PENDAHULUAN PENGGUNAAN ISTILAH ASING BIDANG PERHOTELAN DALAM KONTEKS PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM TULIS MAHASISWA STP BANDUNG

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|539 PENGGUNAAN ISTILAH ASING BIDANG PERHOTELAN DALAM KONTEKS PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM TULIS MAHASISWA STP BANDUNG Warta, S. Pd., M. Pd. Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Abstrak Penggunaan kosakata bahasa asing dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia memang tidak bisa dielakkan akibat kontak budaya pada masa sekarang ini. Kenyataan bahwa kontak budaya dengan bangsa lain yang terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, teknologi, ekonomi, dan pariwisata membuat bangsa Indonesia berkenalan dengan unsur budaya dan bahasa baru. Kontak budaya bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di Eropa dalam bidang perhotelan telah menghasilkan pola baru berbahasa di kalangan perhotelan, terutama dalam hal peristilahan. Hal terpenting dalam persoalan ini bagi guru Bahasa Indonesia adalah mengetahui sebab-sebab kecenderungan yang tinggi dalam menggunakan bahasa asing. Selain itu, penting pula untuk memberikan tatacara pemungutan, penyerapan, dan pembentukan istilah bahasa Indonesia dari bahasa asing. Kata Kunci: Bahasa, Konteks Pemakaian.

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia pariwisata, baik di industri maupun di sekolah-sekolah pariwisata, penggunaan kosakata bahasa asing sangat sering terjadi. Hal ini merupakan salah satu akibat dari tingginya frekuensi persentuhan bahasa dan budaya asing melalui dunia pariwisata. Menurut data statistik, Indonesia merupakan salah satu negara tujuan utama wisatawan mancanegara di kawasan Pasifik dengan jumlah pengunjung 2.569.870 orang 1991 dan rata-rata peningkatan jumlah wisatawan sebesar 18,02 pertahun menjelang terjadi krisis moneter di Indonesia Yoeti, 1996: 41. Wisatawan terbanyak yang datang ke Indonesia setelah negara-negara Asia Tenggara berturut-turut diduduki oleh wisatawan Australia, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, dan Belanda Yoeti, 1996: 77. Data terbaru dari Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya bahwa wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5.002.101 orang yang terdiri atas 955.917 orang berasal dari Eropa, 283.082 orang berasal dari Amerika, dan sisanya berasal dari Afrika dan negara-negara lain di Asia www.budpar.go.id, 2008: 1. Untuk mengendalikan penggunaan istilah-istilah bahasa asing selanjutnya disingkat BA, pada tanggal 20 Mei 1995 Presiden Suharto pernah menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia selanjutnya disingkat BI yang baik dan benar dalam rangka Gerakan Disiplin Nasional GDN. Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|540 Seruan ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Menteri Dalam Negeri pada tanggal 16 Maret 1996 tentang Penertiban Penggunaan BA yang ditujukan kepada gubernur, bupati, dan walikota P3B, 1996: 4. Selanjutnya, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menerbitkan sebuah buku yang berjudul Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing 1996 sebagai panduan bagi penerapan kebijakan pemerintah. Namun, kebijakan pemerintah di atas tampaknya belum banyak berpengaruh terhadap penggunaan BA di Indonesia, khususnya pada bidang pariwisata. Andre Moeler Kompas, 2-12-2004 menggambarkan bagaimana pelayan hotel di Indonesia menggunakan begitu banyak kata bahasa Inggris kepada tamu Indonesia: “Bayarnya cash atau pakai card? Ada voucher untuk wellcome drink dekat pool. Ibu bisa facial di beauty salon, dekat river view. Bisa rental VCD lagi di shopping center sambil refreshing pada acara grand opening di supermarket baru. Di sini kita pake reason ketimbang feeling dan fear, right? Kalau mau check out, tolong perlihatkan identity card.” Sebenarnya istilah-istilah BA yang sulit dicari padanannya dalam BI dapat diserap untuk mengisi kekurangan kosakata dalam BI melalui proses seleksi dan kodifikasi. Masalah yang sering terjadi di Indonesia, istilah-istilah asing lebih cepat populer jauh sebelum diberikan kodifikasi terhadap istilah-istilah itu. Misalnya, kata handphone HP sudah dikenal dan digunakan di Indonesia oleh masyarakat pada tahun 1990an, padahal kata itu murni diambil dari bahasa Inggris. Setelah kata handphone populer, barulah muncul padanan katanya yaitu telepon genggam. Hal ini mengakibatkan kata handphone lebih populer daripada kata telepon genggam dan kata telepon genggam terasa lebih asing daripada kata handphone, bahkan muncul kata ketiga tanpa pemahaman pada orang- orang tertentu akibat keawamannya yaitu hape. Ada dua persoalan yang keterkaitannya memerlukan perhatian khusus yang berhubungan dengan penggunaan BA dalam BI, terutama dalam hal pengajarannya. Pertama, bahwa BI tidak mungkin lepas dari pengaruh bahasa-bahasa lain karena pertumbuhan dan perkembangan BI berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Kedua, bahwa BI sebagai salah satu kebangaan milik bangsa Indonesia harus diajarkan dan dipelihara sedemikian rupa sehingga BI tidak rusak akibat terlalu banyak pengaruh negatif dari luar. Ditinjau dari sudut pengajaran BI di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung selanjutnya disingkat dengan STP Bandung, penggunaan BA yang berlebihan dalam konteks pemakaian BI, tentu saja jadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan. Penulis mendapatkan data pada saat prasurvey mengenai penggunaan BA oleh mahasiswa STP Bandung cukup tinggi. Berikut adalah contoh penggunaan BA mahasiswa dalam konteks BI ragam tulis: Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|541 - Setiap pukul 11.30 am, saya clear up breakfast salad counter Java Restaurant, lalu membantu set up Java untuk lunch. - Saya juga membantu membuat produk untuk lunch atau prepare dinner untuk functio Viyoshi, 2007: 35. Seringnya mahasiswa menggunakan istilah-istilah BA dalam pembelajaran di lingkungan sekolah mengakibatkan beberapa hal, di antaranya 1 munculnya anggapan mahasiswa bahwa istilah-istilah itu bukan merupakan istilah-istilah asing; 2 munculnya kecenderungan pada mahasiswa untuk menggunakan istilah-istilah BA daripada istilah padanan dalam BI walaupun mereka mengetahui padanannya; dan 3 rendahnya pemakaian istilah BI karena dianggap kurang popular. Dengan melihat kondisi di atas, sangat jelas terjadi gejala- gejala bahasa seperti alih kode code switching, campur kode code mixing, peminjaman kata borrowing, interferensi, dan sebagainya karena bedasarkan kenyataan sebagian besar sivitas akademika STP Bandung merupakan dwibahasawan. Mahasiswa STP Bandung pada umumnya adalah dwibahasawan, bahkan mungkin multibahasawan menurut Chaer, anekabahasawan. Setiap hari mereka secara bergantian menggunakan BI dan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, baik dalam pergaulannya maupun pada proses pembelajaran di sekolah. Pemakaian bahasa asing pada kegiatan-kegiatan mahasiswa di STP Bandung bisa dikatakan memiliki frekuensi yang cukup tinggi. Mereka mempunyai kebiasaan menggunakan bahasa Inggris pada kesempatan-kesempatan tertentu seperti praktik pelayanan di Restoran Nusantara, praktik pelayanan reservasi di Kantor Depan Hotel, dan praktik komunikasi di Humas STP Bandung dan bagian Informasi Kampus. Selain itu, sebagian besar referensi belajar dan buku ajar yang mereka gunakan berbahasa Inggris. Tingginya frekuensi penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan-kegiatan mahasiswa STP Bandung sangat memungkinkan terjadinya kontak bahasa antara kedua bahasa tersebut. Salah satu dampak yang akan muncul dari situasi seperti ini adalah terjadinya pengaruh BA, baik positif maupun negatif, dalam penggunaan BI bidang perhotelan yang meliputi bidang Sintaksis, Morfologi, dan Semantik. Dwibahasawan akan cenderung menggunakan kedua sistem bahasa yang dikuasainya pada saat mereka berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Fenomena kebahasaan yang bisa muncul akibat terjadinya kontak bahasa pada bahasawan di antaranya adalah pencampuran kode code mixing, pengalihan kode code switching, peminjaman kode borrowing, dan sebagainya. Penggunaan BI di lingkungan STP Bandung sudah banyak tercampur dengan BA. Istilah-istilah yang dipergunakan mahasiswa dalam menulis sudah tidak menampakkan batas yang jelas antara istilah BI dan istilah-istilah BA. Hal ini mungkin terjadi karena sebagian besar peristilahan yang ada dalam dunia perhotelan bersumber dari negara lain seperti Perancis dan Inggris. Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|542 Selain itu, ada juga sebuah gejala penggunaan kosakata BA akibat pemakai bahasa itu menterjemahkan kata BI ke dalam kata BA dengan alasan-alasan tertentu. Pengaruh BA ternyata tidak hanya dalam penggunaan kata atau frasa saja, melainkan juga meliputi struktur kalimat. Untuk kebutuhan pembelajaran mata kuliah BI tentu saja semua itu sangat menarik untuk diteliti. Masalah-masalah yang tampak dalam peristiwa penggunaan kosakata BA dalam BI ragam tulis mahasiswa STP Bandung meliputi beberapa persoalan, di antaranya: 1. persoalan yang berhubungan dengan proses morfofonemik istilah-istilah BA yang berhubungan dengan proses afiksasi kata BA dengan imbuhan BI dan pengajarannya; 2. persoalan yang berhubungan dengan interferensi struktur kalimat BA ke dalam struktur kalimat BI dan pengajarannya; 3. persoalan yang berhubungan dengan gejala penggunaan BA bidang perhotelan yang berhubungan dengan alasan-alasan pengunaannya; 4. persoalan yang berhubungan dengan penggunaan istilah BA dalam hubungannya dengan penguasaan kosakata BI, ketersediaan kosakata BI, ketepatan makna istilah dalam BI; 5. persoalan yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa kedua, khususnya transfer kaidah bahasa dari bahasa kedua B2 ke dalam konteks bahasa pertama B1, baik secara positif maupun negatif; dan 6. persoalan yang berhubungan dengan keterkaitan transfer budaya bidang perhotelan dengan transfer istilah bahasa asal bidang perhotelan.

B. SEJARAH SINGKAT PERHOTELAN DI INDONESIA