D.  Tujuan Penelitian
Tujuan  yang  ingin  dicapai  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  mengetahui bagaimana  sebenarnya  persepsi  pemilih  pemula  terhadap  partai  politik.  Hal  ini
terkait dengan partai politik yang berperan besar dalam sebuah sistem Demokrasi. Namun  keadaan  partai  politik  itu  sendiri  di  Indonesia  mulai  kehilangan
kepercayaan  oleh  masyarakat.  Sehingga  nantinya  dapat  diputuskan  apakah  perlu adanya  langkah-langkah  tertentu  yang  harus  diambil  dalam  menyikapi  generasi
muda  sekarang  untuk  melanjutkan  proses  Demokratisasi  di  negara  ini  terkait dengan hasil penelitian ini nantinya.
E.  Signifikansi Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan sebaiknya memiliki manfaat, baik itu besar maupun  kecil  dampaknya.  Adapun  manfaat  yang  diharapkan  dengan  adanya
penelitian ini antara lain: 1.
Penelitian  ini  dijadikan  penulis  sebagai  sarana  untuk  mengembangkan kemampuan  berpikir  dan  kompetensi  dalam  menulis  karya  ilmiah
sekaligus  sebagai  syarat  untuk  menyelesaikan  pendidikan  Strata  Satu  di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Penelitian  ini  secara  akademis  diharapkan  dapat  menambah  objek  kajian
penelitian ilmu  politik  khususnya di  Departemen  Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta menjadi salah satu sumber referensi bagi penelitian-
penelitian berikutnya.
F.  Kerangka Teori Persepsi
Persepsi  adalah  pengalaman  tentang  objek,  peristiwa  atau  hubungan- hubungan  yang  diperoleh  dengan  menyimpulkan  informasi  dan  menafsirkan
Universitas Sumatera Utara
pesan.
4
Persepsi timbul karena adanya dua faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal antaranya tergantung pada proses pemahaman sesuatu termasuk di
dalamnya sistem nilai tujuan, kepercayaan dan tanggapannya terhadap hasil yang dicapai.  Faktor  eksternal  berupa  lingkungan.
5
Persepsi  pada  hakikatnya  adalah proses  kognitif  yang  dialami  oleh  setiap  orang  didalam  memahami  informasi
tentang  lingkungannya,  baik  lewat  penglihatan,  pendengaran,  penghayatan, perasaan,  penciuman.  Kunci  untuk  memahami  persepsi  adalah  terletak  pada
pengenalan  bahwa  persepsi  itu  merupakan  suatu  penafsiran  yang  unik  terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
6
Menurut  pendapat  David  Krech  secara  ringkas  dapat  disimpulkan  bahwa persepsi  adalah  suatu  proses  kognitif  yang  komplek  dan  menghasilkan  suatu
gambar  unik  tentang  kenyataan  yang  barangkali  sangat  berbeda  dari kenyataannya. Menurut Fred Luthans persepsi itu adalah lebih kompleks dan luas
kalau dibandingkan dengan penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang  sulit  dari  kegiatan  seleksi,  penyusunan,  dan  penafsiran.  Walaupun  persepsi
sangat  bergantung  pada  penginderaan  data,  proses  kognitif  barangkali  bisa menyaring,  menyederhanakan,  atau  mengubah  secara  sempurna  data  tersebut.
Dengan  kata  lain  proses  persepsi  dapat  menambah,  dan  mengurangi  kejadian senyatanya yang diinderakan oleh seseorang.
7
Ada beberapa subproses dalam persepsi ini, dan yang dapat dipergunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif.
Subproses pertama yang dianggap penting ialah stimulus, atau situasi yang hadir. Mula  terjadinya  persepsi  diawali  ketika  seseorang  dihadapkan  dengan  suatu
situasi  atau  suatu  stimulus.  Situasi  yang  dihadapi  itu  mungkin  bisa  berupa stimulus  penginderaan  dekat  dan  langsung  atau  berupa  bentuk  lingkungan
4
Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. hal. 51.
5
Miftah Thoha. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2010. hal. 139.
6
Ibid. hal. 142.
7
Ibid. hal. 143-144.
Universitas Sumatera Utara
sosiokultur  dan  fisik  yang  menyeluruh.  Subproses  selanjutnya  adalah  registrasi, interpretasi, dan umpan balik feedback. Dalam masa registrasi suatu gejala yang
nampak adalah mekanisme fisik  yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi
persepsi. Dalam  hal  ini  seseorang  mendengar  atau  melihat  informasi  terkirim
kepadanya.  Mulailah  ia  mendaftar  semua  informasi  yang  terdengar  atau  terlihat padanya.  Setelah  terdaftarnya  semua  informasi  yang  sampai  kepada  seseorang
subproses  berikut  yang  bekerja  ialah  interpretasi.  Interpretasi  merupakan  aspek kognitif  dari  persepsi  yang  amat  penting.  Proses  interpretasi  ini  tergantung  pada
cara  pendalaman  learning,  motivasi,  dan  kepribadian  seseorang.  Pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang akan berbeda dengan orang lain. Oleh karena
itu, interpretasi  terhadap sesuatu  informasi  yang sama , akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Disinilah letak sumber perbedaan pertama dari persepsi,
dan  itulah  sebabnya  mengapa  interpretasi  merupakan  subproses  yang  penting. Subproses  terakhir  adalah  umpan  balik  feedback.  Subproses  ini  dapat
mempengaruhi persepsi seseorang.
8
Faktor-faktor  yang  dapat  mempengaruhi  pengembangan  persepsi seseorang antara lain:
9
1. Psikologi
Persepsi  seseorang  mengenai  segala  sesuatu  di  alam  dunia  ini  sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.
2. Famili
Pengaruh  yang  paling  besar  terhadap  anak-anak  adalah  familinya. Orang  tua  yang  telah  mengembangkan  suatu  cara  yang  khusus  didalam
8
Ibid. hal. 145-146
9
Ibid. hal. 147-148
Universitas Sumatera Utara
memahami  dan  melihat  kenyataan  di  dunia  ini,  banyak  sikap  dan  persepsi- persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu  faktor  yang  kuat  didalam  mempengaruhi  sikap,  nilai  dan  cara  seseorang
memandang dan memahami keadaan dunia ini. Adapun  prinsip-prinsip  pemilihan  persepsi  berdasarkan  faktor-faktor
perhatian dari luar juga dapat mempengaruhi proses seleksi persepsi yaitu:
10
1. Intensitas
Prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar  intensitas  stimulus  dari  luar,  layaknya  semakin  besar  pula  hal-hal  itu
dapat dipahami to be perceived. 2.
Keberlawanan atau kontras Prinsip  keberlawanan  ini  menyatakan  bahwa  stimuli  luar  yang
penampilannya  berlawanan  dengan  latar  belakangnya  atau  sekelilingnya  atau yang  sama  sekali  diluar  sangkaan  orang  banyak,  akan  menarik  banyak
perhatian. 3.
Pengulangan repetition Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang
akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat.
4. Baru dan familier
Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. Obyek atau
peristiwa  baru  dalam  tatanan  yang  sudah  dikenal,  atau  obyek  atau  peristiwa yang  sudah  dikenal  dalam  tatanan  yang  baru  akan  menarik  perhatian
pengamat.
10
Ibid. hal. 149-154
Universitas Sumatera Utara
Pemilih Pemula
Pemilih  pemula  adalah  pemilih  yang  baru  pertama  kali  melakukan penggunaan hak pilihnya.
11
Mereka biasanya  adalah pelajar berusia 17-21 tahun, namun  ada  juga  kalangan  muda  lainnya  yang  baru  pertama  kali  akan
menggunakan  hak  pilihnya  dalam  pemilu  yakni  para  mahasiswa  semester  awal dan  kelompok  pemuda  lainnya  yang  pada  pemilu  periode  sebelumnya  belum
genap  berusia  17  tahun.  Sedangkan  pemilih  itu  sendiri  diartikan  sebagai  semua pihak  yang  menjadi  tujuan  utama  dari  semua  pihak  yang  menjadi  tujuan  utama
para  kontestan  untuk  mereka  pengaruhi  dan  yakinkan  agar  mendukung  dan kemudian  memberikan  suaranya  kepada  kontestan  yang  bersangkutan.  Pemilih
dalam  hal  ini  dapat  berupa  konstituen  maupun  masyarakat  pada  umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi
tertentu  yang  kemudian  termanifestasikan  dalam  institusi  politik  seperti  partai politik.
12
Pemilih  diartikan  sebagai  kelompok  masyarakat  yang  menurut  undang- undang  merupakan  para  warga  yang  sah  dan  berhak  memberikan  suara  sewaktu
pemilihan umum.
13
Adapun  syarat-syarat  yang  harus  dimiliki  seseorang  untuk  dapat  menjadi pemilih adalah:
14
1. Warga  Negara  Indonesia  yang  berusia  17  tahun  atau  lebih  atau
sudahpernah kawin. 2.
Tidak sedang terganggu jiwaingatannya 3.
Terdaftar sebagai pemilih 4.
Bukan anggota TNIPolri 5.
Tidak sedang dicabut hak pilihnya 6.
Terdaftar di Daftar Pemilih Tetap DPT
11
Sekretariat Jenderal KPU. Op. Cit. hal. 48.
12
Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman Dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. hal. 87.
13
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. hal. 221.
14
Sekretariat Jenderal KPU. Modul 2: Siap Menjadi Pemilih. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum. 2010. hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
7. Khusus  untuk  pemilukada  calon  pemilih  harus  berdomisili  sekurang-
kurangnya 6 enam bulan di daerah yang bersangkutan Secara  psikologis,  pemilih  pemula  memiliki  karakteristik  yang  berbeda
dengan  orang-orang  tua  pada  umumnya.  Misalnya  kritis,  mandiri,  independen, anti status quo atau tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya.
Karakteristik  itu  cukup  kondusif  untuk  membangun  komunitas  pemilih  cerdas dalam  pemilu  yakni  pemilih  yang  memiliki  pertimbangan  rasional  dalam
menentukan  pilihannya.  Misalnya  karena  integritasnya,  track  record-nya  atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam
pemilu,  pemilih  pemula  perlu  mengetahui  dan  memahami  berbagai  hal  yang terkait  dengan  pemilu.  Misalnya  untuk  apa  pemilu  diselenggarakan,  apa  saja
tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tatacara menggunakan  hak  pilih  dalam  pemilu  dan  sebagainya.  Pertanyaan  itu  penting
diajukan  agar  pemilih  pemula  cerdas  dalam  menentukan  pilihan  politiknya  di setiap pemilu.
15
Adapun konfigurasi pemilih dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
16
1. Pemilih Rasional
Dalam konfigurasi ini, pemilih memiliki orientasi tinggi pada “policy-
problem-solving ”  dan  berorientasi  rendah  untuk  faktor  ideologi.  Pemilih
dalam  hal  ini  lebih  mengutamakan  kemampuan  partai  politik  atau  calon kontestan dalam program kerjanya. Program kerja atau “platform” partai bisa
dianalisis  dalam  dua  hal:  1  kinerja  partai  di  masa  lampau  back-ward looking,  dan  2  tawaran  program  untuk  menyelesaikan  permasalahan
nasional  yang  ada  forward  looking.  Kedua  hal  tersebut  sama-sama memengaruhi  pemilih.  Mereka  tidak  hanya  melihat  program  kerja  atau
“platform”  partai  yang  berorientasi  ke  masa  depan,  tetapi  juga  menganalisis
15
Sumarno. Op. Cit.
16
Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Op.Cit. hal. 120-125
Universitas Sumatera Utara
apa  saja  yang  telah  dilakukan  partai  tersebut  di  masa  lampau.  Kinerja  partai atau  calon  kontestan  biasanya  termanifestasikan  pada  reputasi  dan  “citra”
image yang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini yang lebih utama bagi  partai  politik  dan  kontestan  adalah  mencari  cara  agar  mereka  bisa
membangun reputasi di depan publik dengan mengedepankan kebijakan untuk mengatasi permasalahan nasional.
2. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan  partai  politik  atau  seorang  kontestan  dalam  menuntaskan
permasalahan  bangsa  maupun  tingginya  orientasi  mereka  akan  hal-hal  yang bersifat  ideologis.  Pentingnya  ikatan  ideologis  membuat  loyalitas  pemilih
terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah “rational voters” untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih
jenis  ini  bisa  terjadi  melalui  dua  mekanisme.  Pertama,  jenis  pemilih  ini menjadikan  nilai  ideologis  sebagai  pijakan  untuk  menentukan  kepada  partai
politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka  akan mengkritisi kebijakan yang akan dan telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya,
pemilih  tertarik  dulu  dengan  program  kerja  yang  ditawarkan  sebuah  partai kontestan  baru  kemudian  mencoba  memahami  nilai-nilai  dan  paham  yang
melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. 3.
Pemilih Tradisional Pemilih  dalam  jenis  ini  memiliki  jenis  orientasi  ideologi  yang  sangat
tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai  sesuatu  yang  penting  dalam  pengambilan  keputusan.  Pemilih
tradisional  sangat  mengutamakan  kedekatan  sosial-budaya,  nilai,  asal-usul, paham,  dan  agama  sebagai  ukuran  untuk  memilih  sebuah  partai  politik.
Kebijakan  semisal  ekonomi,  kesejahteraan,  pemerataan  pendapatan  dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua.
Mereka  tidak  terlalu  memusingkan  diri  pada  kebijakan  apa  yang  telah dilakukan partai politik yang mereka dukung. Biasanya pemilih jenis ini lebih
Universitas Sumatera Utara
mengutamakan  figur  dan  kepribadian  pemimpin,  mitos  dan  nilai  historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar
pemilih jenis ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut.
4. Pemilih Skeptis
Pemilih keempat adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi yang  cukup  tinggi  dengan  sebuah  partai  politik  atau  seorang  kontestan,  juga
tidak  menjadikan  kebijakan  sebagai  sesuatu  yang  penting.  Keinginan  untuk terlibat  dalam  sebuah  partai  politik  pada  pemilih  jenis  ini  sangat  kurang,
karena  ikatan  ideologis  mereka  memang  rendah  sekali.  Mereka  juga  kurang memedulikan “platform” dan kebijakan sebuah partai politik. Golongan Putih
Golput  di  Indonesia  atau  dimanapun  sangat  didominasi  oleh  pemilih  jenis ini.  Kalaupun  berpartisipasi  dalam  pemungutan  suara,  biasanya  mereka
melakukannya  secara  acak  atau  random.  Mereka  berkeyakinan  bahwa siapapun  dan  partai  apapun  yang  memenangkan  pemilu  tidak  akan  bisa
membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu mereka tidak  memiliki  ikatan  emosional  dengan  sebuah  partai  politik  atau  seorang
kontestan.
Partai Politik
Partai  politik  adalah  sekelompok  orang  memiliki  ideologi  sama,  berniat merebut  dan  mempertahankan  kekuasaan  dengan  tujuan  untuk  yang  menurut
pendapat mereka pribadi paling idealis memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level  tingkat  negara.
17
Partai  politik  kemudian  didefinisikan  sebagai  organisasi publik
yang bertujuan
untuk membawa
pimpinannya berkuasa
dan memungkinkan para pendukungnya politisi untuk mendapatkan keuntungan dari
dukungan  tersebut.
18
Menurut  Joseph  Lapalomba  dan  Myron  Weiner,  partai politik merupakan a creature of modern and modernizing political system. Partai
17
Inu Kencana, Azhari. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2005. hal. 78.
18
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Op. Cit. 2008. hal 66.
Universitas Sumatera Utara
politik  memang  lahir  dan  berkembang  ketika  gejala  modernisasi  sedang berkembang  di  Eropa,  setelah  revolusi  industri.
19
untuk  mengetahui  secara  lebih jelas  mengenai  partai  politik,  dapat  dilihat  definisi  partai  politik  menurut  para
ahli:
20
Menurut  Carl  Friederich,  partai  politik  merupakan  sekelompok manusia  yang  terorganisir  yang  stabil  dengan  tujuan  merebut  atau
mempertahankan  penguasaan  pemerintah  bagi  pimpinan  partai  dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya,
baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya. Menurut Roger Soltau, partai politik adalah sekelompok warga negara
yang  terorganisir  yang  bertindak  sebagai  satu  kesatuan  politik  dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk
memilih, bertujuan
menguasai pemerintahan dan melakukan kebijakan mereka sendiri.
Menurut Sigmund  Neumann,  partai  politik merupakan organisasi  dari aktifitas politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan dengan merebut
dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan- golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Sedangkan  pengertian  partai  politik  yang  ada  di  Indonesia  adalah organisasi  yang  bersifat  nasional  dan  dibentuk  oleh  sekelompok  warga  negara
indonesia  secara  sukarela  atas  dasar  kesamaan  kehendak  dan  cita-cita  untuk memperjuangkan  dan  membela  kepentingan  politik  anggota,  masyarakat,  bangsa
dan  negara,  serta  memelihara  keutuhan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia
tahun 1945.
21
19
Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. hal. 64.
20
Inu Kencana. Op. Cit. hal. 77-78.
21
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
Universitas Sumatera Utara
Peran  dan  fungsi  partai  politik  dapat  dibedakan  menjadi  dua.  Pertama, peran  dan  tugas  internal  organisasi.  Dalam  hal  ini  organisasi  partai  politik
memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi, pembekalan, kaderisasi dan melanggengkan  ideologi  politik  yang  menjadi  latar  belakang  pendirian  partai
politik. Kedua, partai politik juga mengemban tugas yang lebih bersifat eksternal organisasi.  Disini  peran  dan  fungsi  organisasi  partai  politik  terkait  dengan
masyarakat  luas,  bangsa  dan  negara,  kehadiran  partai  politik  juga  memiliki tanggung  jawab  konstitusional,  moral,  dan  etika  untuk  membawa  kondisi  dan
situasi masyarakat menjadi lebih baik.
22
Berdasarkan  kajian  literatur  yang  ada  setidaknya  terdapat  lima  fungsi dasar dari partai politik, yaitu:
23
1. Fungsi Artikulasi Kepentingan
Artikulasi  kepentingan  adalah  suatu  proses  input  berbagai  kebutuhan, tuntutan  dan  kepentingan  melalui  wakil-wakil  kelompok  yang  masuk  dalam
lembaga  Legislatif,  agar  kepentingan,  tuntutan  dan  kebutuhan  kelompoknya dapat  terwakili  dan  terlindungi  dalam  kebijakan  publik.  Pemerintah  dalam
mengeluarkan  suatu  keputusan  dapat  bersifat  menolong  masyarakat  dan  bisa pula dinilai sebagai kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat.
Oleh  karena  itu,  warga  negara  atau  setidak-tidaknya  wakil  dari  suatu kelompok  harus  berjuang  untuk  mengangkat  kepentingan  dan  tuntutan
kelompoknya,  agar  dapat  dimasukkan  kedalam  agenda  kebijakan  negara. Wakil  kelompok  yang  mungkin  gagal  dalam  melindungi  kepentingan
kelompoknya akan dianggap menggabungkan kepentingan kelompok, dengan demikian keputusan atau kebijakan tersebut dianggap merugikan kepentingan
kelompoknya. 2.
Fungsi Agregasi Kepentingan
22
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Op. Cit. hal. 69-70.
23
Fadilah Putra. Partai Politik Dan Kebijakan Publik. Yoyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. hal. 15-20.
Universitas Sumatera Utara
Agregasi  kepentingan  merupakan  cara  bagaimana  tuntutan-tuntutan yang  dilancarkan  oleh  kelompok-kelompok  yang  berbeda,  digabungkan
menjadi alternatif-alternatif
pembuatan kebijakan
publik. Agregasi
kepentingan  dijalankan  dalam  “sistem  politik  yang  tidak  membolehkan persaingan  partai  secara  terbuka,  fungsi  organisasi  itu  terjadi  di  tingkat  atas,
mampu  dalam  birokrasi  dan  berbagai  jabatan  militer  sesuai  dari  rakyat  dan konsumen.”  Dalam  masyarakat  Demokratis,  partai  menawarkan  program
politik  dan  menyampaikan  usul-usul  pada  badan  legislatif,  dan  calon-calon yang  diajukan  untuk  jabatan  pemerintahan  mengadakan  tawar-menawar
bargaining  pemenuhan  kepentingan  mereka  kalau  kelompok  kepentingan tersebut mendukung calon yang diajukan.
3. Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai- nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut suatu
negara.  Pembentukan  sikap-sikap  politik  atau  untuk  membentuk  suatu  sikap dan  keyakinan  politik  dibutuhkan  waktu  yang  panjang  melalui  proses  yang
berlangsung tanpa henti. Menurut Gabriel Almond dalam bukunya sosialisasi politik, terdapat dua hal yang penting, yaitu:
a. Pertama, bahwa sosialisasi politik berjalan terus menerus selama hidup
seseorang.  Sikap-sikap  dan  nilai-nilai  yang  didapatkan  dan  terbentuk pada  masa  kanak-kanak  akan  selalu  disesuaikan  atau  akan  diperkuat
sementara ia mengalami berbagai pengalaman sosial. b.
Kedua,  sosialisasi  politik  dapat  berwujud  transmisi  dan  pengajaran. Artinya  dalam  sosialisasi  itu  terjadi  interaksi  antara  suatu  sikap  dan
keyakinan  politik  yang  dimiliki  oleh  generasi  tua  terhadap  generasi muda yang cenderung masih fleksibel menerima pengaruh ajaran.
4. Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota- anggota  kelompok  untuk  mewakili  kelompoknya  dalam  jabatan-jabatan
administratif  maupun  politik.  Setiap  sistem  politik  memiliki  sistem  atau
Universitas Sumatera Utara
prosedur-prosedur  rekrutmen  yang  berbeda.  Anggota  kelompok  yang direkrutdiseleksi  adalah  yang  memiliki  suatu  kemampuan  atau  bakat  yang
sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. Setiap partai politik memiliki  pola  rekrutmen  yang  berbeda.  Pola  rekrutmen  anggota  partai
disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. 5.
Fungsi Komunikasi Politik Komunikasi  politik  adalah  salah  satu  fungsi  yang  dijalankan  oleh
partai  politik  dengan  segala  struktur  yang  tersedia,  mengadakan  komunikasi informasi,  isu  dan  gagasan  politik.  Media-media  massa  banyak  berperan
sebagai  alat  komunikasi  politik  dan  membentuk  kebudayaan  politik.  Partai politik  menjalankan  fungsi  sebagai  alat  mengkomunikasikan  pandangan  dan
prinsip-prinsip  partai,  program  kerja  partai,  gagasan  partai  dan  sebagainya. Agar  anggota  partai  dapat  mengetahui  prinsip  partai,  program  kerja  partai
ataupun  gagasan  partainya  untuk  menciptakan  ikatan  moral  pada  partainya, komunikasi  politik  seperti  ini  menggunakan  media  partai  itu  sendiri  atau
media massa yang mendukungnya. Sistem  komunikasi  politik  dikembangkan  dengan  dasar  komunikasi
yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas memberitakan suatu  hal  selama  tidak  bertentangan  dengan  aturan  yang  berlaku,  tidak
membahayakan  kepentingan  negara  dan  masyarakat.  Disamping  itu,  media massa juga berfungsi menyuarakan suara pembangunan dan program-program
kerja  pemerintah,  menyuarakan  ide-ide  politik,  membina  tumbuhnya kebudayaan  politik  kemudian  memelihara  dan  mewariskannya  pada  generasi
pelanjut. Sistem  kepartaian  adalah  analisis  tentang  bagaimana  partai  politik
berinteraksi dengan unsur-unsur lain dari sebuah sistem politik. Maurice Duverger
Universitas Sumatera Utara
dalam  bukunya  Political  Parties  1954  membagi  sistem kepartaian menjadi  tiga klasifikasi yaitu:
24
1. Sistem Partai-Tunggal
Ada  pengamat  yang  berpendapat  bahwa  istilah  sistem  partai-tunggal merupakan  istilah  yang  menyangkal  diri  sendiri  contradiction  in  terminis
sebab  suatu  sistem  selalu  mengandung  lebih  dari  satu  bagian  pars.  Namun demikian,  istilah  ini  telah  tersebar  luas  dikalangan  masyarakat  dan  dipakai
baik  untuk  partai  yang  benar-benar  satu-satunya  partai  dalam  suatu  negara maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa
partai lain. Dalam kategori terakhir terdapat beberapa variasi. Terutama  di  negara-negara  yang  baru  terlepas  dari  kolonialisme  ada
kecenderungan  kuat  untuk  memakai  pola  sistem  partai-tunggal  karena pimpinan  sering  seorang  pemimpin  yang  kharismatik  dihadapkan  dengan
masalah  bagaimana  mengintegrasikan  berbagai  golongan,  daerah,  serta  suku bangsa  yang  berbeda  corak  sosial  serta  pandangan  hidupnya.  Dikhawatirkan
bila  keanekaragaman  sosial  dan  budaya  ini  tidak  diatur  dengan  baik  akan terjadi  gejolak-gejolak  sosial  politik  yang  menghambat  usaha  pembangunan.
Padahal  pembangunan  itu  harus  memfokuskan  diri  pada  suatu  program ekkonomi  yang  future-oriented.  Fungsi  partai  adalah  meyakinkan  atau
memaksa  masyarakat  untuk  menerima  persepsi  pimpinan  partai  mengenai kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya.
2. Sistem Dwi-Partai
Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistem dwi-partai biasanya diartikan  bahwa  ada  dua  partai  di  antara  beberapa  partai,  yang  berhasil
memenangkan  dua  tempat  teratas  dalam  pemilihan  umum  secara  bergiliran, dan dengan demikian memiliki kedudukan dominan. Sistem dwi-partai pernah
disebut a convenient system for contended people dan memang kenyataannya adalah  bahwa  sistem  dwi-partai  dapat  berjalan  baik  apabila  terpenuhi  tiga
24
Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008. hal 415-420.
Universitas Sumatera Utara
syarat,  yaitu  komposisi  masyarakat  bersifat  homogen  social  homogeneity, adanya konsensus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan
politik  political  consensus,  dan  adanya  kontinuitas  sejarah  historical continuity.
Dalam sistem ini partai-partai jelas dibagi dalam partai yang berkuasa karena  menang  dalam  pemilihan  umum  dan  partai  oposisi  karena  kalah
dalam  pemilihan  umum.  Dengan  demikian  jelaslah  dimana  letak  tanggung jawab  mengenai  pelaksanaan  kebijakan  umum.  Dalam  sistem  ini  partai  yang
kalah  berperan  sebagai  pengecam  utama  tapi  yang  setia  loyal  opposition terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian
bahwa  peran  ini  sewaktu-waktu  dapat  bertukar  tangan.  Dalam  persaingan memenangkan  pemilihan  umum  kedua  partai  berusaha  untuk  merebut
dukungan  orang-orang  yang  ada  di  tengah  dua  partai  dan  yang  sering dinamakan  pemilih  terapung  floating  vote  atau  pemilih  di  tengah  median
vote. 3.
Sistem Multi-Partai Umumnya  dianggap  bahwa  keanekaragaman  budaya  politik  suatu
masyarakat  mendorong  pilihan  ke  arah  sistem  multi-partai.  Perbedaan  tajam antara  ras,  agama,  atau  suku  bangsa  mendorong  golongan-golongan
masyarakat lebih
cenderung menyalurkan
ikatan-ikatan terbatasnya
primordial  dalam  suatu  wadah  yang  sempit  saja.  Dianggap  bahwa  pola multi-partai  lebih  sesuai  dengan  pluralitas  budaya  dan  politik  daripada  pola
dwi-partai.  Sistem  multi-partai,  apalagi  jika  dihubungkan  dengan  sistem Pemerintahan Parlementer, mempunyai kecenderungan untuk menitikberatkan
kekuasaan  pada  badan  Legislatif,  sehingga  peran  badan  Eksekutif  sering lemah  dan  ragu-ragu.  Hal  ini  sering  disebabkan  karena  tidak  ada  satu  partai
yang  cukup  kuat  untuk  membentuk  pemerintahan  sendiri,  sehingga  terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain.
Dalam  keadaan  semacam  ini  partai  yang  berkoalisi  harus  selalu mengadakan  musyawarah  dan  kompromi  dengan  mitranya  dan  menghadapi
Universitas Sumatera Utara
kemungkina  bahwa  sewaktu-waktu  dukungan  dari  partai  yang  duduk  dalam koalisis akan ditarik kembali,  sehingga mayoritasnya  dalam parlemen hilang.
Di lain pihak, partai-partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam
pemerintahan  koalisis  baru.  Hal  semacam  ini  menyebabkan  sering  terjadinya siasat  yang  berubah-ubah  menurut  kegentingan  situasi  yang  dihadapi  oleh
partai  masing-masing.  Lagipula,  seringkali  partai-partai  oposisi  kurang mampu  menyusun  suatu  program  alternatif  bagi  pemerintah.  Dalam  sistem
semacam ini masalah letak tanggung jawab menjadi kurang jelas.
G.  Metode Penelitian Jenis Penelitian