Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah Bekas Tambang Semen

(1)

PADA MEDIA TANAH BEKAS TAMBANG SEMEN

CENG ASMARAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah Bekas Tambang Semen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008 Ceng Asmarahman NRP E051060301


(3)

CENG ASMARAHMAN. Utilization of Mycorrhiza and Rhizobium to Accelerate the Growth of Seedlings of Fuelwood Species in Soil Media of Ex-Cement Mine Tailing. Under academic supervision of SRI WILARSO BUDI R and ERDY SANTOSO.

Cement industry is one of the economic sector which has great contribution in improving the national economy. In the production process, the need by the industry for energy is progressively increasing, whereas the supply of energy from nature is progressively decreasing. Therefore, there is a need to plant energy tree species (fuelwood) in ex-cement mining land to enhance the supply of energy. One of the constraint faced in tree planting in ex-cement mining land is poor fertility of soils in the land. Therefore, one way that could be attempted is creating suppressive soil in the form of applying biofertilizer such as nitrogen fixing bacteria (NFB) and arbuscular mycorrhizal fungi (AMF). This research constituted experiment with factorial block randomized design (BRD). The first factor was species of NFB (control, Shinorhizobium sp (S8.4), and Rhizobium sp

(S10.3.1)); whereas the second factor was species of AMF (control, Glomus sp,

Gigaspora sp) which were inoculated in plants of Enterolobium cyclocarpum, Leucaena leucocephala, Paraseriantes falcataria, and Calliandra calothyrsus. Planting medium used was sterilized soil from ex-cement mining land. Results of AMF and NFB inoculation exhibited varying effectiveness in increasing seedling

growth. Glomus sp could associate with E. cyclocarpum, L. leucocephala,

P. falcataria, and C. calothyrsus in increasing seedling growth, and was able to give better growth respond if compared with other treatments. Infection percentage of AMF of Glomus sp was 50.66% in E. cyclocarpum, 44.44% in L. leucocephala, 29.26% in P. falcataria, and 24.63% in C. calothyrsus.

Keywords: Mycorrhiza, Bacteria, Seedlings, Fuelwood, Soil of Ex - Cement Tailing.


(4)

RINGKASAN

CENG ASMARAHMAN. Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah Bekas Tambang Semen. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R dan ERDY SANTOSO.

Industri semen merupakan salah satu sektor pada bidang ekonomi yang telah memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Dalam proses produksinya kebutuhan industri terhadap bahan bakar energi semakin meningkat, sedangkan persediaan bahan bakar energi di alam semakin menipis. Untuk itu perlu dilakukan upaya penanaman kayu energi sebagai pensubsitusi bahan bakar energi. Kendala yang dihadapi pada tanah bekas tambang semen adalah tingkat kesuburan lahan yang rendah. Sehingga alternatif yang dapat dilakukan untuk membantu pertumbuhan tanaman adalah dengan menciptakan tanah supresif berupa pemberian bio - fertilizer seperti bakteri fiksasi nitrogen (BFN) dan fungi mikoriza arbuskula (FMA).

Metode penelitian mengunakan rancangan rancangan acak kelompok

(RAK) faktorial. Faktor pertama adalah jenis BFN (kontrol, Shinorhizobium sp

(S8.4), Rhizobium sp (S10.3.1). Faktor kedua jenis FMA (kontrol, Glomus sp,

Gigaspora sp) yang diinokulasikan pada tanaman Enterolobium cyclocarpum, Leucaena leucocephala, Paraseriantes falcataria, dan Calliandra calothyrsus. Media tanam yang digunakan adalah lahan bekas tambang semen yang telah disterilisasi.

Hasil inokulasi FMA dan BFN pada tanaman menunjukan efektifitas yang

berbeda dalam meningkatkan pertumbuhan semai. Glomus sp dapat berasosiasi

dengan E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus dalam meningkatkan pertumbuhan semai serta mampu memberikan respon pertumbuhan lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Persentase

infeksi FMA jenis Glomus sp pada tanaman E. cyclocarpum (50,66%), L. leucocephala (44,44%), P. falcataria (29,26%), dan C. calothyrsus (24,63%).

Inokulasi Shinorhizobium sp pada tanaman E. cyclocarpum, L. leucocephala dan P. falcataria lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai di media tanah bekas tambang semen apabila dibandingkan dengan perlakuan Rhizobium sp.

Sedangkan pada tanaman C. calothyrsus perlakuan Rhizobium sp lebih baik

dalam meningkatkan pertumbuhan semai di media tanah bekas tambang semen apabila dibandingkan dengan perlakuan Shinorhizobium sp.

Pengaruh inokulasi FMA menunjukkan serapan hara N tertinggi terdapat pada tanaman E. cyclocarpum (14,82 g/tanaman) dengan perlakuan Glomus sp. Untuk rerata serapan hara P tertinggi terdapat pada tanaman E. cyclocarpum dan C. calothyrsus yaitu 1,11 g/tanaman dan 0,77 g/tanaman dengan perlakuan Glomus sp. Inokulasi BFN menunjukan rerata serapan hara N tertinggi terdapat

pada tanaman E. cyclocarpum dengan perlakuan Shinorhizobium sp (11,78

g/tanaman). Sedangkan serapan hara P tertinggi terdapat pada tanaman E. cyclocarpum dengan perlakuan Rhizobium sp (0,82 g/tanaman).

Tingkat ketergantungan (RMD), respon pertumbuhan (PGR) dan ketergantungan tanaman bermikoriza terhadap fosfor (DPU) dipengaruhi oleh jenis mikoriza yang diinokulasikan serta tanaman inangnya. Nilai RMD, PGR


(5)

Gigaspora sp.

Pada bibit E. cyclocarpum perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 47,9% nilai PGR 92,2% dan nilai DPU sebesar 21,4%. Perlakuan Gigaspora sp

nilai RMD sebesar 23,6%, nilai PGR 30,9% dan nilai DPU 0%. Bibit L. leucocephala perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 63,6%, nilai PGR 175%

dan nilai DPU sebesar 66,7%. Sedangkan perlakuan Gigaspora sp nilai RMD sebesar 3,45%, nilai PGR 3,6% dan nilai DPU 23,1%. Bibit P. falcataria perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 83,9%, nilai PGR 622,2% dan nilai DPU sebesar 23,8%. Perlakuan dengan inokulasi Gigaspora sp nilai RMD sebesar 25,0%, nilai PGR 33,3% dan nilai DPU 0%. Sedangkan bibit C. calothyrsus perlakuan Glomus sp nilai RMD sebesar 85,3%, nilai PGR 577,7% dan nilai DPU sebesar 93,3%. Perlakuan Gigaspora sp nilai RMD sebesar 21,7%, nilai PGR 27,8% dan nilai DPU 7,7%.


(6)

©Hak cipta milik IPB tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PADA MEDIA TANAH BEKAS TAMBANG SEMEN

CENG ASMARAHMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Silvikultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(8)

(9)

Nama : Ceng Asmarahman

NRP : E051060301

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M. S. Ketua

Dr. Ir. Erdy Santoso, M. S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi MS. Prof. Dr. Ir.Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Science (M.Si) di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini penulis memilih judul "Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah Bekas Tambang Semen".

Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. My big family (Ayah, Ibu, Kakak, Adek) Mama dan Adek Lasmini S.H

atas dukungan semangat dan doanya.

2. Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S selaku dosen pembimbing atas

segala bantuan dan bimbingannya.

3. Bapak Dr. Ir. Erdy Santoso, M.S selaku dosen pembimbing atas segala

bantuan dan bimbingannya.

4. Bapak Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas M.Sc. F.Trop selaku penguji luar

komisi atas saran dan masukkannya.

5. Para Peneliti di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor, yaitu: Ibu Dr. Ir. Irnayuli Sitopu M.Sc, Bapak Dr. Ir. Maman Turjaman, DEA., Bapak Ir. Ragil S.B Irianto, M.Si., yang telah memberikan masukkannya.

6. PT. Holcim Indonesia Tbk yang telah memberikan dukungan dana dalam

penelitian, serta karyawan PT. Holcim Indonesia Tbk di Departemen Pertanaman dan Lingkungan yang telah membantu di lapangan.

7. Teknisi di Laboratorium Mikrobiologi Puslitbang Hutan dan Konservasi

Alam Bogor, yaitu: Bapak Sugeng Santoso, Bapak Najmullah, Bapak Ahmad Yani dan Bapak Aryanto atas bantuannya selama penelitian.

8. Teman - teman program studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan atas bantuan

dan dukungannya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya pemanfaatan mikroba sebagai solusi mengatasi lahan - lahan marginal yang ada di Indonesia. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.

Bogor, Agustus 2008 Ceng Asmarahman


(11)

Penulis dilahirkan di Anakan, Kec. Bt. Kapas. Kab. Pesisir Selatan Sumatera Barat pada tanggal 7 April 1982 dari ayah Asril dan Ibu Mariati. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU N 1 Batang Kapas dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Penulis menamatkan pendidikan Sarjana pada tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Bengkulu, penulis menjadi asisten pada mata kuliah Botani, Morfologi Tumbuhan, Dendrologi, Biologi dan Pemuliaan Pohon, serta aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2005 penulis sempat bekerja sebagai journalis pada perusahan Postmetro Batam. Tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan pada Sekolah Pascasarjana IPB.


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Rumusan masalah... 3

Tujuan penelitian... 5

Manfaat penelitian... 5

Hipotesis... 5

TINJAUAN PUSTAKA Lahan pasca tambang semen ... 6

Bakteri fiksasi nitrogen Rhizobium (BFN)... 7

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) ... 7

Paraserianthes falcataria... 9

Enterolobium cyclocarpum... 10

Calliandra calothyrsus... 12

Leucaena leucocephala... 13

METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian ... 14

Bahan dan alat ... 14

Metode penelitian... 15

Teknik pengumpulan data ... 17

Analisis data... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Pengaruh inokulasi mikoriza ... 24

Pengaruh inokulasi bakteri fiksasi nitrogen ... 33

Pengaruh interaksi fungi mikoriza arbuskula dengan inokulasi bakteri fiksasi nitrogen ... 37

Hubungan antara persentase kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan... 46

Hubungan antara jumlah nodul dengan parameter pertumbuhan.... 50

Hubungan antara jumlah nodul efektif dengan parameter pertumbuhan... 54

Nilai ketergantungan mikoriza relatif, persen respon pertumbuhan dan ketergantungan terhadap fosfor... 58

Pembahasan... 61

KESIMPULAN DAN SARAN... 82

DAFTAR PUSTAKA ... . 83


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Nilai koefisien korelasi Pearson untuk menentukan tingkat

keeratan hubungan parameter yang diukur ... ... 20 Tabel 2 Hasil analisis keragaman pengaruh mikoriza dan bakteri

fiksasi nitrogen terhadap beberapa variabel pengamatan pada tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus... 21 Tabel 3 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA

dengan beberapa parameter pertumbuhan bibit E. cyclocarpum... 46 Tabel 4 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit L. leucocephala... .. 47

Tabel 5 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit P. falcataria... 48 Tabel 6 Hasil analisis korelasi antara persentase kolonisasi FMA dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit C. calothyrsus... ... 49

Tabel 7 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa

parameter pertumbuhan bibit E. cyclocarpum... 50 Tabel 8 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa

parameter pertumbuhan bibit L. leucocephala... 51 Tabel 9 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa

parameter pertumbuhan bibit P. falcataria... 52 Tabel 10 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul dengan beberapa

parameter pertumbuhan bibit C. calothyrsus... 53 Tabel 11 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit E. cyclocarpum... 54 Tabel 12 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit L. leucocephala... 55 Tabel 13 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit P. falcataria... 56 Tabel 14 Hasil analisis korelasi antara jumlah nodul efektif dengan

beberapa parameter pertumbuhan bibit C. calothyrsus... 57 Tabel 15 Rerata nilai ketergantungan mikoriza relatif, persen respon


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian... ... 4 Gambar 2 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

tinggi semai... 24 Gambar 3 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

diameter semai... 25 Gambar 4 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

jumlah daun... 26 Gambar 5 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

berat segar tajuk... 26 Gambar 6 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

berat segar akar... 27 Gambar 7 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

berat kering total... 28 Gambar 8 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

indek mutu bibit... 29 Gambar 9 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata persentase infeksi mikoriza... 30 Gambar 10 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

serapan hara N... 30 Gambar 11 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

serapan hara P... 31 Gambar 12 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

C/N ratio... 32 Gambar 13 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

jumlah bintil akar/ nodul... 32 Gambar 14 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata

jumlah bintil akar/ efektif... 33 Gambar 15 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata

diameter semai... 34 Gambar 16 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata jumlah daun 35 Gambar 17 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata berat

segar akar... 35 Gambar 18 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap rerata

persentase mikoriza... 36 Gambar 19 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap serapan hara N... 36


(15)

Gambar 20 Pengaruh perlakuan inokulasi BFN terhadap serapan hara P... 37 Gambar 21 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN

terhadap rerata diameter semai P. falcataria... 38 Gambar 22 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN

terhadap rerata jumlah daun P. falcataria... 38 Gambar 23 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN

terhadap rerata berat segar tajuk P. falcataria... 39 Gambar 24 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN

terhadap rerata berat segar akar P. falcataria... 40 Gambar 25 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN

terhadap rerata indek mutu bibit P. falcataria... 40 Gambar 26 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN terhadap rerata serapan hara N tanaman P. falcataria... 41 Gambar 27 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN terhadap rerata serapan hara P tanaman P. falcataria... 42 Gambar 28 Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan BFN terhadap rerata jumlah nodul efektif pada tanaman L. leucocephala... 42 Gambar 29 Pengaruh interaksi perlakuan FMA dan BFN terhadap rerata

persentase infeksi mikoriza tanaman E. cyclocarpum dan

tanaman L. leucocephala... 43 Gambar 30 Foto perbedaan tinggi bibit tanaman uji setelah diinokulasi

FMA dan BFN... 44 Gambar 31 Struktur kolonisasi FMA pada akar tanaman uji... 45 Gambar 32 Struktur spora FMA pada media tanam tanaman uji... 60


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Komposisi pembuatan media perbanyakan isolat rhizobium

yang terdiri dari komposisi Yeast Manitol Agar (YMA).……... 90 Lampiran 2 Hasil analisis kimia tanah lahan pasca tambang semen

PT. Holcim Indonesia Tbk …... 91 Lampiran 3 Data pengukuran kelembaban dan temperatur... 92 Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh inokulasi mikoriza terhadap rerata variabel pengamatan pada tanaman uji... 93 Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh inokulasi BFN terhadap

rerata variabel pengamatan pada tanaman uji... 94 Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi perlakuan FMA

dan BFN terhadap rerata variabel pengamatan pada

tanaman P. falcataria, L. Leucocephala dan E. cyclocarpum... 95 Lampiran 7 Rekapitulasi hasil anova pengaruh hubungan FMA dan BFN

terhadap parameter pertumbuhan tanaman uji... 96 Lampiran 8 Hasil analisis kimia tanah setelah diinokulasi FMA dan BFN... 98 Lampiran 9 Hasil isolasi bakteri pada media tanam tanaman uji... 99


(17)

1.1. Latar belakang

Sektor industri merupakan salah satu sektor pada bidang ekonomi dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Berdirinya pabrik diilhami dengan berlimpahnya potensi sumber daya alam khususnya industri semen untuk bahan baku semen (batu kapur dan tanah liat). Dalam pelaksanaan proses produksinya kebutuhan industri terhadap bahan bakar atau sumber energi semakin meningkat sementara itu persediaan bahan bakar energi di alam semakin menipis. Untuk itu perlu dilakukan upaya dengan penanaman kayu energi sebagai pensubsitusi bahan bakar energi.

Dalam penanaman kayu energi kendala yang dihadapi pada tanah bekas tambang semen adalah tingkat kesuburan lahan yang rendah, lahan berupa

hamparan tanah kapur (CaO), silika, (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), pasir besi

(Fe2O3), gips dan tanah liat, lahan miskin unsur hara, pH tinggi dan bakteri

pengurai tidak ada, sehingga tumbuhan sulit untuk tumbuh di lahan tersebut, serta berupa lahan tidur yang tidak termanfaatkan.

Untuk membantu pertumbuhan dan meningkatkan daya hidup semai pada tanah bekas tambang semen, diperlukan teknik silvikultur yang tepat, pemilihan jenis tanaman yang cocok, input energi yang tinggi seperti saturasi fosfat, pemupukan lengkap dan manajemen bahan organik. Namun teknik - teknik tersebut memerlukan biaya yang tinggi untuk membangun suatu tegakan hutan dan tak jarang memberikan dampak negatif di kemudian hari, misalnya dampak pemupukan kimia yang tidak tepat dan terus - menerus akan merusak lingkungan dan tanah.

Alternatif perlakuan yang dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan tanaman pada lahan - lahan yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang buruk, seperti halnya pada tanah tambang adalah dengan menciptakan kondisi tanah supresif. Tanah supresif adalah tanah yang kaya akan mikroba tanah, sehingga kondusif untuk pertumbuhan tanaman, dan dapat menekan perkembangan mikroba patogen (Van Brugen 2000; Biwas 2000; Doran 2000; Qualls 2000). Penggunaan mikroba tanah dalam pertanaman dapat membantu


(18)

2

penyediaan nitrat, fosfat dan kalium serta unsur hara lainnya sehingga dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman di lapangan (Van Brugen 2000; Biwas 2000; Doran 2000; Qualls 2000).

Sutedjo et al. (1996) mengatakan bahwa peranan mikroorganisme dalam

memperbaiki kondisi fisik tanah, khususnya agregat tanah, kini telah sangat diperhatikan. Struktur tanah sangat dipengaruhi miselium fungi dan sel-sel bakteri dan juga produk - produk metabolik. Mikroba dan produk metabolik mengikat partikel - partikel tanah dalam agregat dan partikel - partikel yang lepas terikat dalam agregat yang stabil.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah bekas tambang semen tersebut di atas adalah dengan pemberian pupuk hayati seperti

pemanfaatan rhizobium dan mikoriza. Inokulan rhizobium merupakan preparat

biologis yang dipakai untuk menjamin tanaman leguminosa menambat N2 secara

hayati dan maksimal.

Jenis - jenis pohon legum seperti sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), sengon (Paraserianthes falcataria), kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan jenis - jenis pohon yang termasuk jenis pohon serba guna (multi - purpose tree species), kecepatan tumbuhnya

tinggi (fast growing species) dan mampu memfiksasi N2 (nitrogen - fixing trees)

(Turnbull et al. 1986). Pertimbangan lain pemilihan jenis-jenis pohon legum ini adalah tanaman yang mempunyai nilai kalor yang relatif cukup tinggi yaitu berkisar antara 4.132 – 4.750 Kkal per kg (Ayensu 1980).

Mikroba yang diperlukan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan tidak selalu tersedia di tanah khususnya pada lahan - lahan terbuka baik akibat erosi maupun akibat berbagai aktifitas manusia. Untuk itu, inokulasi mikroba tanah yang bermanfaat sangat berperan dalam keberhasilan penanaman jenis-jenis pohon legum.

Salah satu mikroba tanah yang bersimbiosis dengan jenis - jenis pohon legum adalah bakteri bintil akar, rhizobia. Didalam bintil akar, bakteri ini

mampu memfiksasi N2 dari atmosfer menjadi protein tumbuhan, yang selanjutnya

tersedia untuk jenis tanaman lainnya melalui proses daur ulang (Posgate 1978). Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian inokulan bakteri fiksasi


(19)

menyatakan bahwa di Brazil pemberian bakteri fiksasi nitrogen dapat meningkatkan N rata – rata antara 15 sampai 93 kg N/ ha/tahun.

Apabila ketersedian nitrogen telah tercukupi dengan fiksasi N2 dari

atmosfer, tinggal kebutuhan akan unsur fosfat yang harus dipenuhi agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pemecahan secara biologis juga tersedia yaitu dengan bantuan fungi tanah, mikoriza. Asosiasi mikoriza dengan tanaman inang, akan membuka jalan untuk memperoleh kandungan fosfat yang tersedia jauh diluar jaringan akar tanaman inang (Campbell 1985). Sehingga kebutuhan fosfat pun dapat terpenuhi dari simbiosis. Kehadiran kedua mikrobion (rhizobia dan mikoriza) diyakini dapat meningkatkan pertumbuhan pohon inang lebih baik dari simbiose tunggal, terutama pada lahan miskin hara dan tanah bermasalah (Rao 1988).

1.2. Rumusan masalah

Permasalahan yang sering muncul di lahan bekas tambang semen adalah sebagai berikut :

1. Lahan berupa hamparan tanah kapur (CaO), silika (SiO2), aluminium

oksida (Al2O3), pasir besi (Fe2O3), gips dan tanah liat, lahan miskin

unsur hara, pH tinggi dan bakteri pengurai tidak ada, sehingga tumbuhan sulit untuk tumbuh di lahan tersebut.

2. Hilangnya vegetasi alami dan berubahnya ekosistem lingkungan, serta

berupa lahan tidur yang tidak termanfaatkan.

Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah dengan pemberian pupuk hayati berupa pemanfaatan rhizobium dan mikoriza. Sehingga dengan pemberian pupuk hayati rhizobium dan mikoriza tersebut dapat menjawab permasalahan yang ada, seperti:

1. Apakah dengan pemberian inokulan rhizobium dan mikoriza dapat

meningkatkan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen?

2. Apakah dengan pemberian inokulan rhizobium dan mikoriza terdapat

interaksi dalam meningkatkan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen?


(20)

4

Secara umum kerangka pemikiran dalam melakukan penelitian disajikan pada Gambar 1:

Sumber daya alam

Eksploitasi

Lahan pasca eksploitasi

Penurunan kualiatas lahan/ tanah

Kimia: Pencemaran air Pencemaran tanah Kualiatas lahan sangat

rendah Fisik:

Kerusakan topografi Rawan longsor

Hilang atau tertutupnya lapisan top

soil

Biologi: Hilangnya vegetasi

alam, Perubahan ekosistem

Analisis tanah

Upaya rehabilitasi lahan

Inokulan mikoriza Inokulan rhizobium

Tanaman kehutanan

Percepatan proses revegetasi lahan

Peningkatan kesuburan tanah Peningkatan kualitas

lahan, Pertumbuhan tanaman

Evaluasi


(21)

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh inokulan rhizobium dan mikoriza terhadap

pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen.

2. Mengetahui pengaruh interaksi pemberian inokulan rhizobium dan

mikoriza terhadap pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna baik secara teoritis maupun praktis bagi dunia ilmu pengetahuan dalam bidang mikrobiologi tanah khususnya mengenai pemanfaatan mikoriza dan rhizobium sebagai pupuk hayati dalam hubungannya dengan reklamasi pada lahan bekas tambang semen atau lahan bermasalah.

1.5. Hipotesis

1. Pemberian BFN (rhizobium) dan FMA (mikoriza) dapat meningkatkan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen. 2. Adanya interaksi antara pemberian BFN (rhizobium) dan FMA (mikoriza)

terhadap peningkatan pertumbuhan semai kayu energi pada media tanah bekas tambang semen.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan pasca tambang semen

Kegiatan pertambangan mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan dengan karakteristik kegiatan lainnya, terutama menyangkut sifat, jenis dan lokasi. Dimana kegiatannya melibatkan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan sering ditemukan pada lokasi yang terpencil. Selain itu pembangunannya membutuhkan investasi yang besar terutama untuk membangun fasilitas infrastruktur. Karakteristik yang penting lainnya bahwa jumlah cadangan sumber daya alam tidak dapat diketahui dengan pasti, pasar dan harga sumber daya mineral menyebabkan industri pertambangan dioperasikan pada tingkat resiko yang tinggi baik dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi maupun aspek politik.

Bahan dasar pembuatan semen adalah kapur kembang (CaO), silika

(SiO2), aluminium oksida (Al2O3), pasir besi (Fe2O3), gips dan tanah liat. Limbah

yang dihasilkan oleh industri semen adalah:

a. Limbah padat, yang berasal dari penambangan dan peledakan bahan

baku di quarry, penghancuran (crusher), proses dalam pabrik (penggilingan, pembakaran, pendinginan, pemotongan).

b. Limbah gas, yang berasal dari proses pendinginan, mesin – mesin

pembangkit listrik dan mobilitas kendaraan truk pengangkut.

c. Limbah cair, yang berasal dari air lumpur di quarry, buangan minyak

aktifitas transportasi, diesel pembangkit tenaga listrik, air pencucian batu bara, kegiatan perbengkelan, buangan air dari proses pendinginan (Anonim 1985) dalam Azwir (2001).

Lahan pasca penambangan sering disebut juga sebagai tailing. Tailing adalah bagian dari produksi pertambangan yang tidak berguna dan perlu dibuang. Tailing ini terutama terdapat pada produksi mineral yang dihasilkan dari penambangan di batuan keras setelah bagian mineralnya diambil. Jadi pengelolaan tailing terkait dengan tahap produksi dari suatu perusahaan (Cahyono 2001).


(23)

2.2. Bakteri fiksasi nitrogen rhizobium (BFN)

Salah satu mikroba tanah yang bersimbiosis dengan jenis - jenis pohon legum adalah bakteri bintil akar rhizobia. Didalam bintil akar bakteri ini mampu

memfiksasi N2 dari atmosfer menjadi protein tumbuhan yang selanjutnya tersedia

untuk jenis tanaman lainnya melalui proses daur ulang (Postage 1978).

Penggunaan bakteri rhizobium sebagai inokulan telah populer digunakan

pada tanaman pertanian seperti kedelai dan jenis polong - polongan lainnya. Akhir - akhir bakteri ini mulai diperkenalkan penggunaannya juga untuk pohon - pohon leguminosa yang sering dipakai untuk kegiatan reboisasi dan agroforestri (Setiadi 1990).

Bakteri rhizobium mempunyai kemampuan untuk menginfeksi akar dan

membentuk bintil akar (nodul) dengan simbiosisnya dengan tanaman leguminosa. Di dalam bintil akar tersebut mikroba ini mampu secara kimia untuk

menambat nitrogen bebas (N2) dari atmosfir dan merubahnya menjadi amonia

(NH3), produk yang terakhir ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang (host)

untuk pertumbuhannya. Sedangkan rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat dari tanaman inang.

Penambahan nitrogen oleh tanaman leguminosa sebenarnya merupakan proses alami yang tingkat efektifitasnya dapat dimanipulasi dan ditingkatkan dengan cara mengintrodusir galur - galur rhizobia unggul yang telah teruji. Dengan cara demikian maka tidak saja laju pertumbuhan pohon tersebut dapat hidup dalam kondisi tanah yang miskin nitrogen. Selain itu adanya asosiasi leguminosa - Rhizobium yang harmonis memungkinkan kontribusi penambahan N pada tanah cukup tinggi. Sistem tersebut diatas dalam jangka waktu panjang secara tidak langsung dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah sehingga memungkinkan tanaman lain (non - legum) dapat tumbuh, dan kekhawatiran akan mundurnya produktifitas hutan pada rotasi berikutnya dapat diatasi.

2.3. Fungi mikoriza arbuskula (FMA)

Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi (myke) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. De Hulster (1972) dan Richards (1976) dalam Badri (2004) menyatakan bahwa mikoriza adalah suatu


(24)

8

struktur yang terbentuk pada kebanyakkan pohon - pohon hutan, jika akar – akar pohon tersebut terinfeksi oleh fungi tanah tertentu yang tidak bersifat patogenik. Menurut Soekotjo (1985), mikoriza merupakan suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara akar - akar pohon dengan fungi, baik secara ektotrofik maupun endotropik.

Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang (host) mikoriza dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Di dalam kelompok endomikoriza terdapat enam subtipe yaitu : mikoriza arbuskula, ectendo, arbutoid, monotropoid, ericoid, dan orchid. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi pembentuk mikoriza yang akhir – akhir ini menjadi perhatian para ahli lingkungan dan biologis (Setiadi 1999).

Fungi mikoriza arbuskula memiliki beberapa peran penting sebagai berikut (Setiadi 1999) :

1. Sebagai pelindung hayati (bio - protection)

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen luar tanah. FMA juga dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah – tanah yang tercemar logam berat (Linderman dan Pfleger 1994) seperti pada lahan – lahan pasca tambang. Dengan demikian FMA, selain berguna untuk bio – protection, juga berfungsi penting sebagai bio – remediator bagi tanah yang tercemar logam berat (Hetrick et al. 1994) diacu dalam Badri (2004). Selain itu tipe fungi ini juga mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan (Gupta 1991).

2. Perbaikan nutrisi dan peningkatan pertumbuhan tanaman

Fungi ini memiliki kemampuan untuk berasosiasi hampir 90% jenis tanaman dan telah terbukti mampu memperbaiki nutrisi dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Marschner (1994) menyatakan bahwa FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman bermikoriza serta unsur – unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo.


(25)

3. Sinergis dengan mikroorganisme lain

FMA pada tanaman leguminose diperlukan karena pembentukan bintil akar dan efektifitas penambahan nitrogen oleh bakteri rhizobium yang terdapat di dalamnya dapat ditingkatkan. FMA juga dapat bersinergis dengan mikroba potensial lainnya, seperti bakteri penambat N bebas dan bakteri pelarut fosfat (Barea et al. 1992). Serta sinergis dengan jasad – jasad renik selulotik seperti Trichoderma sp. Berdasarkan kemampuan tersebut, maka FMA dapat berfungsi untuk meningkatkan biodiversitas mikroba potensial di sekitar perakaran tanaman.

4. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan

FMA berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tanaman ke akar tanaman yang lain yang berdekatan melalui sturktur yang disebut “brige hypha” (Allen dan Allen 1992). Sehingga aplikasi FMA tidak terbatas pada pola tanaman monokultur, tetapi dapat diintegrasikan dalam unit manajemen pola tanaman campuran.

5. Terlibat dalam siklus bio - geo - kimia

FMA di alam dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alami pada habitat yang mendapat gangguan ekstrim (Allen dan Allen 1992). Keberadaan FMA juga mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara (nutrient cycle) sehingga dianggap sebagai alat yang paling untuk mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.

2.4. Paraserianthes falcataria

Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) termasuk sub famili Mimosacae, famili Leguminose, ordo Rosales, kelas Dicotyledone dan sub divisi Angiospermae (Samingan 1983). Dahulu dikenal dengan nama Albizia falcataria (L) Fosberg atau A. back atau A. mollucana Miq. Di Indonesia pohon ini dikenal dengan nama sengon. Nama daerah pohon ini adalah sengon sebrang atau sengon laut (Jawa Timur dan Jawah Tengah), jeunjing (Jawa Barat), jing laut (Madura) (Alrassyid 1973), tadehu pute (Sulawesi), rare (Sahu), selawoku, selawoku merah (Maluku), seka (Alfur) dan tawa sela (Ternate) (Anonimus 1976).


(26)

10

P. falcataria dikenal sebagai tumbuhan tropik, tergolong suku Fabaceae dan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Indonesia timur dan penyebarannya meliputi seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. P. falcataria mempunyai beberapa nama lokal yaitu, sengon, jeungjing, tangkal ambon, albisos, dan kayu machis.

Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap lingkungan karena dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah kering dan becek/ agak asin pada ketinggian 1500 m diatas permukaan laut (Vademikum 1992). Sumiarsi et al. (1990) menyatakan P. falcataria dapat tumbuh pada tanah aluvial, tanah bertekstur pasir dan pasir putih. Meskipun tanaman ini mudah patah bila terkena angin kencang, tetapi merupakan tanaman serba guna dan hampir semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, diantaranya sebagai venir kayu lapis, pulp, konstruksi rumah, papan semen wol kayu, papan partikel dan lain – lain.

Hasil penelitian yang dilakukan Setiadi (1996) pada lahan bekas penambangan nikel menunjukan bahwa aplikasi FMA secara efektif meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bibit P. falcataria. Dalam simbiosis ini, fungi memperoleh karbohidrat dari tanaman P. falcataria sedangkan P. falcataria mendapatkan unsur P dari tanah.

Kayu P. falcataria termasuk kelas kuat IV sampai V dan kelas awet IV sampai V, Berat jenis 0,24 hingga 0,49 serta mempunyai nilai kalor 4.464 Kkal per kg. Kayu lunak dan mudah dikerjakan, disamping itu P. falcataria mempunyai sifat daya kembang susut dan daya retak yang agak besar. Biasanya dipakai untuk peti, balok, papan, perumahan dan bahan pulp. Pemanfaatan yang baik untuk kayu P. falcataria ialah untuk bahan pulp, campuran papan partikel atau papan wool kayu (Samingan 1983).

2.5. Enterolobium cyclocarpum

Enterolobium cyclocarpum Griseb termasuk famili Leguminosae. Di beberapa negara jenis ini dikenal dengan nama guanacasta (Guantemala, Honduras, Nicaragua); Cuanacaztle, huanacaxtle, huinecaztle, nacaxle, cuaunacaztli cascale sonaya, orejon, parota piche (Mexico); Genisero, jenizero (Nicaragua); Conacaste (Guatemala); Conacaste, caro, caro hembra, arbol de orejas (Salvador); Coratu jarina; Harina (Panama); Anjera, carits, carito, oriera,


(27)

pinon (Colombia); Caro hembra (Venezuela); Oreja de judio, Arbol de las orejas, algarrobo carretera, cabelos de venus (Cuba). Dalam perdagangan jenis ini dikenal dengan nama pichwood, South American walnut, Mexican walnut, Conacasta, Jenisero (Record and Mell 1924).

Pohon ini mempunyai bebas cabang yang pendek, lebih - lebih kalau berada ditempat terbuka. Kulit pohonnya agak tebal yaitu sekitar 3 – 4 cm tebalnya terutama pohon yang tua, karena itu pohon yang sudah tua agak tahan terhadap kebakaran. Tajuknya besar berbentuk seperti payung dan lebarnya dapat mencapai antara 15,24 – 30,48 m (Record and Mell 1924). Susunan daun pinnate, kecil dan gugur daun sebagian untuk beberapa bulan dalam satu tahun. Menurut laporan Anonimus (1936) terjadinya gugur daun pada E. cyclocarpum terutama periode musim bunga atau periode musim panas. Selain dari pada itu menurut hasil pengamatan di kebun percobaan, ternyata pada periode musim buah pun masih berlangsung pengguguran daun. Dengan adanya masa gugur daun dan daunnya mudah hancur/ dekomposisi dalam tanah (Anonimus 1936), berarti kemampuan untuk memperbaiki kesuburan tanah dari pohon ini cukup baik.

Pada waktu yang muda yaitu pada umur 9 bulan panjang akar tunggangnya berkisar 39 cm untuk seedling yang tingginya 56 cm, dan sampai mencapai 208 cm untuk seedling yang tingginya 306 cm.

Pada umur 10 tahun pohon ini mempunyai perakaran yang intensif, dengan akar tunggang yang dalam. Akar cabangnya dapat mencapai 30 m panjangnya dan ada beberapa dari akar tersebut yang bermunculan dipermukaan tanah. Di daerah yang iklim kering dan bermusim, pohon ini mulai berbunga pada umur 5 – 11 tahun dan mulai berbuah pada umur 6 – 11 tahun. Sedang di daerah agak basah sampai basah pohon ini mulai berbunga dan berbuah pada umur 8 – 16 tahun.

Genus pohon ini terdiri dari 7 species yang tersebar di seluruh Amerika tropis dan jenis yang terbaik adalah E. cyclocarpum dan E. timbouva (Record dan Mell 1924). E. cyclocarpum umumnya banyak terdapat di Amerika tropis bagian utara, Amerika tengah, dan sebelah selatan Mexico (Record dan Mell 1924). Selanjutnya menurut Anonimus (1936), pohon ini juga ditanam di salah satu negara Afrika dan Indocina, sebagai tanaman percobaan.


(28)

12

Di Indonesia penanaman pertama tahun 1916 di kebun raya Bogor dan bijinya berasal dari Brazil. Dari sini disebar luaskan ke seluruh Jawa yaitu ditanam di kebun - kebun percobaan Lembaga Penelitian Hutan. Penanaman di Jawa dilakukan diberbagai tempat tumbuh pada ketinggian 30 – 1.185 meter di atas permukaan laut dengan keadaan tanah dan iklim yang berbeda. Menurut Cahyono (2008) jenis E. cyclocarpum mempunyai nilai kalor 4.132 Kkal per kg.

2.6. Calliandra calothyrsus

Calliandra calothyrsus, merupakan salah satu jenis tanaman herba berkayu dengan tinggi 12 m dengan diameter 30 cm. Warna daun hijau gelap sedangkan batang berwarna coklat kehitaman. Bercabang banyak melebar kesamping. Daun bipinate/ berpasangan dan tumbuh bersilangan. Rachisnya dapat mencapai panjang 10 – 17 cm sedang rachillaenya mencapai 4 – 7 cm dan berjumlah tiap 15 – 20 pasang tiap daunnya. Butiran daun menempel pada rachillae berbentuk lonjong dengan panjang 5 – 8 mm. Jumlah butiran daun dalam satu rachillae mencapai 25 – 60 pasang butiran daun biasanya menguncup waktu malam dan hujan.

Bunga muncul pada ujung ranting, berwarna merah atau putih dengan panjang 406 cm. Buah C. calothyrsus berupa polongan berwarna coklat hitam dengan panjang 8 – 11 cm, setiap buah mempunyai 3 – 15 biji yang kalau sudah tua berwarna coklat, berbentuk elips dan pipih dengan jumlah biji perkilo mencapai 13.000 – 19.000 ribu buah.

C. calothyrsus dapat tumbuh baik pada berbagai macam tipe tanah, tidak tahan terhadap genangan air. Tingkat adaptasi terhadap kekeringan dikategorikan sedang (1 – 7 bulan kering/ tahun) dapat tumbuh baik pada daerah dengan rata – rata curah hujan 700 – 4000 mm. Tumbuh secara ideal pada ketinggian 1.300 m dpl dan secara umum tanaman ini membutuhkan temperatur rataan tahunan 20 –

28 0C untuk tumbuh ideal, walaupun demikian dapat pula tumbuh pada

temperatur rendah (9 0C). Menurut Ayensu (1980) kayu ini memiliki berat jenis

dari 0,51 - 0,78 dengan nilai kalor 4.500 - 4.750 Kkal per kg. Dan kandungan abu 1,8 %. Jenis ini digunakan untuk memasak seperti bahan untuk industri kecil untuk pembuatan industri minuman, tile dan briket.


(29)

2.7. Leucaena leucocephala

Leucaena leucocephala merupakan salah satu jenis tanaman penghasil kayu bakar yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan sebab pertumbuhannya cepat dan hampir semua bagian tanaman bermanfaat bagi manusia. Selain itu tanaman ini dapat meningkatkan kesuburan tanah (National Academy of Sciences). Wilde (1958) menyatakan L. leucocephala juga merupakan salah satu jenis tanaman yang diprioritaskan dalam pembangunan hutan tanaman industri, dimana jenis ini bermanfaat sebagai penghasil kayu pertukangan dan kayu serat/ pulp. L. leucocephala termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat ditanam pada lahan kritis. Pemanfaatanya sudah lama dikenal oleh masyarakat, terutama masyarakat di Jawa.

L. leucocephala adalah strain lamtoro yang berbatang tunggal dan mampu mencapai ketinggian 20 m. Strain lamtoro yang berasal dari Amerika Tengah dikenal pula sebagai tipe guatemala. Tipe ini mampu menghasilkan biomassa lebih dari dua kali yang dihasilkan oleh lamtoro strain kecil yang bercabang banyak dan berbentuk semak (tipe 3 Hawaii). Tanaman ini juga diketahui bersimbiosis dengan bakteri rhizobium, yang ditandai dengan adanya bintil akar.

Menurut Ayensu (1980) kayu ini memiliki berat jenis dari 0,51 - 0,78 dengan nilai kalor 4.200 - 4.600 Kkal per kg. Dan kandungan abu 1,8 %. Jenis ini digunakan untuk memasak seperti bahan untuk industri kecil untuk pembuatan industri minuman, tile dan briket.


(30)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Green House PT. Holcim Indonesia Tbk Cibinong. Analisis kimia tanah dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah & Sumberdaya Lahan, Faperta IPB. Analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Analisis mikoriza dan rhizobium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Gunung Batu Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Juli 2007 sampai Mei 2008.

3.2. Bahan dan Alat Bahan:

Pasir steril, Tanah bekas tambang semen (tailing) yang telah di autoclave,

zeolit, benih tanaman E. cyclocarpum, P. falcataria, C. calothyrsus, dan L. leucocephala, Pureria javanica, inokulan FMA, inokulan rhizobium, sodium

hipoklorit 5%, aluminium foil, kertas label, tissu gulung, agar, manitol, K2HPO4,

yeast exstract, MgSO4. 7H2O. H2SO4, NaOH, alkohol 70%, KOH 10%, H2O2

alkalin, HCL 1% dan 0,05% tripan blue.

Alat penelitian :

Bak perkecambahan, gembor, ayakan tanah, autoclave, timbangan analitik, skapel, stirer, gelas ukur, beaker glass, pH Meter, corong, volume pipet, botol vial, pensil, pipet, Erlenmeyer, ose, cawan petri, laminar air flow, inkubator, shaker, suntikan 5 ml, polybag, spidol permanen, penggaris, jangka sorong, pisau, cangkul, sekop, gunting, tabung reaksi, objek glass, cover glass, oven, kamera, dan mikroskop binokuler.


(31)

3.3. Metode penelitian 3.3.1. Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan RAK Faktorial. Penelitian ini terdiri dari 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah jenis BFN (rhizobium) (B) terdiri dari 3 taraf, yaitu:

B0 = Kontrol

B1 = Shinorhizobium sp ( S8.4) B2 = Rhizobium sp ( S10.3.1 )

Faktor kedua adalah perlakuan inokulan mikoriza terdiri dari 3 taraf, yaitu: M0 = Kontrol

M1 = Glomus sp M2 = Gigaspora sp

Dari kedua faktor tersebut didapat 9 kombinasi perlakuan, dengan jumlah ulangan 10 kali sehingga didapat 90 unit percobaan untuk setiap jenis tanaman. Dengan 4 jenis tanaman yang digunakan maka total pengamatan semuanya adalah 360 pengamatan.

3.3.2. Prosedur penelitian

3.3.2.1. Persiapan media perkecambahan

Media perkecambahan menggunakan pasir sungai yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 ºC; tekanan 1 atm selama 30 menit. Media didinginkan dan ditempatkan pada bak perkecambahan.

3.3.2.2. Perkecambahan

Benih yang digunakan direndam dalam Sodium hipoklorit 5% selama 5 menit. Benih yang terapung dibuang, dan dicuci dengan air steril sampai bersih. Kemudian disemai di atas bak perkecambahan dan ditutup kembali dengan media. Waktu perkecambahan dilakukan selama 2 minggu, dan penyiraman dilakukan dengan melihat kondisi media.

3.3.2.3. Persiapan media tanam

Media yang digunakan adalah tanah yang diperoleh disekitar lokasi pasca penambangan semen PT. Holcim Indonesia Tbk Cibinong, yang diambil sampai kedalaman 20 cm. Tanah dimasukkan ke dalam karung, diayak dan sisterilisasi


(32)

16

di dalam autoclave pada suhu 121 ºC dengan tekanan 1 atm selama 30 menit kemudian didiamkan sampai dingin. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10 x 15 cm.

3.3.2.4. Perbanyakan rhizobium

Isolat diperoleh dari Lab. Mikrobiologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Isolat diisolasi dari perakaran tegakan P. falcataria pada lahan pasca tambang batu bara PT. Bukit Asam. Isolat rhizobium diperbanyak pada media Yeast Manitol Agar (YMA), kemudian disimpan dalam inkubator selama 1 minggu.

Inokulan rhizobium hasil perbanyakan pada media YMA diisolasikan pada media Nutrient Broth (NB), kemudian ditumbuhkan di atas shaker selama 3 hari dengan kecepatan 100 rpm. Setelah itu disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm sehingga air dan pellet cell terpisah. Pellet cell bakteri yang diperoleh ditambahkan larutan 0,7% NaCl, selanjutnya disentrifuse. Hal ini diulang sebanyak 2 kali dengan waktu dan kecepatan yang sama. Setelah selesai, larutan NaCl dibuang, kemudian ditambahakan air steril serta 0,8% gell gum. Dan inokulan rhizobium siap digunakan. Rata - rata CFU (coloni forming unit)

dari jenis Rhizobium sp adalah 3,12 x 10 11/ml. Sedangkan rata - rata CFU dari

Shinorhizobium sp adalah 2,23 x 10 11/ml.

3.3.2.5. Persiapan inokulan mikoriza

Inokulan FMA diperoleh dari hasil pot kultur yang sudah terdapat di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Pot kultur adalah media steril dimana fungi mikoriza hasil isolasi dari tegakan P. falcataria dan Acacia auriculiformis yang terdapat di Musi Hutan Persada (Palembang) diinokulasikan pada tanaman inang P. javanica dengan media zeolit. Tanaman dipelihara selama 3 bulan kemudian seluruh pot dipanen dengan memotong bagian atas tanaman. Sebelum dipanen, dilakukan stressing selama 1 minggu. Akar dipisahkan dari zeolit dan dipotong - potong kemudian dicampur kembali dengan zeolit sampai homogen. Inokulan mikoriza siap digunakan.


(33)

3.3.2.6. Inokulasi mikoriza dan rhizobium

Kecambah E. cyclocarpum, P. falcataria, C. calothyrsus, dan

L. leucocephala yang homogen dan sehat dipilih sebagai tanaman uji. Akarnya kemudian dicuci sampai bersih, dan terakhir dicuci lagi dengan air steril. Kemudian akar tanaman direndam dalam media yang berisi inokulan rhizobium selama 30 menit. Teknik inokulasi mikoriza dilakukan dengan memasukan 2 g inokulan (rata - rata spora Glomus sp 2,74 spora/g dan spora Gigaspora sp 2,97 spora/g) kedalam lubang tanam bersamaan dengan inokulan rhizobium sebanyak 1 ml dengan cara menyuntikan pada akar dan sekitar lubang tanam. Kemudian lubang tanam ditutup dan posisi tanaman harus tegak.

3.3.2.7. Penanaman dan pemeliharaan

Tanaman ditanam selama 4 bulan setelah inokulasi. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman pada pagi atau sore hari sesuai dengan kondisi media tumbuh, bila kondisi lembab tidak perlu dilakukan penyiraman. Pembersihan dari gulma dan hama bila perlu. Tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun dihitung setiap dua minggu sekali.

3.4. Teknik pengumpulan data 3.4.1. Variabel utama

1. Tinggi semai (cm)

Diukur dari bagian pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi dari semai, pengukuran dilakukan dua minggu sekali selama empat bulan.

2. Diameter semai (cm)

Data diameter semai didapatkan dengan mengukur diameter semai jarak 1 cm dari leher akar dengan menggunakan kaliper. Data diameter semai diukur dua minggu sekali selama empat bulan.

3. Pertambahan jumlah helai daun

Data jumlah daun diambil dengan melakukan perhitungan secara langsung pada masing - masing tanaman dalam selang waktu dua minggu sekali selama empat bulan, jumlah daun awal dihitung pada saat semai disapih ke dalam polybag.


(34)

18

4.Kualitas bibit

Indek Mutu Bibit (Q) = BK Tajuk (g) + BK Akar (g) Tinggi (cm) + BK Tajuk (g) Diameter (mm) BK Akar (g) Keterngan:

BK = Berat kering

Kriteria yang digunakan adalah anakan dengan nilai Q kurang dari 0,09 kurang baik untuk bisa bertahan hidup pada kondisi lapang. Untuk yang lebih dari 0,09 anakan bisa bertahan hidup dengan baik di lapangan (Bickelhaupt 1980).

5. Berat segar tajuk dan berat segar akar (g)

Pada saat pemanenan bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan, caranya dengan memotong antara pangkal batang dan bagian akar, kemudian dilakukan penimbangan bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan timbangan analitik.

6. Berat kering total tanaman (g)

Bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan dan dikeringkan dalam oven selama 48 jam pada suhu 70 ºC (Salisbury dan Ross 1995). Setelah kering, kemudian dilakukan penimbangan bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan timbangan analitik.

7. Jumlah bintil akar/ nodul dan jumlah nodul efektif

Nodul diukur pada saat pemanenan dengan menghitung jumlah nodul pada setiap tanaman, Sedangkan jumlah nodul efektif dihitung pada setiap tanaman ketika panen dengan caranya memotong nodul pada posisi melintang, kriteria nodul efektif terlihat apabila pada saat nodul dibelah nodul berwarna kemerah - merahan.

8. Analisa serapan hara tanaman

Analisa serapan hara tanaman meliputi serapan nitrogen, karbon dan fosfor yang dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Analisis nitrogen dilakukan dengan metode Kjeldahl dan analisis fosfor dilakukan dengan metode pengabuan kering. Setelah diperoleh N dan P pada setiap tanaman maka serapan hara


(35)

tanaman dihitung dengan mengalikan berat kering tanaman terhadap kadar haranya (Harjono dan Warsito 1992).

9. Persentase kolonisasi mikoriza

Untuk melihat persentase kolonisasi mikoriza, dapat dihitung dengan menggunakan Metode Slide, yaitu potongan akar yang telah diwarnai diambil secara acak kemudian disusun di atas objek glass sebanyak 10 potong. Persentase kolonisasi dihitung berdasarkan rumus:

% Kolonisasi = Jumlah potongan akar yang terinfeksi X 100% Jumlah seluruh potongan akar yang diamati

3.4.2. Nilai ketergantungan mikoriza relatif (RMD)

Berdasarkan berat kering dihitung tingkat ketergantungan atau relative mycorrhizal dependency (RMD). Tingkat ketergantungan ini di hitung menurut prosedur yang disajikan oleh Plenchette, Fortin dan Furlin (1983) yang telah digunakan oleh Habte dan Byappanahalli (1994) pada tanaman Manihot esculanta diacu dalam Abdurrani (2003). Crantz, Declerck, Plenchette dan

Strullu (1995) pada tanaman pisang, Ba et al. (2000) diacu dalam Abdurrani

(2003) pada berbagai jenis tanaman buah - buahan, serta Abdurrani (2003) pada ramin. Prosedur perhitungannya sebagai berikut:

RMD = BK Tanaman Bermikoriza – BK Tanaman Tanpa Bermikoriza x 100% BK Tanaman Bermikoriza

Keterangan:

BK = Berat kering (g)

Peringkat RMD dikemukakan oleh Habte dan Manajunath (1991), Habte

dan Byappanahalli (1994) dan Ba et al. 2000 diacu dalam Abdurrani (2003)

terdiri dari : very highly dependent (RMD > 75%), highly dependent (RMD 50% -

75%), moderatelly dependent (RMD 25% - 50%) dan marginally dependent

(RMD 0 -25%).

Respon tanaman terhadap mikoriza ditentukan berdasarkan percent growth respon (PGR) menurut Hetrik dan Wilson (1993) sebagai berikiut:

PGR = BK Tanaman Terinokulasi – BK Tanaman Tidak Terinokulasi x 100% BK Tanaman Tidak Terinokulasi


(36)

20

Ketergantungan tanaman bermikoriza terhadap fosfor atau dependency of P uptake (DPU) oleh Tawaraya, Tokarin dan Wagatsuma (2001) ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

DPU = Kandungan P Tan Bermikoriza – K. P Tan Tidak Bermikoriza x 100% Kandungan P Tanaman Bermikoriza

3.4.3. Variabel penunjang

Untuk melengkapi data - data dari faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dilakukan juga pengukuran temperatur, kelembaban udara, dan analisis tanah akhir. Pengukuran dilakukan 3 kali sehari (pagi, siang, sore) setiap pengamatan.

3.5. Analisis data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan terhadap variabel yang diukur digunakan analisis sidik ragam dengan menggunakan software SPSS versi 10.01. Untuk membedakan rerata pengaruh antar perlakuan atau antar kombinasi perlakuan digunakan uji lanjutan pada taraf 5% yaitu dengan menggunakan metode Duncans New Multiple Range test (Gomesz dan Gomez 1994). Sedangkan untuk mengetahui Hubungan persentase kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus dilakukan uji korelasi Pearson pada taraf 1%. Adapun penentuan tingkat keeratan korelasi ditentukan dengan kriteria nilai r, yaitu:

Tabel 1 Nilai koefisien korelasi Pearson untuk menentukan tingkat keeratan hubungan parameter yang diukur

Nilai koefisien korelasi (r) Kriteria hubungan

0 – 0.19 : Sangat Lemah

0.2 – 0.39 : Lemah

0.4 – 0.69 : Sedang

0.7 – 0.89 : Kuat


(37)

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil analisis keragaman pada taraf 5% diketahui perlakuan mikoriza dan bakteri fiksasi nitrogen (BFN) memberikan pengaruh nyata terhadap beberapa variabel yang diukur pada tanaman uji (Tabel 2).

Tabel 2 Hasil analisis keragaman pengaruh mikoriza dan bakteri fiksasi nitrogen terhadap beberapa variabel pengamatan pada tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus).

F-hitung

No Jenis tanaman Variabel pengamatan

m b m * b

Tinggi semai 6.147** 1.346tn 0.323tn

Diameter semai 4.900** 0.431tn 0.627tn

Jumlah daun 4.753** 3.669* 0.463tn

Berat segar tajuk 10.474** 0.311tn 0.446tn

Berat segar akar 6.042** 4.185* 0.365tn

Berat kering total 13.139** 1.000tn 1.104tn

Index mutu bibit 9.654** 0.794tn 1.257tn

Persentase infeksi mikoriza 140.705** 3.745* 4.435*

Serapan hara N 9.680** 2.207tn 1.454tn

Serapan hara P 6.620** 1.276tn 0.816tn

C/N ratio 6.658** 2.439tn 1.478tn

Jumlah nodul 1.139tn 1.036tn 1.671tn

Jumlah nodul efektif 2.304tn 2.025tn 0.790tn

1 E. cyclocarpum

F-hitung Variabel pengamatan

m b m * b

Tinggi semai 34.643** 0.155tn 1.366tn

Diameter semai 25.301** 0.063tn 0.708tn

Jumlah daun 30.187** 0.397tn 1.544tn

Berat segar tajuk 37.315** 0.282tn 0.946tn

Berat segar akar 28.173** 0.969tn 1.902tn

Berat kering total 22.155** 0.219tn 1.163tn

Index mutu bibit 17.257** 0.406tn 1.142tn

Persentase infeksi mikoriza 141.037** 2.839tn 8.809**

Serapan hara N 6.759** 0.712tn 0.852tn

Serapan hara P 12.330** 0.281tn 0.260tn

C/N ratio 6.630** 0.308tn 0.875tn

Jumlah nodul 17.650** 1.753tn 2.310tn

2 L. leucocephala


(38)

22

F-hitung

No Jenis tanaman Variabel pengamatan

m b m * b

Tinggi semai 6.874** 0.335tn 0.388tn

Diameter semai 30.817** 3.861* 4.401**

Jumlah daun 82.366** 3.623* 3.702**

Berat segar tajuk 18.693** 2.517tn 2.531*

Berat segar akar 24.186** 2.945tn 3.008*

Berat kering total 17.694** 2.167tn 2.455tn

Index mutu bibit 17.053** 2.236tn 2.789*

Persentase infeksi mikoriza 81.991** 3.403* 2.392tn

Serapan hara N 20.237** 3.254** 5.409**

Serapan hara P 25.316** 3.705** 7.608**

C/N ratio 8.666** 0.603tn 2.091tn

Jumlah nodul 15.086** 1.995tn 2.318tn

Jumlah nodul efektif 14.719** 2.133tn 1.535tn

3 P. falcataria

F-hitung Variabel pengamatan

m b m * b

Tinggi semai 37.906** 0.056tn 0.348tn

Diameter semai 33.366** 0.895tn 1.353tn

Jumlah daun 60.759** 0.227tn 0.559tn

Berat segar tajuk 24.588** 0.390tn 0.512tn

Berat segar akar 19.824** 0.182tn 0.510tn

Berat kering total 20.288** 0.325tn 0.428tn

Index mutu bibit 20.674** 0.368tn 0.465tn

Persentase infeksi mikoriza 15.756** 2.672tn 1.793tn

Serapan hara N 14.925** 0.573tn 0.069tn

Serapan hara P 11.561** 0.844tn 0.609tn

C/N ratio 6.404** 1.313tn 0.926tn

Jumlah nodul 24.405** 1.448tn 1.894tn

4 C. calothyrsus

Jumlah nodul efektif 30.670** 1.345tn 1.733tn

Ket: tn = Berbeda tidak nyata (P > 0.05) m = Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) * = Berbeda nyata (P < 0.05) b = Bakteri Fiksasi Nitrogen (BFN) ** = Berbeda sangat nyata (P < 0.01)

Berdasarkan hasil analisis keragaman pengaruh perlakuan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan bakteri fiksasi nitrogen (BFN) serta interaksinya pada

tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus)

terhadap beberapa parameter pertumbuhan yang diukur menunjukan pengaruh beda nyata (Tabel 2). Hasil analisis statistik pada tanaman E. cyclocarpum menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza (FMA) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi semai, diameter semai, jumlah daun, berat segar tajuk, berat

segar akar, berat kering total, indek mutu bibit, persentase infeksi mikoriza, C/N

ratio, serapan hara N dan serapan hara P. Sedangkan terhadap variabel jumlah


(39)

inokulasi FMA pada tiga tanaman uji lainnya (L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus) menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang diukur (Tabel 2).

Berdasarkan hasil analisis keragamanan pengaruh inokulasi BFN pada E. cyclocarpum menunjukkan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, berat

segar akar, persentase infeksi mikoriza serta pengaruh tidak nyata terhadap

parameter pertumbuhan lainnya (tinggi semai, diameter semai, berat segar tajuk, berat kering total, indek mutu bibit, serapan hara N, serapan hara P, C/N ratio, jumlah nodul dan jumlah nodul efektif. Pengaruh inokulasi BFN pada tanaman uji L. leucocephala menunjukkan hasil beda tidak nyata untuk semua parameter

pertumbuhan yang diukur. Pemberian inokulan BFN pada tanaman uji P. falcataria berpengaruh nyata terhadap diameter, jumlah daun, persentase

infeksi mikoriza, serapan hara N dan serapan hara P serta berpengaruh tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Sedangkan inokulasi BFN pada tanaman uji C. calothyrsus menunjukkan pengaruh tidak nyata pada semua parameter pertumbuhan yang diukur.

Untuk melihat pengaruh interaksi perlakuan terhadap parameter pertumbuhan yang diukur pada tanaman uji, maka dilakukan juga analisis statistik. Berdasarkan hasil analisis keragaman pengaruh interaksi perlakuan FMA dan BFN pada tanaman uji E. cyclocarpum menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi mikoriza serta berpengaruh tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Pengaruh interaksi pemberian inokulan FMA dan BFN pada tanaman uji L. leucocephala memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah nodul efektif dan berpengaruh sangat nyata terhadap variabel persentase infeksi mikoriza serta berpengaruh tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Interaksi pemberian FMA dan BFN pada tanaman uji P. falcataria memberikan pengaruh sangat nyata terhadap diameter semai, jumlah daun, serapan hara N, serapan hara P dan memberikan pengaruh nyata pada berat segar tajuk, berat segar akar, berat kering total, indek mutu bibit serta tidak nyata terhadap parameter pertumbuhan lainnya. Sedangkan pengaruh interaksi pemberian FMA dan BFN pada tanaman uji C. calothyrsus memberikan pengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang diukur.


(40)

24

4.1.1. Pengaruh inokulasi mikoriza

Perhitungan secara statistik berdasarkan hasil sidik ragam, inokulasi fungi

mikoriza arbuskula (FMA) pada tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala,

P. falcataria, dan C. calothyrsus) menunjukkan pengaruh beda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan faktor tunggal FMA terhadap variabel pengamatan pada tanaman uji menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol), tetapi perlakuan m2 (Gigaspora sp) menunjukkan tidak beda nyata dengan perlakuan m0 (kontrol) terhadap rerata variabel pengamatan yang diukur (Lampiran 4).

1. Tinggi semai

Perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda

nyata terhadap rerata tinggi semai E. cyclocarpum, L. leucocephala, P.

falcataria, dan C. calothyrsus) apabila dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol) tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap perlakuan m0 (kontrol). Rerata tinggi semai tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 2 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata tinggi semai tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum 53,93 cm. Sedangkan hasil uji Duncan faktor tunggal BFN serta interaksi ke-dua faktor tersebut memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata tinggi semai pada ke-empat tanaman uji.

43.08 8. 81 4. 51 5.9 1 53. 98 16. 99 9. 14 11.45 49.0 7 8. 45 4.35 6. 22 0 10 20 30 40 50 60

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

Ti ng gi S e m a i (c m ) m0 m1 m2

Gambar 2 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata tinggi semai umur 4 bulan


(41)

2. Diameter semai

Hasil uji Duncan terhadap inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji

(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus)

menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata diameter semai dibandingkan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol) tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap perlakuan m0 (kontrol) untuk diameter semai. Rerata diameter semai tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 3 terlihat pada ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata diameter semai tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 5,83 mm. 5. 22 1.9 1. 3 5 1.4 5.83 2. 53 2. 0 2 2.19 5. 32 1.9 1. 45 1.6 0 1 2 3 4 5 6 7

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

D ia me te r S e ma i (mm) m0 m1 m2

Gambar 3 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata diameter semai umur 4 bulan

3. Jumlah daun

Pengukuran jumlah daun tanaman uji dilakukan selama 4 bulan dengan selang waktu pengukuran 2 minggu. Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh

inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala,

P. falcataria, dan C. calothyrsus) perlakuan mikoriza dengan jenis m1 (Glomus sp) menunjukkan pengaruh beda nyata terhadap rerata jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata jumlah daun perlakuan m0 (kontrol). Rerata jumlah daun tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 4 terlihat pada ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata jumlah daun tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 22 helai daun.


(42)

26

18.27

11.47

9.5 9.57

22 17.62 13 .0 7 13.3 20 .4 11.53 9. 67 9. 9 0

Gambar 4 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata jumlah daun semai umur 4 bulan

semai umur 4 bulan

4. Berat segar tajuk 4. Berat segar tajuk

Berat segar tajuk adalah berat segar pada saat tanaman uji dipanen caranya dengan memisahkan antara pangkal batang dengan akar tanaman. Hasil

uji Duncan pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji

(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus)

menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat segar tajuk dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (Kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat segar tajuk perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 5 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi

perlakuan, maka rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 10,49 g.

Berat segar tajuk adalah berat segar pada saat tanaman uji dipanen caranya dengan memisahkan antara pangkal batang dengan akar tanaman. Hasil

uji Duncan pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji

(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus)

menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat segar tajuk dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (Kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat segar tajuk perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 5 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi

perlakuan, maka rerata berat segar tajuk tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 10,49 g.

Gambar 5 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat segar tajuk umur 4 bulan

Gambar 5 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat segar tajuk umur 4 bulan

5 m l 10 15 20 25

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

Ju ah H e lai D a u n m0 m1 m2 5.53 0. 45 0. 29 0.31 10.49

2.77 2.37 2.74

6.

39

0.39 0.35 0.33

0 2 4 6 8 10 12

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

B e ra t S e g a r T a ju k ( g ) m0 m1 m2


(43)

5. Berat segar akar

Berat segar akar adalah berat akar tanaman pada saat tanaman dipanen yang telah dipisahkan dengan bagian tajuknya. Berdasarkan hasil uji Duncan

pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus) perlakuan mikoriza jenis m1

(Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat segar akar dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) menunjukkan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat segar akar perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat segar akar tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 6 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata berat segar akar tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 11,23 g.

Gambar 6 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat segar akar umur 4 bulan

8. 86 0. 95 0.51 0. 93 11.23

2.39 2.36 2.

62

9.

06

0.87 0.54 1.05

0 2 4 6 8 10 12

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

B e ra t S e g a r A k a r ( g ) m0 m1 m2

6. Berat kering total tanaman

Berat kering total tanaman diperoleh dari gabungan berat kering bagian tajuk dan berat kering bagian akar tanaman uji. Hasil uji Duncan menunjukkan

bahwa pengaruh inokulasi FMA pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L.

leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus) perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) menunjukkan pengaruh beda nyata terhadap rerata berat kering total dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata berat kering total tanaman dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol). Rerata berat kering total tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp). Pada Gambar 7


(44)

28

terlihat pada ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata berat kering total tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum.

Gambar 7 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata berat kering total umur 4 bulan

3.08 0. 28 0. 09 0. 18 5.89

0.77 0.67 1.22

4. 03 0. 29 0.12 0.23 0 1 2 3 4 5 6 7

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

B e ra t K e ri n g T o ta l (g ) m0 m1 m2

7. Indek mutu bibit

Pengukuran indek mutu bibit sangat penting karena dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah tanaman mampu bertahan hidup pada kondisi lapang. Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh inokulasi FMA pada

ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan

C. calothyrsus) perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda nyata terhadap rerata indek mutu bibit dibandingkan dengan perlakuan mikoriza jenis m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata indek mutu bibit dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol). Rerata indek mutu bibit tertinggi terlihat pada perlakuan m1 (Glomus sp) (Gambar 8). Dan semua semai tanaman E. cyclocarpum dengan perlakuan m0 (kontrol), m1 (Glomus sp) dan m2 (Gigaspora sp) mempunyai nilai indek mutu bibit (Q) diatas 0,09 sehingga semai ini bisa bertahan hidup

dengan baik dilapangan (Bickelhaupt 1980). Sedangkan pada tanaman L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus hanya perlakuan m1 yang

mempunyai nilai indek mutu bibit (Q) diatas 0,09 sehingga semai ini bisa bertahan hidup dengan baik dilapangan, sedangkan m0 (kontrol) dan perlakuan m2 (Gigaspora sp) mempunyai nilai indek mutu bibit (Q) kurang dari 0,09 sehingga semai ini kurang baik untuk bisa bertahan hidup pada kondisi lapang (Bickelhaupt 1980). Pada Gambar 8 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang


(45)

diberi perlakuan, maka rerata indek mutu bibit tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum. 0. 33 0. 05 0.

02 0.0

4

0.

55

0.

0

9 0.13 0.

16 0. 3 9 0.0 7 0. 0 3 0. 05 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

In d e k M u tu B ib it m0 m1 m2

Gambar 8 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata indek mutu bibit umur 4 bulan

8. Pesentase infeksi mikoriza

Inokulasi FMA berpengaruh sangat nyata terhadap parameter persentase infeksi FMA pada akar tanaman uji. Akar tanaman uji dinyatakan terinfeksi oleh fungi mikoriza arbuskula (FMA) bila pada akar tersebut ditemukan adanya vesikula, arbuskula, dan hifa atau salah satu diantaranya, kemudian dihitung persentasenya. Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh inokulasi FMA terhadap persentase infeksi terlihat bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rerata persentase infeksi bila dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol), tetapi untuk m2 (Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata persentase infeksi dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol). Inokulasi mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh sangat nyata pada ke-empat tanaman uji

(E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus). Pada

Gambar 9 terlihat dari ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, maka rerata persentase infeksi tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 50,66%.


(46)

30 8.26 4. 1 6 1. 8 5 0. 28 50.6 6 44 .44 29. 26 24. 63 8. 52

5.93 5.74 5.74

0 10 20 30 40 50 60

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

P e rs e n tase I n fe k s i M iko ri z a ( % ) m0 m1 m2

Gambar 9 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata persentase infeksi mikoriza

9. Serapan hara N

Untuk melihat perbedaan pengaruh inokulasi FMA dalam membantu serapan hara, khususnya serapan hara N maka dilakukan uji Duncan. Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh inokulasi mikoriza terhadap serapan hara N terlihat bahwa perlakuan mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan pengaruh beda sangat nyata terhadap rerata serapan hara N bila dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol), tetapi perlakuan m2 (Gigaspora sp) memberikan pengaruh beda tidak nyata terhadap rerata serapan hara N dibandingkan dengan perlakuan m0 (kontrol). Inokulasi mikoriza jenis m1 (Glomus sp) memberikan

pengaruh sangat nyata pada ke-empat tanaman uji (E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria, dan C. calothyrsus). Pada Gambar 10 terlihat

dari ke-empat tanaman uji yang diberi perlakuan, rerata serapan hara N tertinggi terlihat pada tanaman E. cyclocarpum yaitu 14,82 g/tanaman.

5.53 0. 79 0. 27 0. 4 9 14.82 2. 49 3.49 5.7 5 8.74 1. 0 8 0. 4 7 0. 5 0 2 4 6 8 10 12 14 16

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

S er ap an H ar a N ( g /t an am an ) m0 m1 m2

Gambar 10 Pengaruh perlakuan inokulasi mikoriza terhadap rerata serapan hara N tanaman uji


(1)

Lampiran 7 Rekapitulasi hasil Anova pengaruh hubungan FMA dan BFN terhadap parameter pertumbuhan tanaman uji (

E. cyclocarpum,

L. leucocephala, P. falcataria

dan

C. calothyrsus

).

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

Parameter Sumber

Keragaman JK Db F-hitung JK Db F-hitung JK Db F-hitung JK Db F-hitung

TS Mikoriza 1,772.298 2 6.147** 1400.33 2 34.643** 444.066 2 6.874** 581.406 2 37.906** Bakteri 388.156 2 1.346tn 6.278 2 0.155tn 21.643 2 0.335tn 0.853 2 0.056tn Mikoriza*Bakteri 186.308 4 0.323tn 110.453 4 1.366tn 50.097 4 0.388tn 10.687 4 0.348tn DS Mikoriza 6.375 2 4.900** 8.108 2 25.301** 7.859 2 30.817** 10.595 2 33.366** Bakteri 0.561 2 0.431tn 0.02022 2 0.063tn 0.985 2 3.861* 0.284 2 0.895tn Mikoriza*Bakteri 1.632 4 0.627tn 0.454 4 0.708tn 2.245 4 4.401* 0.859 4 1.353tn JD Mikoriza 210.489 2 4.753** 749.971 2 30.187** 243.089 2 82.366** 256.089 2 60.759** Bakteri 162.489 2 3.669* 9.871 2 0.397tn 10.689 2 3.623* 0.956 2 0.227tn Mikoriza*Bakteri 40.978 4 0.463tn 76.695 4 1.544tn 21.844 4 3.702** 4.711 4 0.559tn BST Mikoriza 420.831 2 10.474** 111.065 2 37.315** 84.24 2 18.693** 116.598 2 24.588** Bakteri 12.479 2 0.311tn 0.838 2 0.282tn 11.344 2 2.517tn 1.849 2 0.390tn Mikoriza*Bakteri 35.809 4 0.446tn 5.629 4 0.946tn 22.814 4 2.531* 4.854 4 0.512tn BSA Mikoriza 102.28 2 6.042** 44.575 2 28.173** 67.678 2 24.186** 53.483 2 19.824** Bakteri 70.849 2 4.185* 1.534 2 0.969tn 8.242 2 2.945tn 0.492 2 0.182tn Mikoriza*Bakteri 12.357 4 0.365tn 6.018 4 1.902tn 16.833 4 3.008* 2.753 4 0.510tn BKT Mikoriza 123.324 2 13.139** 4.777 2 22.155** 6.395 2 17.694** 20.572 2 20.288** Bakteri 9.383 2 1.000tn 0.04715 2 0.219tn 0.783 2 2.167tn 0.329 2 0.325tn Mikoriza*Bakteri 20.716 4 1.104tn 0.501 4 1.163tn 1.775 4 2.455tn 0.867 4 0.428tn IMB Mikoriza 0.74 2 9.654** 0.0379 2 17.257** 0.227 2 17.053** 0.276 2 20.674** Bakteri 0.06091 2 0.794tn 0.0008906 2 0.406tn 0.02982 2 2.236tn 0.004905 2 0.368tn Mikoriza*Bakteri 0.193 4 1.257tn 0.005014 4 1.142tn 0.07438 4 2.789* 0.0124 4 0.465tn PIM Mikoriza 9449.213 2 140.705** 7577.63 2 141.037** 3049.065 2 81.991** 2655.698 2 15.756** Bakteri 377.244 2 3.745* 228.825 2 2.839tn 189.818 2 3.403* 675.566 2 2.672tn Mikoriza*Bakteri 446.758 4 4.435* 709.926 4 8.809** 133.414 4 2.392tn 453.305 4 1.793tn


(2)

E. cyclocarpum L. leucocephala P. falcataria C. calothyrsus

Parameter Sumber Keragaman

JK Db F-hitung JK Db F-hitung JK Db F-hitung JK Db F-hitung S. hara N Mikoriza 443.916 2 9.680** 15.148 2 6.759** 66.716 2 20.237** 156.631 2 14.925**

Bakteri 151.842 3 2.207tn 2.393 3 0.712tn 16.092 3 3.254** 9.019 3 0.573tn Mikoriza*Bakteri 100.053 3 1.454tn 2.863 3 0.852tn 29.223 3 5.409** 1.083 3 0.069tn S. hara P Mikoriza 2.903 2 6.620** 0.536 2 12.330** 0.366 2 25.316** 3.487 2 11.561**

Bakteri 0.839 3 1.276tn 1.832E-02 3 0.281tn 8.031E-02 3 3.705** 0.382 3 0.844tn Mikoriza*Bakteri 0.536 3 0.816tn 1.649E-02 3 0.260tn 0.165 3 7.608** 0.276 3 0.609tn C/N ratio Mikoriza 191.972 2 6.658** 85.132 2 6.630** 91.85 2 8.666** 78.962 2 6.404**

Bakteri 105.472 3 2.439tn 5.93 3 0.308tn 9.591 3 0.603tn 24.278 3 1.313tn Mikoriza*Bakteri 63.946 3 1.478tn 16.855 3 0.875tn 33.248 3 2.091tn 17.131 3 0.926tn JN Mikoriza 13.956 2 1.139tn 597.689 2 17.650** 23.356 2 15.086** 2779.756 2 24.405** Bakteri 12.689 2 1.036tn 59.356 2 1.753tn 3.089 2 1.995tn 164.956 2 1.448tn Mikoriza*Bakteri 16.444 4 1.671tn 156.444 4 2.310tn 7.178 4 2.318tn 431.378 4 1.894tn JNE Mikoriza 8.267 2 2.304tn 254.422 2 33.411** 13.956 2 14.719** 442.400 2 30.670** Bakteri 72.67 2 2.025tn 10.289 2 1.351tn 2.022 2 2.133tn 19.400 2 1.345tn Mikoriza*Bakteri 5.667 4 0.790tn 39.511 4 2.594* 2.911 4 1.535tn 50.000 4 1.733tn Keterangan: JK : Jumlah Kuadrat Tengah, Db : Derajat Bebas, TS : Tinggi Semai, DS : Diameter Semai, JD : Jumlah Daun, BST : Berat Segar Tajuk, BSA : Berat

Segar Akar, BKT : Berat Kering Tajuk, BKA : Berat Kering Akar, IMB : Indek Mutu Bibit, PIM : Porsentase Infeksi Mikoriza, SH : Serapan Hara (Nitrogen dan Fosfor), C/N Ratio, JN : Jumlah Nodul, JNE : Jumlah Nodul Efektif.


(3)

Tabel Hasil Analisis Kimia Tanah Setelah di Inokulasi FMA dan BFN.

Hasil Analisis

pH (1:5) Bahan Organik Olsen

H2O KCl C N C/N P2O5

No Jenis Tanaman Perlakuan

% mg/kg

M0B0 8.69 8.22 0.18 29

M0B1 8.67 8.25 0.18 28

M0B2 8.71 8.26 0.14 29

M1B0 8.7 8.26 0.15 27

M1B1 8.69 8.25 0.11 30

M1B2 8.69 8.22 0.13 30

M2B0 8.67 8.19 0.13 31

M2B1 8.66 8.19 0.14 31

1 E. cyclocarpum

M2B2 8.63 8.14 0.11 30

M0B0 8.55 8.01 0.17 24

M0B1 8.55 8.09 0.16 23

M0B2 8.54 8.1 0.13 24

M1B0 8.53 8.1 0.16 22

M1B1 8.57 8.12 0.14 22

M1B2 8.62 8.17 0.16 27

M2B0 8.6 8.15 0.17 27

M2B1 8.61 8.16 0.14 26

2 L. leucocephala

M2B2 8.65 8.15 0.13 27

M0B0 8.63 8.18 0.14 26

M0B1 8.72 8.24 0.19 28

M0B2 8.7 8.22 0.12 35

M1B0 8.72 8.24 0.12 29

M1B1 8.69 8.23 0.14 27

M1B2 8.73 8.23 0.14 26

M2B0 8.71 8.23 0.15 28

M2B1 8.74 8.25 0.15 31

3 P. falcataria

M2B2 8.74 8.23 0.15 28

M0B0 8.63 8.15 0.14 31

M0B1 8.64 8.14 0.14 27

M0B2 8.65 8.17 0.17 30

M1B0 8.68 8.2 0.12 29

M1B1 8.67 8.21 0.12 28

M1B2 8.67 8.18 0.15 27

M2B0 8.67 8.24 0.12 29

M2B1 8.7 8.24 0.14 31

4 C. calothyrsus

M2B2 8.68 8.22 0.11 35

}}}

Sumber: Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah, Balai

Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.


(4)

Lampiran 9 Hasil Isolasi Bakteri Pada Media Tanam Tanaman Uji

Tabel Hasil Isolasi Bakteri Pada Media Tanam Tanaman Uji (

E. cyclocarpum,

L. leucocephala, P. falcataria

dan

C. calothyrsus

).

Media tanam pada E. cyclocarpum

Pengenceran ke-10-5 Pengenceran ke-10-6 Pengenceran ke-10-7 Jenis bakteri Jenis bakteri Jenis bakteri Perlakuan

a b c d e a b c d e a b c d e

M0B0 - √ - - - - - - -

M0B1 - - √ - - - √ - - - - - - -

M0B2 - √ - √ - - √ - - - - √ √ - -

M1B0 - √ - √ - - √ - - - - √ - - -

M1B1 - - √ √ - - - √ - - - - √ - -

M1B2 - √ - √ - - - - √ - - - - √ -

M2B0 - √ - - - - √ - - - - - - - -

M2B1 - √ - - - - √ √ - - - - - - -

M2B2 √ √ √ - - - √ - - - - √ - - -

Media tanam pada L. leucocephala

Pengenceran ke-10-5 Pengenceran ke-10-6 Pengenceran ke-10-7 Jenis bakteri Jenis bakteri Jenis bakteri Perlakuan

a b c d e a b c d e a b c d e

M0B0 - √ - - √ - √ - - - - - - - -

M0B1 - √ - - √ - √ - - √ - √ - - √

M0B2 - √ - - √ - √ - √ √ - √ - - √

M1B0 - √ - - - - √ √ - - - √ √ - -

M1B1 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ - -

M1B2 - √ √ √ - - √ √ √ - - √ √ - -

M2B0 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ √ -

M2B1 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ - -


(5)

Jenis bakteri Jenis bakteri Jenis bakteri

a b c d e a b c D e a b c d e

M0B0 - √ - - - - - - -

M0B1 √ √ - - - - √ - - - √ - - - -

M0B2 - - - √ - - - - - - - - - √ -

M1B0 √ √ - - - - - √ - - √ - - - -

M1B1 - √ - - √ - √ - - - - √ - - -

M1B2 √ √ - - - - - - -

M2B0 √ - - √ - √ √ - - - √ - - √ -

M2B1 √ √ - - - √ - - - - - - -

M2B2 √ - - - - √ - - - - √ - - - -

Media tanam pada C. calothyrsus

Pengenceran ke-10-5 Pengenceran ke-10-6 Pengenceran ke-10-7 Jenis bakteri Jenis bakteri Jenis bakteri Perlakuan

a b c d e a b c d e a b c d e

M0B0 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ - -

M0B1 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ - -

M0B2 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ - -

M1B0 - √ √ - - - √ √ - - - √ √ - -

M1B1 - - √ - - - √ - - - - √ √ - -

M1B2 - √ √ - - - √ - - - - √ √ - -

M2B0 - √ √ - - - √ - - - - √ - - -

M2B1 - - √ - - - √ √ - - - √ √ - -

M2B2 - √ - - - - √ - - - - √ - - -

Keterangan:

a : Bentuk koloni bulat, warna kuning pekat, ukuran ½ mm – 4 mm.

b : Bentuk koloni bulat, warna putih susu, ukuran ½ mm – 3 mm.

c : Bentuk koloni bulat, warna putih transparan, ukuran 1 mm – 1.2 cm.

d : Bentuk koloni bulat, warna pink, ukuran ½ mm – 1 mm.

e : Bentuk koloni meneyerupai seperti kembang, warna putih transparan, ukuran

1 cm -

5 cm.


(6)

Tabel Pengamatan pertumbuhan koloni bakteri hasil isolasi pada media tanam

Jumlah koloni

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 No Jenis bakteri Ulangan

10-5 10-6 10-7 10-5 10-6 10-7 10-5 10-6 10-7 10-5 10-6 10-7

1 0 0 0 * * * * * * * * *

2 0 0 0 * * 964 * * 983 * * 983

Jenis Bakteri A

3 1 0 0 * * 1040 * * 1057 * * 1057

Rata-rata 0.3 0 0 * * 1002 * * 1020 * * 1020

1

1 7 3 3 * 644 157 * 649 163 * 649 164

2 4 3 1 * 356 335 * 363 347 * 363 347

Jenis Bakteri B

3 17 0 2 * 1256 760 * * 768 * * 768

Rata-rata 9.33 2 2 * 752 417.3 * 506 426 * 506 426.3

2

1 83 166 95 87 172 99 89 184 101 89 184 101

2 81 159 61 84 169 63 87 175 64 87 175 64

Jenis Bakteri C

3 372 235 121 383 244 132 384 244 132 384 244 132

Rata-rata 178.7 186.7 92.3 184.7 195 98 186.7 201 99 186.7 201 99

3

1 68 9 0 69 9 0 69 9 0 69 9 0

2 20 6 1 6 1 1 22 9 1 22 9 1

Jenis Bakteri D

3 25 4 1 5 1 1 36 5 1 37 5 1

Rata-rata 37.7 6.3 0.7 26.7 3.7 0.7 42.3 7.7 0.7 42.7 7.7 0.7

4

1 334 431 280 337 497 284 338 526 286 338 526 286

2 271 203 172 284 240 184 289 240 184 289 242 184

Jenis Bakteri E

3 298 317 184 303 324 185 303 327 186 303 327 186

5

Rata-rata 301 317 212 308 353.7 217.7 310 364.3 218.7 310 365 218.7

Keterangan : - Rata-rata Pertumbuhan Koloni Bakteri dalam 1 tetes ( 1 ml = rata-rata 45 tetes) - Koloni bakteri menyatu


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach LINN) pada Media Tailing Tambang Emas Pongkor

0 9 171

Potensi fungi mikoriza arbuskula dan kompos aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach Linn) pada media tailing tambang emas

1 9 9

Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos terhadap Pertumbuhan Semai Mahoni (Swietenia macrophylla King.) pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (Tailing)

0 11 5

Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (Tailing)

0 4 5

Pengaruh Pemberian Kompos dan Arang Kayu terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Media Bekas Tambang Pasir

0 3 29

Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel Untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Melalui Pemanfaatan Bahan Humat Dan Kompos

1 13 69

Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach LINN) pada Media Tailing Tambang Emas Pongkor

0 1 86

Pemanfaatan Mikoriza dan Rhizobium untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kayu Energi pada Media Tanah Bekas Tambang Semen

0 15 390

APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DAN KOMPOS UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn.f.) PADA MEDIA TANAH BEKAS TAMBANG KAPUR (The Application of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) and Compost to

0 0 10

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona Grandis Linn. F) pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur

0 0 9