D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya persepsi pemilih pemula terhadap partai politik. Hal ini
terkait dengan partai politik yang berperan besar dalam sebuah sistem Demokrasi. Namun keadaan partai politik itu sendiri di Indonesia mulai kehilangan
kepercayaan oleh masyarakat. Sehingga nantinya dapat diputuskan apakah perlu adanya langkah-langkah tertentu yang harus diambil dalam menyikapi generasi
muda sekarang untuk melanjutkan proses Demokratisasi di negara ini terkait dengan hasil penelitian ini nantinya.
E. Signifikansi Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan sebaiknya memiliki manfaat, baik itu besar maupun kecil dampaknya. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya
penelitian ini antara lain: 1.
Penelitian ini dijadikan penulis sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kompetensi dalam menulis karya ilmiah
sekaligus sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat menambah objek kajian
penelitian ilmu politik khususnya di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta menjadi salah satu sumber referensi bagi penelitian-
penelitian berikutnya.
F. Kerangka Teori Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
Universitas Sumatera Utara
pesan.
4
Persepsi timbul karena adanya dua faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal antaranya tergantung pada proses pemahaman sesuatu termasuk di
dalamnya sistem nilai tujuan, kepercayaan dan tanggapannya terhadap hasil yang dicapai. Faktor eksternal berupa lingkungan.
5
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi
tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada
pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
6
Menurut pendapat David Krech secara ringkas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu
gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya. Menurut Fred Luthans persepsi itu adalah lebih kompleks dan luas
kalau dibandingkan dengan penginderaan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan, dan penafsiran. Walaupun persepsi
sangat bergantung pada penginderaan data, proses kognitif barangkali bisa menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut.
Dengan kata lain proses persepsi dapat menambah, dan mengurangi kejadian senyatanya yang diinderakan oleh seseorang.
7
Ada beberapa subproses dalam persepsi ini, dan yang dapat dipergunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif.
Subproses pertama yang dianggap penting ialah stimulus, atau situasi yang hadir. Mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan suatu
situasi atau suatu stimulus. Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan
4
Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. hal. 51.
5
Miftah Thoha. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2010. hal. 139.
6
Ibid. hal. 142.
7
Ibid. hal. 143-144.
Universitas Sumatera Utara
sosiokultur dan fisik yang menyeluruh. Subproses selanjutnya adalah registrasi, interpretasi, dan umpan balik feedback. Dalam masa registrasi suatu gejala yang
nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi
persepsi. Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim
kepadanya. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat padanya. Setelah terdaftarnya semua informasi yang sampai kepada seseorang
subproses berikut yang bekerja ialah interpretasi. Interpretasi merupakan aspek kognitif dari persepsi yang amat penting. Proses interpretasi ini tergantung pada
cara pendalaman learning, motivasi, dan kepribadian seseorang. Pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang akan berbeda dengan orang lain. Oleh karena
itu, interpretasi terhadap sesuatu informasi yang sama , akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Disinilah letak sumber perbedaan pertama dari persepsi,
dan itulah sebabnya mengapa interpretasi merupakan subproses yang penting. Subproses terakhir adalah umpan balik feedback. Subproses ini dapat
mempengaruhi persepsi seseorang.
8
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang antara lain:
9
1. Psikologi
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.
2. Famili
Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus didalam
8
Ibid. hal. 145-146
9
Ibid. hal. 147-148
Universitas Sumatera Utara
memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi- persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat didalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang
memandang dan memahami keadaan dunia ini. Adapun prinsip-prinsip pemilihan persepsi berdasarkan faktor-faktor
perhatian dari luar juga dapat mempengaruhi proses seleksi persepsi yaitu:
10
1. Intensitas
Prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal-hal itu
dapat dipahami to be perceived. 2.
Keberlawanan atau kontras Prinsip keberlawanan ini menyatakan bahwa stimuli luar yang
penampilannya berlawanan dengan latar belakangnya atau sekelilingnya atau yang sama sekali diluar sangkaan orang banyak, akan menarik banyak
perhatian. 3.
Pengulangan repetition Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang
akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat.
4. Baru dan familier
Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. Obyek atau
peristiwa baru dalam tatanan yang sudah dikenal, atau obyek atau peristiwa yang sudah dikenal dalam tatanan yang baru akan menarik perhatian
pengamat.
10
Ibid. hal. 149-154
Universitas Sumatera Utara
Pemilih Pemula
Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali melakukan penggunaan hak pilihnya.
11
Mereka biasanya adalah pelajar berusia 17-21 tahun, namun ada juga kalangan muda lainnya yang baru pertama kali akan
menggunakan hak pilihnya dalam pemilu yakni para mahasiswa semester awal dan kelompok pemuda lainnya yang pada pemilu periode sebelumnya belum
genap berusia 17 tahun. Sedangkan pemilih itu sendiri diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama dari semua pihak yang menjadi tujuan utama
para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih
dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi
tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik.
12
Pemilih diartikan sebagai kelompok masyarakat yang menurut undang- undang merupakan para warga yang sah dan berhak memberikan suara sewaktu
pemilihan umum.
13
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki seseorang untuk dapat menjadi pemilih adalah:
14
1. Warga Negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih atau
sudahpernah kawin. 2.
Tidak sedang terganggu jiwaingatannya 3.
Terdaftar sebagai pemilih 4.
Bukan anggota TNIPolri 5.
Tidak sedang dicabut hak pilihnya 6.
Terdaftar di Daftar Pemilih Tetap DPT
11
Sekretariat Jenderal KPU. Op. Cit. hal. 48.
12
Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman Dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. hal. 87.
13
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. hal. 221.
14
Sekretariat Jenderal KPU. Modul 2: Siap Menjadi Pemilih. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum. 2010. hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
7. Khusus untuk pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurang-
kurangnya 6 enam bulan di daerah yang bersangkutan Secara psikologis, pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda
dengan orang-orang tua pada umumnya. Misalnya kritis, mandiri, independen, anti status quo atau tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya.
Karakteristik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam
menentukan pilihannya. Misalnya karena integritasnya, track record-nya atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam
pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja
tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tatacara menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya. Pertanyaan itu penting
diajukan agar pemilih pemula cerdas dalam menentukan pilihan politiknya di setiap pemilu.
15
Adapun konfigurasi pemilih dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
16
1. Pemilih Rasional
Dalam konfigurasi ini, pemilih memiliki orientasi tinggi pada “policy-
problem-solving ” dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih
dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Program kerja atau “platform” partai bisa
dianalisis dalam dua hal: 1 kinerja partai di masa lampau back-ward looking, dan 2 tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan
nasional yang ada forward looking. Kedua hal tersebut sama-sama memengaruhi pemilih. Mereka tidak hanya melihat program kerja atau
“platform” partai yang berorientasi ke masa depan, tetapi juga menganalisis
15
Sumarno. Op. Cit.
16
Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Op.Cit. hal. 120-125
Universitas Sumatera Utara
apa saja yang telah dilakukan partai tersebut di masa lampau. Kinerja partai atau calon kontestan biasanya termanifestasikan pada reputasi dan “citra”
image yang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini yang lebih utama bagi partai politik dan kontestan adalah mencari cara agar mereka bisa
membangun reputasi di depan publik dengan mengedepankan kebijakan untuk mengatasi permasalahan nasional.
2. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan
permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih
terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah “rational voters” untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih
jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai
politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan dan telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya,
pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan paham yang
melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. 3.
Pemilih Tradisional Pemilih dalam jenis ini memiliki jenis orientasi ideologi yang sangat
tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih
tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik.
Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua.
Mereka tidak terlalu memusingkan diri pada kebijakan apa yang telah dilakukan partai politik yang mereka dukung. Biasanya pemilih jenis ini lebih
Universitas Sumatera Utara
mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar
pemilih jenis ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut.
4. Pemilih Skeptis
Pemilih keempat adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga
tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang,
karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan “platform” dan kebijakan sebuah partai politik. Golongan Putih
Golput di Indonesia atau dimanapun sangat didominasi oleh pemilih jenis ini. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka
melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa
membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang
kontestan.
Partai Politik
Partai politik adalah sekelompok orang memiliki ideologi sama, berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk yang menurut
pendapat mereka pribadi paling idealis memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level tingkat negara.
17
Partai politik kemudian didefinisikan sebagai organisasi publik
yang bertujuan
untuk membawa
pimpinannya berkuasa
dan memungkinkan para pendukungnya politisi untuk mendapatkan keuntungan dari
dukungan tersebut.
18
Menurut Joseph Lapalomba dan Myron Weiner, partai politik merupakan a creature of modern and modernizing political system. Partai
17
Inu Kencana, Azhari. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2005. hal. 78.
18
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Op. Cit. 2008. hal 66.
Universitas Sumatera Utara
politik memang lahir dan berkembang ketika gejala modernisasi sedang berkembang di Eropa, setelah revolusi industri.
19
untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai partai politik, dapat dilihat definisi partai politik menurut para
ahli:
20
Menurut Carl Friederich, partai politik merupakan sekelompok manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan pemerintah bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya,
baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya. Menurut Roger Soltau, partai politik adalah sekelompok warga negara
yang terorganisir yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk
memilih, bertujuan
menguasai pemerintahan dan melakukan kebijakan mereka sendiri.
Menurut Sigmund Neumann, partai politik merupakan organisasi dari aktifitas politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan dengan merebut
dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan- golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Sedangkan pengertian partai politik yang ada di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa
dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
21
19
Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. hal. 64.
20
Inu Kencana. Op. Cit. hal. 77-78.
21
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
Universitas Sumatera Utara
Peran dan fungsi partai politik dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, peran dan tugas internal organisasi. Dalam hal ini organisasi partai politik
memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi, pembekalan, kaderisasi dan melanggengkan ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian partai
politik. Kedua, partai politik juga mengemban tugas yang lebih bersifat eksternal organisasi. Disini peran dan fungsi organisasi partai politik terkait dengan
masyarakat luas, bangsa dan negara, kehadiran partai politik juga memiliki tanggung jawab konstitusional, moral, dan etika untuk membawa kondisi dan
situasi masyarakat menjadi lebih baik.
22
Berdasarkan kajian literatur yang ada setidaknya terdapat lima fungsi dasar dari partai politik, yaitu:
23
1. Fungsi Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah suatu proses input berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam
lembaga Legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam kebijakan publik. Pemerintah dalam
mengeluarkan suatu keputusan dapat bersifat menolong masyarakat dan bisa pula dinilai sebagai kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat.
Oleh karena itu, warga negara atau setidak-tidaknya wakil dari suatu kelompok harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntutan
kelompoknya, agar dapat dimasukkan kedalam agenda kebijakan negara. Wakil kelompok yang mungkin gagal dalam melindungi kepentingan
kelompoknya akan dianggap menggabungkan kepentingan kelompok, dengan demikian keputusan atau kebijakan tersebut dianggap merugikan kepentingan
kelompoknya. 2.
Fungsi Agregasi Kepentingan
22
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Op. Cit. hal. 69-70.
23
Fadilah Putra. Partai Politik Dan Kebijakan Publik. Yoyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. hal. 15-20.
Universitas Sumatera Utara
Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan
menjadi alternatif-alternatif
pembuatan kebijakan
publik. Agregasi
kepentingan dijalankan dalam “sistem politik yang tidak membolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas,
mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai dari rakyat dan konsumen.” Dalam masyarakat Demokratis, partai menawarkan program
politik dan menyampaikan usul-usul pada badan legislatif, dan calon-calon yang diajukan untuk jabatan pemerintahan mengadakan tawar-menawar
bargaining pemenuhan kepentingan mereka kalau kelompok kepentingan tersebut mendukung calon yang diajukan.
3. Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai- nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut suatu
negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk suatu sikap dan keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses yang
berlangsung tanpa henti. Menurut Gabriel Almond dalam bukunya sosialisasi politik, terdapat dua hal yang penting, yaitu:
a. Pertama, bahwa sosialisasi politik berjalan terus menerus selama hidup
seseorang. Sikap-sikap dan nilai-nilai yang didapatkan dan terbentuk pada masa kanak-kanak akan selalu disesuaikan atau akan diperkuat
sementara ia mengalami berbagai pengalaman sosial. b.
Kedua, sosialisasi politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran. Artinya dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan
keyakinan politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi muda yang cenderung masih fleksibel menerima pengaruh ajaran.
4. Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota- anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan
administratif maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau
Universitas Sumatera Utara
prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang direkrutdiseleksi adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang
sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi politik. Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola rekrutmen anggota partai
disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. 5.
Fungsi Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh
partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan
sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan
prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai
ataupun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media partai itu sendiri atau
media massa yang mendukungnya. Sistem komunikasi politik dikembangkan dengan dasar komunikasi
yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas memberitakan suatu hal selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, tidak
membahayakan kepentingan negara dan masyarakat. Disamping itu, media massa juga berfungsi menyuarakan suara pembangunan dan program-program
kerja pemerintah, menyuarakan ide-ide politik, membina tumbuhnya kebudayaan politik kemudian memelihara dan mewariskannya pada generasi
pelanjut. Sistem kepartaian adalah analisis tentang bagaimana partai politik
berinteraksi dengan unsur-unsur lain dari sebuah sistem politik. Maurice Duverger
Universitas Sumatera Utara
dalam bukunya Political Parties 1954 membagi sistem kepartaian menjadi tiga klasifikasi yaitu:
24
1. Sistem Partai-Tunggal
Ada pengamat yang berpendapat bahwa istilah sistem partai-tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri contradiction in terminis
sebab suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu bagian pars. Namun demikian, istilah ini telah tersebar luas dikalangan masyarakat dan dipakai
baik untuk partai yang benar-benar satu-satunya partai dalam suatu negara maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa
partai lain. Dalam kategori terakhir terdapat beberapa variasi. Terutama di negara-negara yang baru terlepas dari kolonialisme ada
kecenderungan kuat untuk memakai pola sistem partai-tunggal karena pimpinan sering seorang pemimpin yang kharismatik dihadapkan dengan
masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak sosial serta pandangan hidupnya. Dikhawatirkan
bila keanekaragaman sosial dan budaya ini tidak diatur dengan baik akan terjadi gejolak-gejolak sosial politik yang menghambat usaha pembangunan.
Padahal pembangunan itu harus memfokuskan diri pada suatu program ekkonomi yang future-oriented. Fungsi partai adalah meyakinkan atau
memaksa masyarakat untuk menerima persepsi pimpinan partai mengenai kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya.
2. Sistem Dwi-Partai
Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistem dwi-partai biasanya diartikan bahwa ada dua partai di antara beberapa partai, yang berhasil
memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran, dan dengan demikian memiliki kedudukan dominan. Sistem dwi-partai pernah
disebut a convenient system for contended people dan memang kenyataannya adalah bahwa sistem dwi-partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga
24
Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008. hal 415-420.
Universitas Sumatera Utara
syarat, yaitu komposisi masyarakat bersifat homogen social homogeneity, adanya konsensus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan
politik political consensus, dan adanya kontinuitas sejarah historical continuity.
Dalam sistem ini partai-partai jelas dibagi dalam partai yang berkuasa karena menang dalam pemilihan umum dan partai oposisi karena kalah
dalam pemilihan umum. Dengan demikian jelaslah dimana letak tanggung jawab mengenai pelaksanaan kebijakan umum. Dalam sistem ini partai yang
kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia loyal opposition terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian
bahwa peran ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut
dukungan orang-orang yang ada di tengah dua partai dan yang sering dinamakan pemilih terapung floating vote atau pemilih di tengah median
vote. 3.
Sistem Multi-Partai Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman budaya politik suatu
masyarakat mendorong pilihan ke arah sistem multi-partai. Perbedaan tajam antara ras, agama, atau suku bangsa mendorong golongan-golongan
masyarakat lebih
cenderung menyalurkan
ikatan-ikatan terbatasnya
primordial dalam suatu wadah yang sempit saja. Dianggap bahwa pola multi-partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik daripada pola
dwi-partai. Sistem multi-partai, apalagi jika dihubungkan dengan sistem Pemerintahan Parlementer, mempunyai kecenderungan untuk menitikberatkan
kekuasaan pada badan Legislatif, sehingga peran badan Eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering disebabkan karena tidak ada satu partai
yang cukup kuat untuk membentuk pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain.
Dalam keadaan semacam ini partai yang berkoalisi harus selalu mengadakan musyawarah dan kompromi dengan mitranya dan menghadapi
Universitas Sumatera Utara
kemungkina bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam koalisis akan ditarik kembali, sehingga mayoritasnya dalam parlemen hilang.
Di lain pihak, partai-partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam
pemerintahan koalisis baru. Hal semacam ini menyebabkan sering terjadinya siasat yang berubah-ubah menurut kegentingan situasi yang dihadapi oleh
partai masing-masing. Lagipula, seringkali partai-partai oposisi kurang mampu menyusun suatu program alternatif bagi pemerintah. Dalam sistem
semacam ini masalah letak tanggung jawab menjadi kurang jelas.
G. Metode Penelitian Jenis Penelitian