Peran Kepemimpinan KEPEMIMPINAN DAN PERUBAHAN EKOLOGI; SUATU PEMIKIRAN TENTANG PERUBAHAN EKOLOGI DAN PERAN PEMIMPIN DI MINANGKABAU ipi258191

60 | P a g e Sumatera Barat yang hanya berkisar sekitar 42.000 kilometer persegi dan hanya sekitar 13 nya yang bisa untuk diolah dan didiami, maka hanya sekitar 15.000 kilometer persegi saja tanah di daerah ini yang dianggap sebagai lahan yang bisa diolah. Kalau jumlah penduduk Minangakabau berjumlah sekitar 4.5 juta jiwa, maka untuk 1,5 kilometer persegi akan dihuni oleh 4.500 jiwa. Ini merupakan jumlah yang cukup padat untuk daerah yang baru berkembang. Keadaan seperti yang dilukiskan di atas tentu saja akan membawa dampak yang tidak sedikit kedalam masalah social dan budaya masyarakat Minangkabau, tidak saja pada saat ini,tetapi juga pada masa datang. Dampak yang paling jelas adalah kepada mata pencaharian penduduk yang secara trasional berbasis kepada pertanian dan juga kepada aspek lain seperti kepada aspek kepemimpinan trasional yang pada dasarnya dari awal sejarahnya disokong oleh ketersedian tanah pertanian.

VI. Peran Kepemimpinan

dan Perubahan Ekologi. epemimpinan dalam masyarkat Minangkabau dikenal dengan sebutan “tali tiga sepilin, tungku tiga sejarangan”. Mereka adalah penghulu ninik mamak, urang tuo cerdik pandai, dan alim ulama lebai dan fakih. Pemimpin ini dalam sebuah nagari merupakan himpunan dari pemimpin suku atau kaum yang ada di dalam sebuah nagari. Mereka bersqatu membentuk satu majelis yang nanti akan menentukan berjalannya pemerintahan di sebuah nagari. Baik buruk dan maju mundurnya sebuah nagari sang tergantung pada kebijakan yang mereka buat. Oleh karena itu peranan mereka sebagai motivator dan eksekutor meduduki tempat yang sangat strategis. Berbicara tentang peranan mau tidak mau, tidak dapat dilepaskan dari status yang mereka sandang. Dalam sebuah suku, terutama, mereka berstatus sebagai pemimpin. Mereka secara resmi diangkat dan diberhentikan oleh anggota kaumnya. Meraka tidak bisa berbuat semena-mena menurut kehendak hatinya, tetapi mereka harus menjalankan perannya sebagaimna yang sudah digariskan di dalam aturan adat. Berjalan lurus berkata benar itulah yang dikehendaki oleh adat.Meraka dalam menjalankan perannya diawasi oleh orang banyak. Siang bersuluh matahari dan bergelanggang mata orang banyak. Dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin, jika terjadi penyim pangan, para pemimpin akan mendapat teguran dari kaumnya. Jika penyimpangan kemudian ternyata sudah tidak dapat lagi ditoleransi, mereka bisa dipanggil kedalam permusyawaratan kaum. Apabila pemimpin yang menyimpang di dalam majelis itu tidak mau untuk merubah kesalahan yang mereka perbuat, mereka dapat perhentikan dengan tidak hormat. Artinya, yang berbuat kesalahan dan telah mencoreng nama baik kaum akan diturunkan dari pangkatnya. Kalau dirujuk kembali keatas, seorang pemimpim, seperti; penghulu, lebai dan orang tua kaum dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin, mereka tidak menerima gaji seperti halo rang yang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi pemerintah. Dengan status yang mereka sandang, pada dasarnya ada sumber- sumber pendapatan yang mereka peroleh. Secara resmi idealnya menurut kebiasaan dan aturan dari adat, para pemimpin yang diangkat dan diberhentikan oleh sebuah kaum, dalam menjalakan tugas dan perannya, akan memperoleh sumber kehidupan yang dapat membantu meringankan usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Biasanya mereka akan diberikan sebidang ntanah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan. Tanah ini biasanya akan diolah dengan dibantu oleh orang suruhan dari penghulu, lebai atau orang tua kaum. Hasilnya dari tanah pertanian K 61 | P a g e kemudian diserahkan kepada yang bersangkutan. Dalam tulisan ini, supaya pembahasan yang dilakukan tidak terlalu melebar, selanjutnya akan difokuskan kepada peranan dari seorang penghulu dalam memimpimpin suatu kaum, sedangkan peranan dari pemimpin kaum lainnya, seprti lebai dan urang tua kaum di kesampingkan dulu. Hal ini dilakukan supaya pembahasan akan lebih terarah dan tidak lari kemana-mana. Di dalam masyarakat Minangkabau. Peran penghulu sebagai pemimpim menduduki posisi yang sangat sentral sekali. Pemnhulu merupakan pucuk pimpinan di dalam sebuah kaum atau suku. Penghulu adalah orang terbaik yang dipilih berdasarkan alur dan kepatutan. Menurut alur artinya mereka memang berada di dalam garis yang dimungkinkan oleh adat berdasarkan garis nketurunan yang ada dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku di dalam suku atau kaum yang bersangkutan. Patut artinya mereka memenuhi kriteria yang yang disyaratkan adat, yaitu; mereka adalah bertakwa dan beriman secara Islam, mulia karena meraka adalah orang yang berkecukupan secara ekonomi, dan berbudi baik karena mereka selalu menjaga nama baiknya di dalam masyarakat. Sebelum diakui secara adat sebagai seorang penghulu, seorang calon penghulu harus melewati suatu prosesi upacara pengangkatan penghulu. Didalam upacara ini, anggota kaum akan menyediakan seekor kerbau jantan yang sudah berumur cukup dewasa yang ditandai dengan warna bulunya dan bentuk tanduknya yang bagus. Kerbau ini kemudian di sembelih, dagingnya sebagian dimasak untuk menjamu tamu- tgamu yang datang, dan sebagian lagi dagingnya dibagikan kepada para penghulu lain yang hadir di dalam jamuan ini. Di dalam psosesi upacara ini biasanya dipinpim oleh Ketua Kerapantan Adat di nagari yang bersangkutan. Disini kemudian dibacakan hak dan kewajiban seorang penghulu, pantangan yang harus dihindarkan dan sang penghulu kemudian disumpah dengan sumpah sati. Selesai upacara ini seorang penghulu baru diakuimoleh masyarakat dan penghulu lain sebagai pemimpin resmi dari suatu kaum atau suku. Di dalam menjalankan peran seorang penghulu sebagai pemimpin, tugasnya yang utama adalah menjaga harta pusaka kaum berupa sawah dan ladang dan menjaga anak kemenakan. Ini adalah utama yang mau tidak mau harus dijalankan oleh seorang penghulu. Kalau ternyata dia tidak menjalankan peran yang telah diamanahkan oleh anggota kaumnya, maka dia akan dimakan kutukan dari sumpah yang telah diikrarkan, dimakan kutuk kalamullah. Kenyataan apa yang dapat dilihat pada saat sekarang ini adalah banyak dari harta pusaka suatu kaum yang telah di pindah tangankan kepada pihak lain, baik kepada pribadi-pribadi tertentu atau kepada instansi pemerintah dan perusahan milik swasta. Melalui proses pemindahan tanganan ini, menyebabakan harta pusaka suatu kaum berupa tanah pertanian, baik sawah maupun ladang mulai berkurang..Menurut perkiraan dari suatu instansi pemerintah, diperkirakan lebih dari 100 hektar lahan pertanian berubah fungsi setiap tahunnya dan sebagian diantara berpindah tangan kepada pihak lain. Lahan yang yang berubah fungsi ini sebagian berubah menjadi jalan, sebagian lagi berubah menjadi bangunan, baik pabrik, ruko, maupun perumahan penduduk, termasuk di dalamnya yang di bangun oleh developer atau pengembang. Dan yang memprihatinkan, sebagian dalam proses pemindahtanganan lahan itu melibatkan peran penghulu sebagai pihak yang menyetujui, bahkan pada kasus-kasus tertentu justru pengalih fungsi lahan ini di dalangi oleh oknum dari penghulu itu sendiri. Tanah yang seharusnya hanya boleh digunakan dan diambil manfaat dari 62 | P a g e tanah tersebut, karena tanah ini akan digilirkan kepada penghulu berikutnya, telah digadaikan atau dijual oknum penghulu yang bersangkutan. Akibat dari penyalahgunaan kekuasaan ini tentu akan dapat dilihat pada penghulu berikutnya. Dampak yang jelas secara ekologis yang dapatdilihat dari proses pemindahan fungsi dan tataguna lahan ini adalah terjadi perubahan ekologi di dalam masyarakat. Suatu daerah yang pada awal terdiri dari daerah pertanian secara perlahan berubah menjadi bangunan-bangunan baru. Bangunan ini sebagian adalah milik orang lain di luar kaum yang semula sebagai pemiliknya. Dampak secara social dapat lebih parah akibatnya dibandingkan dari dampak perubahan ekologinya. Secara sosial akibat terjadinya pengalihan fungsi lahan dan pemindahtanganan ini dapat bergesernya peran-peran lembaga tradisonal yang ada, baik ini terjadi secara langsung atau tidak langsung Akibat secara langsung yang dapat dirasakan tentu saja pada perubahan sumber mata pencaharian penduduk dari anggota kaum yang bersangkutan. Akibat tanah atau lahan pertanian sudah dijual, anggota kaum yang bersangkutan akan kehilangan mata pencahariannyan dari tanah yang bersangkutan, Dengan demikian jika mereka masih ingin bertani, maka mmereka harus menyewa tanah pertanian orang lain, Jika tidak mau tidak mau mereka harus memncari sumber ekonomim lainnya, seperti menjadi buruh tani atau melakukan aktifitas perdagangan. Hal ini berarti juga kehidupan yang tadinya bersifat mandiri berubah menjadi tergantung dengan pihak lain. Ketergantungan sumber ekonomi dari anggota suatu keum kepda sumber- sumber ekonomi yang tadi berbasis kepada pertanian ke bidang lain juga selajutnya membawa pengaruh tidak saja kepada kehidupan anggota kaum itu sendiri, tetapi juga kepada hubungan antara anggota kaum dan peranan yang di sandang oleh penghulu sebagai pemimpin. Pada sisi anggota kaum atau kemenakan dari seorang penghulu, dipindahtangankannya tanah kepada orang lain, dapat menyebabkan terjadinya perpindahan sebagian anggota kaum ke daerah lain. Mereka terpaksa harus mencari pekerjaan yang jarak seringkali jauh. Dengan demikian hubungannya dengan penghulu sebagai pemimpin mereka menjadi renggang. Pada sisi penghulu, untuk menjalankan perannya sebagai pemimpin akan semakin sulit untuk dilaksanakan. Keselitan ini tidak saja dalam hubungan dengan masalah sumber ekonomi yang digeluti oleh anggota kaum yang dipimpin, yang tidak lagi berbasis tanah pusaka, tetapi juga akibat jarak yang jauh. Ketiadaan harapan akan harta pusaka di kampung asal menyebabkan penghormatan dan ketergantungan seorang anggota sebuah kaum terhadap penghulu menjadi berkurang. Meraka tiap hari tidak lagi merasa diawasi oleh penghulu yang bersangkutann dan mereka juga tidak banyak berurusan lagi dengan penghulu dalam mendiskusikan kehidupannya. Peran- peran yang selama ini dipegang oleh penghulu, dapat digantikan oleh lembaga lain yang didirikan pemerintah. Mendidik kemenakan tidak lagi merupakan salah satu peranan yang harus dijalankan penghulu, karena sekarang sudah tersedia sekolah- sekolah yang dapat mengajarkan berbagai kepandaian. Penghulu tidak lagi berperan sebagai orang yang bertangung jawab terhadap kehidupan ekonomi kemenakan sebagai anggota dari suatu kaum, karena kemenakan tidak lagi bergantung kepada tanah pusaka. Tanah pusaka sudah menjadi milik orang lain yang tidak dapat lagi menjadi sumber nafkah bagi kehidupan anggota kaum mereka. Untuk generasi kepemimpinan Minagkabau selajutnya, seperti apa yang 63 | P a g e bisa diamati oleh banyak orang, bahkan oleh orang yang mengaku awam tentang masalah kepemimpinan di Ranah Minangkabau ini, banyak penghulu yang mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya di tengah masyarakat, maupun di tengah anggota kaumnya sendiri.Tanah pusaka yang awalnya tersedia sebagai asuransi guna menunjang peran yang harus dijalankan, kini sudah habis terjual oleh pendahulunya. Anak kemenakan yang harus dibina sudah tidak lagi berada di kampung halaman. Mereka sudah nbanyak berpindah kedaerah lain, karena sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan di kampungh sendiri. Dengan demikian menjadi penghulu pada saat sekarang di Minagkabau sepertinya akan sering menjadi sebuah dilemma. Pada satu sisi, sebuah kaum di haruskan untuk memiliki penghulu, karena dia yang akan diajak untuk bermusyawarah di nagari. Pada sisi lain, menjadi penghulu harus rela untuk hidup susah, karena sudah tidak ada lagi asuransi sosial berupa tanah kagadangan yang akan dapat membantu meringankan beban ekonomi sang penghulu dalam menghidupi keluarganya sendiri. Akhirnya harus rela untuk melanggar semua sumpah satinya, melanggar semua pantangan yang sudah diucapkan dan melanggar semua janji-janji kepada kemenakan bahwa mereka akan menimbang sama berat, mengukur sama panjang, senteng membilai dan kurang menambah. Sekarang apalagi yang bisa dibilai, dan apa yang bisa ditambah kalau perannya sebagai pemimpin sudah tidak bisa berjalan. Sekarang banyak para penghulu sudah tidak bisa menjalankan perannya sebagai orang yang didahulukan selangkah dan ditingikan seranting akibat dari tindakan dari penghulu pendahulunya. Bahkan penulis melansir hal yang sebaliknyan, banyak dari oknum penghulu masa sekarang yang justru harus dibilai dan harus ditukuk karena banyak yang merasa kekurangan.

VII. Penutup.