PENGGUNAAN ISTILAH ASING BIDANG PERHOTELAN DALAM KONTEKS PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM TULIS MAHASISWA STP BANDUNG

(1)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|539

PENGGUNAAN ISTILAH ASING BIDANG PERHOTELAN DALAM KONTEKS PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM TULIS

MAHASISWA STP BANDUNG Warta, S. Pd., M. Pd.

Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Abstrak

Penggunaan kosakata bahasa asing dalam konteks pemakaian bahasa Indonesia memang tidak bisa dielakkan akibat kontak budaya pada masa sekarang ini. Kenyataan bahwa kontak budaya dengan bangsa lain yang terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, teknologi, ekonomi, dan pariwisata membuat bangsa Indonesia berkenalan dengan unsur budaya dan bahasa baru. Kontak budaya bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di Eropa dalam bidang perhotelan telah menghasilkan pola baru berbahasa di kalangan perhotelan, terutama dalam hal peristilahan. Hal terpenting dalam persoalan ini (bagi guru Bahasa Indonesia) adalah mengetahui sebab-sebab kecenderungan yang tinggi dalam menggunakan bahasa asing. Selain itu, penting pula untuk memberikan tatacara

pemungutan, penyerapan, dan pembentukan istilah bahasa Indonesia dari bahasa asing.

Kata Kunci: Bahasa, Konteks Pemakaian. A. PENDAHULUAN

Dalam dunia pariwisata, baik di industri maupun di sekolah-sekolah pariwisata, penggunaan kosakata bahasa asing sangat sering terjadi. Hal ini

merupakan salah satu akibat dari tingginya frekuensi persentuhan bahasa dan budaya asing melalui dunia pariwisata. Menurut data statistik, Indonesia merupakan salah satu negara tujuan utama wisatawan mancanegara di kawasan Pasifik dengan jumlah pengunjung 2.569.870 orang (1991) dan rata-rata peningkatan jumlah wisatawan sebesar 18,02% pertahun menjelang terjadi krisis moneter di Indonesia (Yoeti, 1996: 41). Wisatawan terbanyak yang datang ke Indonesia setelah negara-negara Asia Tenggara berturut-turut diduduki oleh

wisatawan Australia, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, dan Belanda (Yoeti, 1996: 77). Data terbaru dari Departemen

Pariwisata, Seni, dan Budaya bahwa wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5.002.101 orang yang terdiri atas 955.917 orang berasal dari Eropa, 283.082 orang berasal dari Amerika, dan sisanya berasal dari Afrika dan negara-negara lain di Asia (www.budpar.go.id, 2008: 1).

Untuk mengendalikan penggunaan istilah-istilah bahasa asing (selanjutnya disingkat BA), pada tanggal 20 Mei 1995 Presiden Suharto pernah menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI) yang baik dan benar dalam rangka Gerakan Disiplin Nasional (GDN).


(2)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|540

Seruan ini ditindaklanjuti dengan

dikeluarkannya Surat Menteri Dalam Negeri pada tanggal 16 Maret 1996 tentang

Penertiban Penggunaan BA yang ditujukan kepada gubernur, bupati, dan walikota (P3B, 1996: 4). Selanjutnya, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menerbitkan sebuah buku yang berjudul Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing (1996) sebagai panduan bagi

penerapan kebijakan pemerintah.

Namun, kebijakan pemerintah di atas tampaknya belum banyak berpengaruh terhadap penggunaan BA di Indonesia, khususnya pada bidang pariwisata. Andre Moeler (Kompas, 2-12-2004)

menggambarkan bagaimana pelayan hotel di Indonesia menggunakan begitu banyak kata bahasa Inggris kepada tamu Indonesia:

“Bayarnya cash atau pakai card? Ada voucher untuk wellcome drink dekat pool. Ibu bisa facial di beauty salon, dekat river view. Bisa rental VCD lagi di shopping center sambil refreshing pada acara grand opening di supermarket baru. Di sini kita pake reason ketimbang feeling dan fear, right? Kalau mau check out, tolong perlihatkan identity card.”

Sebenarnya istilah-istilah BA yang sulit dicari padanannya dalam BI dapat diserap untuk mengisi kekurangan kosakata dalam BI melalui proses seleksi dan

kodifikasi. Masalah yang sering terjadi di Indonesia, istilah-istilah asing lebih cepat populer jauh sebelum diberikan kodifikasi

terhadap istilah-istilah itu. Misalnya, kata handphone (HP) sudah dikenal dan digunakan di Indonesia oleh masyarakat pada tahun 1990an, padahal kata itu murni diambil dari bahasa Inggris. Setelah kata handphone populer, barulah muncul

padanan katanya yaitu telepon genggam. Hal ini mengakibatkan kata handphone lebih populer daripada kata telepon genggam dan kata telepon genggam terasa lebih asing daripada kata handphone, bahkan muncul kata ketiga tanpa pemahaman (pada orang-orang tertentu akibat keawamannya) yaitu hape.

Ada dua persoalan yang keterkaitannya memerlukan perhatian khusus yang berhubungan dengan

penggunaan BA dalam BI, terutama dalam hal pengajarannya. Pertama, bahwa BI tidak mungkin lepas dari pengaruh bahasa-bahasa lain karena pertumbuhan dan perkembangan BI berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Kedua, bahwa BI sebagai salah satu kebangaan milik bangsa Indonesia harus diajarkan dan dipelihara sedemikian rupa sehingga BI tidak rusak akibat terlalu banyak pengaruh negatif dari luar.

Ditinjau dari sudut pengajaran BI di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

(selanjutnya disingkat dengan STP

Bandung), penggunaan BA yang berlebihan dalam konteks pemakaian BI, tentu saja jadi permasalahan yang cukup

mengkhawatirkan. Penulis mendapatkan data (pada saat prasurvey) mengenai penggunaan BA oleh mahasiswa STP Bandung cukup tinggi. Berikut adalah contoh penggunaan BA mahasiswa dalam konteks BI ragam tulis:


(3)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|541

- Setiap pukul 11.30 am, saya clear up breakfast salad counter Java Restaurant, lalu membantu set up Java untuk lunch.

- Saya juga membantu membuat produk untuk lunch atau prepare dinner untuk functio (Viyoshi, 2007: 35).

Seringnya mahasiswa menggunakan istilah-istilah BA dalam pembelajaran di lingkungan sekolah mengakibatkan beberapa hal, di antaranya (1) munculnya anggapan mahasiswa bahwa istilah-istilah itu bukan merupakan istilah-istilah asing; (2) munculnya kecenderungan pada mahasiswa untuk menggunakan istilah-istilah BA daripada istilah padanan dalam BI walaupun mereka mengetahui padanannya; dan (3) rendahnya pemakaian istilah BI karena dianggap kurang popular. Dengan melihat kondisi di atas, sangat jelas terjadi gejala-gejala bahasa seperti alih kode (code switching), campur kode (code mixing), peminjaman kata (borrowing), interferensi, dan sebagainya karena bedasarkan

kenyataan sebagian besar sivitas akademika STP Bandung merupakan dwibahasawan.

Mahasiswa STP Bandung pada umumnya adalah dwibahasawan, bahkan mungkin multibahasawan (menurut Chaer, anekabahasawan). Setiap hari mereka secara bergantian menggunakan BI dan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, baik dalam pergaulannya maupun pada proses

pembelajaran di sekolah.

Pemakaian bahasa asing pada kegiatan-kegiatan mahasiswa di STP Bandung bisa dikatakan memiliki frekuensi

yang cukup tinggi. Mereka mempunyai kebiasaan menggunakan bahasa Inggris pada kesempatan-kesempatan tertentu seperti praktik pelayanan di Restoran Nusantara, praktik pelayanan reservasi di Kantor Depan Hotel, dan praktik komunikasi di Humas STP Bandung dan bagian Informasi

Kampus. Selain itu, sebagian besar referensi belajar dan buku ajar yang mereka gunakan berbahasa Inggris.

Tingginya frekuensi penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan-kegiatan mahasiswa STP Bandung sangat

memungkinkan terjadinya kontak bahasa antara kedua bahasa tersebut. Salah satu dampak yang akan muncul dari situasi seperti ini adalah terjadinya pengaruh BA, baik positif maupun negatif, dalam

penggunaan BI bidang perhotelan yang meliputi bidang Sintaksis, Morfologi, dan Semantik. Dwibahasawan akan cenderung menggunakan kedua sistem bahasa yang dikuasainya pada saat mereka

berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Fenomena kebahasaan yang bisa muncul akibat terjadinya kontak bahasa pada bahasawan di antaranya adalah pencampuran kode (code mixing), pengalihan kode (code switching), peminjaman kode (borrowing), dan sebagainya.

Penggunaan BI di lingkungan STP Bandung sudah banyak tercampur dengan BA. Istilah-istilah yang dipergunakan mahasiswa dalam menulis sudah tidak menampakkan batas yang jelas antara istilah BI dan istilah-istilah BA. Hal ini mungkin terjadi karena sebagian besar peristilahan yang ada dalam dunia perhotelan bersumber dari negara lain seperti Perancis dan Inggris.


(4)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|542

Selain itu, ada juga sebuah gejala

penggunaan kosakata BA akibat pemakai bahasa itu menterjemahkan kata BI ke dalam kata BA dengan alasan-alasan tertentu. Pengaruh BA ternyata tidak hanya dalam penggunaan kata atau frasa saja, melainkan juga meliputi struktur kalimat. Untuk kebutuhan pembelajaran mata kuliah BI tentu saja semua itu sangat menarik untuk diteliti.

Masalah-masalah yang tampak dalam peristiwa penggunaan kosakata BA dalam BI ragam tulis mahasiswa STP Bandung meliputi beberapa persoalan, di antaranya:

1. persoalan yang berhubungan dengan proses morfofonemik istilah-istilah BA yang berhubungan dengan proses afiksasi kata BA dengan imbuhan BI dan pengajarannya;

2. persoalan yang berhubungan dengan interferensi struktur kalimat BA ke dalam struktur kalimat BI dan pengajarannya;

3. persoalan yang berhubungan dengan gejala penggunaan BA bidang

perhotelan yang berhubungan dengan alasan-alasan pengunaannya;

4. persoalan yang berhubungan dengan penggunaan istilah BA dalam hubungannya dengan penguasaan kosakata BI, ketersediaan kosakata BI, ketepatan makna istilah dalam BI; 5. persoalan yang berhubungan dengan

pemerolehan bahasa kedua, khususnya transfer kaidah bahasa dari bahasa kedua (B2) ke dalam konteks bahasa pertama (B1), baik secara positif maupun negatif; dan

6. persoalan yang berhubungan dengan keterkaitan transfer budaya bidang perhotelan dengan transfer istilah bahasa asal bidang perhotelan.

B. SEJARAH SINGKAT PERHOTELAN DI INDONESIA

Secara umum, sejarah perhotelan muncul sebagai akibat dari adanya proses perjalanan yang dilakukan oleh manusia dari suatu daerah ke daerah lain untuk berbagai tujuan. Beberapa tujuan perjalanan yang dilakukan manusia di antaranya untuk melakukan perdagangan, perjalanan keagamaan, hiburan, dan sebagainya. Dari kegiatan ini muncullah

penginapan-penginapan untuk memenuhi kebutuhan para pelaku perjalanan sebagai tempat

beristirahat, tempat berlindung dari segala kekhawatiran, atau untuk menghilangkan kebosanan. Untuk melengkapi kenyamanan bagi para pelaku perjalanan, di penginapan-penginapan tersebut disediakan juga kedai-kedai yang menyediakan kebutuhan makan bagi penghuni penginapan. Kejadian seperti ini sangat umum terjadi di berbagai negara atau wilayah mana pun di dunia ini, termasuk di Indonesia.

Asal-usul istilah hotel dikenal pertama kali berasal dari bahasa Latin, yaitu dari terminologi hospitium (hospitality) yang berkaitan dengan kata host (tuan rumah), hospice (rumah perawatan khusus), hostelry (pub atau penginapan), dan hotel. Versi lain tentang asal-usul istilah hotel pertama kali muncul di Inggris. Sebuah penginapan tertua di Inggris tahun 1045 (di daratan Saxon) bernama Ale House yang awalnya digunakan untuk menampung hasil


(5)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|543

perekrutan prajurit. Kemudian Ale House ini dijadikan tempat menginap yang juga menyediakan makanan dan minuman bagi orang-orang yang akan berziarah ke Jerusalem. Dengan bertambahnya peminat yang membutuhkan penginapan, maka bermunculan Ale House-Ale House yang lainnya yang kemudian dikenal sebagai hotel.

Usaha perhotelan di Eropa diawali dengan pembangunan vila-vila kecil di pegunungan yang disebut chalets dan hotel-hotel kecil yang menyediakan pelayanan makanan dan minuman. Di Perancis, bentuk usaha akomodasi ini dikenal dengan cabaret dan hostel. Di Inggris, usaha ini dikenal dengan nama inn dan tavern atau caffee house (Amerika).

Pengelolaan usaha akomodasi di Indonesia secara modern dan profesional tidak diketahui waktunya secara pasti, yang pasti setelah kemerdekaan Republik

Indonesia. Ketika itu, pengusaha nasional membentuk OPS (Organisasi Perusahaan Sejenis) yang sekarang berubah menjadi PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia).

Pertumbuhan usaha perhotelan modern di Indonesia dimulai dengan dibukanya Hotel Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia pada bidang perhotelan, Indonesia bekerjasama dan mendapatkan bantuan program pendidikan dari Swiss (1973-1981) yang meliputi tenaga ahli, kurikulum pendidikan, peralatan, dan bahan-bahan ajar dalam bidang perhotelan. Kerjasama dan bantuan ini menghasilkan lembaga pendidikan bidang perhotelan dan perestoranan pertama

di Indonesia, yaitu NHI yang sekarang menjadi Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Kerjasama dan bantuan Swiss dalam bidang pendidikan perhotelan telah berperan besar dalam menumbuhkembangkan

perhotelan di Indonesia. Selain itu, perkembangan hotel di Indonesia juga diwarnai oleh banyaknya warga negara atau investor asing yang mengembangkan afiliasi perusahaan bidang perhotelan di Indonesia, seperti: The Shangrilla Hotel, Grand Hyatt International, Sheraton, dan sebagainya. Bidang kuliner pun berkembang pesat sebagai akibat dari banyaknya sistem franchaising di Indonesia. Restoran di Indonesia tidak hanya menjual makanan-makanan khas Indonesia, tetapi juga

makanan Eropa, makanan Jepang, makanan Amerika, dan makanan Cina.

Pertumbuhan dan perkembangan usaha akomodasi bidang hotel dan restoran di Indonesia berkaitan erat dengan beberapa hal, di antaranya tingginya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia, tuntutan pelayanan untuk kepuasan para pelanggan, dan usaha pencarian bentuk standar penyelenggaraan hotel dan restoran. Sebagai konsekwensi logis dari hal-hal tersebut adalah terjadinya pencampuran unsur kebudayaan yang mengarah pada pola sikap dan prilaku bangsa Indonesia.

C. PENGGUNAAN ISTILAH ASING DI STP BANDUNG

1. Penggunaan Kosakata BA dalam Hubungannya dengan Asal Bahasanya Penulis menemukan penggunaan


(6)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|544

asal bahasanya. Penggunaan kosakata BA tersebut tentu saja berhubungan erat dengan sumber budaya asal bidang perhotelan yang diadopsi oleh bangsa Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis data seluruh DP (data penelitian), penggunaan kosa BA melibatkan dua buah bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Bahasa Perancis. Bentukan kosakata BA bisa terdiri atas satu bahasa saja (Inggris saja atau Perancis saja,

misalnya: lunch, breakfast, buffet) atau juga bisa terdiri atas gabungan dua bahasa (Inggris-Perancis, misalnya: lunch buffet). Oleh karena itu, kategorisasi asal bahasa kosakata BA terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Inggris, Perancis, dan Inggris-Perancis.

Untuk lebih jelasnya, distribusi asal bahasa kosakata BA dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1

DISTRIBUSI KOSAKATA BAHASA ASING YANG DIGUNAKAN

RESPONDEN BERDASARKAN ASAL BAHASANYA

Asal KB A

Data Penelitian Jum lah D P 1 D P 2 D P 3 D P 4 D P 5 Ingg ris 5 1 6 7 5 9 6 3 3 7 277 Pera ncis

2 2 1 2 4 11 Ingg

ris-Pera ncis

1 2 1 1 0 5

Juml ah 5 4 7 1 6 1 6 6 4 4 296

Berdasarkan tabel di atas, penggunaan kosakata BA didominasi oleh bahasa Inggris dengan jumlah 277 buah dari total 296 buah kosakata atau sekitar 94%. Kosakata BA asal Perancis hanya berjumlah 11 buah atau sekitar 4%.

Munculnya kosakata bahasa Perancis dan bahasa Inggris dalam tulisan mahasiswa ada hubungannya dengan beberapa hal, di antaranya sejarah masuknya budaya hotel dan restoran ke Indonesia. Fakta sejarahnya, Indonesia membangun sumber daya manusia bidang perhotelan dan perestoranan melalui kerjasama pendidikan dan pelatihan bidang perhotelan dan perestoranan dengan

pemerintah Swiss pada tahun 1973 sampai dengan 1981 dengan membentuk lembaga pendidikan bernama NHI (National Hotel Institute). Kerjasama pendidikan dan pelatihan ini meliputi kurikulum, staf pengajar, bahan ajar, dan peralatan praktik. Sebagai hasil dari program kerjasama tersebut, sejumlah alumni program ini tersebar ke beberapa profesi, di antaranya: menjadi karyawan di Hotel Indonesia dan meniti jenjang kariernya dalam dunia perhotelan dan perestoranan, membuka usaha sendiri bidang perhotelan dan perestoranan, menjadi dosen pengajar pada beberapa sekolah tinggi dan akademi

pariwisata di berbagai daerah, dan berkiprah pada instasi pemerintah atau pengambil kebijakan bidang pariwisata di Departemen Budaya dan Pariwisata.

Dengan melihat sejarah kerjasama dan hasil-hasilnya, dapatlah dijelaskan bahwa istilah-istilah BA dan budayanya dalam bidang perhotelan dibawa dan diperkenalkan oleh orang-orang Swiss ke Indonesia


(7)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|545

pelatihan. Selanjutnya, istilah itu menjadi populer dan terus dipergunakan karena alumni program tersebut tersebar dalam berbagai bidang profesi yang tidak lepas dengan bidang perhotelan. Seorang dosen alumni NHI akan cenderung melakukan proses pembelajaran kepada mahasiswanya berbasis pada materi termasuk istilah-istilah dan budaya yang pernah dipelajarinya.

Seiring berjalannya waktu dan berbagai pengaruh lain, penggunaan istilah bahasa Perancis mulai jarang. Bahasa Perancis yang masih populer, baik dalam dunia pendidikan perhotelan maupun pada industri hotel dan restoran hanya terbatas pada beberapa kata seperti: buffet

(prasmanan), a la carte (menu manasuka), table d’hote (menu sajian di meja secara berurutan), dan mise en plase (persiapan).

Kosakata bahasa Inggris tercatat sebagai kosakata BA dominan dalam bidang perhotelan pada penelitian ini. Sebagai bahasa Internasional, bahasa Inggris mempunyai banyak alasan untuk dapat dipergunakan dalam berbagai bidang di berbagai negara. Meskipun demikian, tentu saja tidak semua alasan dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini. Ada sejumlah fenomena yang sangat berhubungan dengan tingginya penggunaan kosakata bahasa Inggris dalam bidang perhotelan, di antaranya pertama, bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional dijadikan bahasa standar pelayanan dalam bidang perhotelan dan perestoranan di dunia sehingga sebagian besar negara-negara di dunia, termasuk Indonesia memungut kosakata tertentu dari bahasa Inggris.

Kedua, Indonesia banyak dikunjungi wisatawan mancanegara dengan rata-rata

kunjungan mencapai 5.002.101 orang yang terdiri atas 955.917 orang berasal dari Eropa, 283.082 orang berasal dari Amerika, dan sisanya berasal dari Afrika dan negara-negara lain di Asia (www.budpar.go.id, 2008: 1). Tingginya kunjungan wisata asal Eropa, Amerika, dan negara-negara lainnya telah menuntut secara tidak langsung untuk membuat standar pelayanan, termasuk bidang peristilahan. Untuk hal ini, bahasa Inggris menjadi pilihan utama dan menjadi persyaratan bagi sejumlah calon karyawan untuk memasuki dunia hotel dan restoran.

Ketiga, banyaknya warga negara atau investor asing yang mengembangkan afiliasi perusahaan bidang perhotelan di Indonesia, antara lain: The Shangrilla Hotel, Grand Hyatt International, Sheraton. Hal ini telah memberikan peran yang sangat besar terhadap peristilahan bidang perhotelan dan perestoranan, terutama masalah penamaan jabatan di hotel dan di restoran, penamaan alat dan jenis pelayanan, dan prosedur kerja.

Keempat, banyaknya sistem

frenchaising bidang kuliner dari luar negeri di Indonesia telah mempopulerkan produk-produk luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken, Mc Donal, Hoka Hoka Bento, dan Chinese Food. Hal ini berdampak cukup besar terhadap peristilahan dalam bidang restoran di Indonesia.

Keempat faktor utama di atas, baik secara langsung maupun tidak, telah berpengaruh terhadap pencampuran unsur budaya asing dengan budaya asli Indonesia. Bersama budaya asing yang masuk ke Indonesia, masuk pula istilah-istilah bahasa Inggris dalam bidang perhotelan dan perestoranan.


(8)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|546

2. Aspek Makna yang Ditunjukkan Kosakata BA yang Digunakan Berdasarkan hasil analisis penulis terhadap penggunaan kosakata BA dalam laporan PKN mahasiswa, kosakata BA tersebut menunjukkan makna-makna tertentu. Karena makna yang ditunjukkan oleh kosakata BA tersebut beraneka ragam, penulis membuat kelompok kategori dan sub kategori kosakata untuk makna-makna yang memiliki kesamaan ciri dan lingkup. Berikut ini sejumlah kategori dan sub kategori makna yang ditunjukkan oleh kosakata BA yang terdapat pada laporan PKN mahasiswa jurusan Manajemen Perhotelan STP Bandung

a. Kategori pelaksanaan pekerjaan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan. Yang termasuk pada kategori ini:

1) prosedur kerja, misalnya: vacuuming,

2) waktu kerja, misalnya: afternoon shift,

3) rencana kerja, misalnya: budget,

4) aktivitas kerja, misalnya: briefing,

5) produktivitas, misalnya: turn over, dan

6) pelayanan tamu, misalnya: room service

b. Kategori jabatan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan nama jabatan dari mulai jabatan paling bawah sampai jabatan paling tinggi di hotel dan restoran. Yang termasuk pada kategori ini:

1) jabatan di hotel, misalnya: room supervisor dan

2) jabatan di restoran, misalnya: head waiter.

c. Kategori peralatan dan kelengkapan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan nama peralatan yang dipergunakan untuk bekerja pada berbagai bagian di hotel dan restoran. Yang termasuk pada kategori ini:

1) peralatan dapur, misalnya: stove,

2) peralatan makan dan minum, misalnya: plate, spoon, water goblet,

3) peralatan umum, misalnya: trolley,

4) perlengkapan kerja, misalnya: kitchen towl, 5) perlengkapan dapur, misalnya: handwash sink, dan 6) perlengkapan restoran dan bar, misalnya: contaier. d. Kategori administrasi, yaitu

kelompok kosakata yang berhubungan dengan

pengadministrasian sejumlah usaha yang dilakukan di hotel dan restoran. Yang termasuk pada kategori ini:

1) mitra usaha dan kerjasama, misalnya: outsourcing dan 2) komunikasi antarbagian, misalnya: store requesition. e. Kategori jenis harga kamar, yaitu

kelompok kosakata yang

berhubungan dengan jenis harga kamar yang diberikan pada tamu


(9)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|547

tertentu, misalnya: corporate rate.

f. Kategori jenis pelayanan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan nama dan jenis pelayanan yang diberikan karyawan di hotel dan restoran, misalnya: self service, self cooking items.

g. Kategori jenis restoran, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan jenis restoran berdasarkan menu yang dijual atau nuansa restoran itu sendiri, misalnya: sea food restaurant.

h. Kategori jenis acara di hotel, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan acara yang sering digelar di hotel dan menjadi objek penjualan produk hotel. Yang termasuk pada kategori ini adalah:

1) MICE, misalnya: meeting, wedding.

i. Kategori fasilitas hotel dan restoran, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan fasilitas yang disediakan oleh hotel untuk kebutuhan tamu. Yang termasuk pada kategori ini adalah:

1) fasilitas kamar, misalnya: hair dryer dan

2) kelengkapan kamar, misalnya: amenities.

j. Kategori fasilitas umum, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan fasilitas yang disediakan oleh hotel untuk

seluruh tamu hotel sebagai fasilitas tambahan. Yang termasuk pada kategori ini: 1) tempat umum, misalnya: lobby, public area dan

2) pendukung usaha akomodasi, misalya: parking area.

k. Kategori hiburan dan olahraga, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan kegiatan hiburan dan olahraga yang difasilitasi oleh hotel, misalnya: fitness centre, live music.

l. Kategori kelompok pengunjung, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan nama klub pengunjung hotel atau restoran, misalnya: tumble tots.

m. Kategori nama tempat dan bagian hotel (department/ section), yaitu kelompok kosakata yang

berhubungan dengan nama jabatan dari mulai jabatan paling bawah sampai jabatan paling tinggi di hotel dan restoran, misalnya: room division, pastry section.

n. Kategori tata hidangan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan makanan dan cara penyajiannya. Yang termasuk pada kategori ini: 1) nama, jenis, bahan, dan

pelengkap makanan dan minuman, misalnya: wine, chicken, beef, alcoholic drink.

2) nama jenis menu dan perjamuan, misalnya: dessert, maincourse.


(10)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|548

3) waktu makan, misalnya: breakfast, dinner,

4) cara penghidangan menu, misalnya: buffet, a la carte, dan 5) hiasan, misalnya: chocolate mountain.

o. Kategori tata ruang, yaitu kelompok kosakata yang

berhubungan dengan pengaturan ruangan dan tempat duduk untuk acara pertemuan, misalnya: round table style, U shape style. p. Kategori aktivitas tamu, yaitu

kelompok kosakata yang berhubungan dengan hal yang dilakukan oleh tamu dan bukan menjadi tugas karyawan hotel, misalnya: check out.

q. Kategori perjalanan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan istilah dalam perjalanan, misalnya: transit.

r. Kategori pemasaran dan penjualan produk, yaitu kelompok kosakata yang

berhubungan dengan pemasaran dan penjualan produk hotel atau restoran. Yang termasuk pada kategori ini adalah:

1) alat dan bentuk promosi, misalnya: happy hour dan 2) penjualan produk, misalnya: revenue.

s. Kategori profesi dan

profesionalisme, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan nama profesi dan syarat profesionalisme karyawan di

hotel dan restoran. Yang termasuk pada kategori ini: 1) status pegawai, misalnya: daily worker,

2) kompetensi, misalnya: knowledge, skill, dan 3) penampilan pegawai, misalnya: standard grooming. t. Kategori program pendidikan, yaitu kelompok kosakata yang berhubungan dengan program pendidikan di STP Bandung, misalnya: job training. u. Kategori istilah umum di luar

perhotelan, yaitu kelompok kosakata yang tidak hanya berhubungan dengan bidang hotel dan restoran, misalnya: security.

3. Pemahaman Mahasiswa Mengenai Makna Kosakata BA yang Digunakan

Bloomfield (1979: 56) menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan

dwibahasawan apabila ia menguasai dua bahasa dengan sama baiknya. Sementara, Einar Haugen (1969) mengatakan bahwa untuk menjadi dwibahasawan seseorang tidak harus menguasai B2 apalagi sampai tingkat kemahirannya sama dengan B1 yang dimilikinya. Untuk menjadi seorang

dwibahasawan, seseorang hanya cukup memahami B2 secara pasif.

Pengukuran pemahaman responden terhadap makna kosakata BA yang

digunakannya berhubungan dengan masalah kedwibahasaan dan kontak bahasa meskipun masalah yang akan dikaji lebih lanjut bukan untuk mengukur tingkat kedwibahasaan atau


(11)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|549

tingkat kontak bahasa yang terjadi pada responden. Tingkat pemahaman responden pada penelitian ini dikaji untuk

mendapatkan gambaran mengenai keterhubungan penggunaan istilah BA dengan pemahaman responden mengenai makna kata BA tersebut. Selain itu, cara ini pun dapat memberikan gambaran mengenai salah satu alasan mengapa responden menggunakan kosakata BA dalam tulisannya.

Menurut asumsi sederhana, responden yang menggunakan kosakata BA dalam salah satu kegiatan berbahasanya, maka ia cenderung bisa dikatakan memahami makna kosakata BA tersebut. Tetapi, di dalam kenyataannya tidaklah demikian. Secara

pelaku, peminjaman bisa dilakukan selain oleh orang yang memang menguasai dua bahasa atau lebih, juga dilakukan oleh orang yang sedang mempelajarai bahasa kedua (B2). Dengan demikian, bisa jadi responden yang banyak menggunakan kosakata BA bukanlah orang yang memiliki kepandaian berbahasa asing, melainkan sebagai pembelajar. Bagi responden ini,

menggunakan kosakata BA mempunyai alasan tersendiri yang mungkin jauh berbeda dengan alasan orang lain yang memang memiliki kemampuan yang tinggi dalam berbahasa asing.

Berikut ini adalah hasil tes

pemahaman responden mengenai kosakata BA yang digunakannya:

Tabel 2

REKAPITULASI TINGKAT PEMAHAMAN RESPONDEN MENGENAI MAKNA KOSAKATA BA YANG DIGUNAKANNYA

Tingkat Pemahaman Responden

Data Penelitian Jml.

DP 1 DP 2 DP 3 DP 4 DP 5 Jumlah kosakata yang dapat

dipahami responden dengan tepat

33 (61%)

61 (86%)

25 (41%)

52 (79%)

40 (91%)

211 (71,3%) Jumlah kosakata yang kurang

dipahami responden

14 (26%)

10 (14%)

15 (25%)

14 (21%)

4 (9%)

57 (19,3%) Jumlah kosakata yang tidak

dapat dipahami responden

7 (13%)

0 21 (34%)

0 0 28 (9,4%)

Jumlah 54 71 61 66 44 296

Berdasarkan hasil pengetesan terhadap tingkat pemahaman makna kosakata BA yang digunakan oleh responden pada tabel di atas, penulis mendapat beberapa

informasi penting yang berhubungan dengan penelitian ini. Pertama, rata-rata

pemahaman responden mengenai kosakata BA yang digunakannya termasuk tinggi (71,3%). Hal ini mengindikasikan bahwa responden selain responden mempunyai pemahaman yang tinggi tentang kosakata

BA, responden pun memahami maksud dari apa yang dituliskannya.

Kedua, ada 28 kata yang tidak diketahui maksudnya oleh responden. Hal ini menjadi bahan pertanyaan, “mengapa dia

menggunakannya, padahal dia tidak

mengetahui maksudnya?”. Kata-kata seperti: supper, reset up, personal behaviour, dan banquet tidak diketahui maknanya oleh responden. Inilah yang dimaksud oleh


(12)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|550

Suwardjono (2004) dengan MSMD (monkey see monkey do).

Ketiga, terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara pemahaman responden yang satu dengan responden lainnya. Responden yang dijadikan data penelitian (DP) 5 memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi (91%); sementara DP 3 hanya 41 %. Dengan perbedaan ini, penulis menduga bahwa penggunaan kosakata BA tidak memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan pengguna dalam memahami makna kosakata BA tersebut. Hal ini tentu saja memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dibuktikan kebenarannya.

4. Pengetahuan Mahasiswa Mengenai Padanan Kosakata BA yang Digunakan

Pengetesan terhadap pengetahuan responden menenai padanan kosakata BA yang digunakannya dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai salah satu alasan mengapa responden menggunakan kosakata BA. Penulis sebelumnya menduga bahwa ada hubungan sebab-akibat antara penggunaan sejumlah kosakata BA terkait dengan pengetahuan kosakata untuk istilah-istilah tertentu dalam BI. Kebanyakan istilah-istilah yang dipergunakan dalam bidang perhotelan berasal dari BA, lalu dicarikan padanan kosakata BI-nya.

Berikut ini adalah rekapitulasi hasil analisis mengenai pengetahuan responden tentang padanan kosakata BA dalam BI:

Tabel 3

REKAPITULASI TINGKAT PENGETAHUAN RESPONDEN MENGENAI PADANAN KOSAKATA BA YANG DIGUNAKANNYA

Tingkat Pengetahuan Responden

Data Penelitian Jml

DP 1 DP 2 DP 3 DP 4 DP 5 Jumlah kosakata yang

dapat diketahui

padanannya dengan tepat oleh responden

31 (58%)

54 (76%)

39 (64%)

30 (45%)

22 (50%)

176 (59,5%)

Jumlah kosakata yang kurang tepat diketahui padanannya oleh responden

11 (20%)

9 (12,5%)

5 (8%)

2 (3%)

4 (7%)

31 (10,5%)

Jumlah kosakata yang tidak diketahui padanannya oleh responden

10 (18%)

6 (8,5%)

17 (28%)

34 (52%)

18 (43%)

85 (29%) Jumlah kosakata yang

belum ada padanannya

2 (4%)

2 (3%)

0 0 0 4 (1%)

Jml 54 71 61 66 44 296

Berdasarkan informasi yang terdapat pada tabel di atas, rata-rata pengetahuan responden yang mengetahui padanan kosakata BA dengan tepat hanya 59,5%. Jika kriteria tingkat pengetahuan responden

dibuat menjadi tiga (rendah, cukup, dan tinggi), maka pengetahuan responden tentang padanan kosakata BA termasuk kriteria cukup. Data ini pun berarti bahwa ada sekitar setengah dari seluruh kosakata


(13)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|551

BA yang digunakan oleh responden tidak diketahui dengan baik padanan katanya dalam BI.

Kosakata BA yang tidak diketahui padanannya oleh responden sebanyak 85 buah atau sekitar 29%. Ketidaktahuan responden tentang padanan kosakata

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) responden tidak pernah menemukan kata tersebut, baik di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran di kampus, (2) responden tidak pernah mempelajari kosakata tersebut karena terlebih dahulu berkenalan dengan kosakata BA-nya, (3) responden kesulitan mencari padanannya karena rujukan makna dari kata tertentu tidak terdapat di Indonesia, dan (4) responden tidak berusaha secara khusus (mencarinya di kamus atau glosarium, misalnya) untuk mengetahui padanan kata tersebut.

Dari sejumlah data pada tabel di atas, terdapat 4 buah kosakata BA yang belum ada padanannya (penulis tidak

menemukannya) dalam BI. Kosakata tersebut adalah: disk jokey, guest amenities, wine bucket, dan wine carafe.

5. Alasan Penggunaan Kosakata BA Hasil wawancara penulis dengan responden mengenai alasan penggunaan kosakata BA dalam tulisannya terbagi ke dalam 12 kategori. Secara berurutan berdasarkan frekwensi alasan, berikut ini penulis uraikan alasan-alasan responden dalam menggunakan kosakata BA.

Pertama, responden menggunakan kosakata BA karena kosakata tersebut lebih umum dipergunakan di dalam dunia perhotelan. Alasan ini berhubungan dengan keterpahaman sesama karyawan atau

karyawan dengan tamu dalam

berkomunikasi di hotel, pemahaman tentang prosedur kerja, dan pemahaman tentang resep pembuatan produk makanan. Misalnya, kata clear up lebih komunikatif pemakaiannya daripada kata pembersihan.

Kedua, responden menggunakan kosakata BA karena kosakata BA tersebut dapat menunjukkan latar belakang pendidikan, lebih meningkatkan rasa percaya diri, dan lebih prestisius. Alasan ini berhubungan dengan pemilihan kosakata yang dikuasai dan sikap berbahasa

responden. Biasanya penggunaan kosakata BA yang didasari alasan ini cenderung berlebihan atau bahkan kurang tepat. Misalnya: Pertama kali job training di hotel ini, saya ditempatkan di front office dan diberikan knowledge mengenai rooms (DP 1).

Ketiga, responden menggunakan kosakata BA karena ia kesulitan

menemukan kata yang tepat dalam BI untuk mengungkapkan kosakata tertentu. Hal ini berhubungan dengan pengetahuan responden dalam BI dan ketersediaan jumlah kosakata BI. Misalnya: kata head waiter (pramutama), room boy, room maid (petugas kamar).

Keempat, responden menggunakan kosakata BA karena pengaruh kebiasaan dalam belajar. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan dosen dalam memperkenalkan istilah-istilah dalam mengajar, kebiasaan mahasiswa menggunakannya di dalam kuliah praktik atau membaca buku-buku referensi yang berhubungan dengan masalah hotel dan restoran. Misalnya, kata kitchen, stove, knife digunakan atas dasar kebiasaan.


(14)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|552

Kelima, responden menggunakan kosakata BA karena tidak ada padanan kata dalam BI. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan BI yang belum mampu memiliki jumlah kosakata sebanyak bahasa-bahasa yang sudah mapan. Misalnya, table d’hote (jenis pelayanan makan langsung di meja makan dengan urutan penyajian secara sistematis dari mulai appetizer, soup, main course, sampai

dessert).

Keenam, responden menggunakan kosakata BA karena secara budaya, rujukan kosakata BA tertentu tidak terdapat di Indonesia atau bukan asli budaya Indonesia. Hal ini berhubungan dengan kosakata khusus yang berkaitan dengan perbedaan unsur budaya negara-negara tertentu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ilmu perhotelan yang sekarang dianggap modern di Indonesia diadopsi dari negara-negara Eropa. Misalnya, kata supper yang berarti makan tengah malam tidak terdapat di Indonesia karena umumnya orang Indonesia tidak memiliki kebiasaan makan pada tengah malam. Meskipun ada istilah sahur dalam BI, tentu tidak memiliki konotasi makna yang sama karena makan sahur biasanya bertujuan untuk melakukan puasa pada esok harinya, sedangkan supper tidak.

Ketujuh, responden menggunakan kosakata BA karena menginginkan nuansa makna atau konotasi makna yang tepat atau untuk memperhalus. Hal ini

berhubungan dengan masalah keterwakilan cakupan makna suatu kata dan memperhalus istilah supaya tidak terkesan jorok atau kasar. Misalnya, istilah front office sebenarnya kurang tepat dibandingkan

dengan kantor depan dari sisi cakupan maknanya, kata kitchen sebenarnya lebih luas dari kata dapur yang ada di Indonesia, kata waiter dipilih karena konotasinya lebih halus dari pelayan atau pramusaji.

Kedelapan, responden menggunakan kosakata BA karena kosakata BA lebih efektif daripada kosakata BI. Misalnya: wellcome drink, early arrival.

Kesembilan, responden menggunakan kosakata BA untuk membedakan makna kata karena kosakata tersebut dalam BI tidak mengenal perbedaan. Hal ini berhubungan dengan meluas dan menyempitnya makna kata tertentu. Misalnya, butter dan margarine. Untuk kedua kata ini, kosakata BI menyebutnya dengan mentega. Padahal, terdapat perbedaan di antara kedua kata tersebut. Butter adalah produk mentega yang terbuat dari tumbuhan (nabati) dan margarine merupakan produk mentega yang terbuat dari hewan. Perbedaan ini penting diketahui karena kualitas produk yang dihasilkan akan berbeda jika menggunakan bahan mentega yang berbeda. Apabila di dalam resep standar hanya tertulis mentega, dalam pelaksanaan pembuatan produk kemungkinan bisa keliru.

Terakhir, responden menggunakan kosakata BA karena tidak merasa menggunakan BA. Artinya, responden menggunakan pengetahuan siap yang ada di dalam pikirannya tanpa berpikir mengenai asing atau tidaknya kosakata tersebut. Terlalu seringnya mahasiswa menggunakan unsur-unsur bahasa asing dalam belajar atau dalam kehidupan sehari-hari berakibat pada ketidakpekaan dalam mengenali keasingan sebuah kata atau istilah.


(15)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|553

D. PENUTUP

Penulis memandang perlu adanya kajian yang berhubungan dengan

penggunaan kosakata BA dan kemampuan ber-BI secara umum. Selain itu, penulis juga melihat ada kemungkinan pembahasannya melibatkan kajian mengenai kemampuan responden dalam berbahasa asing. Oleh karena itu, tulisan ini bisa dilanjutkan dengan bentuk perluasan kajian dengan melibatkan dua dasar hubungan di atas.

Tulisan ini pun bisa dijadikan data awal untuk kajian pembuktian lebih lanjut

mengenai keterhubungan antara penggunaan kosakata BA dengan keterbatasan kosakata BI. Secara sederhana, dalam tulisan ini telah disinggung masalah tersebut, namun penulis tidak mengkajinya secara lengkap dan terpusat.

Tulisan ini bisa dilanjutkan dengan model dan bentuk penelitian yang berbeda. Misalnya, uji coba penggantian dan

pemakaian kosakata BA dalam bidang perhotelan. Kajian penelitiannya bisa berfokus pada tingkat hambatan komunikasi antarbagian di hotel apabila peristilahannya digantikan dengan kosakata BI.


(16)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|554

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Brown, H. D. 1980. Principles of Language Learning and Teaching.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik:Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Grosjean, Francois. 1982. Life with Two Languages An Introduction to Bilingualism. London

:Harvard University Press.

Haugen, Einar. 1972. The Ecology of Language. California: Stanford University Press. ---. 1974. Bilingualism in the Americas: A Bibliography and Research Guide.

Alabama: Harvard University.

Moeler, Andri. 2004. “Menyikapi Penggunaan Istilah Asing”(dalam KOMPAS, 2 Desember 2004). Jakarta: PT Kompas-Gramedia.

Pauli, Eugen. 1979. Classical Cooking The Modern Way. Boston: CBI Publishing Company. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pengindonesiaan kata dan Ungkapan Asing.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

---. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

---. 1995. Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing. Jakarta: Balai Pustaka. Suwardjono. 2004. “Aspek Kebahasaan Indonesia dalam Karya Tulis

Akademik/Ilmiah/Kesarjanaan” Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE-YKPN. www.budpar.go.id, Kunjungan Wisatawan Mancanegara


(1)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|549

tingkat kontak bahasa yang terjadi pada responden. Tingkat pemahaman responden pada penelitian ini dikaji untuk

mendapatkan gambaran mengenai keterhubungan penggunaan istilah BA dengan pemahaman responden mengenai makna kata BA tersebut. Selain itu, cara ini pun dapat memberikan gambaran mengenai salah satu alasan mengapa responden menggunakan kosakata BA dalam tulisannya.

Menurut asumsi sederhana, responden yang menggunakan kosakata BA dalam salah satu kegiatan berbahasanya, maka ia cenderung bisa dikatakan memahami makna kosakata BA tersebut. Tetapi, di dalam kenyataannya tidaklah demikian. Secara

pelaku, peminjaman bisa dilakukan selain oleh orang yang memang menguasai dua bahasa atau lebih, juga dilakukan oleh orang yang sedang mempelajarai bahasa kedua (B2). Dengan demikian, bisa jadi responden yang banyak menggunakan kosakata BA bukanlah orang yang memiliki kepandaian berbahasa asing, melainkan sebagai pembelajar. Bagi responden ini,

menggunakan kosakata BA mempunyai alasan tersendiri yang mungkin jauh berbeda dengan alasan orang lain yang memang memiliki kemampuan yang tinggi dalam berbahasa asing.

Berikut ini adalah hasil tes

pemahaman responden mengenai kosakata BA yang digunakannya:

Tabel 2

REKAPITULASI TINGKAT PEMAHAMAN RESPONDEN MENGENAI MAKNA KOSAKATA BA YANG DIGUNAKANNYA

Tingkat Pemahaman Responden

Data Penelitian Jml.

DP 1 DP 2 DP 3 DP 4 DP 5 Jumlah kosakata yang dapat

dipahami responden dengan tepat

33 (61%)

61 (86%)

25 (41%)

52 (79%)

40 (91%)

211 (71,3%) Jumlah kosakata yang kurang

dipahami responden

14 (26%)

10 (14%)

15 (25%)

14 (21%)

4 (9%)

57 (19,3%) Jumlah kosakata yang tidak

dapat dipahami responden

7 (13%)

0 21 (34%)

0 0 28 (9,4%)

Jumlah 54 71 61 66 44 296

Berdasarkan hasil pengetesan terhadap tingkat pemahaman makna kosakata BA yang digunakan oleh responden pada tabel di atas, penulis mendapat beberapa

informasi penting yang berhubungan dengan penelitian ini. Pertama, rata-rata

pemahaman responden mengenai kosakata BA yang digunakannya termasuk tinggi (71,3%). Hal ini mengindikasikan bahwa responden selain responden mempunyai pemahaman yang tinggi tentang kosakata

BA, responden pun memahami maksud dari apa yang dituliskannya.

Kedua, ada 28 kata yang tidak diketahui maksudnya oleh responden. Hal ini menjadi bahan pertanyaan, “mengapa dia

menggunakannya, padahal dia tidak

mengetahui maksudnya?”. Kata-kata seperti: supper, reset up, personal behaviour, dan banquet tidak diketahui maknanya oleh responden. Inilah yang dimaksud oleh


(2)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|550

Suwardjono (2004) dengan MSMD (monkey see monkey do).

Ketiga, terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara pemahaman responden yang satu dengan responden lainnya. Responden yang dijadikan data penelitian (DP) 5 memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi (91%); sementara DP 3 hanya 41 %. Dengan perbedaan ini, penulis menduga bahwa penggunaan kosakata BA tidak memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan pengguna dalam memahami makna kosakata BA tersebut. Hal ini tentu saja memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dibuktikan kebenarannya.

4. Pengetahuan Mahasiswa Mengenai Padanan Kosakata BA yang Digunakan

Pengetesan terhadap pengetahuan responden menenai padanan kosakata BA yang digunakannya dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai salah satu alasan mengapa responden menggunakan kosakata BA. Penulis sebelumnya menduga bahwa ada hubungan sebab-akibat antara penggunaan sejumlah kosakata BA terkait dengan pengetahuan kosakata untuk istilah-istilah tertentu dalam BI. Kebanyakan istilah-istilah yang dipergunakan dalam bidang perhotelan berasal dari BA, lalu dicarikan padanan kosakata BI-nya.

Berikut ini adalah rekapitulasi hasil analisis mengenai pengetahuan responden tentang padanan kosakata BA dalam BI:

Tabel 3

REKAPITULASI TINGKAT PENGETAHUAN RESPONDEN MENGENAI PADANAN KOSAKATA BA YANG DIGUNAKANNYA

Tingkat Pengetahuan Responden

Data Penelitian Jml

DP 1 DP 2 DP 3 DP 4 DP 5 Jumlah kosakata yang

dapat diketahui

padanannya dengan tepat oleh responden 31 (58%) 54 (76%) 39 (64%) 30 (45%) 22 (50%) 176 (59,5%)

Jumlah kosakata yang kurang tepat diketahui padanannya oleh responden 11 (20%) 9 (12,5%) 5 (8%) 2 (3%) 4 (7%) 31 (10,5%)

Jumlah kosakata yang tidak diketahui padanannya oleh responden 10 (18%) 6 (8,5%) 17 (28%) 34 (52%) 18 (43%) 85 (29%) Jumlah kosakata yang

belum ada padanannya

2 (4%)

2 (3%)

0 0 0 4 (1%)

Jml 54 71 61 66 44 296

Berdasarkan informasi yang terdapat pada tabel di atas, rata-rata pengetahuan responden yang mengetahui padanan kosakata BA dengan tepat hanya 59,5%. Jika kriteria tingkat pengetahuan responden

dibuat menjadi tiga (rendah, cukup, dan tinggi), maka pengetahuan responden tentang padanan kosakata BA termasuk kriteria cukup. Data ini pun berarti bahwa ada sekitar setengah dari seluruh kosakata


(3)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|551

BA yang digunakan oleh responden tidak diketahui dengan baik padanan katanya dalam BI.

Kosakata BA yang tidak diketahui padanannya oleh responden sebanyak 85 buah atau sekitar 29%. Ketidaktahuan responden tentang padanan kosakata

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) responden tidak pernah menemukan kata tersebut, baik di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran di kampus, (2) responden tidak pernah mempelajari kosakata tersebut karena terlebih dahulu berkenalan dengan kosakata BA-nya, (3) responden kesulitan mencari padanannya karena rujukan makna dari kata tertentu tidak terdapat di Indonesia, dan (4) responden tidak berusaha secara khusus (mencarinya di kamus atau glosarium, misalnya) untuk mengetahui padanan kata tersebut.

Dari sejumlah data pada tabel di atas, terdapat 4 buah kosakata BA yang belum ada padanannya (penulis tidak

menemukannya) dalam BI. Kosakata tersebut adalah: disk jokey, guest amenities, wine bucket, dan wine carafe.

5. Alasan Penggunaan Kosakata BA Hasil wawancara penulis dengan responden mengenai alasan penggunaan kosakata BA dalam tulisannya terbagi ke dalam 12 kategori. Secara berurutan berdasarkan frekwensi alasan, berikut ini penulis uraikan alasan-alasan responden dalam menggunakan kosakata BA.

Pertama, responden menggunakan kosakata BA karena kosakata tersebut lebih umum dipergunakan di dalam dunia perhotelan. Alasan ini berhubungan dengan keterpahaman sesama karyawan atau

karyawan dengan tamu dalam

berkomunikasi di hotel, pemahaman tentang prosedur kerja, dan pemahaman tentang resep pembuatan produk makanan. Misalnya, kata clear up lebih komunikatif pemakaiannya daripada kata pembersihan.

Kedua, responden menggunakan kosakata BA karena kosakata BA tersebut dapat menunjukkan latar belakang pendidikan, lebih meningkatkan rasa percaya diri, dan lebih prestisius. Alasan ini berhubungan dengan pemilihan kosakata yang dikuasai dan sikap berbahasa

responden. Biasanya penggunaan kosakata BA yang didasari alasan ini cenderung berlebihan atau bahkan kurang tepat. Misalnya: Pertama kali job training di hotel ini, saya ditempatkan di front office dan diberikan knowledge mengenai rooms (DP 1).

Ketiga, responden menggunakan kosakata BA karena ia kesulitan

menemukan kata yang tepat dalam BI untuk mengungkapkan kosakata tertentu. Hal ini berhubungan dengan pengetahuan responden dalam BI dan ketersediaan jumlah kosakata BI. Misalnya: kata head waiter (pramutama), room boy, room maid (petugas kamar).

Keempat, responden menggunakan kosakata BA karena pengaruh kebiasaan dalam belajar. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan dosen dalam memperkenalkan istilah-istilah dalam mengajar, kebiasaan mahasiswa menggunakannya di dalam kuliah praktik atau membaca buku-buku referensi yang berhubungan dengan masalah hotel dan restoran. Misalnya, kata kitchen, stove, knife digunakan atas dasar kebiasaan.


(4)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|552

Kelima, responden menggunakan kosakata BA karena tidak ada padanan kata dalam BI. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan BI yang belum mampu memiliki jumlah kosakata sebanyak bahasa-bahasa yang sudah mapan. Misalnya, table d’hote (jenis pelayanan makan langsung di meja makan dengan urutan penyajian secara sistematis dari mulai appetizer, soup, main course, sampai

dessert).

Keenam, responden menggunakan kosakata BA karena secara budaya, rujukan kosakata BA tertentu tidak terdapat di Indonesia atau bukan asli budaya Indonesia. Hal ini berhubungan dengan kosakata khusus yang berkaitan dengan perbedaan unsur budaya negara-negara tertentu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ilmu perhotelan yang sekarang dianggap modern di Indonesia diadopsi dari negara-negara Eropa. Misalnya, kata supper yang berarti makan tengah malam tidak terdapat di Indonesia karena umumnya orang Indonesia tidak memiliki kebiasaan makan pada tengah malam. Meskipun ada istilah sahur dalam BI, tentu tidak memiliki konotasi makna yang sama karena makan sahur biasanya bertujuan untuk melakukan puasa pada esok harinya, sedangkan supper tidak.

Ketujuh, responden menggunakan kosakata BA karena menginginkan nuansa makna atau konotasi makna yang tepat atau untuk memperhalus. Hal ini

berhubungan dengan masalah keterwakilan cakupan makna suatu kata dan memperhalus istilah supaya tidak terkesan jorok atau kasar. Misalnya, istilah front office sebenarnya kurang tepat dibandingkan

dengan kantor depan dari sisi cakupan maknanya, kata kitchen sebenarnya lebih luas dari kata dapur yang ada di Indonesia, kata waiter dipilih karena konotasinya lebih halus dari pelayan atau pramusaji.

Kedelapan, responden menggunakan kosakata BA karena kosakata BA lebih efektif daripada kosakata BI. Misalnya: wellcome drink, early arrival.

Kesembilan, responden menggunakan kosakata BA untuk membedakan makna kata karena kosakata tersebut dalam BI tidak mengenal perbedaan. Hal ini berhubungan dengan meluas dan menyempitnya makna kata tertentu. Misalnya, butter dan margarine. Untuk kedua kata ini, kosakata BI menyebutnya dengan mentega. Padahal, terdapat perbedaan di antara kedua kata tersebut. Butter adalah produk mentega yang terbuat dari tumbuhan (nabati) dan margarine merupakan produk mentega yang terbuat dari hewan. Perbedaan ini penting diketahui karena kualitas produk yang dihasilkan akan berbeda jika menggunakan bahan mentega yang berbeda. Apabila di dalam resep standar hanya tertulis mentega, dalam pelaksanaan pembuatan produk kemungkinan bisa keliru.

Terakhir, responden menggunakan kosakata BA karena tidak merasa menggunakan BA. Artinya, responden menggunakan pengetahuan siap yang ada di dalam pikirannya tanpa berpikir mengenai asing atau tidaknya kosakata tersebut. Terlalu seringnya mahasiswa menggunakan unsur-unsur bahasa asing dalam belajar atau dalam kehidupan sehari-hari berakibat pada ketidakpekaan dalam mengenali keasingan sebuah kata atau istilah.


(5)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|553

D. PENUTUP

Penulis memandang perlu adanya kajian yang berhubungan dengan

penggunaan kosakata BA dan kemampuan ber-BI secara umum. Selain itu, penulis juga melihat ada kemungkinan pembahasannya melibatkan kajian mengenai kemampuan responden dalam berbahasa asing. Oleh karena itu, tulisan ini bisa dilanjutkan dengan bentuk perluasan kajian dengan melibatkan dua dasar hubungan di atas.

Tulisan ini pun bisa dijadikan data awal untuk kajian pembuktian lebih lanjut

mengenai keterhubungan antara penggunaan kosakata BA dengan keterbatasan kosakata BI. Secara sederhana, dalam tulisan ini telah disinggung masalah tersebut, namun penulis tidak mengkajinya secara lengkap dan terpusat.

Tulisan ini bisa dilanjutkan dengan model dan bentuk penelitian yang berbeda. Misalnya, uji coba penggantian dan

pemakaian kosakata BA dalam bidang perhotelan. Kajian penelitiannya bisa berfokus pada tingkat hambatan komunikasi antarbagian di hotel apabila peristilahannya digantikan dengan kosakata BI.


(6)

Jurnal Artikulasi Vol.9 No.1 Februari 2010|554

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Brown, H. D. 1980. Principles of Language Learning and Teaching.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik:Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Grosjean, Francois. 1982. Life with Two Languages An Introduction to Bilingualism. London

:Harvard University Press.

Haugen, Einar. 1972. The Ecology of Language. California: Stanford University Press. ---. 1974. Bilingualism in the Americas: A Bibliography and Research Guide.

Alabama: Harvard University.

Moeler, Andri. 2004. “Menyikapi Penggunaan Istilah Asing”(dalam KOMPAS, 2 Desember 2004). Jakarta: PT Kompas-Gramedia.

Pauli, Eugen. 1979. Classical Cooking The Modern Way. Boston: CBI Publishing Company. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pengindonesiaan kata dan Ungkapan Asing.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

---. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

---. 1995. Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing. Jakarta: Balai Pustaka. Suwardjono. 2004. “Aspek Kebahasaan Indonesia dalam Karya Tulis

Akademik/Ilmiah/Kesarjanaan” Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE-YKPN. www.budpar.go.id, Kunjungan Wisatawan Mancanegara