daya tampung beban pencemaran rawa pening

(1)

(2)

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawa Pening

© Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

TIM PENYUSUN :

Pengarah :

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan I klim

Penanggung Jawab :

Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat

Penulis :

Badruddin Machbub, Arif Suwanto, Titi Novitha Harahap, Harmin Manurung, I nge Retnowati Siti Rachmiati, Wahyu Cahyadi Rustadi.

Diterbitkan oleh :

Kementerian Lingkungan Hidup, 2012.

iii

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan Kesepakatan Bali tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang telah ditandatangai oleh 9 (sembilan) Menteri pada tanggal 13 Agustus 2009, maka Danau Rawapening adalah satu dari 15 (lima belas) danau prioritas yang harus diselamatkan pada periode tahun 2009-2014. Untuk itu, maka pada tahun 2012 ini, Kementerian Lingkungan Hidup telah menyusun Kajian Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Rawapening dan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening. Kajian ini sangat penting untuk memberikan arah kebijakan dalam perlindungan dan pemanfaatan ekosistem Danau Rawapening secara berkelanjutan.

Kajian Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Rawapening berguna antara lain sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan rencana tata ruang, pemberian izin kegiatan, dan izin pembuangan air limbah yang masuk ke peraiaran Danau Rawapening. Sedangkan penyusunan Zonasi Pemanfaatan Peraiaran Danau Rawapening berguna untuk memberikan arahan kepada pemerintah, pemerintah daerah, swasta/ dunia usaha dalam memanfaatkan peraiaran danau melalaui bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya, daya dukung dan proses-proses ekologis agar nilai dan manfaat Danau Rawapening dapat berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang.

Buku ini disusun melalui pengumpulan data sekunder, data primer, diskusi dengan pakar dan praktisi baik di tingkat pusat maupun daerah serta masyarakat. Mengingat keterbatasan data, waktu dan biaya, maka buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan masukan, saran dan koreksi dari semua pihak untuk penyempurnaannya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak dalam upaya penyelamatan ekosistem Danau Rawapening.

Jakarta, Agustus 2012

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan I klim


(3)

v

DAFTAR ISI

Hal.

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 LatarBelakang ... 1 1.2 Tujuan dan Sasaran ... 2

1.3 Pengertian dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait ... 2

1.3.1 Pengertian ... 2

1.3.2 Peraturan Perundang-undangan ... 4

1.4 Metodologi ... 5

1.4.1 Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) Danau ... 5

1.4.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruh Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau ... 5

1.4.1.2. Perhitungan DayaTampung Beban Pencemaran Air Danau ... 10

1.4.2. Penyusunan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau ... 14

1.4.2.1 Kriteria Zonasi Perairan Danau ... 14

1.4.2.2 Tahapan Penetapan Zonasi Perairan Danau ... 22

BAB II GAMBARAN UMUM DANAU RAWAPENING ... 25

2.1 Tipologi Danau ... 25

2.2 Letak Geografis ... 25

2.3 Karakteristik Danau ... 26


(4)

2.4.1 Geologi, Topografi dan Penggunaan Lahan ... 27

2.4.2 Klimatologi dan Sistem Hidrologi DAS ... 29

2.4.3 Morfometri Perairan Danau ... 34

2.5 Kependudukan, Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 35

BAB III KONDISI DANAU RAWAPENING ... 41

3.1 Permasalahan Danau ... 41

3.1.1 Permasalahan Lingkungan Danau ... 41

3.1.2 Permasalahan Kelembagaan ... 44

3.2 Pemanfaatan Danau ... 46

3.3 Kualitas Air dan Status Trofik ... 50

3.3.1 Kualitas Air Sungai dan Danau ... 50

3.3.2 Status Trofik Danau ... 58

3.4 Sedimentasi dan Pendangkalan Danau ... 59

3.4.1 Pendangkalan Danau ... 69

3.4.2 Erosi dan Angkutan Sedimen ... 62

3.4.3 Gulma Air dan Endapan Biomassa ... 64

BAB IV BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU RAWAPENING ... 69

4.1 Sumber Pencemaran dari Daerah Tangkapan Air (DTA) ... 69

4.1.1 Limbah Penduduk ... 71

4.1.2 Limbah Ternak ... 73

4.1.3 Limbah Pertanian dan Perkebunan ... 78

4.1.4 Potensi Beban Pencemaran Daerah Tangkapan Air ... 81

4.2 Limbah Budidaya I kan ... 82

BAB V DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN DAN PROGRAM PENGENDALIAN BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU RAWAPENING ... 85 5.1 Karakteristik Morfometri dan Hidrologi Danau ... 85

5.2 Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) ... 85

5.3 Beban Pencemaran Daerah Tangkapan Air ... 87

5.4 Program Pengendalian Pencemaran Air ... 88

vi BAB VI ZONASI PEMANFAATAN PERAIRAN DANAU RAWAPENING ... 91

6.1 Zonasi Danau Rawapening Bersadarkan Studi yang Ada ... 91

6.2 Usulan Zonasi Perairan Danau Rawapening Alternatif Satu Garis Pantai Danau dengan Tanggul ... 92

6.2.1 Zonasi Enceng Gondok ... 93

6.2.2 Zonasi Perikanan ... 102

6.2.3 Zonasi Pariwisata ... 106

6.2.4 Zonasi Dermaga Perahu ... 109

6.2.5 Zonasi Lindung ... 111

6.3 Usulan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening Alternatif, dengan Pemanfaatan Pertanian Satu Kali Panen Kontur Volume 462,05 m Sampai 462,30 …………... 114

6.3.1 Pola Pemanfaatan Lahan Pertanian Tanaman Padi Satu Kali Panen ... 114

6.3.2 Zonasi Enceng Gondok ... 115

6.3.3 Zonasi Perikanan ... 119

6.3.4 Zonasi Dermaga Perahu ... 119

6.3.5 Zonasi Pariwisata ... 120

6.3.6 Zonasi Lindung ... 121

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

7.1 Kesimpulan ... 110

7.2 Saran ... 111

Daftar Pustaka ... 113 .

. .. .

III .

. . .. . . . .. . .. . .

. ...

. . ... . .

. . . ...


(5)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kriteria Status Trofik Danau ... 3

Tabel 1.2 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 200 ... 7

Tabel 1.3 Model Rumus Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) Danau serta Daya Dukung Budidaya I kan Keramba Jaring Apung (KJA) ... 13

Tabel 1.4 Kriteria Zonasi Danau ... 17

Tabel 2.1 Luas Penggunaan Lahan di Sub DAS Rawapening ... 28

Tabel 2.2 Sungai yang Mengalir ke Danau Rawapening ... 33

Tabel 3.1 Kualitas Air Sungai yang Masuk ke Danau Rawapening ... 50

Tabel 3.2 Profil Kualitas Air Danau Rawapening (Pemantauan 18 September 2011) ... 51

Tabel 3.3 Kriteria Kualiats Air Sesuai Klasifikasi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 ... 54

Tabel 3.4 Pemantauan Kualitas Air untuk Penilaian Status Mutu Air ... 56

Tabel 3.5 Status Mutu Air Danau Rawapening Metoda I ndeks Pencemaran Air ….... 57

Tabel 3.6 Kategori Status Trofik Danau Rawapening ... 59

Tabel 3.7 Volume dan Luas Danau Rawapening ... 60

Tabel 3.8 Luas Lahan Kritis Daerah Kecamatan pada DAS Rawapening di Kabupaten Semarang ... 63

Tabel 3.9 Potensi Sedimentasi di Sub DAS Rawapening Dirinci per Sub DAS ... 64

Tabel 3.10 Debit Aliran dan Suspensi Sungai-sungai yang Masuk ke Danau Rawapening ... 64

Tabel 3.11 Luas Gulma Air di Danau Rawapening ... 65

Tabel 4.1 Luas Wilayah Administrasi pada Sub DAS Rawapening ... 69

Tabel 4.2 Luas Kecamatan di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga dalam Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 70

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga dalam Daerah Tangkapan Air ... 71


(6)

Tabel 4.4 Potensi Beban Pencemaran Limbah Penduduk pada Daerah Tangkapan

Air Danau Rawapening ... 72 Tabel 4.5 Jenis dan Jumlah Ternak Kabupaten Semarang dalam Daerah Tangkapan

Air Danau Rawapening ... 73 Tabel 4.6 Potensi Beban Pencemaran Limbah Ternak pada Daerah Tangkapan Air

Danau Rawapening Berdasarkan Daerah Asal Limbah ... 75 Tabel 4.7 Potensi Beban Pencemaran Limbah Ternak pada Daerah Tangkapan Air

Danau Rawapening Berdasarkan Jenis Ternak ... 75 Tabel 4.8 Luas Lahan Sawah Kebupaten Semarang dalam Daerah Tangkapan Air

Danau Rawapening ... 78 Tabel 4.9 Potensi Beban Pencemaran Limbah Sawah pada Daerah Tangkapan Air

Danau Rawapening ... 79 Tabel 4.10 Luas Lahan Kebun Kabupaten Semarang dalam Daerah Tangkapan Air

Danau Rawapening ... 80 Tabel 4.11 Potensi Beban Pencemaran Limbah Lahan Kebun pada Daerah

Tangkapan Air Danau Rawapening ... 80 Tabel 4.12 Jumlah Potensi Beban Pencemaran pada Daerah Tangkapan Air Danau

Rawapening ... 82 Tabel 4.13 Beban Pencemaran Limbah Pakan I kan Danau Rawapening ... 83 Tabel 5.1 Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) Danau Rawapening …... 86 Tabel 5.2 Jumlah Potensi Beban Pencemaran pada Daerah Tangkapan Air Danau

Rawapening ... 87 Tabel 5.3 Program Pengendalian Pencemaran Air Danau Rawapening ... 88 Tabel 6.1 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan ... 95 Tabel 6.2 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Desa-desa di Sekitar Danau

Rawapening ... 95 Tabel 6.3 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Desa-desa di Sekitar Danau

Rawapening Dengan Luas 10% dari Luas Enceng Gondok Eksisting ... 97 Tabel 6.4 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Kecamatan di Sekitar Danau

Rawapening Dengan Pengurangan Luas 10 % dari Luas Enceng Gondok

Eksisting ... 97

x

..

… .

. .

xi

Tabel 6.5 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Desa-desa di Sekitar Danau Rawapening, Pengurangan Luas 20 % dari Luas Enceng Gondok

Eksisting ...

99

Tabel 6.6 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Kecamatan di Sekitar Danau Rawapening, Pengurangan Luas 20 % dari Luas Enceng Gondok

Eksisting ...

100

Tabel 6.7 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Desa-desa di Sekitar Danau Rawapening, Pengurangan Luas 30 % dari Luas Enceng Gondok

Eksisting ...

101

Tabel 6.8 Luas Enceng Gondok Yang Disarankan pada Kecamatan di Sekitar Danau Rawapening, Pengurangan Luas 30 % dari Luas Enceng Gondok

Eksisting ...

101

Tabel 6.9 Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Rawapening

Tahun 2011 ...

103

Tabel 6.10 Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) yang Disarankan di Danau

Rawapening ... 104 Tabel 6.11 Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening Alternatif Satu Dengan

Tanggul ... 112 Tabel 6.12 Kriteria Zonasi Sempadan Danau Rawapening ... 121 Tabel 6.13 Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening Alternatif Dua Dengan


(7)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema Penetapan Zonasi Danau ... 21

Gambar 2.1 Lokasi Danau Rawapening ... 26

Gambar 2.2 Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Rawapening ... 29

Gambar 2.3 Peta Administrasi Wilayah Sub DAS Rawapening ... 32

Gambar 2.4 Peta Sistem Hidrologi sub DAS Rawapening ... 34

Gambar 2.5 Diagram Kontribusi Tiap Lapangan Usaha di Sekitar Danau Rawapening ... 37

Gambar 2.6 Diagram Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 38

Gambar 3.1 Peta Bahaya Erosi DTA Danau Rawapening ... 42

Gambar 3.2 Peta Tutupan Lahan DTA Danau Rawapening ... 43

Gambar 3.3 Permasalahan Danau Rawapening ... 46

Gambar 3.4 Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau Rawapening ... 47

Gambar 3.5 Derajat Keasaman (pH) Air Danau Rawapening ... 52

Gambar 3.6 Profil Oksigen Terlarut (DO) Danau Rawapening ... 53

Gambar 3.7 Profil Daya Hantar Listrik Danau Rawapening ... 53

Gambar 3.8 Peta Lokasi Sampel Air Danau Rawapening ... 58

Gambar 3.9 Peta Kedalaman Danau Rawapening ... 62

Gambar 3.10 Daerah Pertumbuhan Gulma Air di Danau Rawapening ... 66

Gambar 3.11 Daerah Pertumbuhan Gulma Air yang Berpotensi Berubah Menjadi Daratan di Danau Rawapening Seluas 569 Ha ... 67

Gambar 4.1 Luas Wilayah Kota/ Kabupaten (% ) Pada Sub DAS Rawapening ... 69

Gambar 4.2 Luas Wilayah (% ) pada Kecamatan Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga dalam Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 70

Gambar 4.3 Potensi Beban Pencemaran Limbah Penduduk pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 72

Gambar 4.4 Potensi Beban Pencemaran Limbah Ternak pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 74

Gambar 4.5 Potensi Beban Pencemaran Limbah Ternak pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening Berdasarkan Jenis Ternak ... 76


(8)

xiv

Gambar 4.6 Potensi Beban Pencemaran Limbah Ternak (% ) pada Daerah Tangkapan

Air Danau Rawapening Berdasarkan Jenis Ternak ………... 77

Gambar 4.7 Potensi Beban Pencemaran Limbah Sawah pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 79

Gambar 4.8 Potensi Beban Pencemaran Limbah Lahan Kebun pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 81

Gambar 4.9 Jumlah Potensi Beban Pencemaran pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 82

Gambar 4.10 Beban Pencemaran Limbah Pakan I kan Danau Rawapening ... 83

Gambar 5.1 Jumlah Potensi Beban Pencemaran pada Daerah Tangkapan Air Danau Rawapening ... 88

Gambar 6.1 Peta Zonasi Danau Rawapening ... 92

Gambar 6.2 Zonasi Pemanfaatan Perairan Alternatif Satu Dengan Zona Tanggul …….. 93

Gambar 6.3 Zonasi Enceng Gondok Luas 5% dari Luas Enceng Gondok Eksisting ……. 96

Gambar 6.4 Zonasi Enceng Gondok Luas 10% dari Luas Enceng Gondok Eksisting …… 98

Gambar 6.5 Zonasi Enceng Gondok Luas 20% dari Luas Enceng Gondok Eksisting ... 100

Gambar 6.6 Zonasi Enceng Gondok Luas 30% dari Luas Enceng Gondok Eksisting …… 102

Gambar 6.7 Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) (Unit) di Danau Rawapening Tahun 2011 ... 104

Gambar 6.8 Peta Zonasi Budidaya Perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) ... 105

Gambar 6.9 Peta Zonasi Wisata ... 108

Gambar 6.10 Peta Zonasi Wisata (Alokasi Dermaga) ... 110

Gambar 6.11 Peta Zona Mata Air ... 112

Gambar 6.12 Zonasi Pemanfaatan Perairan dengan Pertanian Pasang Surut ……... 114

Gambar 6.13 Zonasi Enceng Gondok Luas 10% dari Luas Enceng Gondok Eksisting ... 116

Gambar 6.14 Zonasi Enceng Gondok Luas 20% dari Luas Enceng Gondok Eksisting ... 117

Gambar 6.15 Zonasi Enceng Gondok Luas 30% dari Luas Enceng Gondok Eksisting ….. 118

Gambar 6.16 Zonasi Perikanan ... 119

Gambar 6.17 Zonasi Pemanfaatan Dermaga Perahu/ Kapal ... 120

Gambar 6.18 Zonasi Pariwisata ... 121

Gambar 6.19 Zonasi Mata Air ... 122

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

I ndonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, diantaranya danau, dan waduk. Di I ndonesia terdapat 840 danau besar, 735 danau kecil dan 200 waduk besar. Danau sendiri kaya akan keanekaragaman fungsi, hayati, sosial dan budaya sehingga kawasan tersebut memiliki peranan yang penting untuk menunjang kehidupan manusia. Beberapa manfaat kawasan perairan danau antara lain adalah sebagai penyedia air untuk irigasi pertanian, sumber air baku air minum, perikanan, PLTA, pariwisata, transportasi air, serta tempat hidup berbagai makhluk hidup (biota) yang unik yang khas (sumber keanekaragaman hayati). Namun hingga saat ini kondisi danau telah banyak mengalami penurunan kualitas ekosistem akibat pemanfaatan danau yang berlebihan sehingga menimbulkan degradasi kawasan danau.

Danau Rawapening merupakan satu dari 15 (lima belas) danau yang masuk ke dalam prioritas pemulihan kerusakan danau di I ndonesia berdasarkan Kesepakatan Bali Tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan. Kondisi Danau Rawapening saat ini telah berada pada tingkat kerusakan dan pencemaran yang tinggi. Beberapa pencemaran dan kerusakan yang terjadi adalah tingkat sedimentasi yang tinggi, penurunan kualitas air, kerusakan daerah tangkapan air, maraknya keramba jaring apung (KJA) dan enceng gondok, banjir di kawasan hilir dan lain sebagainya. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, diperlukan suatu strategi pengelolaan danau yang berkelanjutan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung kawasan danau.

Pada tahun 2011, sebagai salah satu bentuk komitmen KLH yang tertuang dalam Kesepakatan Bali Tahun 2009 serta mengacu kepada Undang-undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/ atau Waduk serta implementasi buku Pedoman Zonasi Ekosistem Danau yang telah disusun pada tahun 2011, maka KLH Melaksanakan Kajian Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga bagi para pemangku kepentingan baik di tingkat


(9)

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam upaya penyelamatan Danau Rawapening. Selain itu kajian ini juga sebagai perwujudan komitmen KLH yang telah meluncurkan model Gerakan Penyelamatan Danau Rawapening pada Konferensi Nasional Danau I I di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 13-14 Oktober 2011 yang lalu.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan penyusunan kajian ini adalah untuk merumuskan pengelolaan Danau Rawapening agar sesuai dengan daya tampungnya serta serasi dengan tata ruang yang berwawasan lingkungan.

Sasaran pelaksanaan Kajian Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) Danau Rawapening adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam penetapan rencana tata ruang daerah tangkapan air dan pemberian izin kegiatan pemanfaatan danau agar kualitas air danau tetap terjaga. Sedangkan sasaran penyusunan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening ini adalah sebagai bahan panduan bagi pemerintah dalam menata pemanfaatan perairan Danau Rawapening.

1.3. Pengertian dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait

Berikut dijelaskan tentang beberapa pengertian serta peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyusunan daya tampung beban pencemaran air dan penentuan zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening.

1.3.1 Pengertian

Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menajdi cemar.

Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau adalah kemampuan perairan danau menampung beban pencemaran air sehingga memenuhi baku mutu air dan status trofik.

Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya, daya dukung dan proses-proses ekologis. Terdiri dari tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan dengan mempertimbangkan kajian-kajian aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 2

Baku Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.

Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.

Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air atau kelas air yang ditetapkan.

Status trofik adalah status kualitas air danau berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomassa fitoplankton atau produktivitasnya. Penjelasan tentang status trofik danau dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Kriteria Status Trofik Danau

Status Trofik

Kadar

Rata-rata Total-N

(µ/l)

Kadar

Rata-rata Total-P

(µ/l)

Kadar

Rata-rata Khlorofil

-a (µ/l)

Kecerah an Rata-rata (m)

Penjelasan

Oligotrof ≥ 650 < 10 < 2.0 ≥ 10 Status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah. Status ini menunjukkan kualitas air masih alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara Nitrogen dan Fosfor Mesotrof ≤ 750 < 30 < 5.0 ≤ 4 Status trofik air danau yang

mengandung unsur hara dengan kadar sedang. Status ini menunjukkan adanya peningkatan kadar Nitrogen dan fosfor namun masih dalam batas toleransi dan


(10)

Status Trofik

Kadar

Rata-rata Total-N

(µ/l)

Kadar

Rata-rata Total-P

(µ/l)

Kadar

Rata-rata Khlorofil

-a (µ/l)

Kecerah an Rata-rata (m)

Penjelasan

belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran

Eutrof ≤ 1900 < 100 < 15 ≤ 2,5 Status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi. Status ini menunjukkan air telah tercemar dengan adanya peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor

Hipereutrof > 1900 > 100 ≥ 200 > 2,5 Status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi. Status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh adanya peningkatan Nitrogen dan Fosfor yang sangat tinggi.

Sumber : Peraturan Menteri LH No. 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/ atau Waduk

1.3.2 Peraturan Perundang-undangan

Di bawah ini adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penentuan daya tampung beban pencemaran air danau dan zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening. Peraturan tersebut antara lain :

a.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

b.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air;

c.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan; Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

4

d.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

e.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

f.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

g.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;

h.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Air;

i.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya I kan;

j.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualiatas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

k.

Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Kawasan Lindung;

l.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/ atau Waduk.

1.4. Metodologi

Adapun metodologi kajian penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Rawapening dan penyusunan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.4.1 Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) Danau

Rawapening

1.4.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Daya Tampung Beban Pencemaran Air

Danau Rawapening

Daya tampung beban pencemaran air danau tergantung kepada karakteristik dan kondisi lingkungan di sekitarnya, yaitu:

1.

Morfologi dan hidrologi danau;

2.

Kualitas air dan status trofik danau;

3.

Persyaratan atau baku mutu air untuk pemanfaatan sumberdaya air danau;

4.

Alokasi beban pencemaran air dari berbagai sumber dan jenis limbah yang masuk ke danau.


(11)

1. Morfologi dan Hidrologi Danau

Morfologi danau terdiri dari parameter karakter fisik, yaitu:

a.

Luas perairan danau;

b.

Volume air danau;

c.

Kedalaman rata-rata danau.

Sedangkan hidrologi danau terdiri dari karakteristik aliran air, yaitu :

a.

Debit air keluar danau;

b.

Laju penggantian air danau.

Rumus morfologi dan hidrologi danau adalah sebagai berikut:

a. Morfologi danau, yaitu luas perairan (A) dan volumenya (V), yang diperoleh dari hasil pengukuran dan kedalaman rata-rata (Ž) yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (1);

b. Hidrologi danau, yaitu debit air keluar dari waduk (Qo), yang diperoleh dari hasil pengukuran;

c. Laju penggantian air danau (ρ), yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (2).

2. Kualitas Air dan Status Trofik Danau

Parameter kualitas air yang diperlukan untuk perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau berdasarkan :

a.

Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air harus memenuhi baku mutu air, maka parameter kualitas air yang dipilih harus sesuai dengan peruntukan danau;

b.

Penentuan daya tampung beban pencemaran air agar kualitas air harus memenuhi status trofik yang ditetapkan, maka parameter kualitas air yang dipilih adalah unsur hara terutama kadar Phospor sebagai P total.

3. Persyaratan atau Baku Mutu Air untuk pemanfaatan sumberdaya air danau

Air danau pada umumnya bersifat multiguna antara lain sebagai air baku air minum, perikanan, pertanian dan sebagai sumberdaya tenaga listrik. Sumberdaya air danau perlu dipelihara agar kualitasnya memenuhi baku mutu sesuai peruntukannya. Baku mutu air danau tersebut digunakan sebagai bahan acuan perhitungan daya tampung beban pencemaran air danau. Adapun baku mutu air yang dijelaskan dalam Kriteria Kelas Air seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemernitah Nomor 82 Tahun Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

6

rata (Ž) yang diperoleh dari hasil

ρ

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001


(12)

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 8

Keterangan : mg= miligram ug = mikrogram ml = militer L = liter Bq= Bequerel

MBAS = Methylene Blue Active Substance ABAM = Air Baku untuk Air Minum

Logam berat merupakan logam terlarut

Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.

Nilai DO merupakan batas minimum.

Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan

Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan

Tanda < adalah lebih kecil

4. Alokasi Beban Pencemaran Air dari berbagai sumber dan jenis air limbah

yang masuk ke danau

Danau juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah tangkapan air (DTA) dan daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu berbagai sumber pencemaran air dari DTA dan DAS serta bantaran danau terbawa masuk ke perairan danau. Sumber pencemaran tersebut tersebut berasal dari kegiatan antara lain limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industri dan pertambangan. Erosi DAS juga merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan danau.

Beban pencemaran air dari berbagai sumber akan meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu jumlah beban pencemaran yang masuk perairan danau termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (keramba jaring apung) perlu ditentukan alokasinya dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi serta konservasi sumberdaya air jangka panjang.

Penentuan alokasi beban pencemaran air danau memerlukan kajian dengan memperhatikan pemanfaatan dan kelestarian air danau, sumber dan beban


(13)

pencemaran air serta tingkat pengendaliannya pada berbagai sumber pencemar pada kegiatan di daerah tangkapan air (DTA) dan daerah aliran sungai (DAS).

1.4.1.2 Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Rawapening

Perhitungan beban pencemaran air Danau Rawapening menggunakan rumus seperti yang tercantum pada Tabel 1.3. Rumus-rumus tersebut adalah untuk menghitung :

1. Morfologi dan Hidrologi Danau

Rumus morfologi dan hidrologi danau adalah sebagai berikut :

a.

Morfologi danau atau waduk, yaitu luas perairan (A) dan volumenya (V), yang diperoleh dari hasil pengukuran dan kedalaman rata-rata (Ž) yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (1);

b.

Hidrologi danau dan waduk, yaitu debit air keluar dari waduk (Qo), yang diperoleh dari hasil pengukuran;

c.

Laju penggantian air danau atau waduk (ρ), yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (2).

2. Alokasi beban pencemaran air yang masuk danau

Alokasi beban pencemaran air, yang dinyatakan dengan kadar parameter Pa adalah sebagai berikut:

a.

Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai ketentuan dalam Baku Mutu Air atau Kelas Air yaituPSTD ;

b.

Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau atau waduk yaitu Pi;

c.

Jumlah alokasi beban kadar parameter Pa dari DAS atau DTA yaitu PDAS yang diperoleh dari hasil penentuan atau kajian dan perhitungan Rumus (3);

d.

Alokasi beban kadar parameter Pa yang berasal dari limbah yang langsung masuk danau/ waduk atau berasal dari kegiatan yang berada pada perairan danau/ waduk yaitu Pd, yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (3) atau Rumus (4).

3. Daya tampung beban pencemaran air (DTBPA) pada danau

Perhitungan jumlah daya tampung beban pencemaran air pada danau adalah sebagai berikut :

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 10

rata (Ž) yang diperoleh d

ρ

a.

Daya tampung parameter P per satuan luas danau atau waduk yaitu L, merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau Ž ,laju penggantian air danau/ waduk yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/ waduk. L dihitung dengan Rumus (5) dan Rumus (6);

b.

Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan danau atau waduk yaitu La, yang merupakan fungsi L dan luas perairan danau atau A. La dihitung berdasarkan Rumus (8);

c.

Parameter utama pencemaran air sebagai indikator dan dasar perhitungan DTBPA danau dan waduk adalah P-total;

d.

Syarat kualitas air sebagai dasar perhitungan DTBPA adalah syarat kadar P-total pada status trofik danau atau waduk, yaitu oligotrofik 10 ug/ l, mesotrofik 30 ug/ l dan eutrofik 100 ug/ l;

e.

Syarat kadar parameter lainnya mengacu pada Baku Mutu Air atau Kelas Air.

4. Daya Tampung Beban Pencemaran Air Limbah Budidaya Ikan Keramba

Jaring Apung (KJA)

Beban pencemaran air danau telah meningkat oleh perkembangan Keramba Jaring Apung (KJA), untuk itu diperlukan cara perhitungan daya tampung beban pencemaran air dan alokasi beban pencemaran akibat limbah pakan yang berasal dari sisa pakan yang terbuang dan dari tinja ikan. Penentuan atau perhitungan alokasi beban pencemaran limbah perikanan memperhatikan juga alokasi beban pencemaran yang berasal dari DTA (Daerah Tangkapan Air) dan DAS (Daerah Aliran Sungai).

Perhitungan daya tampung perairan danau untuk limbah pakan ikan KJA mengikuti rumus umum daya tampung beban pencemaran air danau, namun air yang menjadi acuan utama adalah status trofik di samping status kualitas air pada umumnya. Parameter kualitas air yang dipilih sebagai faktor pembatas adalah fosfat dalam bentuk P total, mengingat dasar perhitungannya adalah status trofik danau (Tabel 1.3).

Perhitungan daya tampung beban pencemaran air limbah budidaya perikanan pada danau/ waduk adalah sebagai berikut :

a. Parameter utama pencemaran air sebagai indikator dan dasar perhitungan DTBPA limbah budi daya ikan KJA adalah P-total

b. Syarat kualitas air sebagai dasar perhitungan DTBPA untuk KJA adalah syarat kadar P-total pada status trofik danau .


(14)

c. Daya tampung parameter P total per satuan luas danau atau waduk yaitu Likan, merupakan fungsi dari kedalaman rata-rata danau/ waduk yaitu Ž , laju penggantian air danau yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau. Likan dihitung dengan Rumus (5), Rumus (6) dan Rumus (7).

d. Jumlah daya tampung parameter P total pada perairan danau yaitu Laikan, yang merupakan fungsi Likan dan luas perairan danau atau A. Laikan dihitung berdasarkan Rumus (8).

Jumlah limbah Phosphor sebagai parameter P total dari sisa pakan dan limbah metabolisme ikan yaitu PLP, adalah jumlah kadar P total dalam pakan ikan selama ikan tersebut dibudidayakan sampai dipanen dikurangi jumlah P total dalam ikan yang dipanen. Perhitungannya tercantum padaRumus (9).

Sedangkan jumlah pakan ikan dinyatakan dengan niliai FCR (feed consumption ratio), yaitu jumlah berat pakan ikan selama periode budidaya atau pertumbuhan ikan dibagi dengan berat ikan saat dipanen. Nilai FCR sangat bervariasi 1,5-3,0 ton pakan/ ton ikan, tergantung pada komposisi pakan, jenis ikan yang dibudidayakan dan teknik budidaya (KJA 1 tingkat atau 2 tingkat). Kadar P total dalam pakan ikan dan dalam produksi ikan diperoleh dari hasil analisis di laboratorium.

Perhitungan jumlah produksi ikan budidaya KJA dan jumlah pakannya sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air danau atau waduk adalah sebagai berikut:

a. DTBPA limbah pakan ikan adalah Laikan yang juga merupakan fungsi morfometri danau dan waduk serta alokasi beban pencemaran Pd Rumus (9) dan (10).

b. P-total yang masuk danau dari limbah ikan atau PLP adalah fungsijumlal konsumsi pakan atau FCR, kadar P-total dalam pakan atau Ppakan , dan kadar P-total dalam ikan atau Pikan . Perhitungannya menggunakan Rumus (11).

c. Jumlah Produksi I kan KJA agar memenuhi daya tampung beban pencemaran air atau LI adalah fungsi Laikan danPLP, sesuai dengan Rumus (12).

d. Jumlah Pakan I kan KJA atau LP agar memenuhi daya tampung beban pencemaran air adalah fungsi FCR dan LI , sesuai dengan perhitungan pada Rumus (13).

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 12

Ž ρ

Tabel 1.3. Model Rumus Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (Dtbpa) Danau Serta Daya Dukung Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung (Kja)

Morfometri danau

Ž = 100 x V / A (1)

Ž : Kedalaman rata-rata danau a (m) V : Volume air danau (juta m3) A : Luas perairan danau (Ha)

ρ = Qo / V (2)

ρ : Laju penggantian air danau (per tahun) Q: Jumlah debit air keluar danau (juta m3 / tahun)

Alokasi beban pencemaran parameter P

Pstd = Pi + Pdas + Pd (3)

Pd = Pstd - P i - Pdas (4)

Pstd : syarat kadar parameter P maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas Air dan status trofiknya

(mg /m3)

Pi : kadar parameter P hasil pemantauan danau (mg/m

3

)

Pdas : jumlah alokasi beban P dari daerah aliran sungai (DAS) atau daerah tangkapan air (DTA),

(mg/m3)

Pd : alokasi beban P limbah kegiatan pada peraian danau, terutama KJA (mg /m

3

)

Daya tampung beban pencemaran air (DTBPA)

L = Pstd Ž ρ / (1- R) (5)

R = x + [(1-x)R] (6)

R = 1 / (1 + 0,747 ρ0,507

) (7)

La = L x A (8)

L : daya tampung parameter P per satuan luas danau (gr P/m2 . tahun) La : jumlah daya tampung parameter P pada perairan danau (gr P/tahun) R : Parameter parameter P yang tinggal bersama sedimen atau mengendap Ri : Proporsi parameter P-total yang larut ke sedimen setelah ada KJA

x : proporsi total P-total yang secara permanen masuk ke dasar, 45-55%.

DTBPA beban pencemaran sisa pakan dan limbah budidaya ikan KJA Likan = Pd Ž ρ / (1- R) (9)

Laikan = Likan x A (10)

Jumlah KJA untuk budidaya ikan

PLP = FCR x Ppakan - Pikan (11)

PLP : P-total yang masuk danau dari limbah ikan (Kg P/ton ikan)

FCR : Feed Conversion Ratio (ton pakan / ton ikan) Ppakan : Kadar P-total dalam pakan (Kg P/ton pakan)

Pikan : Kadar P-total dalam ikan (Kg P/ton ikan)

LI = Laikan / PLP (12)

LP = LI x FCR (13) LI : Jumlah Produksi Ikan KJA (ton ikan/tahun)

LP : Jumlah Pakan Ikan KJA (ton pakan/tahun)


(15)

1.4.2. Penyusunan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau

Penilaian identifikasi zonasi perairan danau didasarkan kepada kriteria pendekatan ekologi dan pendekatan pengelolaan.

1.4.2.1Kriteria Zonasi Perairan Danau

A. Pendekatan Ekologi

Kriteria Morfometry dan Bathymetry Danau

Pengukuran morfometri dan pembuatan peta bathymetry mutlak dilakukan karena merupakan informasi mendasar tentang pola keruangan atau karakteristik fisik dari suatu danau. Melalui peta bathymetri dan informasi morfometri dapat diketahui lokasi-lokasi mana saja di dalam danau yang akan/ telah/ tengah mengalami pendangkalan, lokasi inlet dan outlet air yang menuju ke dan keluar dari danau, tutupan permukaaan danau oleh pulau-pulau kecil maupun keberadaan tanaman air.

Lebih lanjut dari informasi Morfometry dan Bathymetry ditentukan daerah rawan bencana yaitu daerah yang memiliki potensi/ peluang menyebabkan terjadi perubahan drastis kondisi biofisik danau akibat aktivitas hidrologis (seperti banjir), geologis (peristiwa vulkanik, misalnya untuk Danau Toba, longsoran pada Danau Maninjau), biologi (serbuan oleh invasif spesies, misalnya enceng gondok, eutrofikasi/

algal

blooming yang menyebabkan kematian massal ikan-ikan), dan arus balik (misalnya

terjadi di Danau Maninjau).

Kriteria Biologi, Fisika dan Kimia Perairan

Informasi aspek biologi atau keanekaragaman hayati

I nformasi biologi atau keanekaragaman hayati suatu perairan danau maupun biota yang memanfaatkan perairan danau penting diketahui guna :

Menentukan zona tersebut perlu dilindungi tanpa adanya pemanfaatan ataupun pemanfaatan terbatas mengingat fungsinya sebagai habitat untuk mendukung kehidupan bagi suatu spesies tertentu yang dilindungi;

Menyajikan informasi ada tidaknya endemik species dan status perlindungan jenis dari organisme yang ditemukan;

Menginformasikan adanya organisme invasif (invasive species) terkait dengan pengelolaan, jenis-jenis biota aquatik yang merupakan invasif spesies serta peluang ancaman yang akan ditimbulkan;

Menginformasikan adanya ikan katadromus dan anadromus dan jalur migrasinya. Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

14

Informasi fisika dan kimiawi perairan (kualitas air)

Mencakup informasi terkini dan catatan periodik kualitas air baik secara vertikal maupun horizontal dan status kesuburan/ pencemaran air danau. Sebaran kualitas air danau secara vertikal, akan memberikan informasi tentang adanya pelapisan masa air (water stratification) danau (baik ditinjau dari suhu air dan kelarutan gas-gas di dalam air) sehingga dapat diantisipasi dampak yang dapat ditimbulkan jika terjadi pengadukan (over turn) air danau (contoh: air dekat dasar danau yang miskin oksigen dan kaya gas beracun seperti H2S, jika terangkat ke lapisan atas danau, saat terjadinya

pengadukan, dapat mematikan berbagai kehidupan di air termasuk ikan-ikan di dalam karamba jaring apung).

Parameter kualitas air danau yang diukur dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang mencakup berbagai persyaratan untuk pemanfaatan air yaitu peruntukan air baku air minum; prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman; dan atau peruntukkan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Dalam rangka menentukan status tropik danau, telah ditetapkan suatu kebijakan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 tentang Tentang Daya tampung beban pencemaran air danau dan/ atau waduk (Tabel 1.1).

B. Pendekatan Pengelolaan

Status (hukum) dan Kebijakan formal berkaitan dengan status keberadaan pengelola danau

Danau yang berada di kawasan konservasi memiliki fungsi utama sebagai kawasan lindung. Beberapa danau yang berada dalam kawasan konservasi adalah tiga danau di Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan yaitu Danau Matano, Towuti dan Mahalona yang berada di dalam Taman Wisata Alam , Danau Lindu di Sulawesi Tengah dan Danau Sentarum di Kalimantan Barat berada dalam kawasan Taman Nasional.

Status danau yang berada di luar kawasan konservasi mempunyai fungsi lindung dan budidaya. Fungsi lindung ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian ekosistem danau yang mencakup komponen biotik dan abiotik. Sedangkan fungsi budidaya ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan


(16)

potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Danau Rawapening termasuk danau yang berada di luar kawasan konservasi.

I nformasi Rencana Tata Ruang perlu diketahui agar zonasi danau yang akan dibuat selaras dengan arah kebijakan pemanfaatan ruang di daerah tersebut. Selain itu dilakukan juga identifikasi jenis-jenis pemanfaatan danau yang telah ada untuk menilai pemanfaatan prioritas suatu danau. Perlu diingat bahwa pada umumnya daerah sempadan danau di I ndonesia telah terokupasi/ perebutan lahan (enroachment) sehingga sempadan danau berstatus hak milik. I nformasi aktivitas sektor bisnis di danau dan sekitarnya (restauran, keramba jaring apung, tambang, peternakan, perkebunan) perlu dilakukan karena dari sisi ekonomi memberikan pendapatan namun dari sisi lingkungan berpotensi besar menimbulkan pencemaran.

Kriteria Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sekitar Danau

I nformasi sosial budaya masyarakat yang tinggal di sekitar danau serta yang telah menikmati manfaat atas keberadaan danau baik secara langsung maupun tidak langsung perlu diketahui guna mengetahui persepsi mereka terkait rencana zonasi danau, serta perkiraan dampak sosial budaya yang ditimbulkan dengan adanya zonasi. Beberapa kriteria yang perlu diidentifikasi meliputi :

Dukungan masyarakat serta potensi konflik kepentingan; kriteria ini digunakan untuk menilai dukungan masyarakat terhadap kegiatan zonasi serta impelementasi zonasi dapat berjalan dengan baik;

Kearifan lokal dan adat istiadat; kriteria ini digunakan untuk melihat ada pengetahuan lokal/ pengetahuan tradisional ataupun adat dan kebiasaan masyarakat yang dapat membantu kelestarian sumberdaya alam.

Metode yang dapat dilakukan untuk menggali informasi sosial budaya dengan orientasi langsung di lapangan dan wawancara dengan perwakilan masyarakat dari berbagai profesi dan tingkat kepentingan.

Kriteria Ekonomi

Kriteria ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui nilai ekonomi suatu sumberdaya danau baik bagi masyarakat di sekitar danau maupun nilai ekonomi dalam skala besar bagi pendapatan daerah. Kriteria yang dapat diidentifikasi meliputi: Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

16

Nilai penting perikanan; kriteria ini digunakan untuk melihat nilai penting sektor perikanan dalam suatu wilayah danau mencakup jumlah produksi baik perikanan tangkap maupun budidaya;

Estetika, potensi rekreasi dan pariwisata; kriteria ini digunakan untuk melihat keindahan alamiah dari suatu perairan dan/ atau biota yang memiliki daya tarik tertentu dan apakah memiliki potensi dalam rekreasi dan pariwisata;

Kemudahan mencapai lokasi; kriteria ini memperhatikan ketersediaan akses dan kemudahan dalam mencapai lokasi kawasan dari berbagai daerah mencakup juga ketersediaan fasilitas trasnportasi air;

Potensi danau sebagai PLTAdan sumber air baku(pemanfaatan abstraksi).

Berdasarkan kriteria-kriteria identifikasi tersebut di atas, selanjutnya ditentukan jenis zona perairan danau baik untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya. Adapun pembagian zona untuk fungsi lindung mencakup : zona suaka perikanan, zona sempadan danau, zona religi dan sosial budaya, dan zona restorasi- rawan bencana. Sedangkan untuk fungsi budidaya mencakup : Zona Perikanan Tangkap, Zona Perikanan Budidaya, Zona Wisata Air, Zona Alur Transportasi dan Zona PLTA, zona sumber air baku dan mata Air. Kriteria-kriteria di bawah ini dapat berkembang sesuai kebutuhan di daerah dengan tujuan untuk melestarikan keberlanjutan fungsi danau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.4 di bawah ini.

Tabel 1.4 Kriteria Zonasi Danau

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria

Fungsi Lindung zona suaka perikanan

Suaka perikanan adalah kawasan perairan tertentu dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat

berlindung/ berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan

a. Tempat hidup dan

berkembangbiak satu atau lebih jenis ikan tertentu yang perlu dilindungi dan

dilestarikan;

b. Mempunyai satu atau beberapa tipe ekosistem sebagai habitat jenis ikan tertentu yang relatif masih alami;

c. Mempunyai luas yang cukup Pendahuluan 17


(17)

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria sebagai habitat ikan sebagaimana disebutkan di atas untuk menjamin proses ekologi secara alami serta dapat dikelola secara efektif; d. Aktivitas yang diperbolehkan

untuk pendidikan;

e. Sumberdaya ikan di zona suaka perikanan tidak boleh

ditangkap. zona

sempadan danau

Sempadan danau merupakan satu kesatuan ekologis dengan sistem badan air danau. Keberadaan sempadan danau ditujukan untuk pencegahan abrasi atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan

pengurangan luasan badan air danau, nilai ekologis dan estetika kawasan

Melindungi keanekaragaman hayati organisme akuatik danau

a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b. Pelarangan pendirian

bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan atau pemanfaatan air;

c. Pendirian bangunan hanya dibatasi untuk menunjang fungsi taman rekreasi; d. Perlu dilakukan penetapan

lebar sempadan danau; e. Vegetasi asli perlu

dipertahankan dan jika perlu direstorasi;

f. Tidak boleh ada pengambilan material yang merusak fungsi ekosistem, danau kecuali untuk tujuan restorasi.

Zona tepian sebagai habitat perlindungan

Melindungi keanekaragaman hayati organisme akuatik danau

a. Mencakup zona litoral habitat di danau;

b. Tidak boleh ada bangunan atau Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

18

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria

keanekaragam an hayati (zona litoral)

instalasi akuakultur apapun di zona litoral;

c. Tidak boleh ada pengambilan material yang merusak fungsi ekosistem, danau kecuali untuk tujuan restorasi.

Zona restorasi-rawan Bencana

Daerah rawan bencana yang dimaksudkan meliputi peluang terjadi perubahan drastis kondisi biofisik danau akibat aktivitas Hidrologis, Geologis Biologi, Tekhnologi.

Tujuan pengelolaan dimaksudkan untuk

memulihkan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan serta mengurangi dampak risiko bencana.

Zona-zona lain kecuali suaka perikanan dapat berubah status menjadi zona restorasi jika terjadi kerusakan fungsi ekologis baik akibat

pencemaran maupun sebab biologis.

a. Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia; b. Adanya invasif spesies yang

mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan;

c. Pemulihan ekosistem danau dapat dilakukan melalui teknik penyifonan air di lapisan dasar, penanaman kembali

sempadandanau, perbaikan habiatat litoral, penebaran ikan jenis asli dan pengendalian gulma air.

Zona religi, budaya dan sejarah;

Bagian dari periaran danau didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan

nilai-a. Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat;

b. Adanya situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi


(18)

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria

nilai budaya atau sejarah. undang-undang mapun tidak dilindungi undang-undang. Fungsi Budidaya

Zona Perikanan Tangkap

Tujuan pengelolaan

dimaksudkan agar aktivitas penangkapan tidak

menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial,

a. Jaminan untuk peremajaan stok dengan mempertahankan lokasi suaka perikanan;

b. Mempertahankan keanekaragaman fisik kawasan;

c. Konektivitas hulu dan hilir sehingga di zona tangkap tidak mengganggu jalur ruaya/ migrasi;

d. Alat tangkap yang sudah tidak berfungsi tidak boleh dibiarkan berada di dalam badan air; e. Alat tangkap dan cara

penangkapan yang ramah lingkungan;

f. Tidak memutus jalur migrasi ikan katadromus dan

anadromus. Zona Perikanan

Budidaya

Tujuan pengelolaan

dimaksudkan agar aktivitas budidaya tidak menimbulkan kerusakan ekologis

(berkelanjutan) dan konflik sosial,

a. Morfometri dan bathimetri serta Kualitas fisika kimia dan biologi perairan mendukung untuk aktivitas budidaya (tidak melampaui nilai baku mutu peruntukan perikanan); b. Pengukuran daya dukung dan

daya tampung beban pencemaran danau untuk menentukan jumlah unit dan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

20

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria

luasan budidaya; c. Tidak menggangu alur

transportasi, dan zona wisata air;

d. Tidak dapat dikembangkan untuk danau-danau vulkanik yang tidak memiliki outlet; e. Zona perikanan tidak untuk

danau yang tertutup (enclosed lake).

Zona Wisata Air

Tujuan pengelolaan

dimaksudkan agar aktivitas wisata tidak menimbulkan kerusakan ekologis,

menimbulkan konflik sosial atau bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat setempat. Pengelolaan zonasi wisata ditujukan agar mendatangkan pendapatan baik secara

langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat setempat. dan membuat pengunjung lebih survive hidup di alam, cinta dan berkontribusi untuk alam

a. Morfometri dan bathimetri serta Kualitas fisika kimimia dan biologi perairan

mendukung untuk wisata; b. Kemanan bagi pengunjung dan

kemudahan akses menuju lokasi;

c. Tidak terganggu sumber pencemar.


(19)

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria Zona Alur

Transportasi

Pengaturan alur transportasi agar tidak terjadi konflik kepentingan dengan pemanfaatan lain serta meminimalsisasi dampak pencemaran perairan

a. Morfometri dan bathimetri mendukung untuk aktivitas transportasi;

b. Alur maupun dermaga tidak melintasi zona suaka

perikanan, dan zona perikanan budidaya;

c. Pengatuan batas tonnase dan kecepatan kapal.

Zona PLTA Fungsi pengaturan ditujukan aktivitas pembangkit tenaga listrik tidak mengganggu masukan/ debit air ke dalam danau dan jalur migrasi ikan

a. Bangunan PLTA tidak boleh mengganggu keseimbangan hidrologi danau sehingga tidak mengurangi kemampuan air danau untuk menetralisir pencemaran air;

b. Tidak memutus jalur migrasi ikan katadromus dan

anadromus;

c. Jumlah debit air yang dipakai memperhatikan jumlah

ketersediaan air dan kebutuhan air lainnya seperti air baku dan air industri, agar permukaan air danau tidak surut;

d. Tersedia wilayah pengamanan dari kegiatan lainnya agar tidak mengganggu sarana dan operasi PLTA, sesuai dengan karakteristik dan kondisi danau.

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 22

Jenis zona Tujuan Pengelolaan Kriteria

Zona Penyediaan Air Baku (Direkomendas ikan lokasi yang terdapat mata air menjadi zona Penyediaan air baku)

Penyediaan air baku

diprioritaskan untuk keperluan rumah tangga penduduk yang tinggal sekitar danau dan pengontrolan kualitas air bagi peruntukan air minum

a. Prioritas penggunaan air danau adalah untuk keperluan rumah tangga penduduk yang tinggal sekitar danau;

b. Pengambilan air baku PDAM harus memperhatikan jumlah ketersediaan air dan kebutuhan penduduk setempat;

c. Lokasi intake harus memenuhi syarat kualitas air dan bebas dari kegiatan yang berpotensi mencemari air danau, serta tersedia wilayah pengamanan; d. Penyediaan air baku untuk

industri harus memperhatikan jumlah ketersediaan air baku minum untuk kebutuhan

penduduk setempat dan PDAM; e. Tersedia wilayah pengamanan

dari kegiatan lainnya agar tidak mengganggu sarana dan operasi penyediaan air baku.

Sumber : KLH (2011)

1.4.2.2. Tahapan Penetapan Zonasi Perairan Danau

Zonasi perairan danau bagi pengelolaan suatu danau yang berkelanjutan merupakan arahan pemanfaatan sumber daya perairan danau oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan/ atau pemerintah kabupaten/ kota yang diselaraskan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tahapan penyusunan zonasi perairan danau dapat dibagi menjadi :


(20)

Tahap 1. Perencanaan

Tahapan Perencanaan merupakan tahapan awal dari kegiatan untuk menetapkan zonasi ekosistem danau. Pada tahap perencaaan ini dapat mencakup hal-hal sebagai berikut :

Koordinasi mengenai rencana kegiatan dilakukan oleh instansi yang membidangi sumberdaya air, lingkungan hidup, pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, tata ruang, energi dan sumberdaya air, riset dan teknologi, pariwisata, Bappenas. Sedangkan pada Pemerintah Daerah dilakukan oleh dinas yang menangani sumberdaya air, Bappeda, lingkungan hidup, pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, tata ruang, energi dan sumberdaya air, riset dan teknologi, dan pariwisata;

Pembentukan Forum atau Kelompok Kerja untuk mengembangkan Visi Bersama dalam rangka persiapan penetapan zonasi ekosistem danau;

Penentuan metode yang akan digunakan.

Metodologi pengumpulan data dapat dilakukan dengan mengkaji data primer dan data sekunder. Pengumpulan data awal (sekunder) meliputi: laporan-laporan penelitian dan observasi yang pernah dilakukan di daerah yang diusulkan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya;

Hasil I nterpretasi dari Citra Satelit;

Rencana tata ruang dari instansi terkait, serta sejarah proses terhadap inisiatif zonasi.

Pengkajian lapangan seperti pengukuran biofisik kimiawi perairan dan kajian sosial ekonomi dapat dilakukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, konsultan dan LSM.

Tahap 2. Pengumpulan informasi biofisik kimiawi, peluang risiko bencana serta bentuk pengelolaan dan kebijakan

Pada tahapan ini, informasi terkini yang wajib dikumpulkan meliputi: (1) Kondisi bio-fisik-kimiawi (termasuk tersedianya peta bathymetry, dimensi ukuran-ukuran fisik danau, kualitas air horizontal dan vertikal, daya tampung beban pencemaran dan keanekaragaman hayati); Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Danau yang mencakup (2) I dentifikasi Stakeholder dan Jenis-jenis Pemanfaatan Danau; (3) Status (hukum) dan Kebijakan formal yang berkaitan dengan status keberadaan danau. Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

24

Tahap 3. Analisa informasi dan membuat Rancangan Zonasi Danau

Setelah berbagai informasi/ data yang disebutkan pada tahap 1 dan 2 di atas terkumpulkan, lalu dianalisa untuk selanjutnya dibuatkan “Rancangan Zonasi Danau”, yang memuat informasi tujuan utama dari upaya zonasi danau yang ingin dicapai. Konsep Zonasi sebaiknya disiapkan oleh sejumlah pakar yang memahami aspek-aspek tersebut di atas (seperti: Ahli Limnologi terkait kajian bio-fisik-kimiawi perairan danau, Ahli Kebijakan terkait analisa kebijakan-kebijakan pengelolaan danau, Ahli Sosial Ekonomi Budaya yang mengkaji nilai manfaat sumberdaya danau bagi kepentingan masyarakat). Data yang perlu dianalisa antara lain adalah berbagai data bio-fisik-Sosek-dan kebijakan. Peta zonasi perlu dibuat dengan peta minimal skala 1:25.000, dan untuk perizinan dibutuhkan peta skala 1: 5000 , tergantung pada luasan danau.

Tahap 4. Konsultasi Publik terhadap Rancangan Zonasi Danau

Setelah konsep Rancangan Zonasi terbentuk, selanjutnya adalah mematangkan Rencana Pengelolaan Danau menjadi dokumen “Zonasi Danau” yang final, yaitu melalui konsultasi-konsultasi publik dengan melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) lain, seperti pengambil kebijakan, sektor usaha, dan wakil masyarakat yang berada di sekitar danau. Tujuan dari konsultasi adalah untuk mendapatkan berbagai masukan bagi perbaikan Rancangan Zonasi Danau dan mengakomodasikan berbagai kepentingan multi pihak (sejauh tujuan utama Zonasi Danau adalah untuk mempertahankan keberlanjutkan manfaat dan nilai-nilai yang terkandung dalam danau) agar nantinya saat dokumen Zonasi Danau diterapkan di lapangan tidak menimbulkan konflik dengan/ antara para pengguna danau.

Tahap 5. Pengesahan / legalisasi Zonasi Danau dan Sosialisasi

Dokumen Final dari Zonasi Danau, yang telah disusun di atas dan telah memperoleh masukan dari berbagai pihak (melalui Konsultasi Publik), selanjutnya akan dituangkan ke dalam peraturan/ kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (berikut konsekuensi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi terhadap kebijakan ini). Tahapan ini lebih merupakan wewenang/ tugas Pemerintah, Pemerintah Daerah dalam menetapkan status hukum dari Zonasi Danau serta mensosialisasikannya kepada berbagai pihak yang memiliki kepentingan langsung/ tidak langsung atas keberadaan danau di daerah tersebut.


(21)

Pengajuan zonasi dapat diinisiasi/ diajukan oleh kelompok orang atau oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah. Perizinan pemanfaatan dan pengelolaan ruang badan air danau dan sempadan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah kecuali untuk danau yang berada di kawasan konservasi dan atau yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat.

Tahap 6. Implementasi Zonasi Danau

Tahapan ini merupakan ujung tombak dari berhasil tidaknya suatu Zonasi Danau mencapai tujuannya, yaitu

mempertahankan keberlanjutan nilai dan manfaat

danau,

sehingga dapat digunakan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk

generasi sekarang dan yang akan datang. Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan Zonasi Danau adalah sangat penting. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan dan telah mendapat kesepakatan dari berbagai pihak merupakan pendukung kuat dalam melaksanakan penegakan hukum di lapangan.

Tahapan sosialisasi dan diseminasi dapat dilakukan melalui poster, radio, multimedia, atau workshop. Secara garis besar tahapan penetapan zonasi danau dapat digambarkan pada skema berikut.

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 26

Gambar 1.1 Skema Penetapan Zonasi Danau

Dalam penyusunan zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening, maka beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah tata ruang lahan sekitar danau, karakteristik kualitas air, hidrologi serta hidraulik danau, serta pemanfaatan perairan dan sumber daya air danau. Oleh karena itu, penyusunan zonasi perairan danau juga memerlukan informasi mengenai aspek pemanfaatan air dan aspek pembuangan beban pencemarannya, yang meliputi: a) permukiman dan sanitasi lingkungan, b) budidaya perikanan keramba jaring apung, c) pariwisata, d).transportasi air, e) perhotelan sekitar danau dan I PAL limbah, f) peternakan dan I PAL limbah, g)

Status danau sebagai kawasan konservasi/ berada dalam kawasan konsevasi Status Danau

Tata Ruang Wilayah Pengelola saat ini

Status danau BUKAN

sebagai kawasan

Konsultasi Publik

Legalisasi Zonasi

Implementasi Fungsi

Lindung

Fungsi Budidaya Analisis Spasial &

Zona Suaka Zona Sempadan

Danau

Zona Rawan Bencana & restorasi

Zona religi sosial

Zona Perikanan

Tangkap

Zona Perikanan Budidaya Zona

Wisata Alur transport

asi

PLTA

Penyedia Air Baku & mata

air Pengumpulan Informasi

Ekologi Sosial budaya

Ekonomi

REKOMENDASI PEMANFAATAN KEGIATAN PADA DTA DANAU

BEBAN LINGKUNGAN DTA DANAU

EVALUASI DTA DANAU


(22)

pertanian dan limbah pupuk, h) fluktuasi permukaan air danau dan PLTA, i) pengendalian tumbuhan pengganggu, j) pengendalian lahan bantaran pasang surut, k) pengendalian sedimentasi, dan l) kawasan konservasi di perairan danau. Selain itu, dalam menyusun zonasi pemanfaatan perairan danau, maka data primer dan sekunder yang diperlukan antara lain adalah peta perairan dan lahan danau, peta daerah tangkapan air danau, interpretasi zona pemanfaatan ruang danau yang disusun berdasarkan citra satelit dan peta topografi.

Pada penyusunan zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening ini, maka kriteria atau variabel yang akan dikembangkan adalah :

A. Pendekatan Ekologi

Kriteria Morfometry dan Bathymetry Danau

,

yang terdiri dari: Morfologi

danau (bentuk fisik danau), kualitas air pada kedalaman tertentu pada dasar danau dan permukaan danau, hidrologi berupa sungai yang mengalir sebagai air masuk ke danau atau inlet serta kondisi sungai dilihat dari faktor fisik sungai yang mengalirkan keluar danau yang berfungsi sebagai outlet.

B. Pendekatan Pengelolaan

1.

Penggunaan lahan

,

yang terdiri dari lahan pertanian, lahan perkebunan,

kehutanan, perikanan, permukiman dan pariwisata yang mempengaruhi ekosistem danau. Penggunaan lahan yang dapat mempengaruhi kondisi lahan sekitar danau sebagai daerah tangkapan air, makin besar kondisi lahan terbangun yang ada maka fungsi tangkapan air makin kecil, namun makin besar luas lahan hutan lindung maka fungsi daerah tangkapan air makin besar. Besarnya jumlah luas permukiman mengindikasikan besarnya limpasan air permukaan yang mengakibatkan adanya erosi atau penggelontoran pada sungai dan waduk.

2.

Sosial Ekonomiyang terdiri dari kegiatan manusia yang berkaitan dengan

kebutuhan dan aktifitas ekonomi: kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata dan kebutuhan air minum. Ketergantungan mata pencaharian menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk kepada penggunaan lahan yang ada. Persentasi mata pencaharian penduduk merupakan hal yang penting bagi pengkajian permasalahan sosial ekonomi yang ada hubungan dengan penggunaan lahan sekitar danau dan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

28

penggunaan atau pemanfaatan perairan danau. Hal ini menjadi penilaian dalam mengindikasikan kesetimbangan dan kualitas lingkungan.

Setelah tahapan pengumpulan data dan informasi primer dan sekunder terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengolahan peta berdasarkan hasil survey lapangan dan data sekunder. Tujuan yang mau dicapai dari tahap ini adalah untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada di Danau Rawapening. Tahapan pengolahan data dan informasi peta yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Penentuan titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat Global Position System (GPS) sehingga bisa dilakukan langkah pengamatan di lapangan dan dapat melihat potensi dan masalah yang ada di suatu lokasi;

2. Besaran titik lokasi sangat bergantung kepada besar dan kecilnya suatu masalah; 3. Tahap transfer data lapangan ke dalam data digital. Pengolahan data dilakukan

dengan cara mentransfer data hasil GPS ke dalam database seperti microsoft excel;

4. Dilakukan pengolahan peta dasar yang sumbernya dapat dipertanggung jawabkan yaitu Peta Rupa Bumi I ndonesia (dari BAKOSURTANAL/ Badan I nformasi Geospasial). Tentunya keakuratan data sangat tergantung pada apa yang dimiliki dari instansi tersebut, namun untuk pengecekan maka dilakukan survey lapangan;

5. Unsur yang diolah dalam bentuk digital adalah peta tata guna lahan. Peta tataguna lahan akan menunjukkan pemanfaatan lahan yang ada disekitar Danau Rawapening, serta hubungan pemanfaatan lahan, aktifitas manusia terhadap danau tersebut, sehingga dapat diketahui potensi dan masalah yang ada;

6. Dengan pengolahan peta digital dapat diketahui luas penggunaan lahan yang ada pada Sub DAS Rawapening (Permukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, dan danau, alang alang, belukar);

7. Pengolahan segmentasi kecamatan pada Sub DAS Rawapening dapat memberikan informasi komposisi penggunaan lahan yang ada di suatu kecamatan, misalnya persentase luas permukiman, sawah, dll. terhadap kecamatan yang ada di danau tersebut.

8. Tahap penggabungan hasil survey dengan peta dasar yang telah diolah akan menghasilkan kondisi lapangan yang sudah dapat dituangkan menjadi sebuah peta yang objektif karena penggabungan antara data lapangan dan data dasar Pendahuluan 29


(23)

dalam format digital. Dari pengolahan tersebut dapat diketahui besaran luas enceng gondok yang ada pada perairan danau, lokasi Keramba Jaring Apung (KJA) dan jumlahnya, lokasi dermaga maupun pemanfaatan lainnya. Lokasi enceng gondok yang diketahui berdasarkan survey lapangan dengan membuat titik-titik lokasi mengikuti lekukan eceng gondok sehingga terbentuklah sebuah area eceng gondok yang ada di Danau Rawapening, demikian juga pada pemanfaatan lainnya sesuai dengan kebutuhan studi;

9. Pengolahan peta dan lapangan juga dapat mengetahui sumber pencemar yang ada pada daerah tersebut. Biasanya sumber-sumber pencemaran air sangat beragam diantaranya yaitu rumah sakit, pasar, bengkel mobil, industri, permukiman dan lain-lain, sehingga dapat menghasilkan peta lokasi sumber pencemar.

Kajian zonasi banyak melibatkan pihak yang berkompeten, termasuk instasi terkait, karena umumnya instansi terkait juga melakukan kajian atau studi untuk perencanaan program ke depan. Hasil pengolahan data dari berbagai aspek menjadi dasar untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada di Danau Rawapening, selanjutnya melalui berbagai kriteria dan aturan maka dilakukan kajian penentuan zonasi. Kriteria diperoleh dari peraturan dan perundang-undangan, serta pengalaman di lapangan. Oleh karena penentuan zonasi harus dilakukan secara menyeluruh. Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

30

BAB II

GAMBARAN UMUM DANAU RAWAPENING

2.1 Tipologi Danau

Danau Rawapening adalah danau yang terjadi secara alamiah, yang mengeluarkan airnya pada Kali Tuntang. Danau ini menjadi bendungan karena proses geologi yang membentuknnya. Kemudian bendungan ini disempurnakan dengan melakukan pembangunan dam pada tahun 1912 – 1916, dan memanfaatkan Kali Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar. Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha. Oleh karena itu tipologi Rawapening adalah danau alam dan buatan.

2.2 Letak Geografis

Danau Rawapening terletak pada kordinat 704’ LS - 7030’ LS dan 1100 24’46’’ BT – 110049’06’’ BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang – Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa – Kota Salatiga.

Secara administratif Danau Rawapening berada di Kabupaten Semarang, dan daerah tangkapannya sebagian besar berada di Kabupaten Semarang serta hanya sebagian kecil berada di Kota Salatiga (lihat Gambar 2.1).

Areal Danau Rawapening secara administratif masuk 4 (empat) Kecamatan di Kabupaten Semarang yakni :

Sebelah Utara : Kecamatan Bawen Sebelah Selatan : Kecamatan Banyubiru Sebelah Timur : Kecamatan Tuntang Sebelah Barat : Kecamatan Ambarawa


(24)

Gambar 2.1 Lokasi Danau Rawapening

2.3 Karakteristik Danau

Danau Rawapening secara astronomis terletak pada 110o23’23” – 110o28’21’ Bujur Timur dan 7o15’25” – 7o20’15” Lintang Selatan. Luas genangan maksimum Danau Rawapening 2.700 ha, volume air maksimum ± 65.106 m3 dan luas minimum antara 1.300 – 650 ha dengan volume ± 15.106 m3. Fluktuasi kedalaman air maksimum dan minimum ± 2,40 m dengan tingkat evaporasi rata-rata harian sebesar 5,9 mm/ hari.

Secara fisiografi Danau Rawapening dan dataran alluvial di sekitarnya terbentuk karena adanya amblesan (subsident) Gunung Api Suropati Tua, yang menyebabkan kaki gunungapi di bagian utara bergeser lebih ke utara yang menimbulkan struktur sesar naik. Cekungan (basin) Rawapening terjadi karena adanya pembendungan oleh lahar gunung api Ungaran Tua yang bersifat basalitis menutup aliran Sungai Tuntang. Pembentukan ini diperkirakan terjadi pada kala Holoceen hingga Pleicene. Litologi yang dijumpai di sebelah utara Rawapening adalah breksi volkanik, aliran lahar dengan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening

32

23’23” – 28’21’ 15’25” – 20’15” Lintang Selatan. Luas genangan maksimum

sisipan aliran lava dan tufa halus sampai kasar dari Formasi Notopuro yang diendapkan pada kala Pleistocene hingga Pleiocene. Bantuan vulkanik hasil kegiatan dari Gunung Ungaran Purba dan Gunung Merbabu yang diendapkan pada kala Holocene hingga Pleiocene dijumpai di bagian selatan dan barat laut.

Air Danau Rawapening bersumber dari mata air dan sungai-sungai yang alirannya masuk ke danau ini. Mata air yang dijumpai di sekitar danau ini antara lain adalah mata air Muncul, Rawapening, Tonjong, Petet dan Parat. Sungai-sungai yang alirannya masuk ke Rawapening adalah sungai Legi, Mulungan, Muncul, Kedung Ringin, Parat, Nagan, Cengkar, Torang dan Geleh.

Outlet Danau Rawapening terletak pada bagian Kali Tuntang yang mengalami pembendungan secara alami, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pada lokasi Outlet ini dibangun pintu air untuk mengendalikan debit air yang keluar danau, hal ini dilakukan karena air Danau Rawapening antara lain dimanfaatkan untuk sumber pembangkit listrik tenaga air di PLTA Jelok (20.000 KWH) dan PLTA Trimo (12.000 KWH), serta sumber air irigasi sawah seluas ± 40.000 ha.

2.4 Kondisi Fisik Danau

2.4.1 Geologi, Topografi dan Penggunaan Lahan

Secara alami, Danau Rawapening terbentuk melalui proses letusan vulkanik yang mengalirkan lava basalt dan menyumbat aliran Kali Pening di daerah Tuntang. Sebagai akibatnya lembah Kali Pening menjadi terendam air dan kemudian menjadi reservoir alami yang keberadaannya sangat penting bagi sistem ekologi Sebagai akibatnya lembah Pening yang berhutan tropik menjadi rawa, sehingga Danau Rawapening termasuk tipe ”mangkok”.

Topografi Danau Rawapening berbentuk tanah datar dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali Tuntang. Untuk daerah dataran tinggi (daerah hulu) mempunyai bentuk topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan, karena berada di kaki gunung. Di Kecamatan Getasan, sebagai salah kecamatan dalam kawasan Sub DAS Rawapening, dimana desa-desanya termasuk dalam kawasan berbagai sub DAS Parat dan Sub DAS Sraten, mempunyai karakteristik topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan. Daerah topografi datar dengan kelerengan antara 0% -2% , berada di sekitar muara Sub-sub DAS Parat


(25)

(berlokasi di sekitar Danau Rawapening). Kelerengan antara 8% - 25% terdapat di kaki Gunung Merbabu, kelerengan terjal yaitu lebih dari 45% terdapat di sekitar Gunung Gajah Mungkur. Sub-sub DAS Sraten mempunyai bentuk topografi yang relatif datar, dengan kelerengan antara 0 % -15 % . Kondisi tanah datar dengan kelerengan antara 0 – 8 % berada di sekitar danau Rawapening. Kelerengan antara 8 % - 15 % terdapat di kaki Gunung Merbabu.

Berdasarkan pengolahan data oleh Tim Kajian dan Peta Rupa Bumi I ndonesia dari Bakosurtanal, luas lahan di Sub DAS Rawapening berjumlah 27345,98 Hektar (lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1), luas penggunaan lahan perkebunan 10295,33 Ha (37,6% ), pemukiman 5280,66 Ha (19,3% ), sawah teknis dan sawah tadah hujan berturut-turut seluas 3512,60 Ha (12,8% ) dan 3228,44 Ha (11,8% ) sedangkan luas penggunaan lahan danau 1520,00 HA ( 5,6% ).

Tabel 2.1. Luas Penggunaan Lahan di Sub DAS Rawapening

No Nama Luas Ha %

1 Permukiman 5280.66 19.3

2 Kebun 10295.33 37.6

3 Sawah Tadah Hujan 3228.44 11.8

4 Sawah Teknis 3512.60 12.8

5 Tegalan 2927.19 10.7

6 Belukar 372.01 1.4

7 Rumput/ Alang-alang 209.75 0.8

8 Danau 1520.00 5.6

Jumlah 27345.98 100

Sumber : Peta Rupa Bumi I ndonesia BAKOSURTANAL Tahun 2000 dan revisi 2009

Berdasarkan Tabel 2.1. pemanfaatan lahan terbesar di sub DAS Rawapening adalah perkebunan sebesar 37 % , yang menyebar di seluruh wilayah. Permukiman dengan luas 19,3% menyebar di seluruh wilayah sub DAS, sedangkan sawah tadah hujan 11,8% maupun sawah teknis dengan luas 12,8% umumnya menyebar terkonsentrasi pada keliling danau karena aspek pengairan sangat menentukan efektifitas budidaya dan produksi.

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 34

No

Gambar 2.2. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Danau Rawapening


(26)

2.4.2 Klimatologi dan Sistem Hidrologi DAS

Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau Rawapening termasuk zone C, dan zone D, dan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af sehingga klasifikasi iklimnya memiliki ciri sebagai iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu rata-rata antara 25OC - 29OC serta kelembaban udara antara 70-90% .

Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Semarang, jumlah curah hujan pada tahun 2005 ada 133 hari, dengan curah hujan rata-rata 2.387 mm per tahun. Musim penghujan terjadi selama enam bulan (bulan basah) terjadi pada bulan November sampai dengan April, dan musim kemarau selama enam bulan (bulan kering) terjadi pada Mei sampai dengan Oktober dan puncak masa kekeringan terjadi antara bulan Agustus sampai dengan September.

Mengacu kepada curah hujan, maka dapat diketahui bahwa pada musim penghujan terjadi debit banjir dan pada musim kemarau terjadi debit minimum atau terjadi defisit hingga mengalami kekeringan. Hal ini berakibat ketidak-sesuaian pada pemenuhan kebutuhan air dan ketersediaan air dimana pada musim tertentu ketersediaan air berlebihan dan pada musim yang lain justru ketersediaan air tidak dapat mencukupi kebutuhan air.

Air Danau Rawapening bersumber dari mata air dan sungai-sungai yang alirannya masuk ke danau ini. Mata air yang dijumpai di sekitar danau ini antara lain adalah mata air Muncul, Rawapening, Tonjong, Petet dan Parat. Sungai-sungai yang alirannya masuk ke Danau Rawapening adalah sungai Legi, Mulungan, Muncul, Kedung Ringin, Parat, Nagan, Cengkar, Torang dan Geleh, sedangkan sungai yang keluar danau adalah Sungai Tuntang.

Berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), Danau Rawapening berada di DAS Jratun Seluna tepatnya di Sub-DAS Rawapening yang terdiri dari 9 (sembilan) anak sungai, yakni :

(1) Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung

Sub DAS Galeh melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Wirogomo, desa Kemambang, Desa Rowoboni, Desa Tegaron, desa Kebondowo, Desa Banyubiru dan desa Ngrapah) dan Kecamatan Jambu (Desa Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari dan Desa Banyukuning). Luas sub DAS Galeh mencapai 6.121 ha;

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 36

(2) Sub-DAS Torong, yaitu Sungai Torong

Sub DAS Torong melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (desa Ngampin, Panjang dan Pojoksari). Berdasarkan letaknya sub DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. Sub DAS Torong juga melewati daerah Kecamatan Jambu (Desa Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem dan Genting). DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha;

(3) Sub-DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang

Sub DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (Kelurahan Bejalen, Desa Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran, Jetis, Duren, Bandungan, Kenteng dan Candi). Berdasarkan letaknya sub DAS Panjang berada di sebelah utara danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.893,24 ha;

(4) Sub-DAS Legi, yaitu Sungai Legi

Sub DAS Legi melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Sepakung dan sebagian desa Rowoboni) yang wilayahnya memanjang dari bagian hulu di lereng Gunung Telomoyo hingga bermuara ke danau Rawapening;

(5) Sub-DAS Parat, yaitu Sungai Parat

Sub DAS Parat melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa Kebumen), Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa Rowosari). Sub DAS Parat berada di sebelah selatan danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.638,35 ha yang meliputi 16 desa dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan Tuntang) Kabupaten Semarang. Sungai utamanya adalah sungai Parat dan sungai Muncul dengan mata air di punggung Gunung Merbabu dan Gunung Gajah Mungkur.

Kecamatan Getasan menjadi wilayah sub-DAS Parat yang wilayahnya meliputi Desa Kopeng, Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, dan Desa Nogosaren;

(6) Sub-DAS Sraten, yaitu Kali Sraten

Sub DAS Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan Getasan, yaitu; Desa Batur, Tajuk, Jetak, Samirono, dan Desa Sumogawe;


(1)

Gambar 6.18 Zonasi Pariwisata

6.3.6 Zonasi Lindung A. Sempadan Danau

Sempadan danau masuk ke dalam wilayah (zona) lindung sekitar danau yaitu 50 m – 100 m dari pinggiran danau. Zona sempadan danau berguna untuk mengurangi beban pencemaran danau akibat aktivitas manusia yang menghasilkan limbah domestik, maupun kegiatan lainnya. Kriteria Zonasi Sempadan Danau Rawapening dapat dilihat pada Tabel 6.12.

Tabel 6.12 Kriteria Zonasi Sempadan Danau Rawapening

No. Zonasi Persayaratan/ Lokasi

1. Sabuk Hijau a. Tanaman keliling danau

b. Jenis tanaman tidak banyak menyerap air c. Tanaman semusim

2. Paparan banjir a. Tanaman semusim

b. Budidaya perikanan sistem pagar tidak menyisakan limbah pupuk dan limbah pakan.

ZONASI PARIWISATA

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 134

.

k

B. Mata Air

Mata air merupakan zona perlindungan, lokasinya sama dengan yang ada pada zonasi alternatif satu, yaitu di wilayah Desa Rowoboni Kecamatan Banyubiru. Lokasi tersebut dekat dengan kawasan wisata Bukit Cinta. Kriteria tersebut sama dengan kriteria zona alternatif satu yaitu berbagai kegiatan tidak boleh menganggu atau merusak fungsi mata air, termasuk tidak boleh adanya budidaya keramba di atas mata air tersebut. Namun ada kriteria yang terpenting berkaitan dengan zona budidaya pertanian tanaman padi satu kali panen, yaitu pola tanam budidaya hendaknya tidak menggunakan pupuk atau sejenis pestisida yang dapat mencemari zona mata air secara khusus dan secara umum untuk perairan danau. Untuk lebih jelasnya zonasi mata air Danau Rawapening dapat dilihat pada Gambar 6.19.

Gambar 6.19 Zonasi Mata Air

Untuk lebih jelasnya rangkuman lokasi zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening Alternatif Dua dapat dilihat pada Tabel 6.13.

ZONASI MATA AIR


(2)

Tabel 6.13 Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening Alternatif Dua Dengan Padi Satu Kali Panen

No. Zonasi Pemanfaatan

Perairan Lokasi

1. Perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) Tancap

Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa

Kelurahan Tambak Boyo Kecamatan Bawen Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Desa Candirejo Kecamatan Tuntang 2. Perikanan Tangkap Berada di tengah perairan

3. Pariwisata Kecamatan Banyu Biru Desa Kebondowo di Bukit Cinta, Kecamatan Tuntang Desa Tuntang (Jenis wisata Panorama dan Wisata Air)

4. Dermaga Perahu/Kapal

Kecamatan Banyu Biru di Desa Kebondowo yakni Bukit Cinta dan Kecamatan Tuntang di Desa Tuntang

5. Sempadan Danau Seluruh Perairan Danau

6. Enceng Gondok Luas 43,6 Ha atau 10% dari luas eceng gondok eksisting

- 39,6 Ha Kecamatan Banyu Biru, berada di Desa

Banyubiru, Desa Rowoboni, dan Desa Kebondowo

- 4,2 Ha Kecamatan Tuntang, berada di Desa

Rowosari,

Luas 87,6 Ha atau 20% dari luas eceng gondok eksisting

- 39,9 Ha Kecamatan Banyu Biru, berada di Desa

Banyubiru, Desa Rowoboni, dan Desa Kebondowo

- 47 Ha Kecamatan Tuntang, berada di Desa

Candirejo, Desa Rowosari, Desa Kesongo an

a

No. Zonasi Pemanfaatan

Perairan Lokasi

Luas 131 Ha atau 30% dari luas eceng gondok eksisting, yaitu:

- 45 Ha di kecamatan Banyubiru yang berada di

Desa Banyubiru, Desa Rowoboni, Desa Kebon Dowo,

- 85,9 Ha berada di Kecamatan Desa Rowosari,

Desa Lopait, Desa Candirejo, Desa Kesongo (Kecamatan Tuntang),

7. Mata Air Daerah Bukit Cinta, Kecamatan Banyubiru

8. Pertanian Padi Zona padi di rencanakan pada sekeliling Danau Rawa dengan syarat tidak menutupi saluran masuk dan saluran keluar danau.


(3)

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 138

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian penentuan daya tampung beban pencemaran air dan zonasi Danau Rawapening dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

A.

Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Rawapening

1. Ekosistem Danau Rawapening telah rusak akibat pendangkalan, penyempitan dan pencemaran;

2. Sumber utama pendangkalan dan penyempitan wilayah perairan danau adalah erosi lahan DAS dan pelumpuran sungai yang mendangkalkan danau, serta pertumbuhan biomasa gulma air yang meningkatkan pengendapan, pendangkalan dan pembusukan;

3. Sumber utama pencemaran air adalah limbah penduduk, limbah ternak, limbah pertanian dan limbah pakan ikan;

4. Limbah ternak merupakan sumber potensi beban pencemaran air yang terbesar; 5. Daya tampung beban pencemaran air danau sangat rendah karena pendangkalan

tersebut, serta debit air minimal yang relatif rendah, akibat volume danau yang tidak dapat menampung debit air besar selama musim hujan.

B. Zonasi Danau Rawapening

Tinjauan eksisting Danau Rawapening menghasilkan berbagai permasalahan pokok, yaitu sebagai berikut:

1. Terdapat budidaya keramba jaring apung yang masih berada di sekitar daerah konservasi dan dekat dengan daerah objek wisata;

2. Enceng gondok menjadi masalah utama dalam pemanfaatan perairan danau karena mengganggu pemanfaatan dan fungsi danau;

3. Sumber utama pendangkalan dan penyempitan areal perairan danau adalah erosi lahan DAS dan pelumpuran sungai yang mendangkalkan danau, serta pertumbuhan biomassa gulma air yang meningkatkan pengendapan, pendangkalan dan pembusukan.


(4)

Berdasarkan permasalahan yang ada dilakukan studi zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening, yang mana dalam kajiannya juga dilakukan secara komparatif.

Berdasarkan kajian zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening dihasilkan dua usulan konsep pemanfaatan perairan danau, yaitu:

1. Alternatif pertama adalah: konsep pemanfaatan perairan danau terutama pada garis pantai yang dibangun bangunan tanggul, yang mencakup keliling danau sehingga berfungsi sebagai bangunan pengaman danau, selain juga berfungsi untuk konservasi danau;

2. Alternatif kedua adalah konsep pemanfaatan perairan Danau Rawapening dengan elevasi 462,05 meter sampai dengan 462,30 meter yang dimanfaatkan untuk pertanian padi satu kali panen. Budidaya tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan waktu tanam.

Kajian zonasi juga menghasilkan usulan terhadap zonasi pemanfaatan enceng gondok, budidaya perikanan, pariwisata, dermaga, dan zona mata air, sebagai berikut: 1. Zonasi Enceng Gondok. Terjadi pengurangan luas sebaran enceng gondok dengan

mengurangi luas berdasarkan luas enceng gondok eksisting, yang merupakan satu pilihan dari pengurangan luas menjadi seluas 30% , 20% , dan 10 % dari luas enceng gondok eksisting. Pengurangan enceng gondok diprioritaskan berdasarkan kondisi eksisting;

2. Zonasi Keramba Jaring Apung (KJA) lebih diarahkan di tengah perairan, yaitu terbagi menjadi 4 lokasi, sehingga KJA tidak mengganggu fungsi pemanfaatan yang ada di bantaran danau dan daerah sempadan danau;

3. Zonasi Pariwisata diarahkan pada 2 lokasi yaitu yang berada daerah Bukit Cinta Kecamatan Banyu Biru, dan Desa Tuntang Kecamatan Tuntang. Penentuan wilayah tersebut Karena sudah memiliki berbagai potensi yang telah ada sebelumnya, terutama yang berada di daerah wisata Bukit Cinta;

4. Zonasi Dermaga juga diarahkan pada daerah yang dekat dengan zona wisata, guna memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana wisata, sehingga pariwisata memiliki nilai positif. Dermaga ini dapat berfungsi sebagai prasarana wisata, dan juga untuk kapal atau perahu sebagai alat transportasi umum;

5. Zonasi Mata Air diarahkan pada perairan di dekat objek wisata Bukit Cinta. Daerah ini perlu mendapatkan pengawasan dan perlindungan untuk menjaga keberadaan sumber daya air dan konservasi;

6. Zonasi Sempadan Danau yang mengitari sekeliling danau difungsikan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam zona pemanfaatan perairan di atas tentunya tidak banyak perubahan kecuali penempatan lokasi enceng gondok yang mengalami pergeseran karena tepian bantaran danau memiliki perbedaan morfologi berdasarkan konsep alternatif usulan yang pertama dan kedua.

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

A. Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Rawapening

1.

Prioritas pengendalian kerusakan ekosistem DAS Rawapening adalah pengerukan enceng gondok sampai batas maksimal 5% , dengan menyisakan sebagian enceng gondok tersebut untuk konservasi dan untuk produksi kerajinan;

2.

Pengerukan dasar danau yang telah mendangkal diperlukan, terutama pada wilayah yang telah berubah fungsi menjadi daerah rawa;

3.

Pembangunan tanggul diperlukan untuk memperbesar volume danau dan meningkatkan daya dukungnya;

4.

Pengendalian pencemaran air pada DAS Rawapening diprioritaskan pada limbah penduduk dan limbah ternak.

B. Zonasi Danau Rawapening

1.

Prioritas pengendalian kerusakan ekosistem Danau Rawapening dapat dilakukan dengan berbagai alternatif yaitu pengurangan enceng gondok sampai batas maksimum. Apabila dilakukan secara bertahap maka akan menyisakan luas enceng gondok sebesar 5 % , 10 % , 20 % , dan 30 % dari luas enceng gondok eksisting;


(5)

2.

Pengurangan enceng gondok dilakukan dengan pengerukan atau pengangkatan sampai akarnya, dan menyisakan bagian untuk konservasi dan untuk produksi kerajinan;

3.

Perlu penataan sekitar danau;

4.

Perlu pengaturan dan penetapan daerah sempadan danau;

5.

Pengendalian perkembangan budidaya keramba jaring apung sekitar daerah konservasi;

6.

Pengembangan dan implementasi pola tanam budidaya yang ramah lingkungan, (tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia).

Daya Tampung Beban Pencemaran Air dan Zonasi Danau Rawapening 142

2.

3.

4.

5.

6.

DAFTAR PUSTAKA

CV. Ecoterra Multiplan. Laporan Akhir Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) dan Penyusunan Zonasi Pemanfaatan Perairan Danau Rawapening. 2011. Bandung.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik I ndonesia. Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening. 2011. Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik I ndonesia. Pedoman Zonasi Ekosistem Danau. 2011. Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik I ndonesia. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. 2011. Jakarta.

PT. Dinamika I nfoprima. Kajian Pemanfaatan Danau Rawapening Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat. 2011. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/ atau Waduk.


(6)