PERSEPSI IKLAN POLITIK PADA PEMILIH PEMULA

(1)

commit to user

PERSEPSI IKLAN POLITIK PADA PEMILIH PEMULA

(Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu

2009 di Media Televisi)

Oleh: Diajeng Triastari

D0203056

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Komunikasi

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui/dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 24 Januari 2011 Pembimbing

Drs. Alexius Ibnu M., M.SI. NIP. 19511707198303101


(3)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari :

Tanggal :

Panitia Ujian Skripsi

1. Ketua : Drs. Surisno Satrio Utomo, M.Si (………)

NIP. 19500926 198503 1 001

2. Sekretaris : Tanti Hermawati, S.Sos, M.Si (………)

NIP. 19690207 199512 2 001

3. Penguji : Drs. Alexius Ibnu Muridjal, M. Si (………)

NIP. 19510717 198303 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. H. Supriyadi, SN, S. U. NIP. 19530128 198103 1 001


(4)

commit to user

MOTTO

If There Is A Will, There Is A Way..


(5)

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala ketundukan dan pengabdian tertinggi hanya kepada Alloh SWT. Saya bersyukur kepada-Nya karena masih diberikan berbagai nikmat. Salah satu wujud nikmat yang diberikan pada saya adalah selesainya penyusunan skripsi ini. Saya sangat berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang menghendaki kebenaran.

Dalam proses penyusunan ini saya telah dibantu oleh beberapa orang dan lembaga. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini. Pihak-pihak tersebut antara lain :

1. Drs. Supriyadi SN, SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M. Si, Ph D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

3. Drs. Alexius Ibnu M., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah membantu mengarahkan peneliti pada logika keilmuan, kaedah penelitian dan kaedah penulisan ilmiah.

4. Semua dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS, terima kasih atas ilmau dan pengetahuan yang diberikan. 5. Semua rekan-rekan yang bersedia berpartisipasi menjadi responden. 6. Keluarga dan sahabat yang selalu memberikan dukungan.


(6)

commit to user

7. Seluruh rekan-rekan Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS, terutama angkatan 2003.

8. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS yang telah membantu dalam melengkapi administrasi.

9. Semua pihak yang ikut membantu penulis namun tidak harus tertulis di sini melainkan dalam ingatan.

Terima kasih.

Surakarta, 24 Januari 2011 Penulis,


(7)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN...iii

MOTTO...iv

KATA PENGANTAR...v

PERSEMBAHAN ...vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL...ix

ABSTRAK ...x

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1

B. RUMUSAN MASALAH...8

C. TUJUAN PENELITIAN...8

D. MANFAAT PENELITIAN...8

E. KERANGKA PEMIKIRAN DAN KAJIAN PUSTAKA 1. Komunikasi ...11

2. Komunikasi Politik ...15

3. Televisi Sebagai Media Massa dan Pengaruhnya...18

4. Iklan Politik Televisi...20

5. Persepsi...24


(8)

commit to user

F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian...30

2. Lokasi Penelitian...31

3. Sumber dan Jenis Data...32

4. Teknik Pengumpulan Data ...32

5. Analisa Data ...34

BAB II PROFIL CALON PRESIDEN - WAKIL PRESIDEN, DAN DESKRIPSI KOTA SURAKARTA. A. Profil Megawati Soekarnoputri – Prabowo Subianto (Mega-Pro)...37

B. Profil Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono) ...48

C. Profil Pasangan Jusuf Kalla Dan Wiranto (JK-WIN)...59

D. Deskripsi Kota Surakarta...71

BAB III PENYAJIAN DATA A. Kategorisasi Penyampaian Pesan Iklan Politik di Televisi Tiap Kandidat Pemilu 2009...74

B. Deskripsi Responden...79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Tiap Iklan Politik Capres dan Cawapres Pemilu 2009...88

1. Iklan Politik Mega-Prabowo ( Iklan Negatif Bersifat Menyerang)..91

2. Iklan Politik Televisi Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (Iklan Positif Pembentukan Citra)...98


(9)

commit to user

3. Iklan Jusuf Kalla dan Wiranto (Iklan Positif Testimonial Kepositifan Kandidat)... 105 B. Persepsi Pemilih Pemula Mengenai Pengaruh Iklan Politik...108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...115 B. Saran...116 DAFTAR PUSTAKA ...106 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persepsi Terhadap Iklan Politik Capres dan Cawapres Pemilu 2009...90 Tabel 2. Pengaruh Iklan Politik...110


(11)

commit to user ABSTRAK

Diajeng Triastari, D0203056, Persepsi Iklan Politik Pada Pemilih Pemula (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu 2009 di Media Televisi)

Kampanye politik di Indonesia telah berkembang seiring dengan bertambah majunya teknologi dan perubahan sistem pemilihan secara langsung. Sistem pemilihan langsung (Pemilu) membuat persaingan antar kandidat politik semakin ketat. Pengerahan massa yang biasa menjadi agenda dalam berkampanye, sekarang berkembang dengan perang iklan politik pun marak terlihat di media televisi selama masa kampanye berlangsung. Partai, calon legislatif, calon presiden-wakil presiden atau pun kepala daerah kini mengandalkan pemuatan iklan di televisi. Iklan politik di media televisi dianggap sebagai sarana yang efektif untuk meraup suara masyarakat.

Fenomena iklan politik di media televisi Indonesia berawal pada pemilu tahun 1999. Berbeda dengan iklan politik di Amerika, dimana iklan yang menyerang lawan politik (negatif) sudah menjadi hal biasa, iklan-iklan politik di Indonesia berisi konten-konten yang santun (positif). Hal ini erat kaitannya dengan kultur masyarakat Indonesia yang bersifat santun, membicarakan tentang keburukan orang lain merupakan hal yang tabu. Namun seiring ketatnya persaingan, pada pemilu calon presiden-wakil presiden tahun 2009, mulai muncul adanya iklan politik yang bersifat menyerang lawan politik lain.

Dengan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti bermaksud mencari tahu bagaimana persepsi masyarakat di kota Surakarta khususnya pemilih pemula terhadap iklan politik. Iklan politik yang dibahas disini adalah iklan politik yang bersifat positif dan negatif. Dari tiga kandidat pasangan calon presiden-wakil presiden Pemilu 2009, peneliti mengambil iklan Megawati-Prabowo (iklan negatif) versi “Pro Keluarga Pro Rakyat”, iklan SBY-Boediono (iklan positif) Versi “Dari Rakyat Untuk Rakyat”, iklan JK-Wiranto (Iklan Positif) versi “Kepositifan JK”. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara (interview).

Berdasarkan analisis data wawancara, diperoleh simpulan bahwa persepsi mengenai iklan politik yang dimiliki pemilih pemula bervariasi. Kecenderungan persepsi pemilih pemula melihat dari visi misi dan latar belakang figur kandidat. Dalam perkembangan jenis iklan politik yang ada pada pemilu 2009 yaitu munculnya iklan negatif (bersifat menyerang lawan politik), ditemukan pula kecenderungan bahwa iklan negatif membuat persepsi pemilih pemula menjadi lebih rasional dibandingkan dengan iklan positif. Aspek-aspek latar belakang track record kinerja kandidat lebih dikedepankan dan tidak hanya menerima secara pasif kelebihan-kelebihan kandidat seperti yang biasa disodorkan oleh iklan positif.


(12)

commit to user ABSTRACT

Diajeng Triastari, D0203056, Young Voter Perception of Political Ads

(Young Voters Perceptions Toward Political Ad Campaign of President and Vice-Presidential Candidates In the 2009 elections in the Media Television: A Descriptive Qualitative Study)

Political campaingn in Indonesia has grown along with the increasing of technology and changes in the electoral system. With the direct system of election, competition among political candidates is getting tighter. Deployment of the masses that usually seen on the campaign, now grown with wars of political ads on the television during the campaign period lasted. Parties, legislative candidates, presidential-vicepresidential candidate, or even head area now rely on television advertising. Political advertising on television is considered as an effective means to collect the public vote.

The phenomenon of political advertising in Indonesian television began in the 1999 election. Unlike political ads in America, where political ads that attack the opponent (negative) have become commonplace, the political ads in Indonesia has a polite content (postive). This is closely related to the culture of Indonesian people, it is a taboo to talk about others negative things. But within the tense competition, thelate elections in presidential-vice presidential candidate in 2009, began to show the existence of political ads that are attacking other political opponents (negative ads).

In this case, the researcher would like to find out the young voter’s perception about political ads at Surakarta. The type of political ads that discussed in here are negative and positive ads. From the three candidates of president-vice president of 2009 election, researcher took Megawati-Prabowo’s negative ads “Pro Keluarga Pro Rakyat”, SBY-Boediono’s positive ads “Dari Rakyat Untuk Rakyat”, and JK-Wiranto positive ads “Kepositifan JK” as the object of the research. The data collection technique of this research was interview.

Based on the analysis of interviewed data, this research concluded that the perception of political advertising that voters have varied. The tendency of the voter’s perception shows that the vision of the candidate in the future and the candidate figure’s are an important point of view. It also found that negative ads have the tendency of making young voters perception became more rational. From negative ads, they considering the candidate’s background and track record while they making their opinion. Unlike when they saw the positive ads, they tend to just accepting the mindset of the ads.


(13)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasca jatuhnya pemerintahan orde baru pada pertengahan 1998 bermunculan banyak partai politik baru, masa itu sering disebut sebagai era multipartai. Ini merupakan hasil dari terbukanya keran kebebasan untuk menyampaikan pendapat maupun berorganisasi politik bagi rakyat Indonesia. Masyarakat yang pada masa orde baru terbatasi ruang ekspresi politiknya mengekspresikan euforianya dengan berbondong-bondong mendirikan partai politik dengan berbagai asas dan ideologi yang diusung.

Tercatat, terdapat puluhan partai politik yang dinyatakan lolos verifikasi KPU dan berhak mengikuti Pemilu: 48 parpol pada Pemilu 1999, 24 parpol pada Pemilu 2004, dan 43 parpol pada Pemilu 2009 ditambah dengan 5 parpol lokal Aceh. Berbagai macam bentuk komunikasi politik (kampanye) dilakukan oleh parpol-parpol demi mendapatkan suara dari para pemilih. Dari rapat umum, dialog interaktif, penyebaran kepada umum dan/atau penempelan di tempat umum berupa bahan kampanye berupa selebaran, stiker, topi, barang-barang cinderamata buku, korek api, makanan atau minuman kemasan dengan logo, gambar dan atau slogan peserta pemilihan umum, hingga peliputan berita media massa cetak dan elektronik.

Semenjak Pemilu 1999, 2004 dan 2009 ada perubahan menarik berhubungan dengan aspek komunikasi politik (kampanye) oleh partai politik,


(14)

commit to user

yaitu kampanye yang lebih banyak menonjolkan individu calon dari partai politik tersebut melalui media massa. Perkembangan baru dalam proses Pemilihan Umum dan berdirinya banyak partai politik di Indonesia telah mendorong kompetisi yang semakin tajam. Pemilih yang sebelumnya hanya perlu memilih partai politik saja, sekarang harus memilih sendiri individu calon legislatif pusat dan daerah, anggota DPD serta pemilihan presiden-wakil presiden pilihan mereka. Ada satu saran yang diucapkan oleh politisi kawakan dari Amerikadalam hal terjun ke bidang politik, yaitu get known first, before you go politics. Karena dengan dikenal oleh masyarakat, kemungkinan untuk memperoleh suara tentu akan lebih terjamin. Pemasangan iklan politik pada media massa khususnya televisi adalah salah satu cara yang mudah untuk memperkenalkan diri pada masyarakat. Iklan televisi memiliki cakupan, jangkauan dan repetisi yang tinggi yang dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan (Suyanto, 2005: 5).

Kampanye dengan media massa tidak lah murah. Pemilihan Presiden Amerika 2008 tercatat menghabiskan biaya iklan paling besar dalam sejarah Amerika: 43 persen lebih besar dibandingkan iklan politik 2004. Diperkirakan seluruh kontestan, secara kumulatif, telah menghabiskan dana sebesar US$ 4,5 miliar untuk kampanye politik. Media televisi adalah media yang paling laris digunakan. Sekitar 51,3 persen dari total biaya iklan disedot oleh televisi. Demikian data yang dirilis oleh PQ Media dari Stamford, Connecticut. Sedangkan di Indonesia, Dewan Pers memperkirakan, pendapatan iklan kampanye pemilihan presiden yang diterima media massa nasional, hingga minggu ketiga Juni, sudah


(15)

commit to user

mencapai Rp 3 triliun. "Hitungan kasar omzet iklan sudah mencapai Rp 3 triliun merupakan penerimaan media elektronik seperti televisi dan media cetak nasional," kata Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara di Jakarta

Di masa demokrasi modern sekarang ini, meski menyebabkan biaya berkampanye menjadi sangat mahal, pelaku politik rela memasang iklan politik di media massa karena dianggap sebagai strategi yang paling efektif. Denny J.A (2009: 3), selaku direktur Lingkar Survey Indonesia (LSI), sebuah lembaga yang menjadi konsultan marketing politik kandidat dari berbagai pemilihan langsung para pejabat publik, mulai dari presiden, gubernur hingga bupati di Indonesia, memiliki pendapat mengenai gejala tren kampanye masa kini, yaitu :

Pertama, demokrasi meletakkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan pada segelintir elite. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kekuasaan, setiap politisi harus menemui rakyat. Semakin banyak rakyat yang harus dijangkau dan diyakinkan, akan semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Kedua, media televisi sudah berkembang sedemikian rupa dan menjangkau hampir setiap rumah tangga warga negara. Dengan demikian, iklan politik di televisi menjadi sangat efektif sebagai cara untuk menjangkau rakyat pemilih. Bagi para pengelola televisi, iklan-iklan politik para kandidat itu kemudian diperlakukan sama dengan iklan-iklan komersial yang hitungan bayarannya dihitung berdasarkan durasi yang dipakai dan waktu tayang. Ketiga, di dalam demokrasi, hanya model persuasif yang diizinkan digunakan untuk menjaring pemilih dan bukan model intimidasi serta pemaksaan kehendak. Untuk bisa terpilih, seorang kandidat sangat tergantung pada strategi persuasif yang sangat canggih. Pada akhirnya,


(16)

commit to user

dilibatkanlah para konsultan untuk merumuskan strategi persuasif yang akan dijalankan, mulai dari ahli marketing, ideolog, penulis pidato, ahli statistik sampai perancang busana. Dan honor para konsultan ini juga sangat mahal.

Salah satu strategi taktik kampanye yang banyak dijalankan beberapa tahun terakhir ini adalah taktik deliberate priming (Farrel, Kolodny, Medvic, 2001). Dalam taktik ini, para konsultan atau electioneer pada intinya melakukan tiga hal utama. Pertama, menentukan isu-isu yang dinilai penting oleh segmen pemilih (biasanya berdasar jajak pendapat). Kedua, membuat analisis penentuan isu yang paling menguntungkan individu kontestan dan mengabaikan isu-isu persoalan lain (meskipun dalam platform partai itu merupakan isu sentral). Ketiga, merekayasa citra kontestan sesuai isu persoalan yang dipilih, merancang pesan dan simbol yang diperlukan, serta merencanakan pemanfaatan media, semuanya diusahakan agar calon pemilih terfokus pada isu yang telah dilekatkan pada kontestan.

Penjelasan lebih mudahnya, dalam menjalankan taktik kampanye pada iklan politik televisi, kandidat atau partai politik melalui konsultannya lah yang memutuskan bagaimana pesan multimedia atau bagaimana mereka ingin ditampilkan di hadapan pemilih. Lihat saja contoh iklan politik partai Demokrat yang mencalonkan kembali SBY sebagai presiden 2009-2014 versi kampus 31, mereka menyampaikan pesan politik berupa kinerja kepemerintahan SBY secara indeksial. Data-data mengenai keberhasilan program pemerintahan SBY disampaikan secara gamblang, melalui icon, tanpa kisah, tanpa dramatisasi.


(17)

commit to user

Di pihak lain, iklan politik partai Gerindra menggunakan strategi menyampaikan isu dengan narasi simbolik yang dibacakan oleh Prabowo Subianto sendiri selaku ketua partai yang juga dicalonkan sebagai presiden 2009-2014. Dengan gambaran sebuah kapal nelayan menabrak ombak dengan layar berlogo burung garuda kuning; seorang anak membaca buku di tengah ladang lalu menatap langit dengan harap; para pedagang pasar bekerja dengan semangat; sebuah suara pelan wanita lalu meninggi mengatakan ”Gerindra… Gerindra… Gerindra” mengiringi para petani yang sedang bekerja merupakan bagian adegan yang dapat ditemukan dalam seri iklan politik Gerindra.

Iklan politik mempunyai tanda berbentuk bahasa verbal dan visual, merujuk pada teks iklan politik dan penyajian visualnya (simbol) yang berfungsi mendukung peran teks iklan politik. Narasi simbolik Gerindra bermain dengan ranah emosi. Sedangkan iklan Demokrat fakta-fakta dengan data. Peter Bynum (1992), konsultan politik dari Partai Demokrat di AS, mengatakan, iklan politik yang bernarasi dengan emosionalitas lebih menarik ketimbang fakta yang disajikan secara gamblang. Survei LSI sejalan dengan pernyataan Bynum. Data survei periode November 2008 menunjukkan, tingkat awareness publik terhadap iklan Gerindra (62 persen) lebih tinggi dibandingkan PD (61 persen). Dari sisi ingatan publik terhadap iklan politik, Gerindra (51 persen) juga lebih unggul dari PD (42 persen)—menurut survei LSI Oktober 2008. (Faisal, Kompas 4 Februari 2009).

Anthony Downs (1957), penggagas rational choice theory, menyatakan, pilihan politik masyarakat tak selalu ditentukan banyaknya informasi yang mereka


(18)

commit to user

miliki tentang kandidat, tetapi juga dipengaruhi kapasitas masyarakat untuk mengolah informasi itu (contextual knowledge). Mayoritas masyarakat Indonesia sendiri belum memiliki contextual knowledge yang baik tentang politik. Alhasil, informasi politik yang gamblang belum tentu bisa dicerna oleh publik.

Pada Pemilihan Umum tahun 2009 di Indonesia, tiga pasangan kandidat bertarung untuk memperoleh posisi presiden dan wakil presiden periode 2009-2014. Tiap pasangan turut berlomba-lomba mengkampanyekan diri menyampaikan pesan-pesan politik melalui iklan di televisi. Komunikasi politik yang mereka lakukan kepada pemilih, bagaimana pemilih menerima pesan politik yang disampaikan pada iklan-iklan tersebut, penting untuk dikaji. Tujuan iklan adalah mempersuasi penonton, persuasi dalam iklan politik televisi bertujuan agar penonton memilih peserta politik sebegai pemenang suatu pemilihan tertentu. Kesuksesan iklan politik tentunya harus didukung oleh tampilan visual dan konten yang menarik. Berbagai iklan politik dengan tampilan visual yang berbeda-beda dari peserta politik menimbulkan berbagai persepsi yang berbeda pula pada tiap individu yang menonton. Bahkan iklan dengan tampilan visual yang sama, belum tentu dipersepsi sama antara satu individu dengan individu lain.

Di dalam proses persepsi, individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula (Polak, 1976). Istilah persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan


(19)

commit to user

menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Persepsi yang terjadi pada individu bisa berbeda antara satu sama lain karena berbagi faktor seperti latar belakang, tingkat pendidikan dan lain sebagainya.

Dengan maraknya iklan politik di televisi sebagai strategi kampanye politik, peneliti kemudian tertarik untuk meneliti tentang persepsi pemilih terhadap tampilan visual iklan kampanye politik di televisi calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2009. Dikatakan sebelumnya mayoritas masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk mencerna informasi politik. Dan penelitian ini akan mengkhususkan pada pemilih pemula yang umumnya memiliki usia 17-22 tahun. Berdasarkan proyeksi dari data populasi penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2005, jumlah penduduk muda (usia di bawah 40 tahun) sekitar 95,7 juta jiwa pada tahun 2009. Dan suara kelompok pemilih pemula (usia 17-22 tahun) mencakup 36 juta suara atau sekitar 19 persen dari jumlah penduduk kategori pemilih. Potensi suara pemilih pemula patut dipertimbangkan untuk dibidik oleh para kandidat pada Pemilu 2009.

Alasan mengapa peneliti memilih pemilih pemula karena kelompok pemilih pemula umumnya belum memiliki pengalaman politik yang cukup dan keterikatan terhadap partai politik tertentu yang kemudian membuka peluang yang sangat besar untuk dirangkul kandidat mana pun. Selain itu, penelitian menemukan bahwa pemilih yang memiliki ketertarikan dan keterlibatan yang kurang terhadap kampanye politik, telah menjadikan iklan politik sebagai sumber informasi mereka tentang kandidat (Kaid dan Holtz, 2008). Hasil penelitian ini


(20)

commit to user

diharapkan dapat menjadi pengetahuan ilmiah yang bersifat awal yang dapat dikonfirmasi atau diintegrasikan ke dalam penelitian lain demi kesimpulan yang lebih valid.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu 2009 di Media Televisi?

C. Tujuan Penelitian

Untuk Mengetahui Bagaimana Persepsi Pemilih Pemula Terhadap Iklan Politik Kampanye Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pada Pemilu 2009 di Media Televisi.

D. Manfaat Penelitian

1. Tercapainya tujuan penelitian diatas akan memberikan penjelasan tambahan mengenai fenomena iklan politik dan pengaruhnya terhadap persepsi masyarakat.

2. Penelitian ini akan memperkaya kajian ilmu komunikasi dalam tataran studi khalayak.


(21)

commit to user E. Kerangka pemikiran dan Kajian Pustaka

Keuntungan utama memasang iklan politik melalui televisi adalah kemampuannya dalam membangun citra kepada masyarakat luas. Sebagaimana iklan umumnya, iklan politik bertujuan menciptakan citra serba positif tentang apa yang akan dipasarkan kepada konsumen, dalam hal ini yang ditawarkan adalah kandidat politik kepada rakyat pemilih. Dengan asumsi bahwa melalui pencitraan yang baik, pemilih akan terpikat dan tertarik untuk memilih mereka. Di era perpolitikan modern dimana memasang iklan politik di media massa telah dianggap sebagai suatu strategi yang efektif, sang calon “menjual” dirinya kepada publik agar publik mengenal siapa sosok dirinya. Iklan politik juga bertujuan agar rakyat mengetahui dan mempercayai visi dan misi kandidat dalam memajukan negara.

Tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertanding pada pemilu 2009 adalah pasangan Megawati-prabowo, SBY-Boediono dan JK-Wiranto. Selama masa kampanye, mereka berlomba-lomba mempromosikan diri mereka kepada masyarakat khususnya calon pemilih melalui iklan politik di televisi. Kampanye politik megawati-prabowo mengangkat tema tentang ekonomi kerakyatan, tampilan visual iklan politik mereka cenderung tertuju pada golongan masyarakat menengah ke bawah dan menyerang lawan politik yang sedang memimpin pemerintahan. SBY-Boediono mengambil tema tentang kepemerintahan yang bersih, mereka condong memvisualisasikan citra diri yang positif pada iklan politik mereka. Sedangkan JK-Wiranto lebih banyak


(22)

commit to user

memberikan informasi tentang visi dan misi ke depan dengan tema kemandirian ekonomi.

Upaya yang mereka lakukan merupakan bentuk komunikasi sebagaimana diungkapkan oleh Laswell, bahwa komunikasi manusia ialah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) baik secara langsung maupun melalui media seperti surat kabar , majalah, radio.

Laswell juga menyebutkan, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek. Bentuk komunikasi melalui iklan politik di media televisi salah satu cara tercepat dalam memperkenalkan kandidat kepada masyarakat. Televisi merupakan media yang paling luas dan cepat penyebarannya. Dalam penyajiannya, iklan televisi memiliki unsur gambar, gerak dan suara yang dipadukan menjadi satu. Kesatuan tersebut begitu tersampaikan kapada masyarakat tentu akan menimbulkan sebuah persepsi.

Persepsi merupakan proses psikologis dalam penerimaan dan pemaknaan pesan. Dalam konteks komunikasi massa, persepsi menentukan pemahaman khalayak terhadap pesan-pesan media massa, termasuk iklan kampanye politik yang disiarkan melalui televisi. Pemahaman ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keyakinan-keyakinan, pendapat dan sikap-sikap si pemilih terhadap kandidat.

Pemilih khususnya pemilih pemula merupakan target yang dapat dirangkul oleh kandidat mana pun karena pengalaman politiknya yang masih minim.


(23)

commit to user

Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali memiliki hak untuk berpartisipasi dalam suatu Pemilihan Umum. Kurangnya pengalaman mereka dalam partisipasi politik diyakini menjadikan iklan politik sebagai sumber informasi yang paling mudah untuk mereka terima.

Dari hasil pemikiran diatas, penelitian ini akan mengkaji tentang bagaimana persepsi pemilih pemula di kota surakarta terhadap iklan politik kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu 2009 di media televisi. Menggali persepsi pemilih pemula terhadap satu iklan politik yang sama dari masing-masing pasangan kandidat. Namun sebelumnya berikut kajian pustaka yang akan digunakan dalam penelitian :

1. Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communicare yang mempunyai arti berpartisipasi atau memberitahukan. Komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.

Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling berkomunikasi dan mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam dengan cara dan gaya yang berbeda pula.

Carl I Hoveland (Sumarno, 1989: 7), seorang ahli ilmu jiwa pada yale university, membuat sebuah pengertian mengenai komunikasi sebagai berikut


(24)

commit to user

Communication is the process by which an individual transmit stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of another individuals”.

Dalam definisi ini tampak bahwa komunikasi itu sebagai suatu proses menstimulasi dari seorang individu terhadap individu lain dengan menggunakan lambang-lambang yang berarti (biasanya dengan lambang bahasa) untuk mengubah tingkah laku.

Menurut Onong Uchyana Effendy (Effendy, 1992: 5), definisi komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media.

Melalui definisi tersebut tersimpul tujuan komunikasi yaitu memberitahukan atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion) atau perilaku (behaviour). Dengan kata lain, dari komunikasi yang dilakukan tersebut diharapkan terjadi tanggapan berupa efek yang akan terjadi.

Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell (Cangara, 2007: 19) bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.

Dari skema di bawah, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang berawal dari adanya pesan yang disampaikan oleh sumber melalui saluran (media/channel) yang diarahkan kepada penerima dengan harapan mendapatkan suatu efek yang sesuai dengan keinginan sang sumber.


(25)

commit to user

Berikut model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell tersebut :

( I ) : Sumber sering disebut juga sebagai pengirim, penyandi, komunikator, atau pembicara.

( II ) : apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan.

( III ) : saluran atau media yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima saluran boleh jadi pesan yang disampaikan dalam bentuk saluran verbal atau saluran non verbal.

( IV ) : penerima sering juga disebut sebagai sasaran atau tujuan.

( V ) : efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah dia menerima pesan tersebut.

Adapun karakteristik dari komunikasi itu sendiri adalah (Fajar, 2009: 33-34) :

a. Komunikasi suatu proses

Komunikasi sebagai proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta WHO

( I )

SAYS WHAT ( II )

IN WHICH CHANNEL

TO WHOM ( IV )

WITH WHAT EFFECT ( V )


(26)

commit to user

berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk isi, dan cara penyampaiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi.

b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja atau mempunyai tujuan Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.

c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat

Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik bila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama memiliki perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan.


(27)

commit to user

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misal: bahasa.

e. Komunikasi bersifat transaksional

Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks dan lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi.

2. Komunikasi Politik

Untuk memahami “komunikasi politik”, harus diperhatikan terlebih dahulu pengertian-pengertian yang terkandung di dalam kedua perkataan tersebut, yaitu “komunikasi” dan “politik”. Banyak aspek kehidupan politik dapat dilukiskan sebagai komunikasi. Politik, seperti komunikasi adalah proses; dan seperti komunikasi, politik melibatkan pembicaraan. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan politik Mark Roelofs bahwa politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara. Ia menekankan bahwa politik tidak


(28)

commit to user

hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik. Akan tetapi, hakikat pengalaman politik, dan bukan hanya kondisi dasarnya, ialah bahwa ia adalah kegiatan berkomunikasi antara orang-orang (Nimmo, 1993: 8).

Politik berasal dari kata “polis” yang berarti “negara kota”, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara Negara (kota) dan masyarakatnya. Kemudian kata ‘polis’ ini berkembang menjadi ‘politikos’ yang artinya kewarganegaraan. Dari kata ‘politikos’ menjadi ‘politera’ yang berarti hak-hak kewarganegaraan. Dengan ini pengertian politik menjadi lebih luas, yaitu pelaksanaan hak-hak warga negara dalam turut serta dan berperan dalam turut serta dan berperan dalam mengambil bagian pada pemerintahan (Sumarno, 1989: 8).

Apabila definisi komunikasi dan definisi politik tersebut kita kaitkan dengan komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut:

Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada

pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik” (Sumarno, 1989: 9).

Sedangkan bila dilihat dari tujuan politik an sich, maka hakikat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran politik atau ideologi tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, demi mewujudkan tujuan pemikiran politik atau ideologi sebagaimana yang mereka harapkan.


(29)

commit to user

Pengertian komunikasi politik selain dikaji dengan memilah-milah setiap komponen yang terlibat, juga harus ditelaah dengan melihat kaitan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain secara fungsional, dimana terdapat tujuan yang jelas yang akan dicapai. Sanders dan Kaid dalam karyannya, berjudul “Political Communication, Theory and Research: An Overview 1976-1977”, mengatakan bahwa komunikasi politik harus intentionally persuasive, dalam artian sengaja dibuat sedemikian rupa agar dapat meyakinkan khalayak.

Faktor tujuan dalam komunikasi politik itu, jelas tampak pula pada definisi yang disampaikan oleh Lord Windlesham dalam karyanya, What Is Political Communication. Bunyinya sebagai berikut:

Political communication is the deliberate passing of political message by a sender to a receiver with the intention of making the receiver behave in a way that might not otherwise have done.”

(Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikan berperilaku tertentu.)

Dijelaskan lebih lanjut oleh Windlesham bahwa, sebelum suatu pesan politik dapat dikonstruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhinya, di situ harus terdapat keputusan politik yang harus dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan.

Jika sanders dank aid serta windlesham menekankan pengertian komunikasi politik pada tujuan, ahli komunikasi lain seperti Dan Nimmo dalam bukunya, political communication and public opinion in America – menekannya


(30)

commit to user

pada efek yang muncul pada komunikan sebagai akibat dari penyampaian suatu pesan.

Makna tujuan pada definisi sanders dan Kaid serta windlesham, dan efek pada pendapat Dan Nimmo, pada hakikatnya sama; jika ditelaah perbedaannya hanyalah pada keterlekatan pada komponennya; tujuan melekat pada komponen komunikator dan efek pada komponen komunikan. Menurut kadarnya efek komunikasi terdiri dari tiga jenis, yakni efek kognitif, efek afektif dan efek behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2002: 219).

Nimmo menggunakan formula Lasswell dalam menjelaskan luas lingkup komunikasi politik, yaitu komunikator politik, pesan-pesan politik, media komunikasi politik, khalayak politik dan efek politik. Berdasarkan ruang lingkup itu, terlihat bahwa suratkabar, televisi dan saluran massa lainnya tercakup dalam kajian media komunikasi politik.

3. Televisi Sebagai Media Massa Dan Pengaruhnya

Media massa, terutama suratkabar, majalah, radio, dan televisi pada umumnya diyakini merupakan bagian yang vital dalam sistem politik demokrasi.


(31)

commit to user

Dimana dalam era keterbukaan ini, media massa memainkan peran-peran yang penting, seperti memberikan informasi kepada khalayak mengenai berbagai isu penting, menyediakan diri sebagai forum untuk terselenggaranya debat publik, dan bertindak sebagai saluran untuk mengartikulasikan aspirasi-aspirasi.

Media massa selalu hadir dan mewarnai kehidupan manusia sehari hari sehingga kehadirannya menjadi sangat penting dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Dalam kehidupan masyarakat modern, kehadiran media massa pada dasarnya mempunyai tujuan:

1. Informasi

· Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia.

· Menunjukkan hubungan kekuasaan.

· Memudahkan inovasi, adaptasi dan kekuasaan. 2. Korelasi

· Menjelaskan menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.

· Menunjang otoritas dan norma-norma mapan.

· Melakukan sosialisasi.

· Mengkoordinasikan beberapa kegiatan

· Membentuk kesepakatan.

· Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatip. 3. Kesinambungan


(32)

commit to user

· Mengekspresikan budaya dominant dari mengatur kebudayaan khusus (sub culture) serta perkembangan budaya baru.

· Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai. 4. Hiburan

· Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan saran relaksasi.

· Meredakan ketegangan sosial. 5. Mobilisasi

· Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan dan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang-bidang agama.

Peran penting media massa ketika proses pemilihan umum berlangsung, terjadi terutama selama periode kampanye. Strategi politik dalam konteks kampanye pemilihan umum tidak dapat dipisahkan dengan media massa. Strategi politik membutuhkan media massa supaya publik mengetahui dan mendukungnya. Dan televisi merupakan media yang paling luas dan cepat penyebarannya.

4. Iklan Politik Televisi

Periklanan pada dasarnya adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si pemasang iklan (pengiklan), yang membayar jasa sebuah media massa atas penyiaran iklannya, misalnya, melalui program siaran televisi. Adapun iklan itu sendiri biasanya dibuat atas pesanan si pemasang


(33)

commit to user

iklan itu, oleh sebuah agen atau biro iklan; atau bisa juga oleh bagian humas lembaga pemasang iklan itu sendiri (Suhandang, 2005: 13).

Atau arti lainnya periklanan (Ogilvy, 1983: 99) merupakan segala bentuk pesan tentang sesuatu yang disampaikan lewat media, yang ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat sebagai calon konsumen. Iklan adalah bagian dari promosi dan merupakan medium informasi yang mengandung bobot seni.

Pesan yang terdapat dalam iklan terbentuk dari perpaduan antara pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal, merupakan kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu. Sedangkan semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka dapat disebut pesan komunikasi (widyatama, 2007: 17).

Sementara itu iklan politik berfungsi menyampaikan pesan verbal dan visual yang bermuatan politik disusun secara persuasif dan komunikatif kepada khalayak. Dalam iklan, pesan verbal dan visual agak riskan untuk dipisahkan. Bila memposisikan sebagai audience, iklan harus punya pesan verbal dan non verbal yang kredibel. Janjinya masuk akal, visinya jelas, gambarnya menyentuh dan membuat nyaman calon pemilih (Tinarbuko, 2009: 81)

Iklan politik adalah proses dimana kandidat, partai politik, individu, dan grup-grup mempromosikan diri dan pandangan mereka melalui suatu saluran komunikasi massa. Iklan politik biasanya merupakan suatu bentuk media berbayar dimana promotor (atau sponsor) dari kandidat dll tersebut membeli jam tayang untuk mendistribusikan pesan iklan (Kaid, 2008).


(34)

commit to user

Political advertising refers to the process by which candidates, parties, individuals, and groups promote themselves and their viewpoints through mass communication channels. Political advertising is generally considered a form of paid media in which the promoter (or sponsor) buys the space or time for distributing the advertising message.

Lebih jelas Kaid dan Holtz-Bacha mendefinisikan iklan politik televisi sebagai moving image programming that is designed to promote the interest of a given party or individual (program gambar bergerak yang dirancang untuk mempromosikan tujuan sebuah partai atau individu). Dalam iklan politik, kandidat atau partai bisa mengontrol isi pesan politik yang akan disampaikan dalam iklan politik. Dan untuk menekankan soal kontrol pesan tadi, mereka memperluas definisi itu dengan menyodorkan definisi: any programming format under control of the party or candidate and for which time is given or purchased. (semua format program yang dikendalikan oleh partai atau kandidat dengan jam tayang yang telah diberikan atau dibeli) (Danial, 2009: 93)

Iklan politik, khususnya iklan audiovisual, memainkan peranan strategis dalam political marketing. Nursal (2004: 256) mengutip Riset Falkowski & Cwalian (1999) dan Kaid (1999) menunjukkan, iklan politik berguna untuk beberapa hal berikut:

1. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandidat

2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak-pastian pilihan karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.

3. Alat untuk melakukan rekonfigurasi citra kontestan. 4. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu 5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu nasional


(35)

commit to user

6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih terhadap kandidat dan even-even politik

Dari sisi sifat pesan, Linda Kaid (dalam Putra, 2007) menjelaskan, iklan dapat digolongkan menjadi iklan positif dan iklan negatif. Iklan positif adalah iklan yang memuat keunggulan dari sebuah kontestan yang dipasarkan Sedangkan iklan negatif adalah iklan tentang kelemahan pesaing. Iklan negatif (Ansolabehere: 1994) didefinisikan sebagai iklan yang berfokus pada kegagalan kebijakan atau kontribusi yang tidak diinginkan dari pihak lawan. Iklan negatif lebih cepat menarik perhatian pemilih ketimbang iklan positif.

Sedangkan menurut Devlin (Brian Mcnair, 1999), penyampaian pesan dalam iklan politik di TV dapat menggunakan berbagai macam tehnik. Ia menyebutkan ada tujuh kategori, meskipun tidak saling meniadakan. Pertama, iklan primitive, biasanya artificial, kaku, dan tampak dibuat-buat. Kedua, talking heads, dirancang untuk menyoroti isu dan menyampaikan citra bahwa kandidat mampu menangani isu tersebut dan melakukan pekerjaannya nanti.

Berikutnya adalah iklan negative, yang menyerang kebijakan kandidat atau partai lawan. (Ansolabehere: 1994) didefinisikan sebagai iklan yang berfokus pada kegagalan kebijakan atau kontribusi yang tidak diinginkan dari pihak lawan Iklan negatif lebih cepat menarik perhatian pemilih ketimbang iklan positif. Namun demikian, iklan negatif tidak selalu memberi citra positif kepada pihak yang menggunakan.

Iklan politik di tv jenis keempat adalah iklan konsep, yang dirancang untuk menggambarkan ide-ide dasar dan penting mengenai kandidat. Kelima


(36)

commit to user

adalah cinema-verite, tehnik yang menggunakan situasi informal dan alami, misalnya dengan menayangkan kandidat yang sedang berbicara akrab dan spontan dengan rakyat kecil atau satu sisi kehidupan pribadi atau keluarganya atau dunia pekerjaannya. Meskipun bertujuan memberikan kesan spontanitas dan informalitas, iklan semacam itu juga sering berdasarkan naskah (scenario) dan latihan.

Dua jenis iklan politik lainnya adalah kesaksian (testimonial), baik dari orang biasa, maupun dari tokoh terkemuka yang dikagumi, baik dari tokoh politik, ilmuwan, olahragawan mau pun artis. Terakhir adalah format reporter netral, rangkaian laporan mengenai kandidat atau lawannya dan memberikan kesempatan kepada pemirsa untuk memberikan penilaian. Tayangan itu tentu saja tidak netral, namun mengandung kesan demikian karena disampaikan secara naratif (Mulyana,1997: 97-98).

Frank W. Baker, seorang konsultan literatur media dari Columbia, menyebutkan bahwa suatu iklan politik, kewajiban untuk menyampaikan hal yang sebenarnya itu tidak ada dan stasiun televisi tidak memiliki tanggung jawab untuk memeriksa akurasi iklan tersebut. Hal ini mengakibatkan iklan politik terbuka terhadap manipulasi data dan dapat menyebabkan kebohongan untuk mencoreng lawan politik. Isi dari sebuah iklan seharusnya menunjukkan hal yang sebenarnya, tetapi di dalam iklan politik penonton sendiri yang harus memilah-milah kebenaran tentang isi iklan. (St. Louis Journalism Review 38.309. 2008 : 26)


(37)

commit to user 5. Persepsi

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression) tentang orang-orang, situasi-situasi ataupun peristiwa-peristiwa yang terdapat di sekitar mereka. Dari penilaian yang terbentuk, kemudian berpikir tentang suatu hal atau melakukan hal yang berhubungan dengan segala sesuatu yang dilihat, didengar atau dirasakan. Dalam menangkap pesan dari suatu proses komunikasi, setiap individu akan menanggapinya secara berbeda-beda, sesuai dengan keadaan individu tersebut sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda-beda. Manusia mempersepsi segala hal yang terjadi di dunia dan hasil persepsi itu dapat memberikan pengaruh-pengaruh tertentu ke dalam diri individu itu sendiri maupun individu lain.

Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya; penginderaan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan (Effendy, 2004: 197).

Menurut Deddy Mulyana, persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran (intrepretasi) adalah inti dari persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi terdiri dari tiga aktivitas yaitu: seleksi, organisasi dan interpretasi (Mulyana, 2007: 180-181).

Lebih lanjut Deddy Mulyana (2007: 179) mendefinisikan persepsi sebagai proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.


(38)

commit to user

Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi oleh Hafied Cangara (2007: 162), dijelaskan bahwa persepsi ialah dimana seseorang menyadari adanya obyek yang menyentuh salah satu pancainderanya, apakah itu mata atau telinga. Persepsi terbentuk karena adanya rangsangan yang diorganisasi kemudian diberi interpretasi menurut pengalaman, budaya dan tingkat pengetahuannya.

Definisi lain tentang persepsi yang dapat dijumpai misalnya, dari Berelson dan Steiner (1964) sebagaimana dikutip oleh Severin dan Tankard Jr. (1988: 121) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan sebuah complex process by which people select, organize and interpret sensory stimulation into a meaningful and coherent picture of the world. Kemudian definisi ini dikomentari oleh Severin and Tankard Jr. bahwa individu-individu pada dasarnya tidak bersifat pasif, tetapi bersifat aktif dalam proses persepsi. Mereka juga berpendapat bahwa beberapa faktor psikologis, seperti asumsi, motivasi, penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, minat dan sikap ikut serta mempengaruhi persepsi.

Pengertian persepsi kerap disamakan / dianggap sama dengan pengertian respon, reaksi tingkah laku yang merupakan akibat dari stimulus sosial (gejala sosial) yang berupa perubahan nilai yang timbul di tengah-tengah masyarakat.

Dalam hal ini, nilai yang muncul tersebut menentukan respon yang diambil sebagai landasan pokok perbuatan atau bertindak seperti pendapat yang dikemukakan oleh Soerjono Soekamto, bahwa interaksinya dengan perorangan/kelompok masyarakat terlihat adanya, serta mengandung rangsangan dan respon (Soekamto, 1975: 56-60).


(39)

commit to user

Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan hasil pengamatan terhadap suatu obyek melalui panca indera sehingga diperoleh suatu pemahaman atau penilaian. Dalam persepsi, terkandung 3 pengertian yaitu:

1. merupakan hasil pengamatan 2. merupakan hasil penilaian

3. merupakan pengolahan akal dari data indrawi yang diperoleh melalui pengamatan.

Persepsi dapat dilaksanakan oleh seorang individu melalui beberapa syarat: a. adanya obyek yang dipersepsi (fisik atau kealaman)

b. reseptor atau alat indra untuk menerima stimulus dan saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus dan mengadakan respon diperlukan saraf motoris (fisiologis)

c. perhatian sebagai langkah pertama suatu persiapan dalam mengadakan persepsi (psikologis)

Persepsi merupakan aktifitas menilai sehingga bersifat evaluatif dan subyektif. Evaluatif berkaitan dengan nilai baik buruk atau positif-negatif. Subyektif berarti adanya perbedaan kapasitas indrawi dan perbedaan filter konseptual dari masing-masing individu dalam melakukan persepsi. Sehingga pengolahan stimuli dalam diri komunikan akan membuahkan makna yang ekslusif, yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Berkenaan dengan persepsi pemilih terhadap iklan politik, Nursal (2004: 234) mengadaptasi Kotler (1995) dan Peter dan Olson (1993), menyebutkan ada


(40)

commit to user

beberapa tahap respon yang dilakukan oleh pemilih dalam hal pemilihan umum terhadap stimulasi iklan politik, yaitu:

1.Awareness, yakni bila seseorang dapat mengingat atau menyadari bahwa sebuah pihak tertentu merupakan sebuah kontestan Pemilu. Dengan jumlah kontestan Pemilu yang banyak, membangun awareness cukup sulit dilakukan, khususnya bagi partai-partai bam. Seperti sudah menjadi hukum besi political marketing, secara umum para pemilih tidak akan menghabiskan waktu dan energinya untuk menghafal nama-nama kontestan tersebut. Yang terang, seorang pemilih tidak akan memilih kontestan yang tidak memiliki brand awareness.

2. Knowledge, yakni ketika seorang pemilih mengetahui beberapa unsur penting mengenai produk kontestan tersebut, baik substansi maupun presentasi. Unsur-unsur itu akan diinterpretasikan sehingga membentuk makna politis tertentu dalam pikiran pemilih. Dalam pemasaran produk komersial, tahap ini disebut juga sebagai tahap pembentuk brand association dan perceived quality.

3. Liking, yakni tahap di mana seorang pemilin menyukai kontestan tertentu karena satu atau lebih makna politis yang terbentuk di pikirannya sesuai dengan aspirasinya.

4. Preference, tahap di mana pemilih menganggap bahwa satu atau beberapa makna politis yang terbentuk sebagai interpretasi terhadap produk politik sebuah kontestan tidak dapat dihasilkan secara lebih memuaskan olch


(41)

commit to user

kontestan lainnya. Dengan demikian, peniilih tersebut memiliki kecenderungan unluk memilih kontestan tersebut.

5. Conviction, pemilih tersebut sampai pada keyakinan untuk memilih kontestan tertentu.

6. Pemilih

Azwar (2008) membagi pemilih di Indonesia dengan tiga kategori. Kategori pertama, adalah pemilih yang rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih kritis emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih. Kelompok pemilih yang berentang usia 17-21 tahun ini adalah mereka yang berstatus pelajar, mahasiswa, serta pekerja muda.

Sedangkan Brooks dan Farmer mengatakan bahwa kampanye cenderung membagi pemilih menjadi tiga kategori yaitu basis pemilih yang yang mendukung kandidat, swing voters atau pemilih mengambang yang bisa dipersuasi oleh kandidat mana pun dan basis pemilih yang mendukung kandidat lawan yang tidak bisa dipersuasi oleh cara apa pun. Dalam psikologi politik, pemilih yang telah memiliki dukungan terhadap kandidat tertentu cenderung mengabaikan atau kurang memperhatikan pesan dari pihak lawan. Dan itu mempengaruhi pemilih dalam mengevaluasi karakter kandidat dan isi dari pesan kampanye.

Campaigns tend to divide voters into three categories: the base voters who are predisposed to support the candidate, the swing voters who may be


(42)

commit to user

persuaded and the opponent’s base voters who are unlikely to be persuaded by any appeal. Political psychology suggests the base voters on both sides have predispositions that cause them to ignore or discount messages from the opposing view point. That same filter seems to be at work here. When a voter has a clear predisposition it affects their evaluation of a candidate’s character and the content of the campaign message.“ (Brooks, Farmer : 2009)

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian (Nazir: 2003). Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar akan munculnya interpretasi-interpretasi alternatif. Metode ini juga mampu mendekatkan antara peneliti dengan objek yang dikaji.

Cara kerja proses penelitian ini berlangsung serempak dan dilakukan dalam bentuk pengumpulan, pengolahan dan menginterpretasikan sejumlah data yang bersifat kualitatif. Menurut nawawi (Nawawi: 1995), penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Hasil penelitian ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki. Akan tetapi guna mendapatkan manfaat yang lebih luas dalam penelitian ini, kerap kali di samping pengungkapan fakta sebagaimana adanya dilakukan juga pemberian interpretasi-interpretasi yang kuat.


(43)

commit to user

Rakhmat (1993: 24) menyatakan bahwa penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.

Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana persepsi pemilih pemula setelah melihat iklan politik tanpa menggunakan uji hipotesis atau prediksi. Di mana informasi diperoleh dengan membandingkan hasil wawancara dari masing-masing responden, observasi dan kajian kepustakaan, baru kemudian menarik kesimpulan dari persepsi responden.

Penelitian ini ditujukan untuk (1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan atau evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Sementara itu, pendekatan kualitatif dilakukan untuk menghasilkan data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

2. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi merupakan seluruh obyek atau subyek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti(Alimul, 2007). Populasi dari penelitian ini adalah pemilih pemula yaitu pemilih yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2011 yang berusia sekitar 17-21 tahun yang bertempat tinggal di perumahan Fajar Indah, Surakarta.


(44)

commit to user b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul,2007). Peneliti menggunakan rancangan pengambilan sampel dengan purposive sampling, yaitu memilih orang-orang tertentu karena peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 12 responden pemilih pemula yang bertempat tinggal di Perumahan Fajar Indah, Surakarta.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Pemilih pemula berusia 17-21 tahun. 2. Pernah melihat iklan politik di televisi 3. Penduduk Perumahan Fajar Indah Surakarta. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di perumahan Fajar Indah, yang tergabung dalam kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Pengambilan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dari khalayak di lokasi tersebut dapat mewakili populasi yang sedang diteliti oleh peneliti. Kondisi ini tepat sekali untuk dijadikan sebagai obyek penelitian penulis. Kedekatan. Secara geografis, peneliti memiliki kedekatan dengan lokasi penelitian karena peneliti tinggal di wilayah Kota Surakarta. Sehingga memungkinkan bagi peneliti lebih memahami kondisi Kota Surakarta. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini akan mampu menjelaskan lebih dalam realita yang terjadi di kota tersebut. Secara teknis, faktor kedekatan geografis ini juga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data.


(45)

commit to user 3. Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber Data Primer

Merupakan data utama yang langsung diperoleh dari sumber data oleh peneliti untuk tujuan penelitian. Data primer ini diperoleh dari dokumentasi, hasil observasi dan wawancara dengan narasumber. b. Sumber Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dengan cara tidak langsung atau didapatkan dari pihak lain. Adapun data-data yang dikumpulkan diperoleh dari buku-buku atau literatur, internet dan sumber lain yang dapat mendukung penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sangat penting dalam penelitian komunikasi kualitatif yang melibatkan manusia sebagai subyek (pelaku, aktor) sehubungan dengan realitas atau gejala atau masalah yang diteliti. Dari wawancara, disamping melihat opini mereka tentang peristiwa yang terjadi, juga dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya. Wawancara dilakukan terhadap responden yang dapat memberikan informasi dan keterangan-keterangan penting yang berkaitan dengan penelitian. Wawancara ini bersifat lentur, terbuka, tidak berstruktur ketat namun tetap fokus dan terarah.


(46)

commit to user

Karl Weick (dikutip dari Seltiz, Wrightsman, dan Cook 1976:253) mendefinisikan observasi sebagai pemilihan pengubahan, pencatatan dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris (Rakhmat, 2004: 83).

Pemilihan menunjukkan bahwa pengamat ilmiah mengedit dan memfokuskan pengamatannya secara sengaja atau tidak sengaja. Pemilihan mempengaruhi apa yang diamati, apa yang dicatat, dan kesimpulan apa yang diambil.

Pengubahan berarti observasi tidak hanya dilakukan secara pasif. Peneliti boleh mengubah perilaku atau suasana tanpa mengganggu kewajarannya. Mengubah perilaku artinya dengan sengaja mengundang respon tertentu.

Pencatatan adalah upaya merekam kejadian-kejadian dengan menggunakan catatan lapangan, sistem kategori, dan metode-metode lainnya.

Pengodean berarti proses menyederhanakan catatan-catatan ini melalui metode reduksi data.

Rangkaian perilaku dan suasana menunjukkan bahwa observasi melakukan serangkaian pengukuran yang berlainan pada berbagai perilaku dan suasana.

In situ berarti pngamatan kejadian dalam situasi alamiah walaupun tidak berarti tanpa menggunakan manipulasi eksperimental.


(47)

commit to user

Untuk tujuan empiris menunjukkan bahwa observasi mempunyai bermacam-macam fungsi dalam penelitian: deskripsi, melahirkan teori dan hipotesis, menguji teori dan hipotesis.

Observasi dalam penelitian ini berguna untuk menjelaskan, memerikan dan merinci gejala yang terjadi.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan data yang berupa dokumen, teks atau karya seni yang kemudian dinarasikan (dikonversikan ke dalam bentuk data).

5. Analisa Data

Analisis yang digunakan adalah analisis data interaktif yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman. Tehnik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verying conclusions) (Punch, 1998: 202-204).

Langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap (Pawito, 2007: 104). Tahap pertama melibatkan langkah-langkah editing, pengelompokan, dan meringkas data. Pada tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok-kelompok, dan pola-pola data. Catatan yang dimaksud di sini tidak lain adalah gagasan-gagasan atau ungkapan yang mengarah pada teorisasi berkenaan dengan data yang ditemui.


(48)

commit to user

Komponen kedua analisis dari miles dan Huberman yaitu penyajian data (data display) melibatkan langkah-langkah mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan karena dalam penelitian kualitatif data biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa bertumpuk maka penyajian data (data display) pada umunya diyakini membantu proses analisis.dalam hubungan ini, data yang tersaji berupa kelompok-kelompok atau gugusan-gugusan yang kemudian saling dikait-kaitkan sesuai dengan kerangka teori yang digunakan.

Pada komponen terakhir, yakni penarikan dan pengujian kesimpulan (drawing and verying conclusions), peneliti mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat.

Berikut skema siklus analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman:

Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman Pengumpulan

data

Reduksi data

Penyajian data

Penarikan/pengujian kesimpulan


(49)

commit to user BAB II

PROFIL CALON PRESIDEN - WAKIL PRESIDEN DAN DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

A. Profil Megawati Soekarnoputri – Prabowo Subianto (Mega-Pro)

Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapat nomor urutan pertama dalam pemilu 2009 adalah pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo. Pasangan yang diusung PDI Perjuangan - Gerindra itu mendeklarasikan diri sebagai pasangan capres dan wapres pada tanggal 24 Mei 2009. Lokasi pendeklarasian bertempat di area TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini bukan tanpa sebab, 'Gunung sampah' Bantar Gebang, identik dengan masyarakat marginal alias kaum yang terpinggirkan. Selain di Bantar Gebang, mereka juga mengadakan deklarasi di pasar tradisional Pasar Gede, Solo pada tanggal 29 Mei 2009. Deklarasi di Bantar


(50)

commit to user

Gebang dan Pasar Gede merupakan bentuk konsistensi pada platform ekonomi kerakyatan yang diusung pasangan tersebut.

Visi yang diutarakan Mega-Prabowo apabila mereka menjadi presiden dan wakil presiden masa pemerintahan 2009-2014 adalah: “GOTONG ROYONG

MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA YANG BERDAULAT,

BERMARTABAT, ADIL DAN MAKMUR”. Adapun Misi yang dijunjung adalah: “Menegakkan kedaulatan dan kepribadian bangsa yang bermartabar; Mewujudkan kesejahteraan sosial dengan memperkuat ekonomi kerakyatan; Menyelenggarakan pemerintahan demokratis-konstitusional yang bersih dan efektif”.

Visi dan misi di atas merupakan gambaran potret mengenai persoalan hakiki dalam kehidupan bangsa saat ini, dan gambaran tentang arah kemana pikiran dan pekerjaan akan dilakukan dalam 5 tahun yang akan datang. Tema sentral yang diturunkan ke dalam isu-isu pokok juga memberikan landasan operasional/platform bagi program-program kerja 5 tahun mendatang.

Kata “GOTONG ROYONG” merupakan intisari dari ideologi Pancasila 1 Juni, dimana MEGA PRABOWO melihat bahwa tanggung jawab untuk membangun bangsa ke depan harus dilakukan secara bahu-membahu bersama

seluruh komponen-komponen bangsa. Sedangkan kata-kata

“BERDAULAT”,“ADIL DAN MAKMUR”, dan “BERMARTABAT” adalah amanat Trisakti.


(51)

commit to user

“BERDAULAT” artinya pemerintah harus mampu menyediakan sarana-sarana vital agar rakyat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraannya. Untuk itu bangsa ini harus:

1. Mandiri di bidang pangan, energi, keuangan dan pertahanan keamanan

2. Mengutamakan kemampuan nasional dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam

3. Mengutamakan perkembangan ilmu dan teknologi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan terbarukan

4. Mendorong produksi dan konsumsi dalam negeri untuk memperkuat ekonomi

“ADIL DAN MAKMUR” mengandung arti:

1. Rakyat memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan terpenuhinya sarana-sarana dasar di bidang pendidikan, kesehatan dan dalam melakukan proses produksi. Oleh karena itu, pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan akses untuk rakyat kecil terutama tani, nelayan, buruh, pedagang kecil dan pelaku

ekonomi lainnya

Terciptanya keadilan antar wilayah, dimana tidak ada daerah yangh tertinggal jauh dibanding daerah lainnya

2. Terfasilitasinya keragaman di dalam masyarakat sehingga Indonesia bisa menjadi rumah untuk semua anak bangsa. Untuk


(52)

commit to user

itu, hukum dan keadilan serta musyawarah mufakat harus menjadi dasar dalam mengelola perbedaan

3. Negara harus menjamin hidup yang layak bagi rakyat terpinggirkan dan menghargai HAM dalam segala aspeknya

“BERMARTABAT” mengandung pengertian:

1. Negara mampu menjamin pertahanan dan keamanan serta integritas wilayah NKRI secara mandiri

2. Memiliki kemampuan dalam menentukan arah pembangunan dan perekonomian tanpa didikte oleh pihak lain

3. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk berperan secara regional dan global dalam rangka menciptakan tatanan dunia yang lebih adil

4. Mendorong berkembangnya karakter dan kebudayaan yang mendukung kemajuan dan daya tahan sebagai bangsa

Agenda pokok membangun kembali Indonesia Raya: 1. kekayaan Negara untuk kemakmuran rakyat 2. Melaksanakan ekonomi kerakyatan

3. Membangun kedaulatan pangan dan energi

4. Menyelenggarakan pemerintahan yang tegas, bersih, dan efektif dalam melayani rakyat.

5. Menciptakan manusia Indonesia yang unggul, sehat, dan berkepribadian melalui pendidikan, kesehatan dan kebudayaan.


(53)

commit to user

Ø Megawati Soekarnoputri

Megawati adalah anak kedua dari Presiden Soekarno yang merupakan proklamator kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Beliau lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947 dengan nama Dyah Permata Megawati Setiyawati Soekarnoputri. Dia menghabiskan masa sekolah dasar hingga menengah atas di Yayasan Perguruan Cikini, Jakarta. Selepas itu ia pernah kuliah di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), tetapi tekanan politik saat itu mengakibatkan dia tidak dapat menyelesaikan studinya.

Ibu dari tiga orang anak ini merintis karier politiknya dengan menjadi Ketua PDI Cabang Jakarta Pusat tahun 1987. Semasa Orde Baru kerinduan akan sosok Soekarno seolah tergantikan oleh Megawati. Maka, tak heran jika Megawati kemudian menjadi sosok yang kuat di PDI, meruntuhkan kekuatan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI saat itu. Naiknya pamor Megawati bahkan dinilai berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan Orde Baru yang sedang berkuasa sehingga ketika Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya memilih Megawati sebagai Ketua Umum Partai, intrik politik pun mulai bermunculan.


(54)

commit to user

Setelah menjadi Ketua Umum Partai, Megawati mendiami kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro. Kantor tersebut merupakan simbol keberadaan DPP yang sah. Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Penyerangan kantor DPP PDI tersebut bukannya menyurutkan semangat para banteng muda, tetapi justru makin mengukuhkan eksistensi Megawati sebagai simbol perlawanan Orde Baru.

Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan.

Pemilu 1999 menjadi pemilu paling fenomenal sejak masa Orde Baru dimulai karena saat itu rezim lama telah tumbang dan PDI Perjuangan telah memberikan sosok baru menjadi harapan rakyat Indonesia. Kejenuhan akan represi politik Orde Baru menjadikan PDI Perjuangan menjadi pilihan pertama rakyat Indonesia hingga meraih suara 33,36 persen dari total suara pada tahun 1999.

Meski Megawati dipilih oleh rakyat, tetapi di parlemen dia kalah oleh KH Abdurrahman Wahid yang akhirnya menjadi Presiden dan Megawati menjadi


(55)

commit to user

wakilnya saat itu. Situasi politik yang terus berubah akhirnya menjatuhkan Gus Dur dari jabatannya dan mengangkat Megawati sebagai Presiden sejak pertengahan 2001 hingga 2004.

Menjadi Presiden RI dalam situasi krisis ekonomi sosial dan politik bukanlah jalan yang mudah bagi Megawati. Warisan utang dan kemampuan keuangan negara yang sangat berat saat itu membuat presiden ke-5 RI ini mengambil jalan yang sangat tidak populer, yaitu melego saham BUMN, menguras simpanan pemerintah, dan menjual aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Dengan berbagai langkah itu, Mega yang dipuja pada Pemilu 1999 akhirnya harus menerima kenyataan bahwa dia tidak mampu memenuhi harapan bangsa Indonesia hingga akhirnya PDI Perjuangan tidak lagi populer pada Pemilu 2004. Dan kini, Megawati harus berusaha keras untuk dapat meyakinkan dan meraih simpati rakyat dalam pemilihan presiden 2009.

Daftar Riwayat Hidup:

Nama : Dr (HC) Hj. Megawati Soekarnoputri

Nama Lengkap: Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri Lahir : Yogyakarta, 23 Januari 1947

Agama : Islam

Suami : Surendro (alm) Taufik Kiemas

Anak : Mohammad Prananda Mohammad Rizki Pratama


(56)

commit to user Puan Maharani

Pendidikan :

· SD Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)

· SLTP Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)

· SLTA Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)

· Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidak selesai)

· Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), (tidak selesai) Karir :

· Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung), (1965)

· Anggota DPR-RI, (1993)

· Anggota Fraksi DPI Komisi IV

· Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI, (1987-1997)

· Ketua Umum PDI versi Munas Kemang (1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang

· Wakil Presiden Republik Indonesia, (Oktober 1999-23 Juli 2001)

· Presiden Republik Indonesia ke-5, (23 Juli 2001-2004)


(57)

commit to user

Prabowo yang dilahirkan 17 Oktober 1951 di Jakarta adalah anak ketiga dari begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo dengan Dora Marie Sigar. Masa kecil Prabowo bersama kedua orangtuanya banyak dilewatkan di negara-negara di Benua Asia dan Eropa. Dalam lingkungan itu, ia menguasai setidaknya empat bahasa asing, yakni Inggris, Jerman, Perancis, dan Belanda.

Minat Prabowo pada dunia kemiliteran merujuk pada karier kedua pamannya, Letnan Sujono Djojohadikusumo dan Sersan Mayor Subianto Djojohadikusumo. Kedua pamannya ini gugur dalam Peristiwa Lengkong di Tangerang tahun 1946.

Akhirnya ia menetapkan hati untuk memilih pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) di Magelang. Saat bersamaan padahal ia juga diterima di Fakultas Ekonomi Colorado University dan George Washington University. Bak meteor, karier militernya memang melesat berkat kemampuannya sebagai prajurit tempur. Puncak kepemimpinan komandan jenderal pun direngkuhnya.

Namun, kariernya berbalik arah pada tahun 1998. Saat dia menjadi Panglima Kostrad (1998), muncul ”Peristiwa Mei 1998” yang berakibat pada mundurnya Presiden Soeharto. Prabowo pun terkena imbasnya, ia dituding berada di belakang kasus penculikan sejumlah aktivis. Peristiwa inilah yang membuat Prabowo harus melepas dinas kemiliterannya.

Prabowo pun ”menyepi” ke Jordania dan sejumlah negara di Eropa dan Asia selama sekitar dua tahun. Prabowo pun ”menyepi” ke Jordania dan sejumlah


(1)

memilih tidak bisa hanya dilihat dari iklan politiknya saja tapi juga figur si kandidat, jadi pengaruh iklan politik prosentasenya hanya sedikit.

2 Mahasiswa Berita di televisi lebih meyakinkan dalam mempengaruhi

keputusan memilih.

Tergantung pada kemasan iklan itu sendiri, apabila iklan yang dikemas terlihat meyakinkan mungkin sedikit mempengaruhi sebagai pertimbangan.

3 Pekerja Tetap mempengaruhi sebagai pertimbangan untuk menilai

kandidat.

Iklan politik hanyalah omong kosong belaka, jadi tidak mempengaruhi keputusan memilih.

Cara pandang partisipan terhadap iklan politik cenderung lebih rasional karena mereka tidak sepenuhnya terpengaruh terhadap iklan, partisipan cenderung telah memiliki penilaian tersendiri mengenai kandidat sebelum terpengaruh oleh stimulus iklan. Kecenderungan persepsi partisipan terhadap capres dan cawapres Pemilu 2009 adalah bahwa kualitas kandidat bisa dinilai dengan sendirinya karena mereka sering muncul di televisi. Sesuai dengan alasan mengapa iklan politik di televisi kurang memberikan pengaruh dalam keputusan memilih yang telah diungkapkan sebelumnya oleh Miftah, dari kalangan pekerja, ketika mempersepsi iklan politik SBY-Boediono. Dan kembali diungkapkan secara terpisah oleh Alfiana, dari kalangan pelajar SMA. Sama halnya seperti pendapat Miftah,


(2)

commit to user

Alfiana menilai para kandidat capres dan cawapres Pemilu 2009 pada dasarnya sudah cukup sering dilihat di televisi sehingga masyarakat sudah bisa menilai sendiri dari kegiatan mereka yang ditampilkan di tv.

“ee.. sebenernya iklan tu cuma berdampak kecil lah dari prosentase kita dalam memilih suatu calon. Sebelumnya kan kita uda sering liat mereka (para kandidat) di tivi-tivi, jadi uda cukup tahu. Iklan cuma sebagai pelengkapnya doang, pelengkap kampanye lah.”

Dari kalangan pelajar SMA yang lain, Diptanta berpendapat iklan politik memang berpengaruh, tetapi dalam keputusan memilih juga harus dilihat atau dikaitkan dengan figur kandidatnya. Pendapat Diptanta ini menarik karena dari hasil ketiga iklan yang telah dipersepsi, ia menganggap iklan Megawati dan Prabowo sebagai iklan yang ia sukai karena isinya yang informatif. Tetapi iklan itu tidak memberi pengaruh pada Dipatanta untuk menaruh minat memilih pasangan Megawati dan Prabowo. Figur Megawati, yang seorang wanita menurut Diptanta tidak pantas untuk dijadikan seorang Presiden. Latar belakang ajaran agama Diptanta, menganggap seorang pemimpin itu haruslah dari laki-laki.

Di kalangan mahasiswa, masalah figur juga disinggung oleh Listiyo. Meski menurut Listiyo data dan fakta dalam iklan politik itu tidak bisa dipercaya, melalui iklan politik, pola pikir kandidat akan terlihat kemudian membentuk imej figur di masyarakat. Apabila imej figur kandidat yang terbentuk bagus, tentu iklan politik akan menjadi pertimbangan dalam keputusan memilih. Dan berhubungan dengan pembentukan imej melalui iklan politik tentu didukung penuh oleh kemasan yang menarik. Begitu juga dengan pendapat Tuning, iklan yang meyakinkan akan membuat yakin pemilih dalam pengambilan keputusan.


(3)

“Ya mungkin sedikit mempengaruhi kan tadi kita lihat iklannya, menarik kan.. terus kita berusaha mencari bagaimana sih yang sebenarnya seorang JK-Wiranto, SBY-boediono, mungkin sedikit mempengaruhi sebuah iklan itu. Jadi kalau iklannya tidak meyakinkan mungkin ya memilihnya jadi sedikit tidak yakin.”

Minimnya durasi iklan yang berdampak pada keterbatasan informasi yang bisa disampaikan juga menjadi salah satu alasan kurang berpengaruhnya iklan politik di televisi. Luluk, dari kalangan mahasiswa, berpendapat bahwa iklan politik di televisi kurang bisa menjabarkan visi dan misi secara detail. Berbeda dengan model pemberitaan yang dibuat oleh media massa. Beberapa jawaban juga menunjukkan partisipan lebih mendapatkan keyakinan dalam mempengaruhi memilih apabila informasi yang mereka dapati melalui acara berita di televisi, debat publik atau berita di media massa lain entah itu cetak maupun elektronik. Dari hasil pengamatan, kecenderungan yang partisipan terutama kalangan pelajar SMA dan mahasiswa cari adalah informasi yang detail mengenai visi dan misi serta latar belakang atau figur kandidat yang berkompetisi.

Partisipan dari kalangan pekerja memiliki memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai pengaruh iklan politik televisi. Iin dan Widi menyatakan iklan politik di media televisi memberikan pengaruh dalam keputusan memilih, namun bagi Widi pengaruh tersebut tidak sepenuhnya. Ia masih masih mencari informasi lain dari sumber yang berbeda. Miftah dan Frenky berpendapat bahwa pesan dalam iklan itu tidak sepenuhnya dapat dipercaya. Frengky yang sejak awal telah skeptis dengan para pasangan capres dan cawapres Pemilu 2009 mengatakan iklan sama sekali tidak berpengaruh dalam keputusan memilih. Sedangkan Miftah masih mempertimbangkannya untuk melihat kualitas kandidat.


(4)

commit to user

“Tetep mempertimbangkan, kadang kalau tidak melihat iklan bingung juga bener atau tidak calonnya seperti ini, seperti ini. Tapi hanya sebatas pertimbangan saja.”

Kemudian penulis menanyakan, lantas, apa sumber pertimbangan lain yang lebih meyakinkan bagi Miftah untuk mempengaruhi keputusan memilih? Miftah menjawab:

“Yaa.. selain dari melihat dari periode kemarin, juga dari referensi buku-buku.. atau mungkin di internet-internet atau artikel-artikel banyak bisa dicari. Mungkin itu bisa lebih meyakinkan."


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa persepsi pemilih pemula terhadap iklan kampanye politik calon presiden dan wakil presiden yang ditayangkan di media televisi pada pemilu 2009 bervariasi. Namun kecenderungan persepsi pemilih pemula melihat dari visi misi dan latar belakang figur kandidat. Dalam perkembangan jenis iklan politik yang ada pada pemilu 2009 yaitu munculnya iklan negatif (bersifat menyerang lawan politik), ditemukan pula kecenderungan bahwa iklan negatif membuat persepsi pemilih pemula menjadi lebih rasional dibandingkan dengan iklan positif. Aspek-aspek latar belakang track record kinerja kandidat lebih dikedepankan dan tidak hanya menerima secara pasif kelebihan-kelebihan kandidat seperti yang biasa disodorkan oleh iklan positif. Meskipun demikian, iklan positif dipandang tetap lebih bisa diterima oleh pemilih pemula di Surakarta ketimbang iklan negatif.

2. Persepsi pemilih pemula mengenai pengaruh iklan politik di media televisi terhadap keputusan memilih di Perumahan Fajar Indah juga bervariasi, namun cenderung hanya memberikan dampak yang kecil. Dalam mempengaruhi keputusan memilih, pemilih pemula di kota Surakarta cenderung memandang akan lebih bisa teryakinkan apabila informasi yang didapat berasal dari debat politik atau berita di program acara televisi atau media massa lainnya. Pemilih


(6)

commit to user

pemula juga cenderung memandang bahwa para kandidat Pemilu tahun 2009 telah sering muncul di media massa sehingga mereka sudah bisa menilai kualitas kandidat.

B. SARAN

1. Perkembangan iklan politik di media televisi dengan adanya iklan negatif pada pemilu 2009, semakin menambah menarik dunia kampanye politik di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Ilmuwan komunikasi politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali, iklan yang bersifat menyerang sah-sah saja sejauh berdasarkan data valid dan dinilai positif karena mendorong pemilih untuk menilai para calon presiden berdasarkan rekam jejak, bukan berdasarkan sanjungan saja. Oleh karena itu, pada pemilu yang akan datang dalam membuat iklan politik di televisi maupun dimana saja, tim kampanye kandidat diharapkan bisa lebih cerdas menampilkan iklan dengan data-data yang valid yang akhirnya akan lebih bisa mendidik pemilih dalam menentukan kandidat pilihannya.

2. Pemilih pemula pada Pemilu 2009 telah mengalami kecenderungan masa transisi berkembang menjadi masyarakat modern, dimana kemajuan teknologi banyak membantu mereka dalam mencari informasi. Mereka telah lebih cerdas dalam menilai kandidat dan berhati-hati dalam mengambil keputusan memilih. Hendaknya tim kampanye kandidat mau lebih dalam menggali atau meneliti masyarakat sehingga tidak asal dalam mengklaim keberhasilan dan hanya memberikan realitas semu tanpa bukti. Yang masyarakat Indonesia butuhkan adalah bukti, bukan janji-janji semata.