III - 4
3.1. Program Super Prioritas
Danau Rawapening memiliki fungsi utama untuk PLTA, sumber air baku
minum, irigasi, perikanan, dan wisata. Fungsi tersebut sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas air. Ada kecenderungan penurunan kuantitas air danau
karena laju sedimentasi dan erosi yang tinggi dari DTA. Kualitas air danau dalam kondisi eutrofik, yaitu kaya akan unsur hara nitrogen dan fosfor sehingga
memicu pertumbuhan tidak terkontrol blooming dari tumbuhan air lainnya. Seiring perjalanan waktu, eceng gondok mendominasi, sedangkan tumbuhan
air lainnya populasinya menjadi berkurang. Program pemanenan masal sering dilakukan, namun di tahun berikutnya populasinya menjadi tidak terkontrol lagi.
Akar permasalahan terletak pada tingginya kandungan nutrien perairan, dalam hal ini nitrogen dan fosfor, sehingga pengelolaan yang harus dikembangkan
adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Oleh karena itu, sangat diperlukan aplikasi ekoteknologi guna mengatasi permasalahan eutrofikasi. Hal
ini akan dilakukan secara internal di dalam badan air danau dan secara eksternal di daerah DTA.
3.1.1. Penanganan Eceng Gondok Eichornia crassipes Mart. Solms
Remediasi badan Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif secara fisik, kimia dan biologi. Aplikasi ekoteknologi akan dilakukan di
daerah sekitar danau, khususnya di sekitar inlet sebelum masuk danau. Prioritas utama dalam penyelamatan ekosistem Danau Rawapening
adalah mempertahankan kuantitas air danau agar fungsi utamanya tetap dapat terjaga. Danau Rawapening didominasi tanaman eceng gondok
Eichornia crassipes lebih dari 70 dari luas permukaaanya dan kurang dari 10 di dominasi jenis-jenis tanaman air lainnya seperti Typha spp,
Phragmites spp., Justicia spp. Wilow.,Chara spp., filamentaous algae dan Potamogeton spp. Penerapan ekoteknologi dalam kegiatan penanganan
populasi eceng gondok mutlak dilakukan untuk menghambat dan menurunkan pertumbuhan serta perkembangan tanaman ini dengan
menerapkan ekoteknologi. Upaya kontrol pertumbuhan eceng gondok akan dilakukan secara
terintegrasi antara mekanisme mekanik dengan manual tangan oleh
III - 5
masyarakat setempat dan mesin pemanen, secara kimiawi dengan zat pengatur tumbuhzpt herbisida, dan secara biologi biokontrol dengan
ikan grasscrap Ctenopharyngodon idella. Secara biologi, tanaman eceng gondok akan berkurang drastis kapasitas fotosintesisnya mencapai 81
apabila lembaran daunnya tidak berfungsi Lancar Krake, 2002. Herbisida akan diaplikasikan untuk eceng gondok yang berada di
tengah danau, yang secara mekanik sulit dilakukan. Penggunaan ikan grasscarp akan ditebar untuk lebih menekan populasi. Penanganan eceng
gondok akan dilakukan setiap tahun dengan aktivitas spesifik. Penutupan eceng gondok pada permukaan air Danau Rawapening saat ini 70.
Ditargetkan dalam tahun I kegiatan melalui pemanenan massal eceng gondok, maka penutupannya terhadap permukaan air danau menjadi 20.
Selanjutnya untuk menjaga agar penutupan permukaan perairan danua oleh eceng gondok tidak bertambahmeluas, maka eceng gondok tersebut di
lokalisir di tepian danau dengan diberi penghalang jaring agar tidak meluas ke tengah danau. Eceng gondok di bagian tepi danau ini dapat dimanfaatkan
sebagai green belt dan menjadi filter air yang masuk ke danau dan memperangkap sedimen sehingga kedalaman danau dapat terjaga.
Guna menjaga agar populasi eceng gondok tidak bertambah pesat, maka pemanenan eceng gondok secara mekanik terus dilakukan, dapat
diimbangi secara kimiawi dengan herbisida untuk lokasi yang tidak dapat dilakukan secara mekanik. Penebaran ikan grasscarp dapat dilakukan
sebagai pengendali populasi eceng gondok.Taget capaian keberhasilan penanganan eceng gondok seperti Tabel III.1.
Batang eceng gondok hasil panenan dapat dimanfaatkan untuk kerajinan, sedangkan daun dan akarnya dapat dibuat ternak dan pupuk
organik. Hal ini akan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat bersamaan dengan Kegiatan 15 Pengembangan pemanfaatan eceng
gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat.
III - 6
Tabel III.1. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanganan Eceng Gondok
1. PENANGANAN ECENG GONDOK KEGIATAN
INDIKATOROUTPUT BASELINE
TARGET CAPAIAN TAHUN KE
1 2
3 4
5 a. Secara mekanik
pemanenan Covering danau oleh eceng
gondok 70,00
20,00 20,00
20,00 20,00
20,00 b. Biokontrol
ikan koan grass carp berat 100 gram
na
25.000.000 25.000.000
25.000.000 25.000.000
25.000.000
c. Herbisida ramah lingkungan
herbisida liter na
267,00 267,00
267,00 267,00
267,00
III - 7
3.1.2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi
Secara alami danau akan mengalami pendangkalan meskipun memerlukan waktu yang relatif lama. Pendangkalan danau dapat dipercepat karena
aktivitas manusia di daerah DTA seperti tingginya laju sedimentasi dan erosi. DTA Rawapening memiliki lahan sangat kritis 463,62 ha, lahan kritis
7.382,09 ha, agak kritis 5.991,02 ha, potensial kritis 6.188,17 ha, dan tidak kritis 7.409,14 ha Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun, 2010. Lahan kritis
adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan biologis, sehingga fungsi lahan menjadi tidak efektif dan cenderung
berdampak negatif. Lahan kritis tersebut perlu dilakukan rehabilitasi baik secara vegetatif maupun secara sipil teknis.
Rehabilitasi lahan sangat kritis dapat dilakukan secara vegetatif yaitu dengan meningkatkan jumlah dan jenis tanaman keras melalui kegiatan
penghijauan lahan rakyat maupun reboisasi lahan Negara. Pemanfaatan spesies yang mempunyai perakaran kuat dan dapat menyimpan air akan
dapat mendukung konservasi tanah di sekitar badan sungai. Rehabilitasi lahan kritis secara sipil teknis antara lain melalui
pembuatan teras pada lahan miring, hal ini dimaksudkan untuk memperkecil laju limpasan permukaan sehingga daya rusaknya berkurang dan
meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah, yang pada gilirannya akan meningkatkan sumber mata air serta mampu menurunkan erosi akhirnya
akan mampu mengurangi sedimentasi dan pendangkalan danau. Pengaturan pola tanam perlu dilakukan dengan penanaman secara
kontur, pergiliran tanaman, penanaman tanaman lorong serta pemulsaan agar mampu meningkatkan produktivitas lahan dan fungsi perlindungan
didaerah hilir. Pengembangan agroforestry dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Alternatif lain yang dapat dikembangkan antara lain
dengan pembuatan bronjongpelindung tebing, monitoring debit air dan seidmen, pembuatan bangunan pengendali sedimentasi cek dam dan
pembuatan drainase irigasi dan drainase limbah secara terpisah, pengerukan tanah gambut pada badan air danau dan pembuatan sumur
resapan dan lubang resapan biopori. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat
dari ketercapaian indikator pada Tabel III.2.
III - 8
Tabel III.2. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi Banjir, dan Sedimentasi
III - 9
3.1.3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat merupakan dampak dari tingginya kandungan nutrien perairan terutama kandungan total nitrogen dan
fosfor yang masuk ke badan danau, sehingga remediasi yang harus dikembangkan adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Langkah
yang dapat dilakukan antara lain: pengerukan bagian tepi danau, pembuatan pre-impoundment di sekitar danau bagian tepi, khususnya untuk kontrol
nutrien dari inlet. Hal ini sangat perlu dilakukan agar kandungan nutrien pada inti danau tidak bertambah, sehingga mampu menekan pertumbuhan eceng
gondok. Di lokasi pre-impoundments juga dilakukan pengontrolan nutrien agar air yang masuk danau memenuhi standar yang ditentukan. Untuk itu,
maka perlu dikembangkan regulasi yang mengatur standar nutrien, sehingga program penyelamatan danau diharapkan dapat menyelesaikan akar
masalah. Selanjutnya dilakukan pengembangan IPAL di daerah hulu untuk
mengurangi pencemaran limbah domestik yang masuk ke danau. Hal ini perlu didukung oleh kebijakan kelembagaan berupa aturan dan sangsi
hukumnya pendekatan kelembagaan. Disisi lain pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah dan konservasi danau harus ditingkatkan
melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan dan koridorisasi wetland di bagian tepi danau sebagai green belt. Hal ini akan
dilakukan dengan melokalisir eceng gondok di bagian tepi danau Kegiatan Penangan eceng gondok, sebagai filter inlet dan memperangkap sedimen
sehingga kedalaman danau dapat terjaga. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari ketercapaian indikator pada Tabel III.3.
3.1.4. Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
Kajian tentang kondisi limnologis Danau Rawapening bersamaan dengan rekonstruksi
kondisi masa
lampau sebagai
landasan dalam
pengelolaannya. Studi DTA seperti laju erosi dan sedimentasi, juga perlu dilakukan lagi, mengingat data yang ada sudah lebih dari 10 tahun. Kegiatan
yang akan dilakukan dan indikator keberhasilan pada Tabel III.4.
III - 10
Tabel III.3. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
III - 11
Tabel III.4. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
III - 12
3.1.5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
Danau Rawapening memiliki peranan sangat penting dalam pertanian di DTA, di sisi lain pertanian di DTA juga berkontribusi terhadap degradasi
kualitas air Danau Rawapening. Kondisi eutrofik Danau Rawapening salah satunya diakibatkan oleh pemanfaatan pupuk pertanian yang berlebihan.
Untuk mempertahankan fungsi Danau Rawapening, khususnya untuk irigasi, maka sangat perlu dikembangkan pertanian yang ramah lingkungan.
Sasaran kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dengan menurunkan konsentrasi nitrogen dan fosfor yang masuk ke danau.
Pada daerah hulu terutama pada lahan kritis untuk meningkatkan produktivitas
hasil pertanian,
para petani
banyak mengandalkan
penggunaan pupuk kimia. Kekurangan informasi akan dampak penggunaan pupuk kimia secara berlebihan menjadi salah satu kendalanya. Penggunaan
pupuk yang tidak terkendali di daerah hulu secara langsung juga akan memberikan kontribusi terjadinya eutrofikasi didaerah danau, hal ini ditandai
dengan meningkatnya unsur-unsur anorganik seperti N,P dan K. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya kandungan nutrien perairan. Berdasar
data lapangan terdapat akumulasi N sebesar 17551,2 kg, P sebesar 14956,8 kg dan K sebesar 2560,8 kg dalam danau. Remediasi yang harus
dikembangkan adalah menurunkan kandungan unsur-unsur anorganik perairan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimiawi didaerah hulu
digantikan dengan penggunaan pupuk organik. Mekanisme yang akan dilaksanakan antara lain pengembangan
pertanian organik. Pengembangan pemanfaatan pupuk organik berbahan dasar eceng gondok yang terintegrasi dengan kegiatan 1. Pupuk organik
tersebut diperoleh dengan pembuatan kompos dari eceng gondok sebagai bahan baku utama KLH, 2009. Kondisi ini juga akan mengurangi populasi
eceng gondok yang tumbuh di danau Rawapening, yang pada gilirannya akan mampu memperbaiki kualitas dan kuantitas air di danau Tabel III.5.
III - 13
Mekanisme lain yang dapat dikembangkan adalah pengendalian hama terpadu yang bersifat organik dengan pemanfaatan pestisida dan musuh
alami biopestida dan biokontrol dan pengembangan sistem drainase irigasi terintegrasi. Semua mekanisme tersebut akan dapat memberikan kekhasan
jika dilakukan pengembangan sistem pertanian berbasis potensi lokal terutama di daerah hulu.
3.1.6. Peningkatan Keterlibatan Dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening
Masyarakat memiliki peranansangat penting dalam keberhasilan GERMADAN. Kearifan lokal yang ada perlu dilestarikan, yang dalam
implementasinya dalam pengelolaan dan konservasi Danau Rawapening dapat diperkaya dengan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini sangat
diperlukan karena pengelolaan yang bottom up, yaitu pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat dilaksanakan secara terpadu,
desentralistik dan
partisipatif untuk
menangani permasalahanlingkungandengan
partisipasiaktif dan
peran serta
masyarakat KLH, 2008. Guna meningkatkan pengetahuan lingkungan pada masyarakat
luas, akan dilakukan melalui pembelajaran lingkungan bagi masyarakat, melalui:
a. pengoptimalan tenaga kerja lokal dalam kegiatan rehabilitasi dan konservasi
b. pengelolaan daerah sempadan berwawasan lingkungan c. peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan
d. efisiensi pemanfaatan fungsi air danau e. pembelajaran cara bertani ramah lingkungan
f. peningkatan keterlibatan masyarakat dalam aksi peduli lingkungan g. sinergisme pemerintahan, stakeholders, dan perguruan tinggi serta
LSM dalam aksi peduli lingkungan Tabel III.6.
III - 14
Tabel III.5. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
Tabel III.6. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening
III - 15
3.2. Program Prioritas Penunjang 3.2.1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan