60 | P a g e
Sumatera Barat yang hanya berkisar sekitar 42.000 kilometer persegi dan hanya sekitar
13 nya yang bisa untuk diolah dan didiami, maka hanya sekitar 15.000 kilometer
persegi saja tanah di daerah ini yang dianggap sebagai lahan yang bisa diolah.
Kalau jumlah penduduk Minangakabau berjumlah sekitar 4.5 juta jiwa, maka untuk
1,5 kilometer persegi akan dihuni oleh 4.500 jiwa. Ini merupakan jumlah yang cukup
padat untuk daerah yang baru berkembang. Keadaan seperti yang dilukiskan di atas
tentu saja akan membawa dampak yang tidak sedikit kedalam masalah social dan
budaya masyarakat Minangkabau, tidak saja pada saat ini,tetapi juga pada masa datang.
Dampak yang paling jelas adalah kepada mata pencaharian penduduk yang secara
trasional berbasis kepada pertanian dan juga kepada aspek lain seperti kepada
aspek kepemimpinan trasional yang pada dasarnya dari awal sejarahnya disokong
oleh ketersedian tanah pertanian.
VI. Peran Kepemimpinan
dan Perubahan Ekologi.
epemimpinan dalam
masyarkat Minangkabau
dikenal dengan
sebutan “tali tiga sepilin, tungku tiga sejarangan”. Mereka adalah penghulu ninik
mamak, urang tuo cerdik pandai, dan alim ulama lebai dan fakih. Pemimpin ini dalam
sebuah nagari merupakan himpunan dari pemimpin suku atau kaum yang ada di
dalam sebuah nagari. Mereka bersqatu membentuk satu majelis yang nanti akan
menentukan berjalannya pemerintahan di sebuah nagari. Baik buruk dan maju
mundurnya sebuah nagari sang tergantung pada kebijakan yang mereka buat. Oleh
karena
itu peranan
mereka sebagai
motivator dan eksekutor meduduki tempat yang sangat strategis.
Berbicara tentang peranan mau tidak mau, tidak dapat dilepaskan dari status
yang mereka sandang. Dalam sebuah suku, terutama,
mereka berstatus
sebagai pemimpin. Mereka secara resmi diangkat
dan diberhentikan oleh anggota kaumnya. Meraka tidak bisa berbuat semena-mena
menurut kehendak hatinya, tetapi mereka harus menjalankan perannya sebagaimna
yang sudah digariskan di dalam aturan adat. Berjalan lurus berkata benar itulah yang
dikehendaki
oleh adat.Meraka
dalam menjalankan perannya diawasi oleh orang
banyak. Siang bersuluh matahari dan bergelanggang mata orang banyak.
Dalam menjalankan
perannya sebagai pemimpin, jika terjadi penyim
pangan, para pemimpin akan mendapat teguran dari kaumnya. Jika penyimpangan
kemudian ternyata sudah tidak dapat lagi ditoleransi, mereka bisa dipanggil kedalam
permusyawaratan kaum. Apabila pemimpin yang menyimpang di dalam majelis itu tidak
mau untuk merubah kesalahan yang mereka perbuat, mereka dapat perhentikan dengan
tidak
hormat. Artinya,
yang berbuat
kesalahan dan telah mencoreng nama baik kaum akan diturunkan dari pangkatnya.
Kalau dirujuk
kembali keatas,
seorang pemimpim, seperti; penghulu, lebai dan orang tua kaum dalam menjalankan
perannya sebagai pemimpin, mereka tidak menerima gaji seperti halo rang yang
bekerja di sebuah perusahaan atau instansi pemerintah. Dengan status yang mereka
sandang, pada dasarnya ada sumber- sumber pendapatan yang mereka peroleh.
Secara resmi idealnya menurut kebiasaan dan aturan dari adat, para pemimpin yang
diangkat dan diberhentikan oleh sebuah kaum,
dalam menjalakan
tugas dan
perannya, akan
memperoleh sumber
kehidupan yang
dapat membantu
meringankan usaha
mereka dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
Biasanya mereka akan diberikan sebidang ntanah
pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan. Tanah ini biasanya
akan diolah dengan dibantu oleh orang suruhan dari penghulu, lebai atau orang tua
kaum.
Hasilnya dari
tanah pertanian
K
61 | P a g e
kemudian diserahkan
kepada yang
bersangkutan. Dalam
tulisan ini,
supaya pembahasan yang dilakukan tidak terlalu
melebar, selanjutnya
akan difokuskan
kepada peranan dari seorang penghulu dalam
memimpimpin suatu
kaum, sedangkan peranan dari pemimpin kaum
lainnya, seprti lebai dan urang tua kaum di kesampingkan dulu. Hal ini dilakukan
supaya pembahasan akan lebih terarah dan tidak lari kemana-mana.
Di dalam masyarakat Minangkabau. Peran
penghulu sebagai
pemimpim menduduki posisi yang sangat sentral sekali.
Pemnhulu merupakan pucuk pimpinan di dalam sebuah kaum atau suku. Penghulu
adalah orang
terbaik yang
dipilih berdasarkan alur dan kepatutan. Menurut
alur artinya mereka memang berada di dalam garis yang dimungkinkan oleh adat
berdasarkan garis nketurunan yang ada dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku di
dalam suku atau kaum yang bersangkutan. Patut artinya mereka memenuhi kriteria
yang yang disyaratkan adat, yaitu; mereka adalah bertakwa dan beriman secara Islam,
mulia karena meraka adalah orang yang berkecukupan secara ekonomi, dan berbudi
baik karena mereka selalu menjaga nama baiknya di dalam masyarakat.
Sebelum diakui secara adat sebagai seorang penghulu, seorang calon penghulu
harus melewati suatu prosesi upacara pengangkatan penghulu. Didalam upacara
ini, anggota kaum akan menyediakan seekor kerbau jantan yang sudah berumur
cukup dewasa yang ditandai dengan warna bulunya dan bentuk tanduknya yang bagus.
Kerbau ini kemudian di sembelih, dagingnya sebagian dimasak untuk menjamu tamu-
tgamu yang datang, dan sebagian lagi dagingnya dibagikan kepada para penghulu
lain yang hadir di dalam jamuan ini. Di dalam psosesi upacara ini biasanya dipinpim
oleh Ketua Kerapantan Adat di nagari yang bersangkutan. Disini kemudian dibacakan
hak dan kewajiban seorang penghulu, pantangan yang harus dihindarkan dan sang
penghulu kemudian
disumpah dengan
sumpah sati. Selesai upacara ini seorang penghulu baru diakuimoleh masyarakat dan
penghulu lain sebagai pemimpin resmi dari suatu kaum atau suku.
Di dalam
menjalankan peran
seorang penghulu
sebagai pemimpin,
tugasnya yang utama adalah menjaga harta pusaka kaum berupa sawah dan ladang dan
menjaga anak kemenakan. Ini adalah utama yang mau tidak mau harus dijalankan oleh
seorang penghulu. Kalau ternyata dia tidak menjalankan peran yang telah diamanahkan
oleh anggota kaumnya, maka dia akan dimakan kutukan dari sumpah yang telah
diikrarkan, dimakan kutuk kalamullah.
Kenyataan apa yang dapat dilihat pada saat sekarang ini adalah banyak dari
harta pusaka suatu kaum yang telah di pindah tangankan kepada pihak lain, baik
kepada pribadi-pribadi tertentu atau kepada instansi pemerintah dan perusahan milik
swasta.
Melalui proses
pemindahan tanganan ini, menyebabakan harta pusaka
suatu kaum berupa tanah pertanian, baik sawah
maupun ladang
mulai berkurang..Menurut perkiraan dari suatu
instansi pemerintah, diperkirakan lebih dari 100 hektar lahan pertanian berubah fungsi
setiap tahunnya dan sebagian diantara berpindah tangan kepada pihak lain.
Lahan yang yang berubah fungsi ini sebagian berubah menjadi jalan, sebagian
lagi berubah menjadi bangunan, baik pabrik, ruko,
maupun perumahan
penduduk, termasuk di dalamnya yang di bangun oleh
developer atau pengembang. Dan yang memprihatinkan, sebagian dalam proses
pemindahtanganan lahan itu melibatkan peran
penghulu sebagai
pihak yang
menyetujui, bahkan pada kasus-kasus tertentu justru pengalih fungsi lahan ini di
dalangi oleh oknum dari penghulu itu sendiri. Tanah yang seharusnya hanya
boleh digunakan dan diambil manfaat dari
62 | P a g e
tanah tersebut, karena tanah ini akan digilirkan kepada penghulu berikutnya, telah
digadaikan atau dijual oknum penghulu yang bersangkutan. Akibat dari penyalahgunaan
kekuasaan ini tentu akan dapat dilihat pada penghulu berikutnya.
Dampak yang jelas secara ekologis yang dapatdilihat dari proses pemindahan
fungsi dan tataguna lahan ini adalah terjadi perubahan ekologi di dalam masyarakat.
Suatu daerah yang pada awal terdiri dari daerah pertanian secara perlahan berubah
menjadi
bangunan-bangunan baru.
Bangunan ini sebagian adalah milik orang lain di luar kaum yang semula sebagai
pemiliknya. Dampak secara social dapat lebih parah akibatnya dibandingkan dari
dampak perubahan ekologinya. Secara sosial akibat terjadinya pengalihan fungsi
lahan dan pemindahtanganan ini dapat bergesernya
peran-peran lembaga
tradisonal yang ada, baik ini terjadi secara langsung atau tidak langsung
Akibat secara langsung yang dapat dirasakan tentu saja pada perubahan
sumber mata pencaharian penduduk dari anggota kaum yang bersangkutan. Akibat
tanah atau lahan pertanian sudah dijual, anggota kaum yang bersangkutan akan
kehilangan mata pencahariannyan dari tanah yang bersangkutan, Dengan demikian
jika mereka masih ingin bertani, maka mmereka harus menyewa tanah pertanian
orang lain, Jika tidak mau tidak mau mereka harus memncari sumber ekonomim lainnya,
seperti menjadi buruh tani atau melakukan aktifitas perdagangan. Hal ini berarti juga
kehidupan yang tadinya bersifat mandiri berubah menjadi tergantung dengan pihak
lain.
Ketergantungan sumber ekonomi dari anggota suatu keum kepda sumber-
sumber ekonomi yang tadi berbasis kepada pertanian ke bidang lain juga selajutnya
membawa pengaruh tidak saja kepada kehidupan anggota kaum itu sendiri, tetapi
juga kepada hubungan antara anggota kaum dan peranan yang di sandang oleh
penghulu sebagai pemimpin. Pada sisi anggota
kaum atau
kemenakan dari
seorang penghulu, dipindahtangankannya tanah
kepada orang
lain, dapat
menyebabkan terjadinya
perpindahan sebagian anggota kaum ke daerah lain.
Mereka terpaksa harus mencari pekerjaan yang jarak seringkali jauh. Dengan demikian
hubungannya dengan penghulu sebagai pemimpin mereka menjadi renggang.
Pada sisi
penghulu, untuk
menjalankan perannya sebagai pemimpin akan semakin sulit untuk dilaksanakan.
Keselitan ini tidak saja dalam hubungan dengan masalah sumber ekonomi yang
digeluti oleh anggota kaum yang dipimpin, yang tidak lagi berbasis tanah pusaka, tetapi
juga akibat jarak yang jauh. Ketiadaan harapan akan harta pusaka di kampung asal
menyebabkan
penghormatan dan
ketergantungan seorang anggota sebuah kaum
terhadap penghulu
menjadi berkurang. Meraka tiap hari tidak lagi
merasa diawasi
oleh penghulu
yang bersangkutann dan mereka juga tidak
banyak berurusan lagi dengan penghulu dalam mendiskusikan kehidupannya. Peran-
peran yang selama ini dipegang oleh penghulu, dapat digantikan oleh lembaga
lain yang didirikan pemerintah. Mendidik kemenakan tidak lagi merupakan salah satu
peranan yang harus dijalankan penghulu, karena sekarang sudah tersedia sekolah-
sekolah yang dapat mengajarkan berbagai kepandaian.
Penghulu tidak
lagi berperan
sebagai orang yang bertangung jawab terhadap kehidupan ekonomi kemenakan
sebagai anggota dari suatu kaum, karena kemenakan tidak lagi bergantung kepada
tanah pusaka. Tanah pusaka sudah menjadi milik orang lain yang tidak dapat lagi
menjadi sumber nafkah bagi kehidupan anggota kaum mereka.
Untuk generasi
kepemimpinan Minagkabau selajutnya, seperti apa yang
63 | P a g e
bisa diamati oleh banyak orang, bahkan oleh orang yang mengaku awam tentang
masalah kepemimpinan
di Ranah
Minangkabau ini, banyak penghulu yang mengalami kesulitan dalam menjalankan
perannya di tengah masyarakat, maupun di tengah anggota kaumnya sendiri.Tanah
pusaka yang awalnya tersedia sebagai asuransi guna menunjang peran yang harus
dijalankan, kini sudah habis terjual oleh pendahulunya. Anak kemenakan yang harus
dibina sudah tidak lagi berada di kampung halaman. Mereka sudah nbanyak berpindah
kedaerah lain, karena sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan di kampungh sendiri.
Dengan demikian menjadi penghulu pada
saat sekarang
di Minagkabau
sepertinya akan sering menjadi sebuah dilemma. Pada satu sisi, sebuah kaum di
haruskan untuk memiliki penghulu, karena dia yang akan diajak untuk bermusyawarah
di nagari. Pada sisi lain, menjadi penghulu harus rela untuk hidup susah, karena sudah
tidak ada lagi asuransi sosial berupa tanah kagadangan yang akan dapat membantu
meringankan beban ekonomi sang penghulu dalam menghidupi keluarganya sendiri.
Akhirnya harus
rela untuk
melanggar semua
sumpah satinya,
melanggar semua pantangan yang sudah diucapkan dan melanggar semua janji-janji
kepada kemenakan bahwa mereka akan menimbang sama berat, mengukur sama
panjang, senteng membilai dan kurang menambah. Sekarang apalagi yang bisa
dibilai, dan apa yang bisa ditambah kalau perannya sebagai pemimpin sudah tidak
bisa berjalan. Sekarang banyak para penghulu sudah tidak bisa menjalankan
perannya sebagai orang yang didahulukan selangkah dan ditingikan seranting akibat
dari tindakan dari penghulu pendahulunya. Bahkan
penulis melansir
hal yang
sebaliknyan, banyak dari oknum penghulu masa sekarang yang justru harus dibilai dan
harus ditukuk karena banyak yang merasa kekurangan.
VII. Penutup.