BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Film Indonesia merupakan contoh produk budaya populer yang berkembang di masyarakat. Secara fungsional, film tidak hanya bersinggungan
dengan bidang hiburan, namun juga menjadi potret atas permasalahan di dalam masyarakat. Film Indonesia dengan demikian bergerak dan berkembang pada dua
arah tersebut: sebagai media hiburan, sekaligus menjadi refleksi akan dinamika sosial yang terjadi pada masyarakat. Hal ini senada dengan kajian yang dilakukan
Krishna Sen terkait perkembangan sinema Indonesia pada orde baru. Dalam kajiannya tersebut, Sen menunjukkan pengaruh yang kuat dari kondisi sosial
masyarakat Indonesia di bawah rezim orde baru terhadap tema-tema film yang diproduksi pada era tersebut Sen, 1994:4.
Garin Nugroho merupakan satu dari sedikit sutradara di Indonesia yang menggunakan film untuk memotret permasalahan sosial di Indonesia. Garin
memiliki kepekaan tinggi atas permasalahan sosial di Indonesia dan hal ini terwujud dalam film-film garapannya. Salah satu pengamat film Indonesia seperti
Seno Gumira Ajidarma misalnya dalam Membaca Film Garin menulis bahwa film-film Garin Nugroho melihat kepekaan Garin dari film-filmnya “tidak bisa
dimengerti” Cheah dkk, 2002:44. Pernyataan ini mengacu pada beberapa faktor yang seringkali berujung pada kompleksitas karya-karya Garin. Beberapa di
antaranya adalah penonjolan penggunaan simbol-simbol metaforik yang
A. Latar Belakang g
M Masalah
Film m
Indonesia merup up
ak k
an n
c con
onto toh
h pr
pr oduk budaya
a populer yang
berkem embang di
i masy
y ar
arak ak
at a
. Secara fungsional, fi fi
lm m
t t
id ak h
h anya ber
rsi s
nggungan de
dengan bid dan
an g
g h
hibura ra
n n,
namun juga me
njadi potr et
t a
a ta
ta s perm
m as
as al
alah a
an d d
i i
dalam masy
y ar
ar ak
ak a
at. Fi i
lm lm
I nd
onesia dengan de mi
kian berge ra
k dan
be berkem
m ba
ba ng
ng p
ada du
d a
ar r
ah ah
tersebu but:
sebagai m ed
ia hiburan ,
sekaligus me
njadi reflek si
si aka an
n di
dina na
mika ka
so so
si si
al y a
ang te
rjadi pada masya ra
kat. Ha
l ini se
na da dengan kaji
an y
a ang di
di la
lak kukan
Krishn n
a Sen terk
ai t
per kemban
ga n
sine ma Indonesia pada orde b
a aru. Dala
am m
ka k
jiann ny
a tersebut, Sen me nu
nj uk
kan pengaruh yang kuat dari ko
nd isi
sosia al
masyar ar
ak at Ind
on on
es es
ia ia
d di bawa
h h
rezim orde de
b baru terh
had ad
ap ap
tema-te ma
ma film ya
ya ng
ng di
d produksi pada era tersebut Sen, 199
99 4:
4: 4
4. Ga
Ga ri
ri n Nugr
g oho merupa
p kan satu dari sedikit sutradara di
i I
I nd
ndones es
ia ia
y ya
ang me
me ng
nggu g
nakan film lm u
u n
nt k
uk m m
emot t
re ret
t pe pe
rm rmasalah
ah an
a s
s os
osia ia
l l
di Indones s
ia ia
. Garin
memili li
ki ki
k k
ep ep
ek ekaan tinggi atas p
permasal alahan sosial di I
I nd
nd on
on es
es ia
ia d
dan hal ini terwujud dalam film-film garapan
nnya. Salah h satu pengamat film Indonesia seperti
Seno Gumira Ajidarma misalnya a dalam
M Membaca Film Garin menulis bahwa
film-film Garin Nugroho melihat ke kepe
e k
kaan Garin dari film-filmnya “tidak bisa di
ti” Ch h dkk 2002 44 P t
i i d b b
f kt
2
multitafsir, pemilihan tema cerita yang mengangkat permasalahan sosial Indonesia, serta pensejajaran adegan yang kontras. Faktor-faktor semacam ini
membuat Garin Nugroho menjadi salah satu sutradara yang memiliki kekhasan dalam penciptaan karya-karyanya.
Jika Garin terkenal dengan film-filmnya yang keras dan berkarakter tersebut, hal ini tidak luput dari usahanya dalam melawan represi di masa
pemerintahan Orde Baru. Dalam wawancaranya dengan Tom Redwoods
1
dalam Majalah Real Time Arts tahun 2007 Garin mengungkapkan “musuh” yang
dihadapinya di masa Orde Baru adalah militerisme Soeharto. Sinema, menurut Garin pada waktu itu cenderung menjadi alat propaganda untuk pemerintahan
Soeharto. Di tengah tekanan yang bersifat politis tersebut Garin berusaha menampilkan Indonesia dengan perspektif yang kompleks melalui permainan
makna dan paradoks yang muncul di film-filmnya
2
Paradoks-paradoks yang muncul tersebut “mengganggu” bagi para penikmat film yang mencari hiburan dalam film Garin. Penonton tidak jarang
diajak untuk berpikir dan menonton film-filmnya berulang kali untuk memahami dan menginterpretasi simbol-simbol yang seringkali tidak terkait dan sulit untuk
dimaknai secara denotatif. Garin seakan-akan memaksa penonton untuk
1
Wawancara diunduh dari http:www.realtimearts.netarticle808636;
2
Permainan makna ini merupakan salah satu ciri khas Garin di dalam filmnya dengan mempertontonkan adegan-adegan yang jika dilihat secara gamblang terasa tidak berkaitan dengan
konteks narasi film. Contoh dalam film Surat untuk Bidadari pada salah satu adegan tokoh Lewa berkeliling desa dengan menunggangi kuda dan ia menggunakan helm dari ember dan tangannya
memegang tongkat, mirip dengan ksatria Inggris pada abad ke-14. Sedangkan paradoks yang sering muncul lihat Krishna Sen, “What ‘Oppositional in Indonesian Cinema?” dalam Philip
Cheah, dkk, And The Moon Dances: The Films of Garin, Yogyakarta, Bentang, 2004,hlm.44-45
membuat Garin Nugroho o
m menjadi salah satu sut
utra ra
dara yang memiliki kekhasan dalam penciptaan
n k
karya-karyany y
a. Jika
ka Garin terke
e na
n l de
eng ng
an an f
fil ilm-
m fi
fi lm
m ny
ny a
a yang keras
d d
an berkarakter terseb
eb ut, hal in
in i tida
a k
k luput dari u
u sa
sa ha
a ny
y a dalam
m melawa
w n repres
si di masa pe
pemerint nt
ah ahan
an O
Orde Ba Ba
ru . Dalam wawancaranya de
ng g
an an
Tom m
R Red
edwo w
ods
1 1
dalam Maja
a la
lah h Real
l T
ime Arts tahun 2 007
Garin meng un
gk ap
p ka
k n “m
“m us
us uh” ya
ang di
iha hada
d piny
ny a
di masa Ord e
Ba ru ada
la h
militeri sme
Soeharto. Si
Sinema ma
, me me
nuru u
t t
Ga Ga
rin p pa
da waktu itu cende ru
ng m
en ja
di ala t
propaganda u
nt uk
p p
em mer
er in
inta t
han Soehar
r to
. Di teng ah
tekanan y
an g
be rsif
at pol it
is t
ersebut Ga ri
rin berusa a
a ha
m menam
mp ilkan Indonesia deng
an perspek ti
f ya ng kompleks melalu
i i
perm mainan
n makna da
n pa ra
ra do
do ks
ks y y
ang g
munc ul
ul di film-fi
fi lm
lmny y
a
2
Paradoks-paradoks yang mu u
nc n
ul tersebut “mengganggu” bag g
i i
pa pa
r ra
pe peni
ni km
km at
t f f
il il
m m
ya ya
ng ng
m m
en en
ca ca
ri ri
h h
ib i
uran dalam m
f f
il il
m m
Ga Ga
ri ri
n n.
Pe Pe
no no
nt nt
on on tid
id ak
ak j j
ar ar
ang di
diaj aj
ak ak u
u ntuk ber
er pi
pi ki
ki r
r da
dan n
me me
no n
nton n
f f
il ilm
m-film m
ny ny
a a
be be
ru la
la ng
ng k k
ali untuk k
me m
m mahami
dan meng i
in t
terpretasi simbol-simb b
ol o
yang g seringkali tidak ter
k ka
it it
d dan sulit untuk
dimaknai secara denotatif. G Garin seak
kan-akan memaksa penonton untuk
1
Wawancara diunduh dari http:www.realtim m
earts.netarticle808636;
3
bercermin pada realitas yang pahit atas kecarutmarutan dan dekadensi kultural yang sedang melanda Indonesia pada waktu itu.
Kepekaan Garin dalam menangkap realitas yang muncul di masyarakat Indonesia membuat karya Garin kaya akan perspektif dibanding sutradara-
sutradara Indonesia yang lain. Kekayaan akan perspektif dalam penggarapaan filmnya dapat ditelusuri salah satunya melalui bukunya Hiburan dan Kekuasaan
Nugroho, 1998. Buku ini merupakan kumpulan tulisan kritik Garin dalam melihat perkembangan televisi, film, bahkan media elektronik lain di Indonesia.
Buku ini menunjukkan kemampuan Garin dalam menangkap nilai-nilai ideologis yang dibawa oleh film:
Potensi unik film sebagai media komunal-cangkokan tersebut menjadikannya sering dikenali sebagai gugusan dari bagian-bagian yang
berbeda, yang setiap bagian dibangun oleh hukumnya sendiri-sendiri. Akibatnya, sering melahirkan pertentangan-pertentangan dari unsur-
unsurnya sendiri. Sungguhlah tepat apa yang dikatakan James Monaco How to Read a Film, bahwa memahami film adalah memahami
bagaimana setiap unsur baik sosial, ekonomi, politik, budaya, psikologi, dan estetis film masing-masing mengubah diri dalam hubungannya yang
dinamis Nugroho, 1998:77.
Keunikan dan ciri khas yang dihadirkan melalui film garapan Garin Nugroho berlanjut pada salah satu filmnya berjudul Opera Jawa 2006. Film ini
merupakan kerjasama Garin Nugroho dengan Peter Sellars dan didanai oleh pemerintah kota Wina dalam New Crown Hope Festival untuk memperingati
ulang tahun Mozart ke-250. Melalui jejak karya Garin pada dua dekade sebelumnya, Opera Jawa menjadi sebuah proyek eksperimental yang dilakukan
Garin untuk menggabungkan unsur seni rupa, vokal, dan seni tari dalam sebuah narasi film. Opera Jawa sendiri merupakan film yang didasarkan pada satu
Kepekaan Garin d d
al alam menangkap rea
li li
ta ta
s yang muncul di masyarakat Indonesia memb
b u
uat karya Garin kaya akan perspekt t
if if
dibanding sutradara- sutradara In
In do
nesia yang ng
lain. Ke K
ka k
ya y
an a
a ka
ka n
n pe
pe rspektif dalam
am penggarapaan filmny
nya dapat di d
telusu u
ri ri
salah satun u
ya ya
melalui bukun un
ya y
Hibu bu
ran dan Ke
K kuasaan
N Nugroh
h o,
o, 1
1 99
99 8
. 8
Bu Bu
ku ini merupakan kumpula
n tu
tu lisan
kr kr
it it
ik ik Garin
dalam meliha
hat t pe
p rkem
em ba
ngan t
elevisi, film, b
ahkan media el
ektron ik
ik lai
i n
n di di
I Indones
esia. Bu
uku ku ini m
m enunjukkan kemampuan G
ar in dalam
m enangkap nil
ai ai-nil
l ai
ai ide de
ol o
ogis is
ya ya
ng n
dib b
awa oleh film:
Po tensi unik
fi lm
seba ga
i me
dia ko
munal -cang
kokan terseb ut
t menjadikannya sering
dik enal
i se ba
ga i
gugu sa
n dari
bagian-bagian yan g
g berbeda, yang setiap b
ag ian dibangun
o leh hu
kumnya sendiri-sendiri. Akibatnya, s
ering me lahirkan
pertentanga n
- pe
rt enta
ng an dari unsu
r -
- -
un surnya
s en
diri. S S
un un
gg gg
uh uh
lah tepat apa yang ng
d d
ik ik
at at
ak ak
an Jam
es M
on ac
o o
How t
o o
Re Re
ad ad a
a F
F il
il m
m , ba
bahw h
a mema ma
h hami f
f il
il m
m ad
ad al
alah ah
m m
emah ami
bagaimana setiap unsur baik k
so sosi
sial, ek ekon
onomi, politik, budaya, psikologi, dan estetis film masing-masing men
en gu
gu bah diri dalam hubungannya yang
dinamis i Nugroho, 1998:77.
Keunik ik
an d d
an an
c c
i iri khas
y y
an an
g g di
diha hadirkan
m mel
el al
al ui
f f
il ilm garapa
pan n
G Garin
Nugr oh
oh o
o be
b rl
l an
an ju
ju t
t pada salah satu u
filmny y
a a berjudul Opera
Ja Ja
wa w
2 2
00 00
6 6. Film ini
merupakan kerjasama Garin Nu Nugroho den
ngan Peter Sellars dan didanai oleh pemerintah kota Wina dalam Ne
New Crow wn Hope Festival untuk memperingati
ulang tahun Mozart ke-250. Me Melalu
u i
i jejak karya Garin pada dua dekade sebelumnya Opera Jawa menjadi sebu
b ah proyek eksperimental yang dilakukan
4
episode dari Epos Ramayana tentang penculikan Dewi Sinta dan diinterpretasikan ulang oleh Garin Nugroho. Cerita Ramayana sendiri masuk ke tanah Jawa,
diadaptasi oleh Wali Sanga dan dipopulerkan sebagai sarana untuk proses Islamisasi di Jawa Susetya, 2008:iv. Dengan adanya proses adaptasi ini, maka
Ramayana bukan hanya berfungsi estetis sebagai karya sastra, namun menjadi media komunikasi yang efektif dan sarat dengan nilai-nilai dan makna religius
yang diendapkan dalam filosofi-filosofi dasar masyarakat Jawa. Dalam buku yang sama Susetya 2008:215 menceritakan ulang cerita
Ramayana dan memberikan nilai-nilai luhur yang dapat diambil dari karakter- karakter yang ada di dalamnya, termasuk Dewi Sinta. Tokoh ini diceritakan
sebagai istri yang setia dan mengabdi pada suaminya Rama, hingga pada antiklimaks cerita ketika Rama tidak meyakini kesucian Dewi Sinta. Pada titik
kritis ini Dewi Sinta membuktikan kesetiaannya dengan melompat ke kobaran api yang tidak membakar tubuhnya.
Sepenggal antiklimaks tersebut menjadi tema inti yang membuat perbedaan besar antara versi klasik Ramayana yang selama ini dikenal dengan
film Opera Jawa. Film ini mengeksplorasi konflik yang dialami Dewi Sinta ditunjukkan oleh tokoh Siti terkait relasinya dengan Rama Setyo serta
Rahwana Ludiro. Dengan setting kehidupan masyarakat Jawa di era tahun 1998, tokoh Siti menjadi lebih “jujur” dan menyuguhkan permasalahan yang selama ini
membisu di kalangan perempuan Jawa. Permasalahan tersebut ditunjukkan dengan idealisme yang kurang lebih dapat terangkum dalam pertanyaan: apa dan
siapa perempuan Jawa? diadaptasi oleh Wali San
an g
ga dan dipopulerka ka
n n
sebagai sarana untuk proses Islamisasi di Jawa
wa Susetya, 2008:iv. Dengan adanya pr r
os o
es adaptasi ini, maka Ramayana
a b
bukan hanya ya
berfung ng
si si e
e st
t e
etis is
s s
eb bag
agai ai
karya sastra, n
n amun menjadi
medi i
a a komuni
i ka
k si yan
an g efektif dan sa
sa ra
a t dengan n
n il
ilai a
-nilai ai
dan mak kna
n religius
ya yang die
e nd
ndap apka
ka n dala
la m
m fi
lo sofi-filosof
i dasar masyar
ak akat
at Jawa.
a. D
Dalam m
b buku y
an g sama Susetya 2008:215
menc er
erit i
akan an
u ula
lang cer erita
Ra ama
mayana a
dan memberika n
nilai-nila i
luhur ya ng
dapat dia mb
b il
il dar
ar i
i ka ka
ra ra
kter r
- ka
ka ra
r kter
r yan
g ada di dalam
ny a, ter
ma suk De
wi Sinta. Tok
oh i
n ni dic
ic er
r it
it akan
sebaga a
i istri yang
s et
ia dan men
ga bd
i pa
da sua mi
nya Rama, h
hingga pa ad
a a
an antikli
im aks cerita ketika Ra
ma tidak meyakin
i kesucian Dewi Sint
a. .
Pada da titik
k kritis ini
Dewi i
Si Si
nt nta membuktika
kan n
kesetiaa aa
n nnya
y denga
g n me
me lo
lo mp
m at k
e kobaran n
ap ap
i i
ya yang tidak membakar tubuhnya.
Se Se
pe pe
ng ng
ga ga
l l
an an
ti ti
kl kl
im im
ak ak
s s
tersebut m m
en en
ja ja
di di
t t
em em
a a
in in
ti ti
y y
a ang
g me
memb mb
uat pe
perb rb
ed ed
aa a
n besa a
r r
an anta
tara v v
er er
si si
klasi i
k k Ra
Ra m
mayana na
y y
an an
g g
se se
la la
ma ma
ini dik k
en enal
al d dengan
film ff
Opera J
Jawa. Film ini men n
gekspl o
orasi konflik yang d
d i
ia l
lami Dewi Sinta ditunjukkan oleh tokoh Siti
terkait rel lasinya dengan Rama Setyo serta
Rahwana Ludiro. Dengan setting g kehidu
u p
pan masyarakat Jawa di era tahun 1998, tokoh Siti menjadi lebih “jujur” dan
me enyuguhkan permasalahan yang selama ini
5
Dalam film ini, gambaran tokoh Siti menunjukkan sosok perempuan Jawa yang lazim ditemui di daerah rural Jawa: seorang istri dari kelompok
petanipedagang; tinggal di komunitas pedesaan dan berperan sebagai ibu rumah tangga. Hampir tidak ada yang janggal hingga penonton diajak untuk mencermati
dialog dan monolog yang diutarakan Siti tentang dirinya; tentang hasrat seksualnya yang tidak terpenuhi oleh suaminya, tentang godaan Ludiro yang
sejenak membuatnya terlena, tentang kesedihannya atas kebebasan yang selama ini terpendam di dalam dirinya.
Konflik-konflik tersebut mencerminkan tekanan yang mungkin juga dialami oleh para perempuan Jawa. “Tekanan” ini mengakibatkan perasaan isin
dan sungkan Magnis-Suseno, 1985:167-168 yang kemudian menuntut dorongan- dorongan pribadi untuk dikontrol atas nama kaedah yang disetujui oleh
masyarakat. Konteks demikian memberi makna yang lebih dalam atas kehadiran Siti dalam film Opera Jawa. Hal ini pula yang mendorong peneliti untuk dapat
mengkaji lebih lanjut konflik tersembunyi dalam tokoh Siti, terutama melihat konteks tokoh ini dengan realitas yang dimiliki oleh perempuan di masyarakat
Jawa. Sebagai gambaran, posisi perempuan dalam masyarakat Indonesia yang
kini tidak lagi dimaknai secara sederhana dan terdomestifikasi dalam institusi keluarga. Dalam sektor ekonomi misalnya, perkembangan karir perempuan
sebagai PNS di Indonesia menempati hingga jumlah 1.727.797 dari total 3.728.868 PNS di Indonesia Ruspita, 2012:23. Indikasi ini menunjukkan
progres dari perempuan yang berkontribusi secara signifikan dalam sektor publik. petanipedagang; tinggal d
d i
i k
komunitas pedesaan n
d d
an a
berperan sebagai ibu rumah tangga. Hampir ti
ti d
dak ada yang g
janggal hingga penonton d
d ia
ia ja
j k untuk mencermati
dialog dan an
monolog y y
an a
g di di
ut t
ar ar
ak ak
an an S
S it
i i
te te
nt n
ang dirinya; ;
tentang hasrat seksua
ua ln
ya yan an
g tida a
k k
terpenuhi ol ol
eh eh
suaminya, t t
en entang g
g odaan Lu
Ludiro yang se
se je
nak me memb
mb u
uatnya ya
t t
er le
na, tentang ke
sedihannya a
a ta
ta s
s kebe
eba ba
sa san
n yang
s s
elama ini te
erp rp
en endam
d di
dalam d
irinya. Ko
o n
nf lik-konflik te
rs eb
ut men ce
rminkan te
kanan yang mun
un gk
gkin in
juga a
di dial
alami ol
eh p
ara perempuan
Ja wa
. “Te
kana n”
ini mengakiba tk
an p
p eras
as aa
a n
n isin
dan su u
n ng
kan Magn is
-Sus eno,
1 98
5: 16
7- 16
8 yang ke
mu di
an menun tu
ut dorong g
an an
- do
do rong
g an pribadi untuk dik
ontrol atas na ma
kaedah yang d is
s et
ujui ui ole
h h
masyarak at
. K
K on
on te
te ks
ks demikian m memberi m
makna ya y
ng g
leb eb
ih ih
d d
al a
am a
ta s kehadi
dira ra
n n
Si Si
ti dalam film Opera Jawa. Hal in n
i i p
pula yang mendorong peneliti untuk k d
dap ap
a at
me meng
ng ka
ji ji
l l
eb eb
ih ih
l l
an an
ju ju
t t
ko ko
nf nf
li li
k k
tersembuny y
i da da
la la
m m
to to
ko ko
h h
Si Si
ti ti,
te te
ru ru
ta ma
ma m m
el el
i ihat
ko kont
nt ek
ek s
s tokoh in
in i
i de
de ng
g an
an r
r ea
ea litas ya
ya ng
ng d
dimil l
ik ik
i i
ol ol
eh h
p p
er er
em em
pu p
an di i
ma ma
sy syarakat
Jawa. Sebagai gambaran, posis
si perempu a
an dalam masyarakat Indonesia yang kini tidak lagi dimaknai secara
s sederhan
na dan terdomestifikasi dalam institusi keluarga. Dalam sektor ekonomi
i mi
misalnya, perkembangan karir perempuan
6
Pemberdayaan ini turut didukung oleh Instruksi Presiden Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini
merupakan strategi pemerintah yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pemantauan, hingga
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional Sagala, 2007:153. Dalam penelitian sebelumnya Siti juga telah dikaji sebelumnya dalam
beberapa penelitian di antaranya pada dua judul skripsi berjudul “Representasi Patriarki Jawa dalam Film Opera Jawa” oleh Alexandra Adyta pada tahun 2009
serta “Sistem Nilai Falsafah Jawa Tentang Perempuan dalam Film Opera Jawa Karya Garin Nugroho: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Hubungan
Suami Istri melalui Tokoh Siti” oleh Aisyah pada tahun 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Alexandra Adyta berfokus pada faktor
kekuasaan yang ditunjukkan pada tokoh Ludiro dan Setyo sehingga menunjukkan adanya unsur patriarki yang terjadi di antara dua tokoh tersebut terhadap Siti.
Penelitian yang kedua oleh Aisyah di lain pihak berfokus pada eksplorasi fungsi dan peran perempuan yang muncul dalam tokoh Siti dengan filosofi Jawa.
Kedua peneliti di atas memiliki kesamaan dalam melihat sudut pandang Siti sebagai perempuan yang didominasi oleh hierarki laki-laki di dalam konteks
kehidupan rumah tangga. Sudut pandang ini memberi pertanyaan baru bagi penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini: bagaimana kemudian posisi
Siti sebagai individu yang berada di dalam hierarki ini? Apa yang hendak disampaikan Garin melalui tokoh Siti ini?
merupakan strategi pemer er
in intah yang dibangun
un un
tuk mengintegrasikan gender menjadi satu dim
m e
ensi integral dari perencanaan, penyusun n
an an
, pemantauan, hingga evaluasi ata
ta s
kebijakan da da
n prog g
ra ram
m pe
pe mb
mban n
gu una
nan n
na n
sional Saga ala
l , 2007:153.
Dalam pe p
neli ti
tian sebelumny ny
a a
Si S
ti j j
uga tela a
h h
dika a
ji ji
sebelum m
ny n
a dalam be
beberapa a
p p
en en
el elitian di
di a
ntaranya pad a
dua judul s kr
ip ip
si si
berju u
du du
l l “Repre
e se
s ntasi
Patria ia
rk rk
i i
Jawa a
d d
alam F il
m Opera Jawa” oleh Alexa nd
ra A dy
dyta t
pad ad
a a ta
tahun 20 009
se e
rt rt
a a
“Siste te
m Nilai Falsaf ah
Jawa Te nt
ang Pe re
mp uan dalam
Fi Film
l O
O pe
e ra
ra Jaw a
a Ka
Ka rya
G Gari
n Nugroho: Ana li
si s
Se mi
otika Ro
land Barthes d
al am
m H H
ub ubun
u gan
Suami i
Is tri melalui
To ko
h Siti” oleh
A is
ya h pa
da tah un 2
01 1.
Penelitian yang dilaku kan oleh Alexa
nd ra Adyta berfokus
p pada
f fakto
or kekuasaa
n ya
ng ng
d d
it itunju
j kkan p
p ad
d a
a tokoh Lu Lu
d diro dan Setyo
yo s s
eh eh
ingg a
menunjuk k
ka kan
n ad
adanya unsur patriarki yang terjadi di di
antara dua tokoh tersebut terhadap ap
Si Si
t ti.
Pe Pe
ne neli
l ti
i an
an y
y an
an g
g ke
ke du
du a
a ol
ol eh
eh A
A is
is ya
y h di lain pi
pi ha
ha k
k be
be rf
rf ok
ok us
us p
p ad
ad a
a ek
eksp o
lora ra
si si
fu fu
n ngsi
da dan
n pe pera
r n peremp
mp ua
ua n
n ya ya
ng ng
mu mu
ncul d
dal al
am am
tokoh oh
S S
it it
i i
deng ngan
an f f
ilosofi Ja a
wa wa
. Ke
K d
dua peneliti di atas mem emiliki ke
kesamaan dalam mel l
ih ih
t at sudut pandang
Siti sebagai perempuan yang did dominasi ol
leh hierarki laki-laki di dalam konteks kehidupan rumah tangga. Sudut
ut panda a
n ng ini memberi pertanyaan baru bagi
penelitian yang akan dilakukan dalam am p
penelitian ini: bagaimana kemudian posisi
7
Dua pertanyaan di atas dapat terjawab apabila peneliti dapat menjabarkan representasi kultural yang ditunjukkan oleh tokoh Siti. Terutama karena banyak
adegan-adegan di dalam film yang memperlihatkan monolog Siti dalam usahanya untuk menghadapi konflik batin dan konfliknya dengan Ludiro dan Setyo.
Relevansi antara Siti dan representasi tokoh ini sebagai sebuah gambaran kecil dari perempuan Jawa memang tidak dimaksudkan untuk memberikan
generalisasi atas apa dan siapa perempuan Jawa, namun tokoh Siti dapat memberikan gagasan lain terhadap perempuan Jawa. Gagasan “keterwakilan”
yang dimiliki oleh konsep representasi tidak hanya digunakan untuk memperlihatkan arus utama budaya mainstream culture namun juga dapat
menunjukkan budaya tandingan counter culture. Untuk dapat menjabarkan
baik representasi arus utama budaya ataupun tandingannya tersebut, maka perlu adanya interpretasi dan pembedahan atas simbol-simbol yang muncul di dalam
film Opera Jawa.
Jika Metz melihat film sebagai bahasa Stam, Robert dkk 1992:35, maka
Opera Jawa adalah bahasa yang memerlukan interpretasi sedemikian rupa dan menuntut proses signifikasi guna membaca tiga media yang digunakan film ini.
Proses signifikasi tersebut tidak lain merupakan langkah agar pembacaan terkait simbol-simbol yang ada di film ini dapat dikontekstualisasikan dengan isu yang
telah dibahas sebelumnya terkait identitas Siti sebagai salah satu tokoh di film ini. adegan-adegan di dalam f
f il
il m
m yang memperlihat ka
ka n
n monolog Siti dalam usahanya
untuk menghadapi pi
k konflik batin dan konfliknya dengan Lud
udiro dan Setyo. Rele
le va
nsi antara S S
iti dan n
re re
pr pr
es s
en n
ta ta
s si
t t
ok okoh
oh ini sebagai s
s eb
e uah gambaran
kecil dari per
er em
e puan
an J
Jawa mema ma
ng ng
tidak dimak ak
su su
dkan n
untuk m memberikan
ge generalisa
sa si
si a
a ta
t s ap
ap a
a dan siapa pe
re mpuan Ja
wa ,
na n
mun n
to to
ko ko
h Siti i
dapat memb
mb er
er ik
ik an g
g ag
asan la
in terhadap pe
rempuan Ja wa
. Ga ga
asa s
n “k “k
et ete
erwakila lan”
ya yang
ng dim m
il iki oleh kon
se p repr
es entasi
tidak hanya d
ig gunak
ak an
an u
u ntuk
k me
me mper
r l
li ha
tk an
arus utama bu
daya main st
re am culture
na mu
n n ju
ug ga d
d apat
menunj nj
ukkan budaya tan
di ngan
co un
te r
cu lture.
Un tuk dapat
m menjabark
ka n
n ba
ba ik r
e ep
resentasi arus utama budaya ataupun
ta ndingannya tersebut,
mak k
a a perlu
u adanya
i nter
pr r
et et
as as
i i
da dan pe
p mbed
d ah
ah an atas
s si
si mb
ol-simbo bol
l ya
ya ng
n m
un cul di dal
al am
am fi
film Opera Jawa. Ji
Ji ka
ka M
M et
et z
z me
me li
li ha
ha t
t fi
fi lm
lm s
s ebagai bahas
s a
a S
S ta
ta m
m, R
R ob
ob er
er t
t dk
dk k
k 19
19 92
92:3 :3
5 5
, ma
m ka
Op Oper
er a
a Jawa ad
d al
al ah
ah b
bah h
as as
a a
ya ya
ng m mem
em e
er lu
ka a
n n
in in
te te
rp rp
re e
ta tasi
si s
s edemikia
ia n
n ru ru
p pa dan
menuntut proses signifikasi guna m
m emba
a ca
c tiga media yang
d d
i igunakan film ini.
Proses signifikasi tersebut tidak lain merup
pakan langkah agar pembacaan terkait simbol-simbol yang ada di film i
i ni
n dapat
t dikontekstualisasikan dengan isu yang
telah dibahas sebelumnya terkait iden ntit
a as Siti sebagai salah satu tokoh di film ini.
8
B. Rumusan Masalah