3. Sinergis dengan mikroorganisme lain FMA pada tanaman leguminose diperlukan karena pembentukan
bintil akar dan efektifitas penambahan nitrogen oleh bakteri rhizobium yang terdapat di dalamnya dapat ditingkatkan. FMA juga dapat
bersinergis dengan mikroba potensial lainnya, seperti bakteri penambat N bebas dan bakteri pelarut fosfat Barea et al. 1992. Serta sinergis dengan
jasad – jasad renik selulotik seperti Trichoderma sp. Berdasarkan kemampuan tersebut, maka FMA dapat berfungsi untuk meningkatkan
biodiversitas mikroba potensial di sekitar perakaran tanaman. 4. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan
FMA berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tanaman ke akar
tanaman yang lain yang berdekatan melalui sturktur yang disebut “brige hypha” Allen dan Allen 1992. Sehingga aplikasi FMA tidak terbatas
pada pola tanaman monokultur, tetapi dapat diintegrasikan dalam unit manajemen pola tanaman campuran.
5. Terlibat dalam siklus bio - geo - kimia FMA di alam dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami
pada habitat yang mendapat gangguan ekstrim Allen dan Allen 1992. Keberadaan FMA juga mutlak diperlukan karena berperan penting dalam
mengefektifkan daur ulang unsur hara nutrient cycle sehingga dianggap sebagai alat yang paling untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan
dan keanekaragaman hayati.
2.4. Paraserianthes falcataria
Sengon Paraserianthes falcataria L Nielsen termasuk sub famili Mimosacae, famili Leguminose, ordo Rosales, kelas Dicotyledone dan sub divisi
Angiospermae Samingan 1983. Dahulu dikenal dengan nama Albizia falcataria L Fosberg atau A. back atau A. mollucana Miq. Di Indonesia pohon ini dikenal
dengan nama sengon. Nama daerah pohon ini adalah sengon sebrang atau sengon laut Jawa Timur dan Jawah Tengah, jeunjing Jawa Barat, jing laut Madura
Alrassyid 1973, tadehu pute Sulawesi, rare Sahu, selawoku, selawoku merah Maluku, seka Alfur dan tawa sela Ternate Anonimus 1976.
P. falcataria dikenal sebagai tumbuhan tropik, tergolong suku Fabaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Indonesia timur
dan penyebarannya meliputi seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. P. falcataria mempunyai beberapa nama lokal yaitu, sengon, jeungjing,
tangkal ambon, albisos, dan kayu machis. Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap lingkungan karena
dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah kering dan becek agak asin pada ketinggian 1500 m diatas permukaan laut Vademikum 1992. Sumiarsi et
al. 1990 menyatakan P. falcataria dapat tumbuh pada tanah aluvial, tanah bertekstur pasir dan pasir putih. Meskipun tanaman ini mudah patah bila terkena
angin kencang, tetapi merupakan tanaman serba guna dan hampir semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, diantaranya sebagai venir kayu lapis, pulp,
konstruksi rumah, papan semen wol kayu, papan partikel dan lain – lain. Hasil penelitian yang dilakukan Setiadi 1996 pada lahan bekas
penambangan nikel menunjukan bahwa aplikasi FMA secara efektif meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bibit P. falcataria. Dalam simbiosis
ini, fungi memperoleh karbohidrat dari tanaman P. falcataria sedangkan P. falcataria mendapatkan unsur P dari tanah.
Kayu P. falcataria termasuk kelas kuat IV sampai V dan kelas awet IV sampai V, Berat jenis 0,24 hingga 0,49 serta mempunyai nilai kalor 4.464 Kkal
per kg. Kayu lunak dan mudah dikerjakan, disamping itu P. falcataria mempunyai sifat daya kembang susut dan daya retak yang agak besar. Biasanya
dipakai untuk peti, balok, papan, perumahan dan bahan pulp. Pemanfaatan yang baik untuk kayu P. falcataria ialah untuk bahan pulp, campuran papan partikel
atau papan wool kayu Samingan 1983.
2.5. Enterolobium cyclocarpum