57 | P a g e
oleh seorang labia lebai dan seorang pakiah fakih. Lebai dan fakih merupakan
suluh bendang dalam kaum yang bertugas member
pencerahan dalam
bidang keagamaan. Jika di dalam suatu kaum
terjadi peristiwa kematian, maka lebai dan fakih akan bertanggung jawab terhadap
semua proses penyelenggaraan jenazah mulai
dari memandikan
jenazah, mengafani,menguburkan
dan sampai
kepada penyelenggaraan upacara-upacara kematian
yang biasanya
masih dilaksanakan di sebagian kampung.
Hulubalang atau dubalang adalah seorang yang bertugas membantu seorang
penghulu dalam hal keamanan kampung. Kalau terjadi keributan atau keramaian maka
hulubalang harus bisa mengatasinya agar keributan itu jangan sampai mengganggu
ketenteraman masyarakat. Karena tugasnya berhubungan dengan masalah keamanan,
maka
seorang hulubalang
biasanya diangkat dari orang memiliki keberanian
atau memiliki kepandaian dalam bidang bela diri.
Dari paparan yang disampaikan di atas,dapat dilihat bahwa pada dasarnya
suatu kaum atau suatu suku merupakan suatu kesatuan yang sangat mendasar dan
juga merupakan
sumber dari
semua kemajuan yang ada di dalam masyarakat.
Semua unsur yang terlibat dalam suku ini merupakan sumber dari segala ketertiban
yang ada di dalam suatu nagari. Walau pun ada jenis peminpin yang lain, seperti wali
nagari
beserta perangkat-perangkatnya,
tidak banyak membawa pengaruh di dalam masyarkat. Mereka lebih banyak berperan
sebagai perpanjangan
tangan dari
pemerintah dibandingkan dengan fungsi dan perannya di dalam masyarakat. Oleh karena
itu, di dalam tulisan ini masalah pemimpin yang berbasis dari kekuasaan pemerintahan
ini tidak akan dibahas lebih lanjut.
V. Perubahan Ekologi
alau dirujuk semenjak zaman antah berantah ketika gunung Marapi
sebesar telur itik, ketika air mulai menyentak turun dan gunung menyentak
naik, ketika manusia ranah bundo ini baru mulai berkembang, banyak perubahan yang
terjadi. Ketika itu penduduk masih sedikit, belum banyak lahan yang digarap. Pada
masa itu beredarlah cerita-cerita tentang perjuangan dan usaha keras dari nenek
moyang orang Minangkabau bagaimana mereka membuka hutan untuk dijadikan
lahan pertanian.
Dari zaman itu cerita kemudian berkembang kepada kisah penyebaran
orang Minangkabau
dan terbentuknya
luhak-luhak dan daerah perantauan serta terbentuknya
kerajaan di
Pagaruyung, sampai pula kepada datangnya penjajahan
Belanda dan
jJepang, serta
zaman kemerdekaan, telah banyak perubahan yang
terjadi. Dikatakan perubahan karena apa yang ada dahulu tidak lagi dijumpai pada
masa sekarang. Apa yang dilakukan oleh nenek moyang orang Minangkabau masa
itu, sudah tidak lagi dilakukan oleh para penerus dan pewarisnya. Ini adalah suatu
fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri, walaupun kebanyakan orang di Minang
kabau
ini tidak
terbiasa menuliskan
sejarahnya. Mereka hanya bisa bercerita dan bertutur dari mulut ke mulut. Tentu saja
apa yang dituturkan sudah tidak lagi lengkap karena sudah tidak banyak lagi yang bisa
diingat,
dan sebagian
sudah hilang
bersamaan dengan meninggalnya sang penutur. Jadi apa yang ditulis di sini
hanyalah berupa
penggalan-penggalan yang tidak lagi utuh.
Daerah Minangkabau
pada dasarnya merupakan suatu daerah yang
dijumpai banyak gunung dan daerah perbukitan. Dengan demikian dari segi
topografi, negeri
orang Minangkabau
dilintasi oleh Bukit Barisan yang seolah-olah
K
58 | P a g e
menjadi tulang punggung dari negeri ini, yang memanjang dari utara ke selatan. Luas
daerahnya kira-kira
42.000 kilometer
persegi, yang terdiri dari dataran tinggi dan dataran rendah di dekat pantai yang sempit
menghadap ke Samudera Hindia Naim, 1984:14.
Dataran tingginya bergunung-gu nung dengan tujuh buah puncak gunung
berapi berjajar dari Utara ke Selatan, yang kebayakan
masih aktif.
Darah ini
kebanyakan ditutupi oleh rimba hujan torrential rain forest dengan lembah dan
ngarai yang curam dan elevasi yang menanjak. Di sana-sini terhampar dataran
tinggi yang subur yang cocok daerah persawahan dan bercocok tanam palawija.
Daerah ini disebut juga sebagai jantungnya Minangkabau. Daerah ini terbagi atas tiga
luhak; Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Koto.. sebelum
terjadinya perluasan daerah Minagkabau ke daerah dataran rendah, setiap
luhak mempunyai tanah rantau yang berse
belahan. Luhak Agam mempunyai rantau yang disebut dengan rantau Pasaman yang
terletak di sebelah Utaranya. Luhak Tanah Datar memiliki rantau Solok yang berada di
sebelah Selatannya. Begitu juga Luhak Lima Puluh Koto mempunyai daerah rantau ke
daerah Kampar di sebelah Timurnya Ibid.
Dengan topografi yang bergunung- gunung yang diiringi dengan lembah yang
terjal, menurut perhitungan sebayak 23 dari daerah ini tidak bisa diolah dan dihuni.
Hanya sekitar 13 dari seluruh wilayah yang layak dan bisa diolah dah dihuni. Dari
kenyataan tersebut, secara ekologis daerah Minangkabau merupakan suatu daerah
cukup sempit, namun banyak ditemui panorama yang indah. Tidak banyak tanah
yang bisa dijadikan lahan pertanian dan untuk dijadikan tempat pemukiman. Namun
sebaliknya dari segi jumlah penduduk terus mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.
Menurut data yang ada, menurut sensus yang dilakukan oleh penjajah Belanda pada
tahun 1930 jumlah orang Minangkabau berkisar sekitar 1.717.031 jiwa, ini
merupakan jumlah orang Minangkabau yang masih bermukim di daerah asalnya
tidak termasuk yang merantau. Kemudian menurut data statistik tahun 1971 jumlah
orang Minangkabau yang ada di Sumatera Barat berjumlah sekitar 2.788.388 jiwa.
Berdasarkan perkiraan pada saat sekarang diperkirakan jumlah penduduk Sumatera
Barat yang berasal dari suku bangsa Minangkabau lebih dari 4.500.000 jiwa.
Dengan demikian kelihatan angka tersebut sangat signifikan dan dapat membawa
dampak yang serius terhadap kehidupan sosial dan budayanya. Terutama hal seperti
ini juga dapat membawa akibat terhadap pola kepemimpinan yang ada, khususnya
kepemimpinan yang bersifat tradisional seperti kepemimpinan suku.
Kepimpinan di dalam masyarakat tradisional dapat dimungkinkan berjalan
dengan baik
karena disokong
oleh tersedianya tanah pertanian yang cukup
luas. Dalam masyarakat tradisional tumpuan ekonominya berbasis kepada tersedianya
lahan pertanian. Aktifitas pertanian yang baik, akan menghasil produk yang baik dan
berlimpah. Dengan adanya limpahan dari hasil pertanian, anggota masyarakat dapat
minikmati surplus yang ada. Surplus hasil pertanian ini memungkinkan orang yang
tidak terlibat langsung dengan pertanian juga akan dapat menikmatinya. Artinya,
surplus hasil pertanian memungkinkan sebagian orang untuk melakukan aktifitas
lain. Salah satunya aktifitas itu adalah dimungkinkannya kepemimpinan yang ada
di dalam masyarakat itu dapat berlangsung melalui
semacam upeti
yang harus
dibayarkan kepada penguasa. Di dalam masyarakat tradisional
seperti masyarakat Minangkabau hal yang semacam ini dapat ditemukan. Penghulu
sebagai pemimpin dari suatu kelompok masyarakat yang disebut dengan sebutan
kaum atau suku, dapat menjalankan tugas
59 | P a g e
karena ada semacam asuransi trasional yang menopong kekuasaannya. Seorang
penghula yang diangkat oleh sebuah kaum tidak saja akan dituntut untuk melakukan
tugasnya sebagai seorang pemimpin, tetapi mereka juga akan diberikan suatu asuransi
berupa sebidang lahan pertanian, yang biasanya
berupa sawah dan ladang.
Walaupun sawah dan ladang ini seringkali tidak digarap sendiri oleh sang penghulu,
tetapi hasilnya diperuntukan bagi mereka. Sawah dan ladang yang dikuasai
oleh penghulu biasanya disebut sebagai tanah kagadangan atau tanah abuan. Tanah
ini hanya boleh dikuasai selama sang penghulu menjabat. Kalau penghulu yang
bersangkutan meninggal dunia atau mereka mengundurkan diri sebagai penghulu, maka
sawah atau ladang ini harus dikembalikan kepada kaum atau suku. Sealajutnya tanah
atau lahan ini akan dikuasai oleh penghulu yang baru. Bagi kaum atau suku tertentu
yang banyak punya kekayaan, asuransi berupa tanah ini tidak hanya diberikan
kepada penghulu saja, tetapi juga kepada para pembantunya, seperti; lebai, fakih dan
dubalang.
Namun kebanyakan
hanya kepada penghulu saja.
Akibat semakin
berkembangnya penduduk,
tentusaja akan
membawa pengaruh terhadap tersedianya makanan
dan perumahan.
Dalam masyarkat
Minangkabau harta kekayaan kaum beruapa sawah dan ladang adalah milik
komunal atau milik bersama yang disebut juga dengan tanah ulayat kaum. Semua
anggota kaum yang ada berhak menikmati harta tersebut, baik sudah ada maupun
anggota dari kaum yang akan lahir nanti. Dengan demikian, jika anggota kaum
bertambah, maka tanah pertanian yang ada harus dibagi atau dipecah supaya semua
anggota bisa diberi makan. Disamping itu mereka harus diberikan tanah perumahan.
Seabagai akibatnya, lahan atau tanah yang tadinya luas semakin hari akan terasa
semakin sempit karena harus menopang kehidupan anggota suku yang semakin
banyak. Lahan pertanian yang tadinya terasa luas, semakin hari akan terasa
semakin sempit, tidak saja karena terus dipecah, tetapi sebagian sudah berubah
fungsi menjadi tanah perumahan.
Di pihak lain, pada beberapa dasa warsa ini, banyak ditemukan kasus terjadi
pemindahan hak atas tanah. Baik terjadi karena
proses pagang
gadai atau
diperjualbelikan kepada pihak lain di luar sukunya, atau mungkin saja juga kepada
orang lain di luar daerahnya sendiri. Sebagian ada yang harus diserahkan
secara terpaksa karena menyangkut proyek- proyek
pemerintah untuk
membangun fasilitas jalan dan sekolah atau kantor-kantor
instansi tertentu, tetapi sebaliknya justru diperjualbelikan kepada pihak pengusaha
untuk dijadikan bangunan sebagai sarana bisnis. Sebagai akibatnya tanah yangsudah
sempit akibat terjadinya pemecahan antara anggota kaum akan terasa semakin sempit
karena telah diperjualbelkikan.
Dalam proses pemindahan hak atau jual beli tanah ini tidak saja menyangkut
dengan tanah-tanah yang dikuasai oleh keluarga-keluarga luas yang ada di dalam
kaum itu, tetapi juga telah melebar kepada tanah yang dikuasai oleh penghulu. Pada
dasarnya tanah itu hanya lah berupa tanah atau lahan yang berstatus sebagai hak
pakai bagi penghulu yang bersangkutan, kenyataannya ada sebagian dari oknum
penghulu itu yang merasa hal itu sebagai hak miliknya. Karena sudah merasa sebagai
hak milik, maka tanah ini kemudian dijual atau digadaikan kekapa pihak lain di luar
kaumnya. Akibat dari proses jual beli dan pagang gadai ini akan cenderung membuat
kehidupan ekonomi suatu kaum menjadi semakin berkurang. Tanah yang tadinya
berupa lahan pertanian yang hijau kemudian berubah menjadi bangunan atau tiang-tiang
beton yang menjulang tinggi.
Kalau dilihat dari luas daerah Minangkabau
yang masuk
Propinsi
60 | P a g e
Sumatera Barat yang hanya berkisar sekitar 42.000 kilometer persegi dan hanya sekitar
13 nya yang bisa untuk diolah dan didiami, maka hanya sekitar 15.000 kilometer
persegi saja tanah di daerah ini yang dianggap sebagai lahan yang bisa diolah.
Kalau jumlah penduduk Minangakabau berjumlah sekitar 4.5 juta jiwa, maka untuk
1,5 kilometer persegi akan dihuni oleh 4.500 jiwa. Ini merupakan jumlah yang cukup
padat untuk daerah yang baru berkembang. Keadaan seperti yang dilukiskan di atas
tentu saja akan membawa dampak yang tidak sedikit kedalam masalah social dan
budaya masyarakat Minangkabau, tidak saja pada saat ini,tetapi juga pada masa datang.
Dampak yang paling jelas adalah kepada mata pencaharian penduduk yang secara
trasional berbasis kepada pertanian dan juga kepada aspek lain seperti kepada
aspek kepemimpinan trasional yang pada dasarnya dari awal sejarahnya disokong
oleh ketersedian tanah pertanian.
VI. Peran Kepemimpinan