Instrumentasi dan Bahan Penelitian 1. Alat : Cara Kerja

commit to user 4. Variabel Luar yang tidak Terkendali. a. Patogenesis suatu zat yang dapat merusak paru selain radikal bebas yaitu reaksi hipersensitivitas terhadap asap rokok dan efek toksiknya. b. Kondisi psikologis mencit Kondisi ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Karena lingkungan yang terlalu gaduh atau ramai, pemberian perlakuan berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis ini. c. Imunitas sistem kekebalan dari masing-masing binatang percobaan.

G. Instrumentasi dan Bahan Penelitian 1. Alat :

a. Kandang hewan percobaan dengan ukuran 35 x 25 x 12 cm. b. Tempat pengasapan mencit dengan asap rokok c. Timbangan duduk dan timbangan neraca d. Sonde lambung e. Alat bedah hewan percobaan scalpel, pinset, gunting, jarum, dan meja lilin f. Alat untuk pembuatan preparat histologi g. Mikroskop cahaya medan terang h. Kamera nikon i. Gelas ukur dan pengaduk j. Blender k. Saringan Jus 2. Bahan : commit to user a. Makanan hewan percobaan pelet b. Rokok kretek merk dagang ada pada penulis c. Aquadest d. Bahan untuk membuat preparat histologis dengan pengecatan e. Hematoxilin Eosin f. Mangga Mangifera indica L. jenis golek

H. Cara Kerja

1. Langkah pertama a. Membuat Jus Mangga Jus mangga dibuat dari buah mangga yang matang dari jenis golek. Dengan perhitungan dosis sebagai berikut : 1 Jumlah kandungan beta-karoten yang terdapat dalam 100 gram mangga matang : 553 µg Afriansyah, 2001. 2 Kebutuhan antioksidan beta-karoten untuk manusia adalah 60 µghari 3 Nilai konversi dari manusia ke mencit adalah 0,0026 Ngatidjan, 1991. 4 Dosis mangga matang yang dibutuhkan untuk manusia perhari : Kebutuhan beta-karoten perhari x 100 g kandungan beta-karoten 60 g x 100 g = 10,84 g mangga 11 gram mangga 553 g 5 Dosis mangga matang yang dibutuhkan untuk mencit : dosis untuk manusia x nilai konversi : 11 g x 0,0026 = 0,0286 g 0,03 g commit to user = 30 mg mangga 6 Pengenceran jus mangga : Jus mangga dibuat secara kolektif untuk 10 ekor tikus dalam satu kelompok perlakuan. Mangga yang di jus setiap kalinya sebanyak 30 g daging buah. Setelah di jus, mangga kemudian diencerkan dengan aquadest hingga volumenya mencapai 200 ml aquadest, sehingga dalam 200 ml mengandung 30 gram mangga atau dalam tiap 0,2 ml jus mengandung 0,03 gram 30 mg mangga. Setelah itu, diambil sebanyak 0,2 ml untuk diberikan secara per oral pada tiap mencit. b. Membuat kandang perlakuan Pengasapan rokok dilakukan dalam kandang tertutup berukuran 50 x 35 x 20 cm dengan ventilasi berukuran 20 x 10 cm. 2. Langkah kedua Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Suhu dan kelembaban ruangan tetap dijaga. Pada hari ke–8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan. 3. Langkah ketiga Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Sampel mencit sebanyak 30 ekor dibagi menjadi 3 kelompok secara random, masing – masing kelompok 10 ekor. Kelompok pertama sebagai kelompok kontrol K hanya diberi aquadest 0,2ml20g BB per oral tiap hari selama 14 hari berturut-turut. Kelompok kedua sebagai kelompok perlakuan I PI diberi perlakuan berupa pengasapan dengan 1 batang rokok dalam kandang setiap hari selama 14 hari berturut-turut. Kelompok ketiga sebagai kelompok perlakuan II PII diberi perlakuan berupa pengasapan dengan 1 batang rokok dalam kandang setiap commit to user hari selama 14 hari berturut-turut, namun 2 jam sebelumnya diberi 0,2ml20g BB jus mangga per oral sekali sehari. Di luar jadwal perlakuan tersebut mencit diberi makan berupa pellet dan minum air PAM ad libitum. 4. Langkah keempat Setelah diberi perlakuan selama 14 hari, satu hari kemudian semua mencit dikorbankan secara dislokasi leher, diambil organ paru bagian kanan lobus tengah untuk selanjutnya dibuat preparat histologis dengan metode blok parafin dan pengecatan HE. Hal ini dilakukan pada satu hari setelah hari ke- 14 agar efek perlakuan masih tampak nyata. Pengambilan paru bagian kanan lobus tengah ini hanya untuk homogenitas sampel. Dari bagian paru yang diambil dari setiap mencit dibuat 3 irisan dengan ketebalan 3-4 µm. Jarak antara irisan satu dengan yang lain ± 25 irisan. Dengan demikian dari setiap kelompok mencit terdapat 30 irisanpreparat. Pengamatan preparat jaringan paru dengan pembesaran 400x untuk mengamati seluruh lapangan pandang, kemudian ditentukan daerah yang akan diamati ada kerusakan. 5. Langkah Kelima Setiap preparat jaringan paru diamati gambaran mikroskopisnya dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Dengan perbesaran 400x ini, setiap preparat diamati pada 5 lapang pandang secara acak. Dari setiap lapang pandang, dilihat apakah gambaran yang terlihat normal tidak ada kerusakan histologis atau memberikan gambaran mikroskopis kerusakan derajat ringan, sedang, atau berat. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan normal bila dari satu lapang pandang tersebut tidak ditemukan adanya tanda-tanda kerusakan mikroskopis seperti : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar. Gambaran commit to user mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan memberikan gambaran kerusakan ringan bila dari satu lapang pandang dijumpai adanya salah satu gambaran dari : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar atau ketiga-tiganya pada 13 lapang pandang. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan memberikan gambaran kerusakan sedang bila dari satu lapang pandang dijumpai adanya salah satu gambaran dari : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar atau ketiga-tiganya pada 13 - 12 lapang pandang. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan memberikan gambaran kerusakan berat bila dari satu lapang pandang dijumpai adanya salah satu gambaran dari : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar atau ketiga-tiganya pada 12 lapang pandang. Penentuan beratnya derajat kerusakan preparat didasarkan pada gambaran kerusakan mikroskopis terbanyak yang ditemukan dari 5 lapang pandang dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Namun jika dari 5 lapang pandang tidak terdapat gambaran kerusakan mikroskopis sama sekali maka preparat dikatakan normal. Jika dari 5 lapang pandang terdapat 4 lapang pandang dengan gambaran mikroskopis normal dan 1 lapang pandang menunjukkan gambaran kerusakan mikroskopis, maka derajat kerusakan preparat tersebut sesuai dengan gambaran kerusakan mikroskopis yang ditemukan misal : kerusakan ringan, sedang, atau berat. Bila dari 5 lapang pandang terdapat gambaran kerusakan mikroskopis lebih dari satu lapang pandang maka derajat kerusakan preparat sesuai dengan jumlah kerusakan yang terbanyak misal yang terbanyak adalah lapang pandang dengan kerusakan ringan maka derajat kerusakan preparat tersebut adalah ringan. commit to user Namun apabila ditemukan jumlah kerusakan lapang pandang yang sama dengan gambaran yang berbeda misal dari 5 lapang pandang terdapat 3 lapang pandang normal, 1 lapang pandang dengan kerusakan ringan, dan 1 lapang pandang kerusakan sedang maka pengamatan pada preparat ditambah satu lapang pandang lagi. Dan bila masih ada gambaran kerusakan yang berbeda dengan jumlah lapang pandang yang sama maka pengamatan ditambah satu lapang pandang lagi, demikian seterusnya sampai diperoleh jumlah yang tidak sama. Untuk keperluan penghitungan statistik, preparat normal diberi skor 0, preparat dengan derajat kerusakan ringan diberi skor 1, preparat dengan derajat kerusakan sedang diberi skor 2, dan preparat dengan derajat kerusakan berat diberi skor 3.

I. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan yang bermakna di antara semua kelompok perlakuan, kemudian untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok perlakuan digunakan uji statistik Mann Whitney Murti, 2010. Derajat kemaknaan yang digunakan a = 0,05. Data diolah menggunakan program komputer SPSS versi 15. commit to user

BAB IV HASIL PENELITIAN