6. Cadangan pangan.
1. Sifat komoditas pangan yang bersifat musiman sementara pendapatan masyarakat umumnya sangat rendah menuntut
perlunya ada cadangan pangan.
2. Adanya kondisi iklim yang tidak menentu sehingga sering terjadi pergeseran penanaman, masa pemanenan yang
tidak merata sepanjang tahun,
3. Sering timbulnya bencana yang tidak terduga banjir, longsor, kekeringan, gempa memerlukan sistem
pencadangan pangan yang baik.
4. Pasar pangan Internasional yang semakin tidak menentu 5. Belum berkembangnya sisem cadangan pangan
masyarakat
7. Penganeka ragaman pangan. 1.
Konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 105,2 kgkapthn Susenas 2005, sedangkan konsumsi protein dan lemak masih belum
sesuai dengan harapan. walaupun
2. Kualitas konsumsi terus meningkat dan pada tahun 2005 mencapai 79,1
yang berarti terjadi peningkatan sebesar 9,0 persen selama 4 tahun, namun konsumsi pangan sumber protein, sumber lemak dan vitaminmineral masih
jauh dari harapan.
3. Ada kecenderungan berubahnya pola konsumsi pangan pokok kelompok
masyarakat berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah masyarakat berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah
kepada beras dan bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mie kering, mie basah, mie instan.
4. Konsumsi pangan dengan bahan baku terigu justru mengalami peningkatan
yang sangat tajam yakni sebesar sebesar 19,2 persen untuk makanan mie dan makan lain berbahan terigu 7.9 persen pada periode 1999-2004.
5. Konsumsi pangan hewani penduduk Indonesia baru mencapai 6,6
kgkapitatahun. Tingkat konsumsi ini lebih rendah dibanding Malaysia dan Filipina yang masing-masing mencapai 48 kgkaptahun dan 18
kgkapitatahun.
9. Masalah Ganda Status Gizi Masyarakat.
1. Pada tahun 2005 di Indonesia diperkirakan balita gizi kurang cukup tinggi
yakni sekitar 18 yang hampir terjadi pada semua propinsi, sekitar 25 persen dari penduduk perkotaan dan sebesar 37,0 persen dari penduduk
perdesaan yang mengalami rawan pangan.
2. konsumsi garam beryodium baru mencapai 72,8 persen.
3. Masalah gizi kurang juga dapat terjadi pada kelompok usia produktif
diperikirakan 16,7 persen pada 2003.
4. Pada umumnya WUS kelompok usia muda memiliki prevalensi KEK lebih
tinggi dibandingkan kelompok usia lebih tua.
5. Kelompok usia produktif juga terdapat masalah kegemukan dan obesitas.
Kedua masalah gizi ini juga terjadi di wilayah kumuh perkotaan maupun perdesaan. Hasil survey NSS-HKI menunjukkan bahwa prevalensi
kegemukan pada wanita usia produktif daerah kumuh perkotaan berkisar antara 18-25 persen, yang justru lebih besar daripada prevalensi kurus 11-
14 persen, sedankan di wilayah perdesaan prevalensi kegemukan 10-21 persen, sementara prevalensi kurus antara 10-14 persen.