24
Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik
2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik
4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan
2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel
Prinsip  kerja  mesin  diesel  4  tak  sebenarnya  sama  dengan  prinsip  kerja mesin  otto,  yang  membedakan  adalah  cara  memasukkan  bahan  bakarnya.  Pada
mesin  diesel  bahan  bakar  di  semprotkan  langsung  ke  ruang  bakar  dengan menggunakan  injector.  Dibawah  ini  adalah  langkah  dalam  proses  mesin  diesel  4
langkah :
1. Langkah Isap Pada  langkah  ini  piston  bergerak  dari  TMA  Titik  Mati  Atas  ke  TMB
Titik  Mati  Bawah.  Saat  piston  bergerak  ke  bawah  katub  buang  tertutup  dan katup  isap  terbuka  yang  menyebabkan  tekanan  udara  di  dalam  silinder  seketika
lebih  rendah  dari  tekanan  atmosfer  ,sehingga  udara  murni  langsung  masuk  ke ruang silinder melalui filter udara.
2. Langkah kompresi Pada langkah ini piston bergerak dari TMB menuju TMA dan kedua katup
tertutup. Sehingga udara yang ada pada ruang bakar di kompres sehingga tekanan dan temperatur naik hingga mencapai titik nyala bahan bakar
3. Langkah Usaha Pada  langkah  ini  kedua  katup  masih  tertutup,  bahan  bakar  di  semprotkan
ke ruang bakar, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi  ledakan  pembakaran  yang  akan  meningkatkan  suhu  dan  tekanan  di  ruang
bakar.  Tekanan  yang  besar  tersebut  akan  mendorong  piston  ke  bawah  yang
Universitas Sumatera Utara
25
menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya radial putar.
4. Langkah Buang Pada  langkah  ini,  gaya  yang  masih  terjadi  di  flywheel  akan  menaikkan
kembali  piston  dari  TMB  ke  TMA,  bersamaan  itu  juga  katup  buang  terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju
exhaust manifold dan langsung menuju knalpot Begitu  seterusnya  sehingga  terjadi  siklus  pergerakan  piston  yang  tidak
berhenti.  Siklus  ini  tidak  akan  berhenti  selama  faktor  yang  mendukung  siklus tersebut  tidak  ada  yang  terputus.  Untuk  lebih  jelas,  prinsip  kerja  mesin  diesel
dapat dilihat pada gambar 2.6.
Langkah isap    Langkah kompresi    Langkah usaha     Langkah Buang
Gambar 2.6 Prinsip Kerja Mesin Diesel [Lit.11,hal 10] 2.4.2 Performansi Mesin Diesel
1. Nilai Kalor Bahan Bakar.
Reaksi  kimia  antara  bahan  bakar  dengan  oksigen  dari  udara  menghasilkan panas.  Besarnya  panas  yang  ditimbulkan  jika  satu  satuan  bahan  bakar  dibakar
sempurna  disebut  nilai  kalor  bahan  bakar  Calorific  Value,  CV.  Berdasarkan asumsi  ikut  tidaknya  panas  laten  pengembunan  uap  air  dihitung  sebagai  bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai  kalor  atas  High  Heating  Value,HHV,  merupakan  nilai  kalor  yang diperoleh  secara  eksperimen  dengan  menggunakan  kalorimeter  dimana  hasil
Universitas Sumatera Utara
26
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap  air  yang  terbentuk  dari  pembakaran  hidrogen  mengembun  dan  melepaskan
panas  latennya.  Secara  teoritis,  besarnya  nilai  kalor  atas  HHV  dapat  dihitung bila  diketahui  komposisi  bahan  bakarnya  dengan  menggunakan  persamaan
Dulong yang ditunjukkan pada persamaan 2.1 di bawah ini: ���  =  33950  +  144200 �2 −
2
8
+  9400   ..................................... 2.1 Dimana: HHV = Nilai kalor atas kJkg
H
2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar O
2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar S
= Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah low Heating Value, LHV, merupakan nilai kalor bahan bakar  tanpa  panas  laten  yang  berasal  dari  pengembunan  uap  air.  Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15  yang berarti setiap satu satuan  bahan  bakar,  0,15  bagian  merupakan  hidrogen.  Pada  proses  pembakaran
sempurna, uap air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.
Selain  berasal  dari  pembakaran  hidrogen,  uap  air  yang  terbentuk  pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam  bahan  bakar  moisture.  Panas  laten  pengkondensasian  uap  air  pada tekanan  parsial  20  kNm
2
tekanan  yang  umum  timbul  pada  gas  buang  adalah sebesar  2400  kJkg,  sehingga  besarnya  nilai  kalor  bawah  LHV  dapat  dihitung
berdasarkan persamaan 2.2. berikut : ��  =  ��� –  2400    +  9 �
2
............................................................. 2.2 Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah kJkg
M      = Persentase kandungan air dalam bahan bakar moisture
Dalam  perhitungan  efisiensi  panas  dari  motor  bakar,  dapat  menggunakan nilai  kalor  bawah  LHV  dengan  asumsi  pada  suhu  tinggi  saat  gas  buang
meninggalkan  mesin  tidak  terjadi  pengembunan  uap  air.  Namun  dapat  juga menggunakan  nilai  kalor  atas  HHV  karena  nilai  tersebut  umumnya  lebih  cepat
Universitas Sumatera Utara
27
tersedia.  Peraturan  pengujian  berdasarkan  ASME  American  of  Mechanical Enggineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV, sedangkan peraturan
SAE  Society  of  Automotive  Engineers  menentukan  penggunaan  nilai  kalor bawah LHV.
2. Daya Poros
Daya  mesin  adalah  besarnya  kerja  mesin  selama  waktu  tertentu.  Pada motor  bakar  daya  yang  berguna  adalah  daya  poros,  dikarenakan  poros  tersebut
menggerakan  beban.  Daya  poros  dibangkitkan  oleh  daya  indikator  ,  yang merupakan  daya  gas  pembakaran  yang  menggerakan  torak  selanjutnya
menggerakan  semua  mekanisme,  sebagian  daya  indikator  dibutuhkan  untuk mengatasi  gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan
antara  poros  dan  bantalan.  Prestasi  motor  bakar  pertama-tama  tergantung  dari daya  yang  dapat  ditimbulkannya.  Semakin  tinggi  frekuensi  putar  motor  makin
tinggi  daya  yang  diberikan  hal  ini  disebabkan  oleh  semakin  besarnya  frekuensi semakin  banyak  langkah  kerja  yang  dialami  pada  waktu  yang  sama.  Dengan
demikian besar daya poros itu ditunjukkan pada persamaan 2.3 : =
2 �.  .
60 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.3
Dimana : P
B
= daya  W T = torsi  Nm
n = putaran mesin  rpm
3. Torsi
Torsi  adalah  perkalian  antara  gaya  dengan  jarak.  Selama  proses  usaha maka  tekanan-tekanan  yang  terjadi  di  dalam  silinder  motor  menimbulkan  suatu
gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi
pada  poros  engkol.  Untuk  mengetahui  besarnya  torsi  digunakan  alat
Universitas Sumatera Utara
28
dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan  maksud  mendapatkan  keluaran  dari  motor  pembakaran  dengan  cara
menghubungkan  poros  motor  pembakaran  dengan  poros  dynamometer  dengan menggunakan  kopling  elastik.  Untuk  mencari  daya  dan  torsi  ditunjukkan  oleh
persamaan 2.4 dan 2.5 di bawah ini. =
2 �.    .
60 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . 2.4
= . 60
2 �. … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
2.5 Dimana :
T = Torsi  Nm P
B
= Daya W n = Putaran RPM
4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik SFC
Konsumsi  bahan  bakar  spesifik  merupakan  salah  satu  parameter  prestasi yang  penting  di  dalam  suatu  motor  bakar.  Parameter  ini  biasa  dipakai  sebagai
ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Untuk mencari konsumsi bahan bakar spesifik ditunjukkan
oleh persamaan 2.6 di bawah ini: � =
� 10
3
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.6
ṁ
f
= � 8 � 10
−3
� 3600 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.7 Dengan :
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik gkw.h P
B
= daya W ṁ
f
= konsumsi bahan bakar kgh
Universitas Sumatera Utara
29
sgf = spesicific gravity t = waktu jam
5. Efisiensi Termal
Kerja  berguna  yang  dihasilkan  selalu  lebih  kecil  dari  pada  energi  yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis
mechanical losses. Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum  yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga
sebagai efisiensi termal brake thermal efficiency, η
b
. Jika daya keluaran P
B
dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar m
f
dalam satuan kgjam, maka untuk mencari effesiensi termal ditunjukkan pada persamaan
2.8 di bawah ini � =
. �
�3600 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . 2.8 η
b
=effisiensi thermal P
B
= daya W ṁ
f
= konsumsi bahan bakar Cv = nilai kalor bahan bakar
6. Heat Loss in Exhaust
Heat loss in  exhaust atau dapat dikatakan sebagai besar kehilangan energi yang  terjadi  akibat  adanya  aliran  gas  panas  buang  dari  exhaust  manifold  ke
lingkungan. Gas buang ini berupa aliran gas panas. Besarnya Heat Loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9 di
bawah ini. �
= +    ×
× –    ……….……………………2.9
dimana: =laju aliran udara
Universitas Sumatera Utara
30
= laju aliran bahan bakar Te = suhu gas keluar exhaust manifold
Ta = Suhu lingkungan 27
o
C Cp=Panas speseifik Fluida KjKgK dimana cp yang digunakan adalah cp udara
pada temperature 27
o
C yaitu sebesar 1.005 KjKgK [lit 23] Untuk mengetahui persentase heat loss, maka dilakukan perbandingan antara
besarnya heat loss dengan energi yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar dimana ditunjukkan pada persamaan 2.10.
� =
� ×
�� … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 2.10
1.  Emisi Gas Buang
Untuk  mesin  Diesel  emisi  gas  buang  yang  dilihat  adalah  opasitas ketebalan  asap.    Adapun  Standart  nilai  opasitas  berdasarkan
peraturan  menteri negara  lingkungan  hidup  nomor  21  tahun  2008  tentang  ambang  batas  emisi  gas
buang  untuk  mesin  stasioner  pembangkit  tenaga  ditunjukkan  dalam  tabel  2.5  di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 2.5 Standard Emisi Gas Buang [Lit.12]
Universitas Sumatera Utara
32
Polutan  dibedakan  menjadi  organik  dan  inorganik.  Polutan  organik mengandung  karbon  dan  hidrogen,  juga  beberapa  elemen  seperti  oksigen,  sulfur
atau  fosfor.  Contohnya  hidrokarbon,  alkohol,  ester  dan  lain-lain.  Polutan inorganik  seperti  karbon  monoksida  CO,  karbonat,  nitrogen  oksida,  ozon  dan
lain-lain. Polutan dibedakan menjadi Partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan,  dan  cairan  seperti  debu,  asap,  abu,  kabut  dan  spray.  Partikulat  dapat bertahan di atmosfer sedangkan Polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan
bercampur dengan udara bebas. a. Partikulat
Polutan  partikulat  yang  berasal  dari  kendaraan  bermotor  umumnya merupakan  fasa  padat  yang  terdispersi  dalam  udara  dan  magnetik  asap.  Fasa
padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara sehingga  terjadi  tingkat  ketebalan  asap  yang  tinggi.  Selain  itu  Partikulat  juga
mengandung  timbal  yang  merupakan  bahan  aditif  untuk  meningkatkan  kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin  kendaraan.  Apabila  butir-butir bahan bakar
yang terjadi pada penyemprotan ke dalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir-butir  berkumpul  menjadi  satu  maka  akan  terjadi  dekomposisi  yang
menyebabkan  terbentuknya  karbon-karbon  padat  atau  angus.  Hal  ini  disebabkan karena  pemanasan  udara  yang  bertemperatur  tinggi  tetapi  penguapan  dan
pencampuran  bahan  bakar  dengan  udara  yang  ada  didalam  silinder  tidak  dapat berlangsung sempurna terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar
disemprotkan  yaitu  pada  waktu  daya  motor  akan  diperbesar  misalnya  untuk akselerasi  maka  terjadinya  angus  itu  tidak  dapat  dihindarkan.  Jika  angus  yang
terjadi itu terlalu banyak maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna hitam.
b. UHC Unburned Hidrocarbon Hidrokarbon  yang  tidak  terbakar  dapat  terbentuk  tidak  hanya  karena
campuran  udara  bahan  bakar  yang  gemuk,  tetapi  bisa  saja  pada  campuran  kurus bila  suhu  pembakarannya  rendah  dan  lambat  serta  bagian  dari  dinding  ruang
pembakarannya  yang  dingin  dan  agak  besar.  Motor  memancarkan  banyak hidrokarbon jika baru saja dihidupkan atau berputar bebas atau pemanasan.
Universitas Sumatera Utara
33
Pemanasan  dari  udara  yang  masuk  dengan  menggunakan  gas  buang meningkatkan  penguapan  dari  bahan  bakar  dan  mencegah  pemancaran
hidrokarbon.  Jumlah  hidrokarbon  tertentu  selalu  ada  dalam  penguapan  bahan bakar  ditangki  bahan  bakar  dan  dari  kebocoran  gas  yang  melalui  celah  antara
silinder  dari  torak  masuk  kedalam  poros  engkol  yang  disebut  dengan  blow  by gasses  gas  lalu.  Pembakaran  tak  sempurna  pada  kendaraan  juga  akan
menghasilkan  gas  buang  yang  mengandung  hidrokarbon.  Hal  ini  pada  motor diesel  terutama  disebabkan  oleh  campuran  lokal  udara  bahan  bakar  tidak  dapat
mencapai batas mampu bakar. c. Carbon Monoksida CO
Karbon  dan  oksigen  dapat  bergabung  membentuk  senyawa  karbon monoksida  CO  sebagai  hasil  pembakaran  yang  tidak  sempurna  dan  karbon
dioksida  CO2  sebagai  hasil  pembakaran  sempurna.  Karbon  monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal
berbentuk  gas  yang  tidak  berwarna.  Gas  ini  akan  dihasilkan  bila  karbon  yang terdapat  dalam  bahan  bakar  kira-kira  85  dari  berat  dan  sisanya  hidrogen
terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara  bahan  bakar  lebih  gemuk  daripada  campuran  stoikiometris  dan  terjadi
selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak  dapat  dihilangkan  jika  campuran  udara  bahan  bakar  gemuk,  bila  campuran
kurus karbon monoksida tidak terbentuk. d. Nitrogen Oksida NOX
Senyawa  nitrogen  oksida  yang  sering  menjadi  pokok  pembahasan  dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung
ke  udara  bebas  dari  hasil  pembakaran  bahan  bakar.  Nitrogen  monoksida  NO merupakan gas berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Gas NO merupakan
gas  yang  berbahaya  karena  mengganggu  syaraf  pusat.  Gas  NO  terjadi  karena adanya reaksi antara ion
– ion N
2
dan O
2
Universitas Sumatera Utara
34
2.4.3. Polutan Mesin Diesel