13 lainnya. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan
limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya’.
Bab VII Peranserta Masyarakat Pasal 71
‘Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya’.
d. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Bab V Peranserta Masyarakat: ‘Setiap warga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman’.
e.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bab III Hak Kewajiban dan Peranserta Masyarakat Pasal 3
‘Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya’.
Pasal 5 1.
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. 3.
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
f. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 4: ‘Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat’.
g.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional PROPENAS Tahun 2000 - 2004
Bab VIII Pembangunan Sosial dan Budaya, Butir C Program-Program Pembangunan
1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan
Masyarakat
b. Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat
‘Sasaran khusus program ini adalah 1 meningkatnya perwujudan dan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan bermasyarakat; 2
14 berkembangnya sistem jaringan dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat’.
Bab IX Pembangunan Daerah Butir C Program-Program Pembangunan
2.6 Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman ‘Kegiatan pokok yang dilakukan adalah 1 peningkatan kualitas pelayanan dan
pengelolaan prasarana dan sarana permukiman, meliputi air bersih, drainase, air limbah, persampahan, penanggulangan banjir, jalan lokal, terminal, pasar,
sekolah, perbaikan kampung dan sebagainya; 2 peningkatan kualitas operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana permukiman’.
h.
Millenium Development Goal MDG
6
Johannesburg Summit pada tahun 2002 sepakat untuk mengurangi separuh, pada tahun 2015, proporsi penduduk yang tidak dapat atau tidak mampu memperoleh
air minum yang sehat seperti yang tercantum dalam Deklarasi Milenium dan proporsi penduduk yang tidak memiliki akses pada sanitasi dasar.
i. Deklarasi Kyoto World Water Forum 24 Maret 2003
7
a Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan.
b Penambahan investasi pada sektor air minum dan penyehatan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mencapai target pengurangan separuh
proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar pada tahun 2015.
2.4 Kebijakan Umum
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa tujuan pembangunan AMPL adalah meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan dan meningkatkan kehandalan
dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar tujuan tersebut di atas dapat dicapai maka diperlukan perubahan
paradigma pembangunan yang dimanifestasikan melalui perubahan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan yang berdasar kepada:
6
Dikutip dari Terjemahan Tidak Resmi, Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan, Berikut Komitmen Sektoral Nasional, Direktorat
Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri, 2002.
7
Diterjemahkan dari pernyataan aslinya sebagaimana berikut 1 Access to clean water is essential for sustainable development and the eradication of poverty and hunger; 2 Far more investment in water
supply and sanitation is needed to halve the proportion of people without access to safe drinking water and basic sanitation by 2015.
15 a.
Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi Peranan air sebagai sumber kehidupan telah disadari semua lapisan masyarakat, namun
manifestasinya menimbulkan berbagai pandangan. Hingga saat ini sebagian anggota masyarakat masih berpandangan bahwa air sebagai sumber kehidupan semata-mata
merupakan benda sosial public good yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi. Pandangan ini mengakibatkan masyarakat tidak dapat
menghargai air sebagai benda langka yang mempunyai nilai ekonomi. Dampaknya adalah masyarakat mengeksploitasi air secara bebas dan berlebihan serta tidak
mempunyai keinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air baik kualitas maupun kuantitasnya, dan kemacetan dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk
penggunaan kembali reuse dan pendaur-ulangan recycle air.
Untuk mengubah pandangan tersebut di atas diperlukan upaya kampanye publik public campaign kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa air merupakan benda langka yang
mempunyai nilai ekonomi dan memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya, baik berupa uang maupun waktu. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
sisi lain dari air yaitu sebagai benda ekonomi maka diharapkan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan air akan berubah, lebih bijak dalam mengeksploitasi air, lebih
efisien dalam memanfaatkan air, mempunyai keinginan untuk berkorban dalam mendapatkan air.
Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi maka prinsip utama dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan adalah “pengguna harus membayar atas pelayanan
yang diperolehnya”. Prinsip tersebut mencerminkan pandangan bahwa yang dibayar oleh pengguna adalah biaya atas kemudahan untuk memperoleh pelayanan air minum
dan penyehatan lingkungan.
b. Pilihan yang Diinformasikan Sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap
Kebutuhan Pendekatan tanggap kebutuhan Demand Responsive Approach menempatkan
masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya. Untuk
meningkatkan efektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah sebagai fasilitator harus memberikan pilihan yang diinformasikan informed choice
8
kepada masyarakat. Pilihan yang diinformasikan tersebut menyangkut seluruh aspek pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan, seperti aspek teknologi, pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya, serta kelembagaan pengelolaan.
c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya air didalamnya, ke dalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan kualitas hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
8
Pilihan yang terinformasikan mencakup saat berpartisipasi, pilihan teknologi dan tingkat pelayanan berdasar pada keinginan membayar willingness to pay, bagaimana dan kapan diterimanya pelayanan,
bagaimana pengelolaan dana dan pertanggungjawabannya, dan bagaimana pengelolaan pelayanan.
16 Pembangunan air minum mulai dari sumber air, pengaliran air baku, pengolahan air
minum, jaringan distribusi air minum, sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Demikian juga,
pembangunan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, khususnya pengelolaan limbah dan persampahan juga dilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian
lingkungan. Dengan demikian diharapkan adanya sinergi antara upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian lingkungan
.
d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Agar pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dapat berkelanjutan maka pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus
mampu mengubah perilaku masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar menuju kualitas hidup yang lebih baik.
Upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku masyarakat dilakukan melalui pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh
komprehensif maka dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan komponen pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan komponen utama,
selain komponen fisik prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
e. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin
Pada prinsipnya, seluruh masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang layak dan terjangkau. Oleh sebab itu,
dengan melihat keterbatasan yang dimiliki maka pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok
masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sebagai upaya agar mereka tidak terabaikan dalam
pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, sehingga kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan bagi kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat
tidak beruntung lainnya dapat terpenuhi secara layak, adil, dan terjangkau.
f. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untuk kepentingan sehari-hari sangat dominan. Sebagai pihak yang langsung
berhubungan dengan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, perempuan lebih mengetahui yang mereka butuhkan dalam hal kemudahan
mendapatkan air dan kemudahan mempergunakan prasarana dan sarana .
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadap proyek- proyek air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia, pelibatan perempuan dalam
proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbukti meningkatkan keberlanjutan
pelayanan prasarana dan sarana yang dibangun. Sehingga sudah sewajarnya menempatkan perempuan sebagai pelaku utama dalam pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan.
Menempatkan perempuan sebagai pelaku utama diartikan sebagai keikutsertaan mereka secara aktif dalam menemukenali persoalan pokok air minum dan penyehatan
17 lingkungan, mengidentifikasi penyebabnya, mengemukakan usulan pemecahan, dan
mengambil keputusan untuk memecahkan persoalan pokok. g.
Akuntabilitas Proses Pembangunan Dalam era desentralisasi dan keterbukaan maka pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan harus menempatkan masyarakat sasaran tidak lagi sebagai obyek pembangunan namun sebagai subyek pembangunan. Kebijakan ini sekaligus
bertujuan meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun serta meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengenali lebih dini sistem pengelolaannya.
Prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai sasaran akhir masyarakat yang berkemampuan
mengoperasikan, memelihara, mengelola, dan mengembangkan prasarana dan sarana yang telah dibangun. Untuk itu, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan
harus lebih terbuka, transparan, serta memberikan peluang kepada semua pelaku untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan
sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada pada seluruh tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan, dan pengembangan
pelayanan.
h. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator
Pemberdayaan diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi dan kemampuan yang
mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 92 ayat 2, dinyatakan bahwa pemberdayaan diartikan
sebagai upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kepemilikan dari prasarana dan sarana yang dibangun. Selaras dengan pengertian
tersebut maka peranan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai fasilitator, bukan sebagai
penyedia provider.
Sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, pemerintah dapat memberi kesempatan kepada pihak lain yang berkompeten serta mendorong inovasi untuk meningkatkan
pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.
Peranan pemerintah khususnya pemerintah kabupaten dan kota sebagai fasilitator sangat penting dalam kegiatan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
Fasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian prasarana dan sarana fisik maupun subsidi langsung, namun pemerintah harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara
terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Dalam upaya mengoptimalkan peran daerah
sebagai fasilitator, daerah juga perlu mendorong partisipasi pihak lain yang berkompeten dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan, seperti pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah dalam pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang
18 berbeda. Penting juga diperhatikan adalah kesiapan pemerintah daerah dalam
menyediakan data dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat serta berperan sebagai mitra konsultasi dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang telah berjalan selama ini, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, organisasi masyarakat setempat, perguruan tinggi,
dan lembaga swadaya masyarakat perlu terus dikembangkan.
i. Peran Aktif Masyarakat
Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Namun demikian mengingat keterbatasan ruang
dan waktu maka keterlibatan tersebut dapat melalui mekanisme perwakilan yang demokratis serta mencerminkan dan merepresentasikan keinginan dan kebutuhan
mayoritas masyarakat.
j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran
Pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan harus optimal dan tepat sasaran. Yang dimaksud dengan optimal adalah kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masyarakat, dan nyaman serta terjangkau semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, pilihan jenis pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus
ditawarkan kepada masyarakat pengguna agar masyarakat dapat memanfaatkannya sesuai dengan pilihannya. Tepat sasaran diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya
Kapasitas dan kemampuan anggaran pemerintah pusat dan daerah yang ada tidak mencukupi untuk terus membangun dan mengelola prasarana dan sarana air minum
dan penyehatan lingkungan bagi seluruh masyarakat. Untuk menunjang keberlanjutan pelayanan maka pembangunan dan pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan perlu memperhatikan prinsip pemulihan biaya cost recovery. Dengan demikian, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis
masyarakat perlu memperhitungkan seluruh komponen biaya dalam pembangunan mulai biaya perencanaan, pembangunan fisik, dan operasi pemeliharaan serta
penyusutannya depreciation. Besaran iuran atas pelayanan air untuk menutup minimal biaya operasional, harus disepakati oleh masyarakat pengguna sesuai dengan tingkat
kemampuandaya beli masyarakat setempat miskin, menengah, dan kaya.
Untuk itu dalam tahapan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan penerapan prinsip pemulihan biaya harus dikomunikasikan secara terbuka kepada
semua pihak yang berkepentingan stakeholders terutama masyarakat pengguna, agar mereka mengetahui besarnya nilai investasi dalam pembangunan prasarana dan sarana
tersebut. Selanjutnya diharapkan masyarakat dapat memilih alternatif sistem yang terjangkau dan masyarakat memiliki pemahaman untuk memelihara prasarana dan
sarana yang dibangun.
19
III. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan penjabaran dari kebijakan umum yang tertuang dalam bab terdahulu.
Strategi ini memberikan kerangka umum untuk mewujudkan keberlanjutan dan penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang
dibangun secara efektif untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Strategi-strategi ini saling terkait satu dengan lainnya, komprehesif, serta berorientasi
kepada operasionalisasi kebijakan dan pencapaian tujuan. Strategi pelaksanaan berdasar pendekatan tanggap kebutuhan ditampilkan dalam
Gambar 3 berikut.
Gambar 3 : Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Strategi 1
: Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan
Peraturan dibutuhkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan melindungi terjadinya penyimpangan terhadap peran serta masyarakat pada semua tahapan
pembangunan, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana dan sarana yang dibangun.
Pengembangan lembagapeningkat
an UPS, Koperasi air, PDAM atau
organisasi masyarakat yang
keberadaan dan kepemilikan
asetnya memiliki status hukum yang
jelas
Strategi 5, 11 Masyarakat
OP, Pengembangan dan Replikasi
Strategi 6,7,14,15,16
Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif
Strategi 3,4,5,13 Kampanye Kesadaran Masyarakat
Strategi 2,5,8,9,10,11,12
Stakeholder lain: Swasta, LSM dll
.
Daerah Pemerintah
Pemenuhan Kebutuhan
Kebutuhan Kerangka Kebijakan
Strategi 1
Komoditi Ekonomi
Strategi 3
Opsi Pelayanan
Strategi 3,7
Kemauan untuk Membayar
Strategi 3,12
Penyediaan fasilitator
20 Terobosan-terobosan peraturan perlu dilakukan untuk mengakomodasikan pendekatan
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang bertumpu kepada pendekatan tanggap kebutuhan demand responsive approach dan
pemberdayaan masyarakat. Prinsip-prinsip good governance seperti akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, penegakan hukum, tanggap, berwawasan ke depan,
pengawasan, efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme, menjadi dasar dalam kerangka peraturan tersebut.
Mengingat proses pemberdayaan masyarakat memerlukan waktu yang tidak dapat dibatasi oleh tahun anggaran maka mekanisme penganggaran perlu memperhatikan
kendala tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembaruan mekanisme penganggaran yang terkait dengan proses pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, perlu disusun peraturan yang mengatur status hukum prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun melalui anggaran bersama
sharing, antara pemerintah dengan masyarakat; antara anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya; antara masyarakat dengan lembaga keuangan pemberi
bantuanhibah dan pinjaman; antara masyarakat dengan organisasi masyarakat setempat atau lembaga swadaya masyarakat, dan bentuk kerjasama keuangan antara
masyarakat dengan pihak lainnya. Hal lain yang juga perlu diatur adalah mengenai pemindahan aset transfer asset dari pemerintah kepada masyarakat.
Strategi 2 : Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat pengguna.
Melihat bahwa persoalan utama dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan adalah terbatasnya kapasitas sumber daya manusia,
khususnya sumber daya masyarakat pengguna, maka investasi untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam program air minum dan penyehatan lingkungan
harus ditingkatkan. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia bagi masyarakat pengguna dapat berbentuk bantuan teknis, penyediaan informasi pilihan, dan fasilitasi
dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
Bantuan teknis diperlukan untuk membuka wawasan masyarakat terhadap pilihan- pilihan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan mereka, termasuk keuntungan
dan resiko yang harus dipikulnya. Pilihan-pilihan tersebut meliputi aspek teknis, pembiayaan, kelembagaan, sosial dan budaya kemasyarakatan, serta pelestarian
lingkungan hidup.
Kapasitas pemerintah sebagai fasilitator juga perlu ditingkatkan terutama kapasitas aparat pemerintah daerah yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
Peningkatan kapasitas pemerintah dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, seminarlokakarya, studi banding dan on the job training melalui interaksi langsung
dengan persoalan-persoalan di lapangan.
Pendanaan bagi peningkatan kapasitas sumberdaya manusia bersumber pada anggaran pemerintah daerah, pusat, atau kerjasama dengan pihak lain yang memiliki visi yang
sama dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia.
21 Strategi
3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk
pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
Dengan mengacu pada mekanisme pasar yang berprinsip bahwa pengguna membayar seluruh biaya pelayanan user pay maka masyarakat pengguna pelayanan air minum
dan penyehatan lingkungan harus membiayai seluruh biaya pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, baik biaya pembangunan maupun
biaya operasi dan pemeliharaannya.
Mengingat keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah saat ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki cara pandang semua pihak sehingga biaya
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan harus berdasarkan prinsip pemulihan biaya cost recovery, yang artinya semua komponen
biaya harus diperhitungkan dan harus ditanggung oleh pengguna.
Untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut masyarakat harus diberikan pilihan-pilihan sistem pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan mereka melalui pemberian
sebanyak-banyaknya pilihan pembiayaan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan serta memfasilitasi proses pemilihan alternatif
terbaik oleh masyarakat, misalnya melalui pola pendanaan bersama cost sharing antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan seperti proyek WSLIC2, ProAir atau beberapa proyek yang dikembangkan oleh LSM bersama masyarakat. Peranan pihak luar pemerintah,
lembaga donor, lembaga non-pemerintah diperlukan untuk meningkatkan wawasan masyarakat mengenai perlunya alternatif pembiayaan dalam pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
Pemerintah sebagai fasilitator juga berkewajiban melakukan fasilitasi koordinasi antar pelaku air minum dan penyehatan lingkungan di daerah, seperti kelompok swadaya
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, donor, pihak swasta, termasuk pemerintah sendiri, guna meningkatkan efisiensi pembiayaan pembangunan. Koordinasi antar
pelaku diharapkan dapat melakukan sinergi dalam pembiayaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.
Strategi 4
: Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan
keputusan pada seluruh tahapan pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
Pengambilan keputusan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan di kota kecil dan kawasan perdesaan sebaiknya dilakukan pada
lapisan paling bawah, yaitu masyarakat penggunapenerima prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Mereka harus mampu menentukan jenis pelayanan
yang dibutuhkan, teknologi yang diterapkan, pilihan pembiayaan, dan sistem pengelolaannya termasuk jenis kelembagaannya.
Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengambilan keputusan dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan prinsip partisipatif
participatory approach yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Pendekatan tanggap kebutuhan menuntut masyarakat untuk memahami betul sistem air minum dan
22 penyehatan lingkungan sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan
kemampuannya.
Strategi 5
: Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik, pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan .
Menjadikan masyarakat sebagai pengambil keputusan berarti memposisikan masyarakat sebagai penanggung jawab utama dalam pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan. Kondisi ini harus disertai dengan peningkatan kemampuan masyarakat dalam seluruh aspek, khususnya bidang teknik, keuangan dan kelembagaan.
Dalam aspek teknik, masyarakat perlu dilatih untuk mengenali dan memahami karakteristik teknologi yang tepat guna serta sesuai dengan kondisi daerahnya. Untuk
itu, dukungan dalam bentuk bantuan teknis sangat diperlukan, baik yang berasal dari pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, LSM, dan swasta.
Bantuan teknis kepada masyarakat diperlukan untuk mengelola, mengoperasikan dan memelihara prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun
sesuai dengan kaidah-kaidah teknis yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu juga diperlukan pelatihan administrasi pembukuan bagi kelompok masyarakat
pengguna. Pengetahuan administrasi pembukuan diperlukan untuk menjamin transparansi diantara para pelaku. Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan
administrasi selain dilakukan melalui pelatihan juga dapat dilakukan melalui kerjasama kelembagaan, studi banding, ataupun melalui magang. Bagi pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan yang dibiayai melalui anggaran non-pemerintah, seperti LSM, lembaga keuangan internasional, perguruan tinggi, dan sebagainya perlu adanya
pelatihan administrasi pembukuan khusus yang sesuai dengan tuntutan pemberi bantuan dan atau pinjaman.
Dalam kaitan dengan pengembangan kelembagaan, masyarakat perlu mengetahui struktur organisasi pengelola prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan beserta fungsi dan tata kerjanya, kaitan dengan lembaga lain sejenis, kaitan dengan pemegang saham, tata cara pengembangan pelayanan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan beserta tata cara menggali dana yang dibutuhkan, dan tata cara menyusun laporan keuangan kepada masyarakat yang transparan dan
dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mendukung hal-hal di atas maka diperlukan pengaturan antara hak dan
kewajiban antara pengelola dan masyarakat pengguna. Pengaturan dan pembagian hak dan kewajiban tersebut dikembangkan sendiri oleh pengelola dan masyarakat
pengguna, sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk mendorong tersusunnya peraturan tersebut serta mendiseminasikannya kepada masyarakat luas.
23 Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual NSPM sektor
air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan
pengelolaan
Untuk meningkatkan kinerja program air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat, diperlukan upaya perbaikan mekanisme perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian program. Penyediaan bantuan teknis atau sejenisnya di tingkat kabupaten, kecamatan, dan bahkan desa sangat diperlukan, guna meningkatkan
kemudahan bagi masyarakat melakukan konsultasi teknis, serta mendapatkan informasi tentang program prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Terkait
dengan hal tersebut maka NSPM Norma, Standar, Pedoman, dan Manual menjadi alat yang efektif untuk melaksanakan pembinaan teknis bagi masyarakat pengguna.
Panduan tersebut juga mencakup aspek kelestarian lingkungan, khususnya tata cara pelestarian sumber daya air baik secara kuantitas yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan sumber air, maupun secara kualitas yang terkait erat dengan tata cara pengelolaan limbah. Panduan ini seyogyanya mudah dipahami dan dimengerti oleh
kalangan awam, serta menampilkan gambar yang provokatif dan informatif. Pendekatan dan teknik yang telah dimiliki dan dipergunakan selama ini, seperti PRA
Participatory Rural Appraisal, PHAST Participatory Hygiene and Sanitation Transformation, CMA Community Management Approach, MPA Methodology for
Participatory Assessment dalam berbagai proyek, dapat terus dikembangkan dan disebarluaskan. Contoh pendekatan partisipatif dapat dilihat pada lampiran E.
Strategi 7
: Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan
diseminasi pilihan teknologi untuk mendukung prinsip pemberdayaan masyarakat.
Hingga saat ini telah banyak uji coba dan pemanfaatan teknologi tepat guna di sektor air minum dan penyehatan lingkungan, baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui
lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, bahkan kelompok masyarakat sendiri. Namun demikian inventarisasi terhadap teknologi
tepat guna beserta kelebihan dan kekurangannya belum pernah dilakukan.
Dalam rangka mendukung prinsip informed choice maka kegiatan inventarisasi teknologi tepat guna tersebut perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya
sebagai pedoman dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar masyarakat mudah mengakses informasi-informasi
tersebut diperlukan kesiapan lembaga yang bertanggung jawab terhadap kegiatan inventarisasi tersebut.
Kegiatan lain yang perlu ditingkatkan adalah sosialisasi dan diseminasi hasil-hal penelitian dan pengembangan tersebut kepada pemerintah baik pusat maupun daerah,
masyarakat dan pelaku lain di bidang air minum dan penyehatan lingkungan.
24 Strategi
8 : Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan
formal dan informal. Motivasi yang melatar-belakangi tumbuhnya kebutuhan terhadap air minum berbeda
dari motivasi yang melatarbelakangi kebutuhan terhadap penyehatan lingkungan. Praktek kegiatan pengelolaan penyehatan lingkungan dan kebiasaan hidup sehat lebih
bersifat pribadi. Dengan sendirinya perubahan-perubahan yang terjadi terletak di tingkat individu dan rumah tangga. Implikasinya, jangka waktu yang diperlukan untuk
mewujudkan perbaikan dalam pelayanan penyehatan lingkungan relatif lebih lama dibandingkan dengan perbaikan pelayanan air minum. Hal ini disebabkan pengelolaan
penyehatan lingkungan memerlukan lebih banyak waktu untuk mensosialisasikan pentingnya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
Upaya tersebut di atas dilaksanakan antara lain melalui penyadaran masyarakat, pendidikan di sekolah, dan pelatihan partisipatif yang melibatkan keluarga dan
masyarakat. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat melalui metoda partisipatif terbukti efektif dalam meningkatkan manfaat dan pelayanan bidang air
minum dan penyehatan lingkungan.
Untuk meningkatkan pemahaman awareness masyarakat terhadap pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan maka penyadaran perlu diberikan sejak sekolah
dasar. Murid sekolah dasar diberikan contoh-contoh dan gambar-gambar yang merangsang imajinasi mereka dalam berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga
mereka mempunyai bekal pengetahuan yang cukup pada saat menginjak dewasa. Pendidikan lainnya juga dapat dilakukan melalui majalah yang diterbitkan khusus yang
memuat pesan-pesan tentang kesehatan lingkungan, pembahasan dan diskusi yang difasilitasi oleh guru-guru yang sudah dilatih.
Strategi 9
: Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan,
khususnya sumber daya air .
Untuk keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan maka sumber daya air yang meliputi air permukaan, air tanah baik air tanah dalam maupun dangkal,
dan mata air perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan program air minum dan penyehatan lingkungan. Kesadaran bahwa daya dukung
lingkungan mempunyai batas perlu disebarluaskan, serta harus diikuti dengan pengadaan peraturan perundangan dan penegakan hukum yang ketat. Selain itu perlu
diterapkan pula sistem insentif, reward dan dis-insentif bagi para pelaku yang terlibat pada pemanfaatan sumber daya air.
Terkait dengan upaya menyelamatkan kelestarian sumber daya air maka diperlukan strategi terpadu untuk meningkatkan kualitas lingkungan, melalui perlindungan kawasan
penyangga mata air, rehabilitasi wilayah tangkapan air, pengurangan eksploitasi air tanah, dan peningkatan pengelolaan air limbah dan persampahan.
Mengingat daya dukung lingkungan mikro untuk menerima beban pencemaran dari air limbah, baik rumah tangga ataupun industri kecil dan industri rumah tangga, sangat
terbatas dan jumlah penduduk terus bertambah setiap tahunnya maka pengelolaan air limbah, baik rumah tangga ataupun industri kecil dan industri rumah tangga perlu
ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi sederhana, tepat guna, akrab lingkungan, dan mudah dikelola.
25 Kondisi yang sama juga didapati pada pengelolaan persampahan. Dengan semakin
tingginya laju pertumbuhan penduduk maka jumlah timbulan sampah yang dihasilkan semakin meningkat. Namun demikian luas lahan yang tersedia sebagai tempat
pembuangan akhir TPA semakin terbatas. Implikasinya, masyarakat seringkali membuang sampah ke badan air sehingga mencemari badan air tersebut. Untuk itu
diperlukan upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut, antara lain melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya daur ulang recycle,
pengurangan volume reduce, dan penggunaan kembali reuse. Untuk itu diperlukan pengembangan dan pelaksanaan peraturan perundangan termasuk penegakan hukum
ataupun penerapan sistem insentif, reward dan dis-insentif.
Strategi 10:
Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dari
pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi pendekatan sistem. Pendekatan penanganan program air minum dan penyehatan lingkungan yang
berdasarkan batasan administratif wilayah perkotaan dan perdesaan tidak tepat lagi untuk diterapkan. Hal ini berdasarkan, bahwa untuk mencapai pengelolaan air minum
dan penyehatan lingkungan yang efektif dan efisien serta mengatasi keterbatasan sumber daya maka cakupan wilayah pelayanan tidak dapat dibatasi oleh batas
administrasi.
Kenyataan saat ini menunjukkan adanya kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik perdesaan dan tidak terlayani oleh sistem perkotaan, seperti yang terjadi pada wilayah
pinggiran kota, ataupun di kantong-kantong permukiman di pusat kota. Demikian halnya di kawasan perdesaan, ada sistem yang cukup besar sehingga tidak dapat dikelola oleh
masyarakat, tetapi dipandang tidak potensial untuk dikelola oleh lembaga formal yang sebagai pengelola air minum dan penyehatan lingkungan diperkotaan seperti PDAM,
PDAL, Dinas Kebersihan.
Kekakuan dalam cara berpikir dan egoisme kewilayahan, dengan berlindung kepada peraturan perundang-undangan dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, menjadi
kendala utama dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Kendala-kendala ini yang menyebabkan rendahnya keterlibatan
masyarakat dalam pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, sehingga masyarakat tidak dan belum mendapatkan pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan sebagaimana yang diharapkan.
Untuk mengatasi kendala tersebut maka perlu adanya perubahan pendekatan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dengan
lebih mensinergikan seluruh sumber daya antar daerah. Pendekatan sistem regional dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan
merupakan alternatif dan strategi terbaik untuk mengatasi kendala sebagaimana tersebut diatas. Pendekatan sistem regional harus terus dikembangkan untuk mengatasi
masalah secara komprehensif, integratif dan koordinatif.
26 Strategi 11: Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat pengguna.
Pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan oleh masyarakat pengguna pada umumnya dilaksanakan melalui Unit Pengelola Sarana
UPS. Lembaga tersebut, beserta sumber daya manusia, perangkat lunak dan perangkat kerasnya, yang menentukan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan yang dikelola oleh masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan unit-unit pengelola sarana ini sangat diperlukan.
Dalam rangka mendukung prinsip keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan kepada masyarakat maka bantuan teknis kepada UPS perlu ditingkatkan,
antara lain melalui bantuan teknis, bantuan pengelolaan administrasi, bantuan pengembangan sumber daya manusia, dan bantuan pengembangan komunikasi yang
baik dengan masyarakat pengguna. Selain itu, guna meningkatkan kualitas pelayanan, lembaga tersebut perlu diberikan peningkatan keterampilan pemeriksaan kualitas air
secara sederhana. Peningkatan kualitas pengelolaan juga perlu dilakukan terhadap sistem yang telah
terbangun tetapi tidak berkelanjutan. Upaya-upaya khusus yang dilakukan dapat dilakukan melalui beberapa tahap; tahap pertama, melakukan inventarisasi atas sistem
yang tidak berfungsi, tahap kedua, melakukan kajian untuk menemukan penyebab dari tidak berfungsinya sistem tersebut. Tahapan yang terakhir adalah melakukan rencana
kerja bersama masyarakat pengguna untuk memperbaiki sistem tersebut.
Strategi 12 : Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna. Penggunaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan akan efektif apabila prasarana dan sarana yang dibangun mudah dioperasikan, mudah dipelihara, serta memenuhi prinsip kesetaraan, yaitu dapat
bermanfaat bagi setiap anggota masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan.
Keterlibatan masyarakat secara aktif pada setiap tahapan merupakan upaya untuk meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan serta sebagai upaya melakukan perubahan perilaku masyarakat secara bertahap. Rasa memiliki dari masyarakat akan melahirkan kepedulian dalam
memelihara prasarana dan sarana yang dibangun. Lebih luas lagi, kepedulian masyarakat perlu didorong bukan saja dalam memeliharan prasarana dan sarana, tetapi
juga dalam menjaga keberlanjutan sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Kepedulian masyarakat tersebut perlu dibangun dan dibangkitkan dengan upaya-upaya kampanye penyadaran tentang pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan bagi
kesehatan dan kesejahteraannya.
27 Strategi
13: Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang beruntung untuk mencapai kesetaraan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan. Air minum dan penyehatan lingkungan pada dasarnya merupakan sektor yang bersifat
tidak diskriminatif. Semua orang berhak mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Perbedaan tingkat pelayanan terjadi karena adanya perbedaan
tingkat kebutuhan dan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan.
Perbedaan tingkat kebutuhan, biasanya terjadi karena adanya ketidaksamaan kualitas pelayanan yang ingin diperoleh masyarakat. Untuk mengatasi perbedaan kemampuan
untuk mendapatkan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dapat diatasi antara lain melalui penawaran pilihan pelayanan yang memungkinkan masyarakat
mendapatkan pilihan yang sesuai dengan kemampuannya. Khusus untuk masyarakat yang kurang beruntung perlu dibantu baik oleh kelompok masyarakatnya sendiri yang
lebih mampu, pihak pemerintah, maupun pihak lain yang terkait.
Kesenjangan yang terjadi saat ini tidak hanya terjadi pada tingkat pelayanan, namun juga kesenjangan dalam berpartisipasi. Pada umumnya yang kurangtidak dapat
berpartisipasi secara aktif adalah masyarakat yang kurang beruntung baik miskin atau cacat dan perempuan.
Dalam upaya keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, kesenjangan berpartisipasi dalam seluruh tahapan pembangunan harus dihilangkan.
Oleh karenanya diperlukan upaya-upaya khusus untuk mendorong masyarakat yang kurang beruntung dan perempuan dapat berpartisipasi secara aktif antara lain dengan
membangkitkan keberanian masyarakat kurang beruntung dan perempuan untuk mengemukakan pendapatnya. Upaya untuk mendorong keberanian masyarakat dapat
dilakungan dengan cara pendekatan sosio-kultural.
Strategi 14
: Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang berorientasi kepada pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran
. Sasaran dan tujuan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan dapat dicapai dengan penguatan sistem pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan itu sendiri, yang dimulai dengan perencanaan,
pelaksanaan, pengelolaan, serta monitoring dan evaluasi sebagai umpan balik untuk mengetahui keberhasilan program. Untuk itu, perlu dilakukan penyempurnaan sub
sistem monitoring dan evaluasi yang selama ini dipergunakan agar lebih berorientasi kepada penilaian pencapaian tujuan.
Pola monitoring dan evaluasi yang berorientasi kepada pencapaian target fisik sebagaimana dilakukan selama ini seringkali menghasilkan data dan informasi yang
keliru tidak tepat mengenai tingkat pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pola monitoring dan evaluasi tersebut tidak memperhatikan
tingkat pemanfaatan dan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat.
28 Strategi 15 : Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi
dalam empat tingkat 1. Monitoring dan evaluasi pada tingkat masyarakat pengguna
2. Monitoring dan evaluasi pada tingkat kabupatenkota 3. Monitoring dan evaluasi pada tingkat propinsi
4. Monitoring dan evaluasi pada tingkat pusat Pada dasarnya monitoring dan evaluasi adalah suatu proses arus informasi timbal balik
antara kegiatan yang terjadi di lapangan dengan desain awal program yang dilakukan oleh pihak pemrakarsa, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam
prakteknya pemrakarsa tidak melakukan proses tersebut sehingga arus informasi yang diharapkan tidak terjadi sehingga tidak bisa dilakukan umpan balik terhadap desain awal
program. Banyak penyebab timbulnya kemacetan dalam arus informasi, antara lain tidak adanya kesepakatan dan kesadaran mengenai perlunya monitoring dan evaluasi
dilakukan, ketidaksiapan perangkat lunak dan keras untuk mendukung proses tersebut, tumpang tindihnya kewenangan antar tingkat pemerintahan.
Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan sistem monitoring dan evaluasi yang dimulai pada tingkat paling bawah yaitu masyarakat pengguna, kemudian
dikelompokkan kepada tingkat pemerintahan paling bawah hingga pemerintah pusat.
a. Monitoring dan evaluasi di tingkat masyarakat pengguna
Berbeda dengan sistem yang selama ini dijalankan, pendekatan partisipatif bagi seluruh pihak terkait memberi kesempatan pada masyarakat pengguna untuk terlibat secara
aktif pada kegiatan monitoring dan evaluasi mulai dari pengumpulan data, analisis persoalan, pemilihan alternatif pemecahan, perencanaan teknis, pelaksanaan, hingga
pengelolaan. Proses tersebut membangun kemampuan dan kapasitas masyarakat pengguna dalam mengambil keputusan.
Prinsip terpenting dalam kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah bahwa temuan yang diperoleh pada setiap tingkat digunakan untuk menentukan langkah perbaikan
dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh masyarakat. Indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan pada tingkatan ini ditentukan dan disepakati oleh masyarakat yang bersangkutan.
Peran pihak luar, seperti pemerintah daerah, dalam kegiatan monitoring dan evaluasi di tingkat masyarakat ini adalah sebagai fasilitator atau pemandu proses. Aspek penting
yang perlu mendapatkan perhatian adalah sistem pencatatan data, lembaga yang bertanggungjawab dalam pendataan tersebut, serta sistem informasi yang memudahkan
semua pihak untuk mendapatkan data tersebut.
b. Monitoring dan evaluasi di tingkat kabupatenkota.
Sesuai dengan amanat otonomi daerah, pemerintah pusat berkewajiban untuk memberikan panduan umum sebagai pedoman bagi pemerintah kabupatenkota. Begitu
pula halnya pada sistem monitoring dan evaluasi, pemerintah pusat memberikan panduan umum sistem monitoring dan evaluasi beserta indikator kinerja pembangunan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk
29 mempermudah dilakukannya pengelompokan secara nasional dalam pendataan untuk
penyusunan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan berskala nasional. Namun demikian, pemerintah kabupatenkota mempunyai kewenangan untuk
melakukan modifikasi sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Untuk mendapatkan informasi hasil monitoring dan evaluasi di tingkat masyarakat pengguna, aparat
pemerintah kabupatenkota harus proaktif serta melaporkannya ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yaitu pemerintah pusat yang diwakili oleh pemerintah propinsi.
c. Monitoring dan evaluasi di tingkat propinsi
Peranan daerah propinsi dalam monitoring dan evaluasi adalah sebagai perpajangan tangan pemerintah pusat, sehingga berkewajiban untuk mengkoordinasikan dan
mendokumentasikan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam wilayahnya. Untuk selanjutnya peranan pemerintah propinsi
ini harus disosialisasikan, mengingat lebih menonjolnya peran pemerintah kabupatenkota sehingga masih banyak dipertanyakan mengenai peran pemerintah
propinsi yang seharusnya.
d. Monitoring dan evaluasi di tingkat pusat
. Monitoring dan evaluasi di tingkat pusat diperlukan sebagai upaya untuk terus
melakukan umpan balik terhadap kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan sehingga diperoleh suatu kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan yang
rasional, operasional, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Karena proses monitoring dan evaluasi merupakan proses yang dinamis maka kebijakan nasional air
minum dan penyehatan lingkungan juga merupakan kebijakan yang dinamis yang selalu berupaya beradaptasimenyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat. Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa pengelompokan data yang diperoleh dari tingkat propinsi, kabupatenkota, dan masyarakat pengguna membutuhkan klarifikasi dan pemeriksaan
langsung. Hal ini diperlukan untuk melihat kesahihan data serta menyesuaikan data yang ada dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Strategi 16
: Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan .
Sebagai tindak lanjut dari perlunya penyempurnaan sistem monitoring dan evaluasi adalah perlunya penyusunan dan penyebarluasan indikator-indikator kinerja
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Indikator kinerja tersebut dibutuhkan sebagai sarana untuk terus melakukan monitoring hasil
pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada setiap tahapan secara berkesinambungan sehingga pencapaian tujuan dalam setiap tahapan
dapat diketahui. Pada tingkat nasional, indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan disusun secara generik sehingga dapat
dimasukkan muatan-muatan lokal sesuai dengan karakteristik daerah. Namun demikian memastikan adanya indikator partisipatif dalam setiap proyek air minum dan
penyehatan lingkungan AMPL penting untuk dilakukan.
30
IV. Penutup
Dengan terselesaikannya Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, maka selanjutnya seluruh kebijakan yang telah disepakati akan
menjadi acuan dalam pembangunan program air minum dan penyehatan lingkungan khususnya yang berbasis masyarakat.
Kebijakan nasional ini bersifat umum sehingga dalam pelaksanaan dibutuhkan suatu penterjemahan yang lebih operasional dari pihak yang berkepentingan. Adopsi dan
adaptasi kebijakan nasional akan berbeda di setiap daerah, disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah.
Kebijakan nasional ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan dalam operasionalisasi kebijakan dalam pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan. Sebagaimana dalam penyusunan kebijakan maka penjabaran kebijakan dalam bentuk rencana strategis sektoral yang disusun oleh
instansi teknis harus tetap melibatkan seluruh stakeholder dan dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif.
Selain itu, rencana strategis sektoral juga harus mampu mengadopsi karakteristik dan budaya yang dimiliki oleh masing-masing daerah di Indonesia sehingga tidak terjadi lagi
generalisasi pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang menjadi penyebab utama dalam kegagalan keberlanjutan pelayanan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan 1.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen 1999 2.
Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 3.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 4.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang 5.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 6.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 7.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
Propenas Tahun 2000-2004 9.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907MenkesSKVII2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Buku dan Makalah 1.
1998, Deepa, Narayan. Participatory Evaluation Tools for Managing Change in Water and Sanitation. The World Bank-Technical Paper 207 1998
2. 2000, Mukherjee N.; Christine van Wijk; Rekha Dayal, Methodology for
Participatory Assessment with Communities, Institutions and Policy Makers. Water and Sanitation Program East Asia Pacific WSP-EAP-
International Water and Sanitation Centre IRC, March 2000
3. 2002, Mukherjee N., Christine van Wijk. Sustainability Planning and
Monitoring in Community Water Supply and Sanitation. Water and Sanitation Program East Asia Pacific WSP-EAP-International Water and
Sanitation Centre IRC, 2002
Laporan dan Hasil Studi 1.
1982, World Health Organization. Rural Water Supply and Sanitation Sector Review, 1982.
2. 1986, AusAID-AIUS. Review of Australian Assistance for the Indonesian
WSS Sector. January 1986. 3.
1993, The World Bank. Water Supply and Sanitation for Low Income Communities Project. Staff Appraisal Report, 1993.
4. 1995, Deepa, Narayan. The Contribution of People’s Participation,
Evidence from 121 Rural Water Supply Project. The World Bank, 1995.
32 5.
1995, The World Bank. Village Infrastructure Project for Java. Staff Appraisal Report, 1995.
6. 1997, Lucossol, Alain. Indonesia Urban Water Supply Sector Policy
Framework. The World Bank-EASUR, October 1997 7.
1997, UNDP-Worldbank and Sanitation Program. Making Rural Water Supply Sustainable: Recommendations from A Global Study. December
1997.
8. 1998, Bappenas. Urban Waste Management Policy and Strategy for the
National Planning Process Draft for Discussion Paper. 1998 9.
1999, ADB-Dillon Consulting and PT. Dacrea. Towards a Community Based Environment Sanitation Program for Indonesia Final Report. January
1999.
10. 1999, UNDP-The World Bank and Sanitation Program. Evaluation of the
“Community-Managed Activities”. Component of the AusAID Supported NTB ESWS Project, March 1999.
11. 1999, The World Bank. Knowledge for Development. World Development
Report-Summary 19981999. 12.
1999, UNDP-The World Bank-Water and Sanitation Program. Study of Community-Based Approach Utilized in Unicef’s Water and
Environment Sanitation WES Program in Indonesia, 1999.
13. 1999, Institute for Research of University of Indonesia in partnership with
UNDPWorld Bank Water and Sanitation Program and IRC-International Water and Sanitation Center. Participation, Gender Demand Responsiveness:
Making the Link with Impact and Sustainability of Water Supply Sanitation Investments. 1999.
14. 2000, Phouangphet K., et al. Sanitation Hygiene Promotion in Lao PDR.
Learning from the National Water Supply Environmental Health Programme. Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific WSP-EAP, Field Note,
March 2000
15. 2000, Sean, Foley; Anton Soedjarwo, Richard Pollard. Of the people, by the
people, for the people, Community-based Sewer System in Malang- Indonesia. . Water and Sanitation Program East Asia and the Pacific WSP-
EAP, March 2000.
16. 2001, Sirmadji; Iskandar,Sofyan. Optimalisasi Peran DPRD dalam
Pembangunan Berbasis Peran Serta Masyarakat. Makalah Diskusi, 2001 17.
2001, Evers, Pieter. Community Contracting. Desk Study on Kepres 182000, December 2001.
18. 2002, Walujan, Ruth; Richard Hopkins; Arie Istandar. Sanitasi di Wonosobo:
Membandingkan Dua Pendekatan Evaluasi Program, Water and Sanitation Program East Asia Pacific WSP-EAP, April 2002.
19. 2002, Yayasan Pradipta Paramitha. Assessment of Selected Sited in
Flores-Indonesia. Draft Laporan Akhir, Jakarta, July 2002.
33 20.
2002, United Nation. The Johannesburg Declaration on Sustainable Development, World Summit on Sustainable Development. September
2002.
21. 2002, Departemen Luar Negeri. Deklarasi Johannesburg Mengenai
Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan Berikut Komitmen Sektoral Nasional.
Direktoral Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan terjemahan tidak resmi, 2002.
22. 2003, Yayasan Pradipta Paramitha. Babak Dua Uji Coba Lapangan
WASPOLA-UNICEF di Kab. Garut dan Subang. Laporan Pengumpulan Hasil Akhir, Januari 2003.
23. 2003, WSP-EAP. Translation the Millenium Development Goals MGDs
into Action through Water Supply and Sanitation, Regional Conference WSP, Feb. 2003.
24. 2003, Third World Water Forum. Indigenous Peoples Kyoto Water
Declaration. IP Kyoto Water Declaration Final, Japan March 2003. 25.
2003, WASPOLA. Uji Coba Lapangan WASPOLA-WSLIC-2 Dengan Topik Koordinasi Antar Proyek di Nusa Tenggara Barat, Laporan Konsolidasi,
Juni 2003.
26. 2003, WASPOLA. Uji Coba Lapangan Kebijakan Nasional Pembangunan
Prasarana dan Sarana Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Pengelolaan Masyarakat. Laporan Konsolidasi, Juni 2003
27. 2003, UNDP-The World Bank Water and Sanitation Program. Water and
Sanitation Services for The Poor. Program Strategy 1999-2003, 2003. Data
1. Biro Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 1997
2. Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Data Cakupan Air
Bersih di Indonesia Tahun 1999 3.
Perpamsi. Direktori PERPAMSI Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indornesia Tahun 1998.
4. Perpamsi. Direktori PERPAMSI Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh
Indornesia Tahun 2000.
LAMPIRAN A
Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
di Indonesia 1970-2000
Lampiran A - - 1 -
LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia 1970- 2000
Bagian ini menyajikan sejarah singkat pembangunan prasarana dan sarana penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan AMPL
1
selama 30 tahun yang terbagi dalam tiga dekade, yaitu:
a. Era Tahun 1970-1980