BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geografi pedesaan adalah cabang dari studi geografi yang mempelajari fenomena sosial ekonomi beserta perubahan-perubahan di pedesaan. Secara
tradisional studi banyak menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan pertanian, permukiman dan pola pengunaan lahan saja, tetapi sekarang meliputi
pula permasalahan-permasalan pedesaan yang lain seperti transportasi, kesempatan kerja, perumahan, strategi pengembangan pedesaan dan lain-lain
Bintarto, 1983. Dalam pengembangan desa khususnya pembangunan fisik, desa
diangggap sebagai sistim yang terdiri dari komponen-komonen yan saling berhubungan sebagai satu kesatuan ikatan. Komponen-komponen tersebut
menurut Bintarto 1975: 1. Penduduk desa, karena penyebab utama pembangunan adalah manusia yang
penting dalam pembangunan. 2. Tanah desa, tanah merupakan sasaran yang akan didirikan bangunan.
Pengertian tanah lebih ditekankan pada tanah sebagai ruang. 3. Organisasi desa, yaitu meliputi perangkat desa lembaga yang ada di desa.
Dengan demikian pembangunan di desa pada dasarnya adalah pembangunan masyarakat di lingkungannya, yaitu pembangunan masyarakat
seutuhnya. Perlu disadari bahwa pembangunan desa merupakan tanggung jawab bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Agar pembanguna desa dapat
berjalan dengan lancar perlu maka adanya penyesuaian program antara pemerintah dengan masyarakat. Wadah kerjasama dalam pembangunan desa
adalah Badan Perwakilan Desa BPD, yang terdiri atas wakil-wakil masyarakat yang ada di desa.
Banyak elemen kesuksesan yang merupakan partisipasi dan kemitraan sangat mirip dengan elemen-elemen dalam penyelesaian konflik yang efektif.
Beberapa elemen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kecocokan antar peserta. Kecocokan ini selalu didasarkan atas penghargaan kepercayaan, bahkan ketika harapan dan kebutuhan yang berbeda jelas muncul.
Dengan kepercayaan dan penghargaan, perbedaan akan selalu dapat diselesaikan dan jelas dapat digunakan untuk membantu setiap peserta
memperluas pandangannya. b. Keuntungan untuk semua peserta. Jika tidak ada keuntungan nyata untuk semua
peserta dan jika keuntungan ini dipandang tidak adil untuk semua peserta, maka kemitraan yang langgeng sulit diharapkan.
c. Seimbangnya perwalian dan kekuasaan untuk seluruh peserta perlu disepakati dan dikembangkan. Walaupun beberapa peserta mempunyai peran atau
kapasitas dibanding yang lain berbagai langkah perlu disusun agar semua terlibat.
d. Penyesuaian, khususnya ketidakpastian dan perubahan keadaan yang selalu dihadapi dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya.
e. Integritas, kesabaran, dan keajegan semua peserta. Hambatan akan selalu dihadapi frustasi akan muncul, kemajuan akan lambat serta tanda-tanda adanya
kemajuan mungkin suatu saat tidak muncul seketika. f. Mekanisme komunikasi. Terdapat kebutuhan untuk memfasilitasi baik
komunikasi internal antar peserta, maupun dengan kelompok luar. Elemen-elemen di atas bukanlah yang selalu penting bagi suksesnya
kemitraan akan tetapi semakin elemen-elemen tersebut muncul, semakin besar pula peluang kemitraan berjalan secara efektif. Seringkali keefektifan partisipasi
masyarakat diukur dari jumlah orang yang hadir dalam sebuah pertemuan, tetapi ukuran efektif tidaknya partisipasi tidak hanya sekedar dari jumlah kehadiran saja.
Kepercayaan, kesempaan dan fleksibilitas merupakan elemen penting yang menentukan efektif tidaknya program-program partisipasi masyarakat. Badan-
badan pengelolaan serta perencanaan harus secara agresif bergerak untuk memperkuat dan atau mengembangan kemitraan dengan masyarakat.
Menurut Arnstein 1969 dalam Eni Parwati, 1999 Tingkat partisipasi masyaraka yang diharapkan dan dimungkinkan harus ditentukan sebagai
pengamatan. Sebuah pendekatan partisipasi menunjukkan distribusi kekuasaan
dan pengelola ke masyarakat. Dengan dasar ini dia berpendapat bahwa berbagai peningkatan partisipasi dapat diidentifikasikan mulai dari cara partisipasi sampai
pelimpahan kekuasaan. Pengelola tradisional biasanya enggan untuk melewati partisipasi masyarakat, dengan keyakinan bahwa masyarakat biasanya apatis dan
membuang waktu. Pengelola biasanya mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pendekatan partisipasi masyarakat berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah
dan lembaga-lembaga masyarakat mempunyai berdasarkan hukum yang tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain. Sebaliknya masyarakat semakin meningkat
kesadarannya dengan mengharakan partisipasi yang lebih bermanfaat yang dalam keyakinan mereka termasuk pula pelimpahan sebagian kekuasaan. Pelimpahan
atau alokasi kembali kekuasaan ini menimbulkan isu tentang apakah kelompok yang diberi kepercaayan dan kekuasaan dapat dipercaya.
Permasalahan yang perlu dikaji mendalam adalah apakah pembangunan fisik pedesaan, yaitu pembangunan sarana transportasi dan ruko serta pabrik yang
telah dilakukan sejak tahun 2006 telah menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi sebagai subyek dalam pembangunan. Desa Candi terdapat di
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, yang merupakan salah satu daerah perencanaan di Kecamatan Ampel. Wilayah perencanaan yang ada di Desa Candi
seluas 197,9 ha, di mana wilayah tersebut akan diarahkan menuju wilayah transisi kota dan akan dibangun sarana-sarana fisik berupa sarana transportasi, berupa
pengaspalan jalan dan pembangunan ruko-ruko dan pabrik-pabrik seperti pabrik kayu lapis, mebel, hotel dan yang paling besar adalah pabrik abon
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahqwa penggunaan lahan yang paling luas di daerah penelitian adalah untuk tegalan, yaitu 174,0041 ha 43,54
. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut penulis mengadakan penelitian dengan judul sementara: “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Fisik Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali”.
1.2. Perumusan Masalah