II -
18
Sumber : BLH Kab Semarang, 2011
Gambar II.4. Permasalahan Danau Rawapening
2.3. KONDISI DAN PERMASALAHAN KELEMBAGAAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa persoalan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan Rawapening bersifat
multidimensional. Beberapa permasalahan di bidang manajemen kelembagaan antara lain:
a. Adanya pergeseran sistem pemerintahan yang menuntut kesiapan stakeholder untuk mengelola kawasan Rawapening dengan baik.
b. kebijakan otonomi daerah yang menekankan pada batas administrasi, sementara pengelolaan Kawasan Rawapening tidak sama dengan
batas administrasi sehingga menghambat pengelolaan apalagi ada undang-undang otonomi daerah.
II -
19
c. Kelembagaan dan koordinasi dalam rangka menangani pengelolaan sumberdaya air belum berjalan secara optimal, peran kelembagaan
yang ada Rembug Rawapening belum mantap, akibatnya setiap benefecieries bertindak bebas tanpa ada peraturan yang mengatur
setiap aktifitas baik di daerah tangkapan air maupun inti danau Rawapening, yang cenderung menimbulkan konfllik.
d. Kegiatan-kegiatan pembangunan yang selama ini dilakukan masih menggunakan pendekatan kebijakan topdown approach dan bersifat
sektoral serta kedaerahan. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi antara bottom up dan top-down opproach
e. Masih adanya ego sektoral dan kepentingan sehingga menimbulkan potensi konflik yang tinggi.
f. Belum terciptanya pengelolaan sumberdaya air dengan menggunakan pendekatan regional,
g. Belum tersedianya data base pengelolaan lingkungan hidup yang mengintegrasikan antara teknologi penginderaan jauh remote
sensing dengan sistem informasi geografi yang lebih akurat. h. Belum
tersosialisasinya misi
pelayanan pemerintah
kepada masyarakat,
i. Kurang optimalnya komitmen masing-masing stakeholder yang terus menerus mengupayakan pelestarian Rawapening
j. Tidak tegaknya pengaturan air oleh pintu air PLTA Tuntang menimbulkan konflik antara petani lahan pasang surut rawa
kabupaten Sernarang dengan petani hilir terutama Kabupaten Grobogan
k. Tidak ada pengaturan penambangan gambut di Rawapening yang memberikan keuntungan besar bagi pengusahanya.
l. Belum dimilikinya grand design mengakibatkan arah action plan tidak jelas bagi dinas instansi yang terkait, sehingga program-program yang
dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping program dan pemborosan.
Berdasarkan persoalan tersebut diatas maka Permasalahan kelembagaan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu kelembagaan baik formal
II -
20 maupun informal dan belum adanya grand design. Belum optimalnya
kelembagaan yang ada baik formal maupun informal mengakibatkan
belum optimalnya proses kebijakan pengelolaan air yang mantap, ditambah belum adanya peraturan yang mengatur setiap aktivitas baik di
daerah tangkapan maupun pada inti danau sehinga memicu timbulnya konflik. Peran kelembagaan informal berupa kearifan lokal merupakan
potensi kekuatan masih dapat lebih ditingkatkan. Nilai Ngepen dan Wening telah ditinggalkan baik oleh masyarakat di sekitar Danau
Rawapening maupun oleh negara. Belum dimilikinya grand desain menyebabkan arah action plan
tidak jelas bagi dinasinstansi yang terkait, sehingga program-program yang dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping
program, kerancuan kewenangan dan tanggungjawab program dan pemborosan.
Diperlukan kerjasama dan partisipasi aktif dari sfakeholder lainnya terutama masyarakat yang berada di Kawasan Rawapening. Hal ini perlu
ada dukungan kerjasama yang baik antara berbagai stakeholder yang ada serta di dukung dengan dana yang memadai, di samping itu
pedoman penanganan kawasan Rawapening yang terpadu dan operasional sangat diperlukan.
2.4. Kondisi dan permasalahan kemasyarakatan