Nilai Kalor Bahan Bakar

18 selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar berlebih. Kendaraan bermotor memiliki ambang batas emisi gas buang guna mengendalikan pelepasan senyawa berbahaya ke lingkungan. Pada Tabel 2.1 akan ditunjukkan ambang batas emisi gas buang pada kendaraan bermotor. Kategori L merupakan kendaraan bermotor roda 2 dua, sedangkan kategori M, N, dan O merupakan kendaraan bermotor roda 4 empat atau lebih.

2.4.6 Efisiensi Termal

Thermal Efficiency Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari bahan bakar yang terbakar. Persamaan 2.18 dapat digunakan untuk menghitung efisiensi termal. ........................................... 2.18 Dimana : Pb = Daya Watt ṁ f = Laju aliran bahan bakar kgjam LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar kJkg

2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar Caloric Value. Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas bahan bakar High Heating Value , merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara Universitas Sumatera Utara 19 teoritis, besarnya nilai kalor atas HHV dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.19.[8] .......................................................... 2.19 Dimana : HHV = Nilai kalor atas kJkg T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan oC T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan oC Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala oC Cv = Panas jenis bom kalorimeter 73529,6 kJkgoC Dan nilai kalor bawah bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan 2.20. LHV = HHV–3240 ............................................................................... 2.20 Dimana : LHV = Nilai kalor bawah kJkg HHV = Nilai kalor atas kJkg Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan nilai kalor bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas HHV karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Besarnya nilai kalor bahan bakar mempengaruhi dari energi ledakan yang akan terjadi jika bahan bakar tersebut dibakar atau dinyalakan. Kandungan energi di dalam bahan bakar diukur dengan membakar semua bahan bakar di dalam bom kalorimeter serta mengukur peningkatan temperatur yang terjadi. Energi yang tersedia tergantung wujud air yang dihasilkan dari pembakaran hidrogen. Jika air di dalam produk buangan berwujud gas uap air, kemudian tidak dapat melepaskan panas penguapannya, maka dihasilkan nilai kalor bersih yang disebut nilai kalor bawah bahan bakar Lower Heating value. Jika air dikondensasikan kembali ke temperatur asal bahan bakar hingga berwujud cair maka akan menghasilkan nilai kalor kotor Higher heating value, HHV. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American of Mechanical Engineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV, sedangkan peraturan SAE Society of Automotive Engineers menetukan penggunaan nilai kalor bawah LHV.[9] Universitas Sumatera Utara 20 Dilakukan 5 kali pengujian bom kalorimeter pada setiap bahan bakar yang digunakan dan dicari rata-rata dari nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan persamaan 2.21 dan 2.22. .................................................................. 2.21 .................................................................. 2.22

2.6 Pertamax 92

Dokumen yang terkait

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 21 88

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 13

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 2

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 4

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 25

Kajian Studi Perbandingan Performansi Mesin Otto Empat Langkah Dengan Bahan Bakar Pertamax 92 dan Variasi Bahan Bakar Campuran Pertamax 92-Kapur Barus

0 0 2

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 13

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 2

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 5

Kajian Study Perbandingan Performansi Mesin Otto Satu Silinder Menggunakan Alat Catalytic Converter Dengan Bahan Bakar Pertamax dan Campuran Pertamax-Serbuk Kapur Barus

0 0 26