold, 1995), h. 186.

9

Dedy N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial”, dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers Dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,, 2000, h. 441.

10


(34)

sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk yang dipasarkan oleh media.

b. Extrinsic commodification (komodifikasi ekstrinsik atau komodifikasi khalayak), yakni proses modifikasi peran media massa oleh perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai konsumen media kepada konsumen produk yang bukan media di mana perusahaan media memproduksi khalayak dan kemudian menyerahkannya pada pengiklan. Singkatnya yang terjadi adalah kerja sama yang saling menguntungkan antara perusahaan media dan pengiklan: pogram-pogram media digunakan sebagai sarana untuk menarik khalayak yang kemudian dijual kepada pengiklan yang membayar perusahaan media.

c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik), yakni proses mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua, yaitu: Pertama, komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi yang dipertukarkan bukan pesan atau khalayak melainkan rating. Kedua, komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau seluruh kelembagaan pendidikan informasi pemerintah, media, dan budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua orang dapat mengakses.


(35)

23

2. Spatialization (spasialisasi)

Yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasaan usaha seperti proses integrasi: integrasi horizontal, integrasi vertikal, dan internasionalisasi. Integrasi horizontal adalah: “when a firm in one line of media buys a major interest in another media operation, not directly related to the original business, or when it takes a major stake in a company entirely outside of the media” (Ketika suatu perusahaan dibawah naungan sebuah media yang mengambil keuntungan terbesar di perusahaan yang lain, maka tidak langsung dihubungkan dari bisnis aslinya atau ketika mengambil sejumlah besar saham di dalam sebuah perusahaan di luar dari pada media). Yaitu ketika sebuah perusahaan yang ada dalam jalur media yang sama membeli sebagian besar saham pada media lain, yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya, atau ketika perusahaan mengambil alih sebagian besar saham dalam suatu perusahaan yang sama sekali tidak bergerak dalam media.11 Pada

prakteknya integrasi horizontal adalah cross-ownership (kepemilikan silang) beberapa jenis media massa seperti telivisi, suratkabar, stasiun radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa seperti yang dilakukan oleh MNC, KKG, Trans Cop Grup, Jawa Post Grup, Sinar Kasih Grup, Grup Media Indonesia, dan Salim Grup.

11


(36)

Integrasi vertikal adalah: “the concentration of firms within a line of business that extends a company’s control over the process of production”. Yaitu konsentrasi perusahaan dalam suatu jalur usaha atau garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas produksi. Di Indonesia, praktek integrasi vertikal dilakukan oleh Subentra Grup milik pengusaha Sudwikatmono yang menguasai impor film dan sekaligus distribusinya melalui jaringan Bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh kota besar di Indonesia.

Internasionalisasi atau globalisasi dipandang dari prestektif ekonomi adalah konglomerasi ruang bagi global, yang dilakukan oleh perusahaan transional dan negara, yang mengubah ruang melalui arus sumberdaya dan komoditas, termasuk komunikasi dan informasi.

3. Strukturation (strukturasi)

Yakni proses penggabungan agensi manusia (human agency) dengan proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-struktur. Dengan memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap bidang yang telah diembannya.

Strukturasi ini menyimbangkan kecenderungan dalam analisis ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur seperti lembaga bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan dan menggambarkan ide-ide agensi, hubungan sosial, proses, dan praktek sosial. Agensi manusia


(37)

25

merupakan konsepsi sosial fundamental yang mengacu kepada peran para individu sebagai aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks hubungan sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender.12 Proses strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa adanya, masuk akal, dialamiahkan cara berfikir tentang dunia termasuk segala sesuatu dari kosmologi melalui etika. Pada praktek sosial yang digambarkan dan dikontekskan dalam kehidupan struktur.

Sekalipun sumbangan terbesar dari teori Ekonomi Politik Media terhadap kajian komunikasi adalah analisis institusi media dan konteks medianya, konsep yang disodorkan oleh Mosco juga relevan untuk mengkaji keseluruhan kegiatan media dan merumuskan suatu model yang holistik dari keseluruhan siklus produksi sampai penerimaannya (termasuk konteksnya). Kemudian juga bagaimana kekuasaan mempengaruhi proses komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi pemanfaatan teknologi informasi untuk akses informasi publik di era Orde Baru maupun di era Orde Reformasi sekarang ini.

Vincent Mosco merumuskan tiga karakter tambahan studi ekonomi-politik, yaitu realis, inklusif, dan kritis.13 Pengaruh realisme membuat

ekonomi-politik kritis sangat menghindari ketergantungan eksklusif terhadap teori abstrak atau deskripsi empiris. Ekonomi-politik dalam hal ini memberikan bobot yang sama terhadap pertimbangan teoretis dan

12

Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 215.

13


(38)

empiris. Watak deskripsi berasal dari kesadaran bahwa kehidupan sosial tidak dapat dirangkum ke dalam satu teori. Tidak ada pendekatan yang paling mendekati ideal dalam studi ekonomi-politik komunikasi. Watak kritis ekonomi-politik mewujud kepada kepakaan terhadap berbagai bentuk ketimpangan dan ketidakadilan. Ekonomi-politik memberi perhatian besar terhadap faktor-faktor ideologis dan politis yang pengaruhnya bersifat laten terhadap suatu masyarakat.14

Tiga konsep utama Mosco sejalan dengan empat proses historis dari Golding dan Murdock yang merupakan kunci dari kajian kritis Ekonomi Politik Media, yaitu (1) pertumbuhan media, (2) perluasan jangkauan usaha, (3) proses komodifikasi informasi, dan (4) perubahan peranan negara dan pemerintah. Tiap proses yang dijelaskan oleh Golding dan Murdock membuka peluang bagi peneliti media untuk menganalisa lebih dalam persoalan seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturisasi.15

Keempat proses menurut Golding dan Murdock yang mengarah kepada struktur kepemilikan media yang terkosentrasi dan merupakan salah satu rangkaian dari perubahan yang mencerminkan perubahan basis ekonomi, yakni: Pertama, produksi dengan skala kecil atau pribadi dari

suatu perluasan produk budaya, distribusi dan penjualan mulai dipisah dan dikomersialisasikan. Kedua, masuknya teknologi baru ke dalam industri

14

Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 9.

15

Boyd Barrett, Oliver and Chris Newbold (eds.), Approaches to Media: a Reader, London : Arnold, 1995. h. 187.


(39)

27

media menyebabkan mulai terjadinya industrialisasi dalam proses produksi maupun distribusi. Ketiga, ketika masalah industri telah

mengalami masa-masa kejunuhan karena tekanan berturut-turut seperti naiknya harga, menurunnya pendapatan, mengakibatkan munculnya pemusatan-pemusatan industri. Empat, perkembangan dari ketegangan

antara kemampuan teknologi dan perhatian di bidang ekonomi.16

Mengenai kecenderungan dunia komunikasi saat ini, dimana kesadaran besar akan kebutuhan untuk menunjukkan secara tepat bagaimana formasi-formasi ekonomi politik media dihubungkan dengan isi media, dan kepada diskursus debat publik serta kesadaran privat yang akan berkelanjutan dari perencanaan dan perluasan berbagai produksi dan kebudayaan yang dikontrol atau dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan besar. Maka Cees J. hamelink mencatatnya dalam empat kunci, yaitu:

digitization (digitalisasi), consolidation (konsolidasi), deregulation

(deregulasi), dan globalization (globalisasi). Hamelink melihat bahwa keempat proses tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Proses digitalisasi memfasilitasi integrasi teknologi dan konsolidasi institusi, kemudian mendorong makin besarnya konglomerasi, sehingga kemudian terjadi globalisasi secara berkelanjutan meyongkong kekuasaan dan

16

Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication, Volume 1, (Edward Edgar Publishing Limited, 1997), h. 201-204.


(40)

meningkatkan angka pertumbuhan melalui pendapatan dan penetrasi pasar yang mendorong deregulasi dan privatisasi media.

Golding dan Murdock menunjukkan bahwa berbagai sektor media tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri karena media memiliki keterkaitan dengan faktor kendali korporasi kegiatan media hanya dipahami apabila merujuk kepada konteks ekonomi yang luas. Analisa juga diperluas sampai pada tataran bagaimana praktek ideologi media dalam penyebar luaskan ide-ide tentang struktu ekonomi dan politik. Dengan begitu studi ekonomi poltik dari industri media tidak bisa difokuskan hanya pada produksi, distribusi dari komoditas, tetapi harus mempertimbangkan bentuk unik dari komoditasi ini dan praktek-praktek ediologi media. Dengan demikian, apabila dikaitkan dalam konteks perubahan-perubahan peran dan fungsi media massa dan lingkungan sekitarnya, menjadi menarik dapat menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Tujuan yang diharapkan adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dengan mulai bergesernya peran-peran dalam media massa yang mencoba menerapkan konsep baru.

Dalam mempengaruhi proses historis maka ada dua aspek penting yang mempengaruhi yaitu inovasi teknologi dan privatisasi.17 Revolusi

teknologi membuka kemungkinan bagi beragam aktivitas produksi baru demi menciptakan peluang-peluang maksimalisasi dan perluasan proses produksi dan distribusi. Dalam mendukung ekspansi teknologi serta

17

James Currant and Michael Gurevitch (eds), Mass Media and Society, (Edward Arnold: London and New York, 1992), h. 16-18.


(41)

29

mendorong perkembangan industri modern, bahkan dibutuhkan perubahan-perubahan dalam konteks politik, terutama regulasi-regulasi yang mengakomodasi prinsip-prinsip liberal. Terminologi privatisasi, terutama merespon berbagi bentuk intervensi yang meningkatkan kapasitas pasar dalam industri komunikasi dan informasi, serta meningkatkan kapasitas pelaku pasar untuk melakukan ekspansi bisnis.

Kajian ekonomi politik media bermula dari pengakuan bahwa media adalah sebuah organisasi industri dan komersial utama dan terkemuka yang memproduksi dan mendistribusikan barang-barang yang ditunjang oleh proses integrasi (horizontal dan vertikal) dan diversifikasi. Kajian tentang beragamnya media tidak dapat dilakukan secar sendiri-sendiri atau tertutup, melainkan harus dipahami dengan konteks ekonomi makro karena keterkaitan media dengan kontrol perusahaan besar atas media.

Maka dalam hal ini, hukum-hukum pasar juga cenderung membatasi banyaknya pemain yang bisa bersaing dalam sebuah pasar. Yang lazim terjadi kemudian adalah dominasi dan monopoli. Integrasi ekonomi yang terjadi melalui mekanisme merger dan akuisisi membuka jalan bagi berkembangnya fenomena konglomerasi.

Studi ekonomi politik kritis mempunyai tiga varian, yaitu: instrumentalis, strukturalis, dan kontrutifis. Perbedaan satu dengan yang lainnya yaitu terletak pada ide-ide dasar dalam menganalisis permasalahan pasar dan keterkaitannya dengan lingkungan ekonomi, politik, dan budaya. Pertama, Instrumentalis, media massa dipandang sebagai


(42)

instrumen dominasi kelas. Kelas pemodal menggunakan kekuasaan ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan bahwa arus informasi publik berjalan sesuai dengan misi dan tujuan mereka. Kedua, analisis strukturalis cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monolitik, mapan, statis, dan determinan. Analisis strukturalis mengabaikan potensi dan kapasitas agen sosial untuk memberi respons terhadap kondisi-kondisi struktural. Mereka menafikan terjadinya interaksi antar agen sosial serta interaksi timbal-balik antara agen dan struktur. Ketiga, analisis

konstruktivis memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurnan dan bergerak dinamis. Bahwa kehidupan media tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor lainnya seperti budaya, politik, individu, dan seterusnya. Pandangan konstruksionis, negara dan pemodal tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen penundukkan terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik dominasi dan hegemoni.18

B. Pengertian Regulasi Penyiaran

Ada tiga hal regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim demokrasi yang menjadi salah satu urgensi mendasari penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (freedom of

18


(43)

31

speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah. Namun pada saat bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivasi media seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi penggunaan spektrum gelombang radio.19 Nilai demokrasi karenanya menghendaki kriteria yang

jelas dan fair tentang pengaturan alokasi akses media.

Regulasi akan menentukan interferensi signal siapa yang berhak “menyiarkan” dan siapa yang tidak. Alam peran konteks demikian regulasi berperan sebagai mekanisme kontrol (control mechanism).

Kedua, demokrasi menghendaki adanya “sesuatu” yang menjamin keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Dalam batas tertentu, kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of information) memang dibatasi oleh hak privasi seseorang (right to privacy) dan adanaya hak privasi seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Menurut Feintuck diungkapkan bahwa limitasi keberagaman (diversity) sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi atas nama keberagaman. Dalam perkembangannya aspek diversity, lebih banyak diafliasikan sebagai aspek politik dan ekonomi dan ekonomi dalam konteks ideologi suatu negara.20

19

Leen d’Heanans & Frieda Saeys, Western Broadcasting at the Dawn of the 21th Century, (New York: Mouten de Gruyter, 2000), h. 24-26.

20

Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, (Edinburgh University Press, 1998), h. 43


(44)

Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan. Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. dalam hal ini sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang pasar bebas dan AFTA.

Menurut Feintuck , dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal yakni struktur, tingkah laku dan isi.21 Regulasi struktur (structural regulation) berisi pola-pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku

(behavioural regulation) dimaksudkan untuk mengatur tata-laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi

(content regulation) bensi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan.

Dalam konteks diversitas politis dan kultural, regulasi penyiaran juga mesti berisi peraturan yang mencegah terjadinya monopoli atau penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik

(public service values) dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang bersifat patemalistik.

Menurut Berger&Luckmann, proses mengkonstruksi berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality, objective reality dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.22

21

Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, h. 51

22

Peter Berger, L dan Thomas Luckmann, Social Construction of Reality (terj.), (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 185-187.


(45)

33

Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola (tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam pasar), yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta.

Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai 'objectiver reality', termasuk di dalamnya teks produk industri media, representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sedangkan

subjective reality merupakan kcnstruksi definisi realitas realita (dalam hal ini misalnya media, pasar, dan seterusnya) yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi.

C. Konseptualisasi Konglomerasi

Perkembangan bisnis media melalui bentuk kegiatan korporasi usaha di Indonesia yang menimbulkan kontroverisal dibanding dengan aktivitas usaha konglomerasi. Konglomerasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam satu tangan, sedemikian rupa sehingga praktis seluruh kebijakan manajemen yang pokok ditentukan oleh satu pusat.23 Bahwa pengertian konglomerat

adalah sebagai kata benda yang artinya pengusaha. Konglomerasi ini merupakan satu kesatuan yang sangat besar kekuatannya, sehingga mudah mengalahkan pesaingnya, bisa mengatur harga transaksi antar perusahaan (untuk menghindari pajak), bisa mengadakan subsidi silang sehingga

23

Drs. Djafar H. Assegaff, Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, (Jakarta: Warta Ekonomi, 1994), Cet-1, h. 263.


(46)

harganya selalu bisa bersaing, dan mempunyai “barganing power” yang sangat kuat. 24

Menurut Anggito Abimanyu, konglomerasi dalam istilah bisnis bisa diartikan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis dalam berbagai macam bidang yang kurang terkait satu sama lain. Di Indonesia, khususnya pada negara berkembang, bisnis konglomerat diasosiasikan dengan bisnis pemilikan keluarga.25 Konglomerat dapat

diartikan sebagai seseorang atau unit usaha yang bergerak dalam berbagai bidang usaha dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya.

Kegiatan usaha konglomerasi ini, dalam konteks kegiatan orientasi yang memiliki kinerja ekonomi atau bisnis yang handal dan hal tersebut dapat disinyalir kurang sepadan dengan fasilitas yang dimilikinya. Dalam hal kedudukan swasta semakin kuat, dan konsentrasi berbagai kegiatan semakin tinggi, dan konglomerasi tumbuh hampir tanpa pengaturan, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan intervensi semakin tinggi investasinya.

D. Industri Media Massa

1. Pengertian Industri Media Massa

Industri media massa memiliki masing-masing populasi terdiri dari media-media yang secara tidak langsung membentuk suatu kelompok

24

Priasmono P,dkk, Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: LPSI, 1994), h. 17.

25

Anggito Abimayu, “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. h. 1.


(47)

35

yang hidup dari sumber daya yang sama, Misalnya polpulasi radio, populasi surat kabar, atau populasi televisi.

Pada dasarnya ada tiga sumber utama yang menjadi sumber penunjang kehidupan industri media, yakni:

a. Modal (capital), Misalnya pemasukkan iklan, iuran berlangganan.

b. Jenis isi Media (Type of Content), Misalnya Quis, Sinetron, informasi.

c. Jenis khalayak sasaran (Types of Audiens), Misalnya Usia, berdasarkan

jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan lain sebagainya. 26

Smythe membagi tiga hal yang bisa digunakan sebagai patokan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu industri media, yaitu:27

(1) Customer Requirements, (Merujuk kepada harapan konsumen tentang

produk yang mencangkup aspek kualitas, diversitas, dan ketersediaan). (2) Competitive Environment, (lingkungan pesaing yang dihadapi oleh

perusahaan).

(3) Social Expectation, (Berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat

terhadap keberadaan industri).

Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan persaingan di Industri penyiaran melalui adanya regulasi lisensi kepemilikan dan

26

Rahcmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Edisi Pertama, h. 272.

27

Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulais Penyiaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Edisi pertama, h. 90.


(48)

kepemilikan silang di industri penyiaran dengan tujuan untuk membatasi konsentrasi (concentration) dan kekuatan pasar (market power)28. Care

yang paling umum untuk mengetahui kemungkinan adanya tindakan anti persaingan dalam perekonomian adalah dengan melihat tingkat konsentrasi industri. Industri yang terkonsentrasi tinggi akan memudahkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan kolusi dengan memanfaatkan kekuatan pasar untuk keuntungan mereka. Meskipun demikian, konsentrasi yang tinggi bukan merupakan faktor utama atau pun keharusan yang menyebabkan timbulnya tindakan yang anti persaingan. Konsentrasi dapat muncul karena perusahaan yang tidak efisien telah terpaksa keluar dari pasar dan muncul perusahaan yang efisien atau pada industri padat modal.29

2. Persaingan (Kompetisi) di Industri Penyiaran Televisi

Pasar di industri penyiaran televisi dapat dibedakan menurut bentuk penyiaran itu sendiri. Jelas radio merupakan subtitusi yang lemah bagi

free-to-air television atau stasiun televisi swasta25.

Share pasar merupakan salah satu aspek yang diperhatikan untuk mengatur strategi perusahaan dalam meraih keberhasilan. Keberhasilan sebuah perusahaan biasanya ditunjukkan dengan profit yang diperoleh,

28

Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 82.

29

Harold Demsetz, Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 (April 1973), h. 1-9.


(49)

37

harga saham yang menguat (bagi perusahaan yang telah go public) serta seberapa besar share pasar perusahaan tersebut dalam industri.

Konsentrasi pasar merupakan penjumlahan pasar dari perusahaan-perusahaan terbesar, biasanya merupakan penjumlahan dari 4 share pasar perusahaan terbesar.30 Studi empiris yang dilakukan oleh Bain

memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara kondisi entry dan konsentrasi pasar terhadap kekuatan pasar sehingga semakin tinggi konsentrasi pasar, maka semakin sulit bagi pendatang baru untuk memasuki pasar. Akibatnya kekuatan pasar akan semakin besar.

3. Faktor-Faktor Penentu Struktur Pasar di Suatu Industri

Bahwa dalam meningkatkan struktur pasar suatu industri dapat diamati melalui:31

a. Jumlah perusahaan b. Kondisi entry

c. Ukuran/ besarnya perusahaan

Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat banyak penjual dan pembeli, sehingga tak satu pun dari mereka mampu mepengaruhi harga. Kondisi pasar persaingan sempurna akan memberikan tingkat persaingan yang efisien dalam industri. Di sisi lain, pada pasar yang bersifat monopoli, hanya terdapat satu penjual43 yang memiliki kekuatan pasar

30

Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 113.

31


(50)

untuk menentukan berapa jumlah output dan harga yang akan dilempar ke pasar.

Beberapa faktor yang menjadi sumber terjadinya konsentrasi industri: a. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi pada satu sisi berguna untuk meningkatkan, efisiensi, tetapi di sisi lain menyebabkan tidak semua pengusaha dapat menguasainya untuk mencapai kinerja yang efisien sehingga muncul akumulasi modal dan kekayaan di tangan beberapa orang atau kelompok.

b. Merger

Merger akan menyebabkan peningkatan kekuatan pasar yang

berpotensi mengurangi persaingan sehingga merger harus dibatasi. Pembatasan merger biasanya didasarkan pada ukuran konsentrasi (kekuatan pasar yang besar akan menyebabkan perusahaan tersebut dalam posisi dominan).

4. Jenis Struktur Industri

Struktur industri oleh para ekonom sering diidentikkan dengan struktur pasar, yang dikategorikan ke dalam jenis pasar berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang sering dipakai antara lain berdasarkan faktor-faktor yang menentukan struktur pasar seperti ukuran dan distribusi penjual, diffrensiasi produk dan hambatan masuk atau keluar pasar.


(51)

39

Indikator untuk mengkategorikan masing-masing pasar ke dalam jenis-jenis pasar adaiah jumlah penjual dan pembeli, kondisi entry dan exit,

keragaman produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, kondisi informasi serta kemampuan (penjual atau pembeli) untuk mempengaruhi tingkat harga.

5. Karakteristik dan Kekuatan Struktur Pasar Media

Ada 4 karakteristik utama dari pasar persaingan sempurna yaitu (Rahardja dan Manurung, 1999: 209-210):

a. Terdapat banyak penjual dan pembeli dan penjual serta pembeli tidak dapat mempengaruhi tingkat harga (price taker).

b. Produk homogen

c. Bebas dan mudah keluar masuk pasar, yang berarti asset yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi bukan bersifat sunk. Dengan begitu

jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menutup usahanya, maka perusahaan tersebut dapat menjual kembali assetnya tanpa ada modal yang hilang.

d. Terdapat pengetahuan yang lengkap dan sempurna sehingga perusahaan mengetahui teknologi yang ada serta Penjual dan pembeli tahu tingkat harga yang terjadi di pasar.

Kekuatan pasar mempunyai kemampuan mempengaruhi harga oleh penjual maupun pembeli. Di mana kekuatan pasar ini muncul dengan


(52)

berbeda-beda di seluruh perusahaan serta mempengaruhi kesejahteraan konsumen dan produsen yang hal ini dapat dibatasi oleh pemerintah. Adapun kekuatan struktur pasar di bagi menjadi 4, yaitu:

a. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competion) Terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap perusahaan menghadapi persaingan dari banyak perusahaan lainnya di pasar persaingan monopolistik (Sheperd, 1990: 75). Pada struktur pasar ini dikenal adanya diferensiasi produk sehingga konsumen dapat memilih produk (di antara yang ditawarkan oleh konsumen) sesuai dengan preferensinya. Model pasar ini mengakui adanya kekuasaan monopoli, tertentu yang timbul dari penggunaan merk dan tanda dagang

(brandnames dan Trademarks).

Bahwa suatu pasar yang bersaing secara monopolistik mempunyai dua karakteristik utama, yaitu: (1) Perusahaan-perusahaan bersaing dengan menjual produk-produk yang telah terdiferensiasi, yang sangat dapat digantikan oleh satu sama lain tetapi bukan pengganti yang sempurna dan (2) Adanya kemungkinan untuk masuk dan keluar secara bebas: hal ini relatif mudah bagi perusahaan-perusahaan baru untuk memasuki pasar tersebut dengan mereknya sendiri dan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk keluar jika produknya akhirnya tidak lagi menguntungkan.


(53)

41

Tidak ada ketergantungan diantara perusahaan yang satu dengan yang lain. Serta perusahaan menjual suatu merek atau versi produk yang berbeda dalam hal kualitas, penampilan, atau reputasi, dan masing-masing perusahaan merupakan produsen tunggal mereknya sendiri, contohnya pasta gigi, deterjen cuci, shampo, dan lain-lain.32

b. Struktur Pasar Oligopoli (Oligopoly)

Industri berada pada pasar oligopoli bila 4 perusahaan terbesar menguasai 40% dari total penjualan atau lebih.33 Dalam struktur pasar

oligopoli, penjual menjual produk subtitusi (yang saling menggantikan satu sama lain). Karena produk yang dijual adalah produk subtitusi maka persaingan dalam pasar oligopoli lebih pada memproduksi produk yang differentiated (differentiated product) melalui kualitas

dan disain.34 Karena itu pada model pasar oligopoli peranan iklan

sangat penting untuk bisa menggeser ke kanan kurva permintaan (meningkatkan permintaan konsumen). Dalam usahanya menarik kelompok pembeli yang berbeda, maka perusahaan akan mengadakan perubahan kualitas dan disain.

32

Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT Indeks, 2001), Edisi ke-5, Jilid ke-2, h. 103.

33

Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 113.

34

Churc, Jefferey and Roger Ware, Industrial Organization: A Strategic Approach, The McGraw Hill, Siangapore, 2000. h. 232-234.


(54)

Pada struktur perusahaan oligopoli terdapat suatu pasar di mana hanya sedikit perusahaan bersaing satu sama lain, dan masuknya perusahaan-perusahaan baru akan dihalangi, serta produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut mungkin sudah terdiferensiasi.35 Kekuatan monopoli dan profitabilitas dalam industrii

oligopolistik sebagaian tergantung pada bagaimana perusahaan-persusahaan tersebut saling berinteraksi.

c. Monopoli

Monopoli terdapat dalam sistem pasar dimana hanya ada satu penjual dan produk yang dijual tidak memiliki subtitusi. Kondisi monopoli terjadi karena para pesaing tidak masuk ke dalam industri tersebut karena adanya hambatan untuk masuk (barrier to entry).

Rintangan tersebut dapat berupa paten dan lisensi yang diberikan oleh pemerintah dalam pengendalian bahan baku, penggunaan nama merek dan investasi modal besar yang diperlukan untuk memasuki industri tersebut.

Dengan tidak adanya penjual lain, maka seorang monopoli tidak memiliki pesaing. Pesaing potensial bagi seorang monopolis sangat minim sebab adanya halangan untuk masuk ke dalam industri.

35


(55)

43

d. Monopsoni

Monopsoni ini merujuk pada suatu pasar di mana hanya ada satu pembeli. Dengan satu atau hanya sedikit pembeli, beberapa pembeli mungkin akan mempunyai kekuatan monopsoni di mana kemampuan pembeli untuk membeli barang tersebut lebih murah daripada harga yang seharusnya berlaku dalam suatu pasar yang bersaing.36

36


(56)

A. Sejarah Berdiri Media Nusantara Citra

PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) didirikan pada tanggal 17 Juni 1997 dan dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media di bawah payung satu perusahaan induk dan operasi agar dapat terbentuk sebuah grup media yang sinergis, terintegrasi, dinamis, dan kreatif dalam menghadapi persaingan bisnis media yang kompetitif.

MNC melaksanakan penawaran umum saham perdana pada tanggal 22 Juni 2007 dengan menawarkan 4.125.000.000 lembar saham yang mewakili 30% (dimana 20% adalah saham baru) dari saham yang diterbitkan dengan harga Rp 900 per lembar. Saham MNC tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan mayoritas kepemilikan dan kendali pada PT Global Mediacom Tbk.1

Saat ini, Media Nusantara Citra (MNC) merupakan perusahaan media dan multimedia terintegrasi yang terkemuka di Indonesia. MNC mencapai posisi tersebut melalui implementasi strategi-strategi yang senantiasa berkembang yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan pemegang saham.

Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.

1

Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.


(57)

45

Pada tahun 1989 RCTI didirikan sebagai stasiun TV swasta pertama di Indonesia dan susunan program RCTI mencakup drama serial, berita, olahraga, musik, hiburan, variety show, acara anak-anak, film nasional dan internasional.

Kemudian disusul oleh perkembangan stasiun TV swasta ketiga di Indonesia yaitu TPI yang didirikan pada tahun 1991 dan TPI diposisikan untuk menarik konsumen dengan penghasilan menengah hingga menengah ke bawah di Indonesia.

Bertambahnya waktu maka perkembangan MNC mengakuisisi 70% saham Global TV yaitu pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2002 Global TV dikonsolidasikan ke dalam MNC dan mulai menyiarkan program-program MTV Asia selama 24 jam secara eksklusif di Indonesia.2

Dalam mengelola berbagai unit usaha pada bulan Januari 2004 MNC mulai membangun content library melalui produksi in-house dan akuisisi program. MNC mulai melisensi content kepada pihak ketiga Global TV yaitu pada bulan Januari 2005 memperluas cakupannya untuk melayani dalam penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda dan keluarga muda.

Pada bulan Maret MNC dalam kepemilikan saham Global TV meningkat menjadi 100%. Seiring berputarnya waktu pada bulan Juni 2005 didirikannya PT. Media Nusantara Informasi dan meluncurkan surat kabar harian Seputar Indonesia (Sindo). Surat kabar harian tersebut melakukan diferensiasi dengan menyajikan kepada pembaca empat bagian berbeda yang terdiri dari laporan

2


(58)

yang mendalam mengenai berita, gaya hidup, olah raga, dan hiburan. Seputar Indonesia tersebut juga khas karena tersedia sebagai surat kabar nasional dan juga sebagai surat kabar lokal dengan content lokal dan halaman depan yang berbeda. Saat ini, “Seputar Indonesia” tersedia dalam edisi nasional dan enam edisi lokal di propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Alasan mengenai diedarkannya edisi lokal adalah karena keterikatan masing-masing kawasan regional terhadap koran yang meliput berita lokal dengan pandangan dari orang lokal. Oleh karena itu MNC dapat memberikan pembacanya liputan yang lebih mendalam mengenai berita nasional dan lokal dan juga dapat memperluas cakupan pengiklan yang memiliki target pasar dan tujuan yang berbeda-beda.

Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan publik maka MNC Networks didirikan pada bulan Agustus 2005 yang mengoperasikan dan mengelola jaringan radio terbesar di Indonesia dengan lebih dari 9 juta pendengar di 209 kota dengan menggunakan 43 jaringan. Kiat kami untuk masuk ke industri radio adalah untuk memberikan solusi iklan media yang menyeluruh dan merupakan komponen starategis kepada pengiklan dan radio adalah pelengkap untuk TV dan usaha surat kabar harian kami sebagai perusahaan media terintegrasi. Bisnis radio kami terdiri dari empat format (Trijaya FM, Women Radio, Radio Dangdut TPI, and ARH Global) yang menargetkan semua golongan ekonomi, yaitu3:

3


(59)

47

1. Trijaya FM adalah stasiun radio yang inspiratif dengan content berita dan gaya hidup dengan jaringan yang terbesar dan terluas, yang memiliki 17 stasiun radio yang beroperasi di beberapa jaringan di seluruh Indonesia. 2. Women Radio Jakarta merupakan radio untuk pendengar wanita yang

menyajikan informasi mengenai masalah wanita seperti kesehatan, keluarga, hubungan ibu dan anak, pendidikan, kecantikan, dan informasi mengenai mode masa kini.

3. Radio Dangdut TPI menjangkau lebih dari 3 juta pendengar di 14 kota di Indonesia khususnya di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dan merupakan stasiun radio dangdut populer dan terbaik di Jabodetabek.

4. ARH Global adalah satu-satunya stasiun radio yang menargetkan pendengar generasi muda dengan penyiaran secara bersamaan di dua kawasan yang berbeda, yaitu Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.

Pada bulan Desember 2005 MNC mengakuisisi MNI Global, penerbit tabloid mingguan Genie. Genie merupakan tabloid infotainment yang berfokus pada gaya hidup dan gosip selebriti.

Pada bulan Januari 2006 MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added

Services. MNC terus mengembangkan content yang dapat diterapkan di seluruh platform bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi, radio, dan media cetak telah menciptakan media digital in-house yang

berfokus pada internet, teknologi broadband, komunikasi wireless,


(60)

ini meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun secara

kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia, MNC juga mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services (WVAS) di Cina

melalui Linktone Ltd.

Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan interaktif

wireless untuk konsumen di Cina. Linktone menyediakan jasa portofolio yang beragam kepada konsumen wireless dan pelanggan korporasi dengan fokus

khusus pada media, hiburan dan komunikasi. Jasa-jasa tersebut dipromosikan melalui jaringan distribusi Linktone yang kuat, berbagai wadah layanan yang terintegrasi, dan jalur-jalur marketing sales, serta melalui jaringan operator telekomunikasi selular di Cina Melalui pengembangan in-house dan

persekutuan dengan mitra internasional dan merek content lokal, Linktone mengembangkan, membentuk paket, dan mendistribusikan produk-produk yang inovatif serta menarik untuk memaksimalkan kedalaman, kualitas, dan keragaman dari produk-produk yang ditawarkan.

Pada bulan Februari 2006 Global TV memulai penyiaran program anak-anak Nickelodeon sebanyak delapan jam per hari secara eksklusif di Indonesia. Namun kemajuannnya bidang media, MNC meluncurkan channel

MNC News melalui Indovision dan mengakuisisi 75% saham TPI serta meluncurkan channel MNC Entertainment melalui Indovision. Dalam jangka waktu beberapa bulan kemudian, perkembangan MNC terus meningkat


(1)

Dewan Komisaris

Dewan Komisaris bertugas dan berkewajiban untuk mengawasi dan memberikan saran kepada Direksi berkenaan dengan kebijakan Perseroan. Dewan Komisaris secara terus-menerus memantau efektivitas dari kebijakan Perseroan dan proses pengambilan keputusan oleh Direksi, termasuk pelaksanaan strategi untuk memenuhi harapan pemegang saham.

Segenap tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris secara umum ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar Perseroan. Pokok-pokok tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah:

- Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai laporan keuangan tahunan, rencana pengembangan Perseroan dan hal-hal penting lainnya.

- Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan dan dalam hal Perseroan menunjukan gejala kemunduran maka dengan segera memberikan saran mengenai langkah-langkah perbaikan yang harus ditempuh.

- Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengelolaan Perseroan.

6. Apa untungnya bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC? Jawab:

Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio, dan lain-lain. Bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa lebih efisien dan efektif.


(2)

7. Apa saja faktor pendukung berdirinya unit media dibawah naungan MNC? Jawab:

Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan prospek bisnis atau peluang usaha.

8. Strategi apa yang digunakan oleh MNC dalam persaingan? Jawab:

Strategi yang digunakan yaitu konsumen yang fokus (Segmented audience, listener, viewers, and readers) dengan sajian isi atau konten yang bagus dan disukai oleh konsumen tersebut, yaitu:

• Fokus pada program-program atau content yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan pangsa pemirsa dan pendapatan iklan.

• Memanfaatkan content library yang terus berkembang untuk meningkatkan pendapatan.

• Mengembangkan bisnis media cetak dan radio dengan fokus pada masyarakat perkotaan dan content yang bersifat lokal.

• Memaksimalkan content pada berbagai platform yang sedang berkembang diIndonesia, seperti media online.

• Menerapkan tolok ukur efisiensi yang baik untuk bisnis yang sudah ada serta bertindak dengan penuh kehati-hatian untuk bisnis baru.


(3)

9. Kendala internal dan eksternal apa saja yang di hadapi MNC dalam persaingan industri penyiaran?

Jawab:

Kendala-kendala yang dihadapi MNC dalam persaingan industri penyiaran yaitu

a. Internal : Mensinergikan kultur (budaya) dan ukuran (size) bisnis yang berbeda antar unit usaha penyiaran.

b. Eksternal : Berubah-ubahnya Regulasi Penyiaran dan selera konsumen.

10.Kekuatan apa yang dimiliki MNC dalam persaingan industri penyiaran? Jawab :

Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV, Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan periklanan di Indonesia.

Media Nusantara Citra adalah perusahaan media massa terbesar di Indonesia dan satu-satunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai platform media yang saling mendukung, seperti:

Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada


(4)

• Memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang menarik bagi pemirsa.

• Manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.

11.Bagaimana tata cara pengelolaan MNC? Jawab:

Pengelolaan MNC yaitu diadakannya meeting regular BOD yang secara berkala, Managers forum, asistensi dari group ke unit-unit usaha.

MNC secara konsisten menempatkan tata kelola Perseroan sebagai alat yang efektif untuk menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, kewajaran, dan kemandirian dalam kegiatan usaha dan segenap operasional Perseroan. MNC menjalankan tata kelola Perseroan yang baik sebagai alat untuk memastikan adanya suatu garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sebuah lingkungan terbuka dimana integritas diharapkan dapat tumbuh dengan baik.

Hal-hal terpenting dalam kebijakan dan penerapan tata kelola Perseroan adalah sebagai berikut:

- Peran dan tanggung jawab yang jelas dan terpisah antara Komisaris dan Direktur.

- Fokus pada strategi dan rencana usaha yang terarah. - Perilaku bisnis yang baik.


(5)

- Keterbukaan dan kesepakatan yang adil dengan pemangku kepentingan. - Perlindungan hak-hak terhadap pemegang saham minoritas.

- Penekanan pada manajemen risiko dan antisipasi risiko.

- Peningkatan pengawasan dan kendali operasional melalui Komite Audit dan Divisi Internal Audit.

- Sistem pengambilan keputusan yang efektif.

- Pengumuman dan penyebarluasan informasi yang materil kepada pemangku kepentingan secara tepat waktu dan akurat, serta

- Memiliki rasa tanggung jawab terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan pembangunan.

12.Penekanan apa saja untuk memajukan sinergi di antara unit-unit usaha media? Jawab:

Penekanannya melalui Cost Efficiency dan Effectiveness (Keefektifan). MNC menyadari pentingnya sinergi dan integrasi diantara anak-anak perusahaan medianya untuk mencapai tingkat operasional yang lebih tinggi, memaksimalkan kinerja, dan bersaing secara efektif dalam pasar yang sangat kompetitif. Sinergi menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, operasional yang lebih efisien, dan posisi yang lebih kuat di industri. Rasio marjin keuangan MNC merupakan salah satu yang tertinggi di industri media.


(6)

13.Jika salah satu media industri penyiaran sedang mengahadapi suatu masalah, seperti yang terjadi pada TPI kemarin. Maka akan berdampak apakah bagi MNC? Bagaimana cara menanggulanginya?

Jawab:

Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu permasalahan yang terjadi pada saat itu.

14.Bagaimana hubungan MNC dengan pemerintah dan lembaga regulator independen?

Jawab:

Sejauh ini MNC berhubungan baik dengan pemerintah dan lembaga regulator independen.

Jakarta, 18 Februari 2010 Narasumber

Gilang Iskandar