BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
- Neraca
analitis Chyo
Electronic Balance
- Alat-alat gelas
Pyrex -
Ultrasonik bath Kerry
Pulsatron -
Sentrifugal -
Batang pengaduk -
Cawan petri -
Jarum ose -
Bunsen -
Autoklaf Yamato
- Inkubator
Fischer -
Hot plate -
Oven Gallenkamp
- Jangka sorong
- Mikropipet
- Blank dish
- Freeze dryer
3.1.2 Bahan-bahan
- Kitosan
- CH
3
COOH glacial
Merck
Universitas Sumatera Utara
- Akuades
- Natrium tripolifosfat
- Serbuk
ZnO Merck
- Media Nutrient Agar NA
Merck -
Media Muller Hinton Agar MHA Oxoid
- Biakan Escherichia coli
- Biakan Staphylococcus aureus
3.2 Prosedur penelitian
3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi
a. Larutan asam asetat 1
Sebanyak 10 mL asam asetat glacial dimasukkan ke dalam labu takar 1000 dihomogenkan.
b. Larutan natrium tripoliphosfat 1
Sebanyak 1 g natrium tripoliphosfat dilarutkan dengan 50 mL akuades. Kemudan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan dengan
akuades sampai garis tanda, lalu dihomogenkan. c.
Larutan kitosan 0,3 Sebanyak 3 g kitosan dilarutkan dengan 1000 mL larutan asam asetat 1.
3.2.2 Pembuatan Kitosan Nanopartikel
Ditambahkan 40 mL larutan tripoliphosfat ke dalam 1000 mL larutan kitosan 0,3. Diaduk dengan pengaduk selama 20 menit. Larutan tersebut diletakkan
pada ultrasonik bath selama 30 menit. Disentrifugasi pada 1.200 rpm selama 10 menit kemudian didekantasi. Endapan dimasukkan ke dalam freeze dryer
kemudian dikarakterisasi dengan SEM dan FT-IR.
Universitas Sumatera Utara
1.2.2 Pembuatan Kitosan Nanopartikel yang Bermuatan Ion Logam
Dilarutkan 0,3 g kitosan nanopartikel ke dalam 100 mL asam asetat 1. Ditambahkan larutan ion Zn
2+
hingga konsentrasi 120 μgmL dan diaduk selama
12 jam pada temperatur kamar. Sebagian larutan tersebut dicetak film pada plat kaca. Film tersebut dikeringkan hingga benar-benar kering kemudian diuji
karakterisasinya dengan FT-IR dan sebagian larutan digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
1.2.4 Pembuatan Media Padat Nutrient Agar NA
Dilarutkan 2 g NA dalam 100 mL akuades. Dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk menggunakan batang pengaduk sampai mendidih. Dibagi dalam beberapa
tabung reaksi sebanyak 5 mL. Ditutup rapat dengan kapas. Disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121
C tekanan 1-2 atm selama 15 menit. Dibiarkan sampai memadat dalam keadaan miring.
1.2.5 Pembuatan Media Padat Muller Hinton Agar MHA
Dilarutkan 3,4 g MHA dalam 100 mL akuades. Dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk menggunakan batang pengaduk sampai mendidih. Ditutup rapat
dengan kapas. Disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C tekanan 1-2 atm
selama 15 menit.
Universitas Sumatera Utara
1.2.6 Penyedian Biakan Stok Bakteri
Satu ose biakan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus masing-masing digoreskan dalam media pertumbuhan NA. Diinkubasi di dalam inkubator pada
suhu 35 C selama 1-2 hari.
1.2.7 Penentuan Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dilakukan secara aseptik dengan metode difusi cakram. Biakan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus digoreskan di atas
media MHA. Kemudian dimasukkan blank dish yang telah ditetesi larutan kitosan nanopartikel yang bermuatan ion logam Zn
2+
dengan konsentrasi 0,05; 0,10; 0,15; 0,20 dan 0,25. Kultur bakteri diinkubasi dalam inkubator dengan cara
terbalik pada suhu 35 C selama 24 jam. Perlakuan dilakukan sebanyak 2
pengulangan pada masing-masing konsentarsi. Diukur besarnya aktivitas antibakteri berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk di sekitar cakram
kertas.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Bagan Penelitian
3.3.1 Pembuatan Larutan Kitosan 0,3 Wen Li Du, 2009
Dilarutkan dalam 1000 mL larutan asam asetat 1
3.3.2 Pembuatan Kitosan Nanopartikel Wen Li Du, 2009
Ditambahkan 40 mL larutan tripoliphosfat Diaduk campuran dengan pengaduk selama 20 menit
Diultrasonik bath selama 30 menit Disentrifugasi pada 1.200 rpm selama 10 menit
Didekantasi
Dimasukkan ke dalam freeze dryer 3 g kitosan
Larutan Kitosan
1000 mL larutan kitosan 0,3
Endapan Filtrat
Kitosan Nanopartikel
Karakterisasi Kitosan Nanopartikel
FT-IR SEM
Universitas Sumatera Utara
3.3.3 Pembuatan Kitosan Nanopartikel yang Bermuatan Ion Logam
Disuspensikan ke dalam 100 mL asam asetat 1 Ditambahkan larutan ion logam Zn
2+
hingga konsentrasi 120 μgmL dan diaduk selama 12
jam pada temperatur kamar Dibagi menjadi 2 bagian
Dicetak pada plat kaca Diuji aktivitas antibakterinya
Dikeringkan hingga benar- benar kering
Dianalisis denganFT-IR 0,3 g Kitosan Nanopartikel
Bagian 1 Bagian 2
Hasil Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Pembuatan Media Padat Nutrient Agar NA Nurfadilah, 2013
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Dilarutkan
dengan 100
mL akuades
Dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk menggunakan batang pengaduk sampai mendidih
Didinginkan
Dimasukkan sebanyak 5 mL ke dalam beberapa tabung reaksi
Ditutup rapat dengan kapas Disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121
C tekanan 1-2 atm selama 15 menit
Dibiarkan hingga memadat dalam keadaan miring 2 g nutrient agar
Media Nutrient Agar
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.3.5 Pembuatan Media Padat Muller Hinton Agar MHA
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Dilarutkan
dengan 100
mL akuades
Dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk menggunakan batang pengaduk sampai mendidih
Didinginkan
Ditutup rapat
dengan kapas
Disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121 C
tekanan 1-2 atm selama 15 menit
3.3.6 Penyedian Biakan Stok Bakteri Nurfadilah, 2013
Digoreskan satu ose bakteri Escherichia coli Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35
C selama 2x24 jam
Catatan : dilakukan prosedur yang sama untuk bakteri Staphylococcus aureus 3,8 g Muller Hinton Agar
Media Muller Hinton Agar
Hasil
Media Nutrient Agar
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.3.7 Penentuan Aktivitas Antibakteri
Ditetesi dengan larutan kitosan Digoreskan di atas media
Nanopartikel MHA di dalam cawan petri
Diletakkan kertas cakram yang telah ditetesi larutan kitosan
nanopartikel Diinkubasi secara terbalik pada suhu
35 C selama 24 jam
Diukur diameter
zona bening
yang terbentuk di sekitar kertas cakram
Catatan : dilakukan prosedur yang sama untuk larutan Zn, larutan kitosan dan larutan kitosan nanopartikel yang mengandung logam Zn terhadap bakteri
Staphylococcus aureus. Kertas cakram
Suspensi bakteri E.coli
Kertas cakram basah
Media MHA + suspensi bakteri
Hasil
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil uji aktivitas antibakteri kitosan nanopartikel dan kitosan nanopartikel yang bermuatan ion logam Zn
2+
terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan, hal ini dapat
dilihat dari hasil pengukuran diameter zona bening yang terbentuk yaitu berupa wilayah jernih di sekeliling cakram kertas yang mengandung larutan Zn, larutan
kitosan, larutan kitosan nanopartikel dan larutan kitosan nanopartikel yang bermuatan ion logam Zn
2+
dengan menggunakan jangka sorong.
4.1.1 Uji Aktivitas Antibakteri
Data hasil pengukuran diameter zona hambat kitosan nanopartikel terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Diameter Zona Hambat mm Kitosan Nanopartikel Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Sampel Diameter Zona Hambat
E.coli S.aureus Larutan Zn
6,3 6,2
Larutan Kitosan 7,2
7,0 Larutan Kitosan Nanopartikel
11,1 8,4 Larutan Kitosan Nanopartikel + Zn
14,3 11,4
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Mencari Nilai Indeks Antimikrobial dari Kitosan Nanopartikel Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus.
Dari pengukuran diameter zona hambat dihasilkan indeks antimikrobial kitosan
nanopartikel terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus
berdasarkan rumus.
Dengan diameter cakram = 0,6 cm 6 mm Indeks antimikrobial terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
Aureus dapat dilihat pada tabel 4.2 dimana perhitungannya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4.2 Indeks Antimikrobial Kitosan Nanopartikel Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus
Sampel Indeks Antimikrobial
E.coli S.aureus Larutan Zn
0,05 0,03
Larutan Kitosan 0,20
0,16 Larutan Kitosan Nanopartikel
0,85 0,40 Larutan Kitosan Nanopartikel + Zn
1,38 0,90
Universitas Sumatera Utara
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pembuatan Kitosan Nanopartikel
Pembuatan kitosan nanopartikel dilakukan dengan melarutkan kitosan di dalam asam asetat 1 dan diaduk hingga homogen untuk memperoleh larutan kitosan.
Penambahan larutan tripolifosfat ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan. Ditempatkan dalam ultrasonik bath untuk memecah partikel-
partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Disentrifugasi pada 1.200 rpm untuk memisahkan gel kitosan dari larutannya. Endapan yang berupa gel kitosan
dimasukkan ke dalam freeze dryer sehingga diperoleh serbuk kitosan nanopartikel.
Kitosan nanopartikel yang dihasilkan dianalisa dengan menggunakan SEM Scanning Elektron Microscopy. Dari hasil SEM pada gambar 4.3 menunjukkan
bahwa kitosan yang dihasilkan memiliki ukuran 200 nm dan dapat digolongkan ke dalam nanopartikel karena sesuai dengan pengertian nanopartikel yang
dijelaskan Mohanraj dan Chen 2006 yaitu nanopartikel adalah partikel yang memiliki ukuran 10-1000 nm. Nanopartikel dengan ukuran yang sangat kecil,
memiliki kelarutan yang lebih baik sehingga dapat lebih mudah dalam pengaplikasiannya.
4.3.2 Pembuatan Kitosan Nanopartikel yang Bermuatan Ion Logam Zn
2+
Kitosan nanopartikel yang dihasilkan dilarutkan dalam asam asetat 1. Ditambahkan logam Zn serbuk ZnO dan diaduk dengan stirer selama 12 jam
pada temperatur ruang. Dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada temperatur ruang hingga benar-benar kering. Kemudian dianalisa dengan FT-IR. Dari hasil
FT-IR kitosan nanopartikel lampiran dan kitosan nanopartikel yang bermuatan ion logam Zn
2+
terdapat perbedaan pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1651,07 tekuk N-H. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan intensitas gugus
NH
2
dari kitosan nanopartikel yang ditambahkan ion logam Zn
2+
. Diduga telah
Universitas Sumatera Utara
terjadi ikatan antara unsur nitrogen pada gugus amino yang mempunyai sepasang elektron yang dapat membentuk ikatan aktif dengan kation logam.
Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap logam golongan transisi. Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses
pengkompleksan membentuk kompleks logam kitosan dimana pertukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung Muzzarelli,
1973.
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Kitosan Nanopartikel O-H
C-H NH
C-O
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan Nanopartikel yang Bermuatan Ion Logam Zn
2+
4.3.3 Analisa Spektrum FT-IR
Analisa dengan spektroskopi FT-IR ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai perubahan gugus yang mengindikasikan terdapatnya interaksi secara
kimia. Pada polimer kitosan nanopartikel cangkang belangkas yang
dikarakterisasi terdapat beberapa gugus lain seperti ulur O-H, ulur N-H, ulur C-H, dan ulur C-O. Ulur O-H pada polimer nanokitosan cangkang belangkas terlihat
spektra yang membentuk pita melebar ke bawah sehingga ulur N-H yang juga terdapat pada daerah ini tidak dapat diamati. Adanya ulur N-H dapat diperjelas
dengan adanya tekuk N-H pada spektrum tersebut.
Spektrum tersebut menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang cm
-1
: 3417,86 N-H bending dan O-H stretching , 2877,79 C-H stretching, 1651,07 C=O amida, dan 1080,14 C-O. Munculnya puncak amida
O-H C-H
Zn-N-H C-O
Universitas Sumatera Utara
disebabkan kitosan cangkang belangkas yang digunakan mempunya derajat deasetilasi DD sebesar 82,5. Ulur C-H pada spektrum kitosan cangkang
belangkas tersebut berasal dari rantai utama polimer. Adanya ulur C-H tersebut akan diperkuat dengan tekukan C-H dari metil atau metilen. Namun dikarenakan
daerah tekuk C-H melebar maka sulit untuk diamati. Sedangkan ulur C-O berasal dari gugus metanol yang melekat pada rantai polimer.
4.3.4 Analisa Scanning Elektron Microcopy SEM
Analisa permukaan dilakukan dengan instrumen SEM ZEISS dan perbesaran yang diinginkan agar diperoleh foto yang baik dan jelas. Nanokitosan disinari dengan
pancaran elektron bertenaga 15 kV dengan perbesaran 50.000 x.
Dari hasil yang diperoleh, uji morfologi dengan menggunakan alat SEM menunjukkan bahwa nanokitosan yang dihasilkan memenuhi kriteria dari
nanoteknologi sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.3 dibawah ini dengan perbesaran 50.000 x. Nanopartikel adalah partikel yang memiliki ukuran 10-1000
nm, dimana sebagian atau keseluruhan komponen dari kitosan berukuran nanometer. Dari gambar hasil hasil analisa morfologi menunjukkan bahwa ukuran
partikel kitosan berkisar 200 nm.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Hasil SEM Kitosan Nanopartikel Dengan Perbesaran 50.000 x
4.3.5 Aktivitas Antibakteri
Pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas dilihat bahwa larutan Zn, larutan kitosan, larutan kitosan nanopartikel dan larutan kitosan nanopartikel yang bermuatan ion
logam Zn
2+
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Kitosan nanopartikel lebih aktif menghambat
pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dibandingkan koloni bakteri Staphylococcus aureus, hal ini dapat dilihat dari diameter zona bening yang
terbentuk disekeliling cakram yang diletakkan pada media pertumbuhan bakteri Escherichia coli lebih lebar daripada yang diletakkan pada media pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat sensitivitas dari bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus terhadap
larutan kitosan nanopartikel. Larutan kitosan nanopartikel memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri karena adanya gugus asam amino bebas
yang bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari mikroba.
Universitas Sumatera Utara
Diameter zona bening yang terbentuk terhadap bakteri semakin meningkat dari larutan nanokitosan dan larutan kitosan dengan penambahan logam Zn
dibandingkan dengan daya hambat dari larutan kitosan dan larutan Zn. Hal ini terjadi karena ukuran dari partikel nanokitosan lebih kecil sekitar 200 nm
sehingga lebih mudah masuk ke dalam dinding sel dari bakteri Escherichia coli yang berukuran 1,1-1,5
μm x 2,0-6,0 μm dan bakteri Staphylococcus aureus berukuran 0,5-1,5
μm. Dan semakin meningkat dengan penambahan Zn karena ZnO merupakan salah satu oksida logam yang memiliki efek yang baik sebagai
anti mikroorganisme.
Mekanisme kerja kitosan sebagai zat antimikroba adalah dengan merusak struktur-struktur utama dari sel mikroba seperti dinding sel, sitoplasma, ribosom
dan membrane sitoplasma. Dengan adanya larutan kitosan yang bersifat asam akan menyebabkan denaturasi protein. Keadaan ini menyebabkan inaktivasi
enzim, sehingga sistem metabolisme terganggu atau menjadi rusak dan akhirnya tidak ada aktivitas sel mikroba. Sebagai kation kitosan mempunyai potensi untuk
mengikat banyak komponen seperti protein. Muatan positif dari gugus NH
3 +
pada kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negative pada permukaan sel bakteri.
Helander et al, 2001.
Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan kelemahan kekuatan dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal dan pori-pori dinding sel
membesar. Hal ini mengakibatkan dinding sel tidak mampu mengatur pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel, kemudian membrane sel menjadi rusak dan
mengalami lisis sehingga aktivitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya akan mengalami kematian.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
- Nanokitosan yang dihasilkan dari cangkang belangkas memenuhi kriteria
dari nanoteknologi, karena memiliki diameter 200 nm sebagaimana terlihat pada analisa morfologi.
- Aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli lebih sensitif
daripada terhadap Stapylococcus aureus dan diameter zona bening semakin besar dengan adanya penambahan logam Zn ke dalam larutan
nanokitosan. Diameter zona bening dan indeks antimikrobial terhadap bakteri Escherichia coli 14,3 mm dan 1,38 sedangkan untuk bakteri
Stapylococcus aureus 11,4 mm dan 0,90.
5.2 Saran