Latar Belakang Historis KOTA MEDAN

Tabel 2.3: Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Tahun 2009 Golongan Umur Laki Laki Perempuan Jumlah 0-4 85.479 92.031 177.510 5-9 92.938 95.831 188.769 10-14 93.816 101.718 195.534 15-19 112.384 102.112 214.496 20-24 118.376 123.835 242.211 25-29 101.077 105.293 206.370 30-34 85.089 72.358 157.447 35-39 75.751 88.369 164.120 40-44 77.067 77.986 155.053 45-49 57.601 51.876 109.477 50-54 47.369 52.936 100.305 55-59 36.150 38.715 74.865 60-64 27.363 23.351 50.714 65-69 21.220 19.092 40.312 70-74 11.793 13.230 25.023 75+ 5.984 12.863 18.847 Jumlah 1.049.457 1.071.596 2.121.053 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

C. Latar Belakang Historis

Kotamadya Medan awalnya adalah sebuah perkampungan kecil yang dinamakan kampung Medan Putri. Letaknya berada di antara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura dan termasuk wilayah XII Kuta Hamparan Perak. 37 Hadirnya perkebunan tembakau di wilayah Sumatera Timur telah membawa 37 Tengku Lukman Sinar. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Litbang Seni Budaya Melayu. 1991. hal. 11 ‐12. Universitas Sumatera Utara perubahan yang signifikan baik dari segi ekonomi, sosial, dan demografi. Keuntungan yang didapat dari perkebunan tembakau begitu besar sehingga mempengaruhi perkembangan perekonomian di Sumatera Timur. Keuntungan itu tidak hanya dirasakan oleh pihak pengusaha perkebunan saja tetapi juga dirasakan oleh pihak sultan dan raja-raja yang berkuasa di Sumatera Timur. Keuntungan yang didapat berkat hadirnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur telah mengangkat kondisi sosial-ekonomi pihak penguasa Sumatera Timur. Sebelum kedatangan Belanda, para raja hidup dalam keadaan melarat. Setelah kedatangan Belanda, gaya hidup pihak penguasa Sumatera Timur pun berubah. Mereka tidak melewatkan sedikt waktu pun untuk mengadakan pesta-pesta mewah untuk menyambut tamu-tamu Eropa. Selain itu, banyak orang dari luar wilayah Sumatera Timur datang ke wilayah ini untuk mencari nafkah sehingga mempengaruhi demografi Sumatera Timur pada saat itu. Seiring dengan perkembangan perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pihak pengusaha perkebunan mulai memperkerjakan kuli-kuli Cina. Awalnya pihak pengusaha mempekerjakan penduduk asli, yaitu Batak dan Melayu, tetapi karena mereka cenderung malas bekerja maka pihak pengusaha tidak mempekerjakan penduduk asli lagi. Namun pada akhirnya pihak pengusaha mendatangkan kuli-kuli yang berasal dari Jawa dan India dengan sistem kontrak. Dengan demikian komposisi penduduk wilayah Sumatera Timur tidak hanya didiami oleh penduduk asli tetapi juga didami oleh suku-suku pendatang, seperti Jawa, Cina, India, dan suku Batak Toba yang datang ke Sumatera Timur untuk mencari nafkah. Pada tahun 1887, Kesultanan Deli dipindahkan dari Labuhan ke Kota Medan. Bersamaan dengan itu, Kota Medan dijadikan sebagai Ibukota Karesidenan Sumatera Timur dengan luas wilayah 90.000 km². Dengan dijadikannya Medan sebagai ibukota Karesidenan Sumatera Timur, maka Medan menjadi pusat perekonomian Sumatera Timur. Di Kota Medan juga dibuka kantor Universitas Sumatera Utara Chartered Bank pada tahun 1888 yang disusul oleh dibukanya kantor Nederlandsche Handel Maatschaappij pada tahun 1892. Perkembangan perekonomian yang begitu pesat menyebabkan dibukanya Belawan sebagai pelabuhan internasional. Ketika Medan dijadikan Ibukota Karesidenan Sumatera Timur, tumbuh kampung-kampung yang baru: Kampung Petisah Hulu, Kampung Petisah Hilir, Kampung Kesawan, dan Kampung Sungai Rengas. Kampung- kampung ini dikepalai oleh seorang kepala kampung di bawah komando Kontrolir di Labuhan. Kampung Petisah Hulu disatukan dengan Petisah Hilir yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung. Kemudian, tumbuh lagi kampung yang baru, yaitu: Kampung Aur dan Kampung Keling yang dikepalai oleh wakil Kepala Kampung. 38 Pada tahun 1918 status Medan beralih dari status ibukota Karesidenan Sumatera Timur menjadi status Gementee Kotapraja, tetapi kota Maksum dan Sungai Kera tidak termasuk ke dalam wilayah Kotapraja. Kedua wilayah itu tetap berada dalam kekuasaan Sultan Deli. Walikota Kotapraja Medan pada saat itu adalah Baron Daniel Mackay. Selain itu, muncul pula tempat pemukiman baru yang letaknya terpisah dari penduduk pribumi dan berdiam secara eksklusif. Tempat pemukiman itu ditujukan untuk orang-orang Eropa dan orang-orang Cina. Bahkan di kalangan penduduk pribumi ada juga yang membentuk kelompoknya sendiri seperti kampung Mandailing. Pada masa itu penduduk Medan berjumlah 43.826 jiwa. Hal ini disebabkan penduduk pribumi telah bercampur-baur dengan pendatang asing seperti orang Eropa, orang Cina, dan orang Asia lainnya. Selanjutnya Medan mengalami perkembangan yang begitu pesat baik dari segi ekonomi maupun pemerintahan. Setelah Indonesia merdeka, Kota Medan menjadi kota otonom yang berada di bawah pengawasan Gubernur Sumatera. Hal ini sesuai dengan ketetapan Gubernur No.103 pada tanggal 17 Mei 1946 mengenai pembentukan 15 kota otonom. Ketika Negara Sumatera Timur NST 38 Ibid. hal. 58. Universitas Sumatera Utara terbentuk, Medan dijadikan Stadsgemente. 39 Seiring dengan terbentuknya Provinsi Sumetara Utara maka pemerintahan Negara Sumatera Timur pun dihapuskan. Provinsi Sumatera Utara yang telah terbentuk itu meliputi wilayah Karesidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli dengan Medan sebagai pusat pemerintahannya. Tetapi pembentukan Provinsi Sumatera Utara menuai protes dari kalangan masyarakat Aceh yang menginginkan wilayah Aceh menjadi satu provinsi yang otonom dan tetap tunduk pada pemerintah pusat. Setelah melalui perundingan, maka pada tahun 1956 Aceh tidak lagi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, terjadi perubahan jumlah Daerah Otonom tingkat II, yaitu 10 Kabupaten, 3 Kota besar termasuk Kota Medan, dan 3 kota kecil lainnya. Melalui Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66IIIPSU ditetapkan bahwa sejak 21 September 1951, daerah kota Medan diperluas tiga kali lipat dengan mengambil wilayah Kabupaten Deli dan Serdang. Keputusan tersebut disusul oleh Maklumat Walikota Medan nomor 2 tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas kota Medan menjadi 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Medan, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, dan Kecamatan Medan Baru. Empat kecamatan tersebut memiliki 59 Kepenghuluan. Dalam perkembangan selanjutnya Medan yang telah menjadi Kotamadya, mengalami perluasan daerah. Melalui Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1973 ditetapkan bahwa beberapa wilayah yang sudah menjadi bagian dari Kabupaten Deli Serdang, dimasukkan ke dalam wilayah Kotamadya Medan, sehingga Medan memiliki 11 Kecamatan dan 116 Kelurahan. Kemudian, melalui sebuah surat persetujuan dari Mendagri pada tahun 1986, Kelurahan yang ada di Kotamadya Medan ditambah menjadi 144 Kelurahan. Melalui Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991 tentang pembentukan beberapa Kecamatan di Sumatera Utara, 39 Pemerintah Kota Medan. Sejarah Kota Medan. http:www.pemkomedan.go.idselayang_sejarah.php. diakses tanggal 07 Januari 2015. Universitas Sumatera Utara maka Kecamatan yang ada di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan dimekarkan menjadi 19 Kecamatan. Kemudian dua wilayah di Kotamadya Medan dimekarkan menjadi wilayah Kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tahun 1992 tentang pembentukan Kecamatan di Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, Kecamatan di Kotamadya Medan yang semula berjumlah 19 menjadi 21 Kecamatan. Dua Kecamatan yang mengalami pemekaran tersebut adalah Kecamatan Medan Marelan dengan 4 Kelurahan dan Kecamatan Medan Perjuangan dengan 9 Kelurahan.

D. KPU Kota Medan