Latar Belakang Masalah Latar Belakang g

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film Indonesia merupakan contoh produk budaya populer yang berkembang di masyarakat. Secara fungsional, film tidak hanya bersinggungan dengan bidang hiburan, namun juga menjadi potret atas permasalahan di dalam masyarakat. Film Indonesia dengan demikian bergerak dan berkembang pada dua arah tersebut: sebagai media hiburan, sekaligus menjadi refleksi akan dinamika sosial yang terjadi pada masyarakat. Hal ini senada dengan kajian yang dilakukan Krishna Sen terkait perkembangan sinema Indonesia pada orde baru. Dalam kajiannya tersebut, Sen menunjukkan pengaruh yang kuat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia di bawah rezim orde baru terhadap tema-tema film yang diproduksi pada era tersebut Sen, 1994:4. Garin Nugroho merupakan satu dari sedikit sutradara di Indonesia yang menggunakan film untuk memotret permasalahan sosial di Indonesia. Garin memiliki kepekaan tinggi atas permasalahan sosial di Indonesia dan hal ini terwujud dalam film-film garapannya. Salah satu pengamat film Indonesia seperti Seno Gumira Ajidarma misalnya dalam Membaca Film Garin menulis bahwa film-film Garin Nugroho melihat kepekaan Garin dari film-filmnya “tidak bisa dimengerti” Cheah dkk, 2002:44. Pernyataan ini mengacu pada beberapa faktor yang seringkali berujung pada kompleksitas karya-karya Garin. Beberapa di antaranya adalah penonjolan penggunaan simbol-simbol metaforik yang

A. Latar Belakang g

M Masalah Film m Indonesia merup up ak k an n c con onto toh h pr pr oduk budaya a populer yang berkem embang di i masy y ar arak ak at a . Secara fungsional, fi fi lm m t t id ak h h anya ber rsi s nggungan de dengan bid dan an g g h hibura ra n n, namun juga me njadi potr et t a a ta ta s perm m as as al alah a an d d i i dalam masy y ar ar ak ak a at. Fi i lm lm I nd onesia dengan de mi kian berge ra k dan be berkem m ba ba ng ng p ada du d a ar r ah ah tersebu but: sebagai m ed ia hiburan , sekaligus me njadi reflek si si aka an n di dina na mika ka so so si si al y a ang te rjadi pada masya ra kat. Ha l ini se na da dengan kaji an y a ang di di la lak kukan Krishn n a Sen terk ai t per kemban ga n sine ma Indonesia pada orde b a aru. Dala am m ka k jiann ny a tersebut, Sen me nu nj uk kan pengaruh yang kuat dari ko nd isi sosia al masyar ar ak at Ind on on es es ia ia d di bawa h h rezim orde de b baru terh had ad ap ap tema-te ma ma film ya ya ng ng di d produksi pada era tersebut Sen, 199 99 4: 4: 4 4. Ga Ga ri ri n Nugr g oho merupa p kan satu dari sedikit sutradara di i I I nd ndones es ia ia y ya ang me me ng nggu g nakan film lm u u n nt k uk m m emot t re ret t pe pe rm rmasalah ah an a s s os osia ia l l di Indones s ia ia . Garin memili li ki ki k k ep ep ek ekaan tinggi atas p permasal alahan sosial di I I nd nd on on es es ia ia d dan hal ini terwujud dalam film-film garapan nnya. Salah h satu pengamat film Indonesia seperti Seno Gumira Ajidarma misalnya a dalam M Membaca Film Garin menulis bahwa film-film Garin Nugroho melihat ke kepe e k kaan Garin dari film-filmnya “tidak bisa di ti” Ch h dkk 2002 44 P t i i d b b f kt 2 multitafsir, pemilihan tema cerita yang mengangkat permasalahan sosial Indonesia, serta pensejajaran adegan yang kontras. Faktor-faktor semacam ini membuat Garin Nugroho menjadi salah satu sutradara yang memiliki kekhasan dalam penciptaan karya-karyanya. Jika Garin terkenal dengan film-filmnya yang keras dan berkarakter tersebut, hal ini tidak luput dari usahanya dalam melawan represi di masa pemerintahan Orde Baru. Dalam wawancaranya dengan Tom Redwoods 1 dalam Majalah Real Time Arts tahun 2007 Garin mengungkapkan “musuh” yang dihadapinya di masa Orde Baru adalah militerisme Soeharto. Sinema, menurut Garin pada waktu itu cenderung menjadi alat propaganda untuk pemerintahan Soeharto. Di tengah tekanan yang bersifat politis tersebut Garin berusaha menampilkan Indonesia dengan perspektif yang kompleks melalui permainan makna dan paradoks yang muncul di film-filmnya 2 Paradoks-paradoks yang muncul tersebut “mengganggu” bagi para penikmat film yang mencari hiburan dalam film Garin. Penonton tidak jarang diajak untuk berpikir dan menonton film-filmnya berulang kali untuk memahami dan menginterpretasi simbol-simbol yang seringkali tidak terkait dan sulit untuk dimaknai secara denotatif. Garin seakan-akan memaksa penonton untuk 1 Wawancara diunduh dari http:www.realtimearts.netarticle808636; 2 Permainan makna ini merupakan salah satu ciri khas Garin di dalam filmnya dengan mempertontonkan adegan-adegan yang jika dilihat secara gamblang terasa tidak berkaitan dengan konteks narasi film. Contoh dalam film Surat untuk Bidadari pada salah satu adegan tokoh Lewa berkeliling desa dengan menunggangi kuda dan ia menggunakan helm dari ember dan tangannya memegang tongkat, mirip dengan ksatria Inggris pada abad ke-14. Sedangkan paradoks yang sering muncul lihat Krishna Sen, “What ‘Oppositional in Indonesian Cinema?” dalam Philip Cheah, dkk, And The Moon Dances: The Films of Garin, Yogyakarta, Bentang, 2004,hlm.44-45 membuat Garin Nugroho o m menjadi salah satu sut utra ra dara yang memiliki kekhasan dalam penciptaan n k karya-karyany y a. Jika ka Garin terke e na n l de eng ng an an f fil ilm- m fi fi lm m ny ny a a yang keras d d an berkarakter terseb eb ut, hal in in i tida a k k luput dari u u sa sa ha a ny y a dalam m melawa w n repres si di masa pe pemerint nt ah ahan an O Orde Ba Ba ru . Dalam wawancaranya de ng g an an Tom m R Red edwo w ods 1 1 dalam Maja a la lah h Real l T ime Arts tahun 2 007 Garin meng un gk ap p ka k n “m “m us us uh” ya ang di iha hada d piny ny a di masa Ord e Ba ru ada la h militeri sme Soeharto. Si Sinema ma , me me nuru u t t Ga Ga rin p pa da waktu itu cende ru ng m en ja di ala t propaganda u nt uk p p em mer er in inta t han Soehar r to . Di teng ah tekanan y an g be rsif at pol it is t ersebut Ga ri rin berusa a a ha m menam mp ilkan Indonesia deng an perspek ti f ya ng kompleks melalu i i perm mainan n makna da n pa ra ra do do ks ks y y ang g munc ul ul di film-fi fi lm lmny y a 2 Paradoks-paradoks yang mu u nc n ul tersebut “mengganggu” bag g i i pa pa r ra pe peni ni km km at t f f il il m m ya ya ng ng m m en en ca ca ri ri h h ib i uran dalam m f f il il m m Ga Ga ri ri n n. Pe Pe no no nt nt on on tid id ak ak j j ar ar ang di diaj aj ak ak u u ntuk ber er pi pi ki ki r r da dan n me me no n nton n f f il ilm m-film m ny ny a a be be ru la la ng ng k k ali untuk k me m m mahami dan meng i in t terpretasi simbol-simb b ol o yang g seringkali tidak ter k ka it it d dan sulit untuk dimaknai secara denotatif. G Garin seak kan-akan memaksa penonton untuk 1 Wawancara diunduh dari http:www.realtim m earts.netarticle808636; 3 bercermin pada realitas yang pahit atas kecarutmarutan dan dekadensi kultural yang sedang melanda Indonesia pada waktu itu. Kepekaan Garin dalam menangkap realitas yang muncul di masyarakat Indonesia membuat karya Garin kaya akan perspektif dibanding sutradara- sutradara Indonesia yang lain. Kekayaan akan perspektif dalam penggarapaan filmnya dapat ditelusuri salah satunya melalui bukunya Hiburan dan Kekuasaan Nugroho, 1998. Buku ini merupakan kumpulan tulisan kritik Garin dalam melihat perkembangan televisi, film, bahkan media elektronik lain di Indonesia. Buku ini menunjukkan kemampuan Garin dalam menangkap nilai-nilai ideologis yang dibawa oleh film: Potensi unik film sebagai media komunal-cangkokan tersebut menjadikannya sering dikenali sebagai gugusan dari bagian-bagian yang berbeda, yang setiap bagian dibangun oleh hukumnya sendiri-sendiri. Akibatnya, sering melahirkan pertentangan-pertentangan dari unsur- unsurnya sendiri. Sungguhlah tepat apa yang dikatakan James Monaco How to Read a Film, bahwa memahami film adalah memahami bagaimana setiap unsur baik sosial, ekonomi, politik, budaya, psikologi, dan estetis film masing-masing mengubah diri dalam hubungannya yang dinamis Nugroho, 1998:77. Keunikan dan ciri khas yang dihadirkan melalui film garapan Garin Nugroho berlanjut pada salah satu filmnya berjudul Opera Jawa 2006. Film ini merupakan kerjasama Garin Nugroho dengan Peter Sellars dan didanai oleh pemerintah kota Wina dalam New Crown Hope Festival untuk memperingati ulang tahun Mozart ke-250. Melalui jejak karya Garin pada dua dekade sebelumnya, Opera Jawa menjadi sebuah proyek eksperimental yang dilakukan Garin untuk menggabungkan unsur seni rupa, vokal, dan seni tari dalam sebuah narasi film. Opera Jawa sendiri merupakan film yang didasarkan pada satu Kepekaan Garin d d al alam menangkap rea li li ta ta s yang muncul di masyarakat Indonesia memb b u uat karya Garin kaya akan perspekt t if if dibanding sutradara- sutradara In In do nesia yang ng lain. Ke K ka k ya y an a a ka ka n n pe pe rspektif dalam am penggarapaan filmny nya dapat di d telusu u ri ri salah satun u ya ya melalui bukun un ya y Hibu bu ran dan Ke K kuasaan N Nugroh h o, o, 1 1 99 99 8 . 8 Bu Bu ku ini merupakan kumpula n tu tu lisan kr kr it it ik ik Garin dalam meliha hat t pe p rkem em ba ngan t elevisi, film, b ahkan media el ektron ik ik lai i n n di di I Indones esia. Bu uku ku ini m m enunjukkan kemampuan G ar in dalam m enangkap nil ai ai-nil l ai ai ide de ol o ogis is ya ya ng n dib b awa oleh film: Po tensi unik fi lm seba ga i me dia ko munal -cang kokan terseb ut t menjadikannya sering dik enal i se ba ga i gugu sa n dari bagian-bagian yan g g berbeda, yang setiap b ag ian dibangun o leh hu kumnya sendiri-sendiri. Akibatnya, s ering me lahirkan pertentanga n - pe rt enta ng an dari unsu r - - - un surnya s en diri. S S un un gg gg uh uh lah tepat apa yang ng d d ik ik at at ak ak an Jam es M on ac o o How t o o Re Re ad ad a a F F il il m m , ba bahw h a mema ma h hami f f il il m m ad ad al alah ah m m emah ami bagaimana setiap unsur baik k so sosi sial, ek ekon onomi, politik, budaya, psikologi, dan estetis film masing-masing men en gu gu bah diri dalam hubungannya yang dinamis i Nugroho, 1998:77. Keunik ik an d d an an c c i iri khas y y an an g g di diha hadirkan m mel el al al ui f f il ilm garapa pan n G Garin Nugr oh oh o o be b rl l an an ju ju t t pada salah satu u filmny y a a berjudul Opera Ja Ja wa w 2 2 00 00 6 6. Film ini merupakan kerjasama Garin Nu Nugroho den ngan Peter Sellars dan didanai oleh pemerintah kota Wina dalam Ne New Crow wn Hope Festival untuk memperingati ulang tahun Mozart ke-250. Me Melalu u i i jejak karya Garin pada dua dekade sebelumnya Opera Jawa menjadi sebu b ah proyek eksperimental yang dilakukan 4 episode dari Epos Ramayana tentang penculikan Dewi Sinta dan diinterpretasikan ulang oleh Garin Nugroho. Cerita Ramayana sendiri masuk ke tanah Jawa, diadaptasi oleh Wali Sanga dan dipopulerkan sebagai sarana untuk proses Islamisasi di Jawa Susetya, 2008:iv. Dengan adanya proses adaptasi ini, maka Ramayana bukan hanya berfungsi estetis sebagai karya sastra, namun menjadi media komunikasi yang efektif dan sarat dengan nilai-nilai dan makna religius yang diendapkan dalam filosofi-filosofi dasar masyarakat Jawa. Dalam buku yang sama Susetya 2008:215 menceritakan ulang cerita Ramayana dan memberikan nilai-nilai luhur yang dapat diambil dari karakter- karakter yang ada di dalamnya, termasuk Dewi Sinta. Tokoh ini diceritakan sebagai istri yang setia dan mengabdi pada suaminya Rama, hingga pada antiklimaks cerita ketika Rama tidak meyakini kesucian Dewi Sinta. Pada titik kritis ini Dewi Sinta membuktikan kesetiaannya dengan melompat ke kobaran api yang tidak membakar tubuhnya. Sepenggal antiklimaks tersebut menjadi tema inti yang membuat perbedaan besar antara versi klasik Ramayana yang selama ini dikenal dengan film Opera Jawa. Film ini mengeksplorasi konflik yang dialami Dewi Sinta ditunjukkan oleh tokoh Siti terkait relasinya dengan Rama Setyo serta Rahwana Ludiro. Dengan setting kehidupan masyarakat Jawa di era tahun 1998, tokoh Siti menjadi lebih “jujur” dan menyuguhkan permasalahan yang selama ini membisu di kalangan perempuan Jawa. Permasalahan tersebut ditunjukkan dengan idealisme yang kurang lebih dapat terangkum dalam pertanyaan: apa dan siapa perempuan Jawa? diadaptasi oleh Wali San an g ga dan dipopulerka ka n n sebagai sarana untuk proses Islamisasi di Jawa wa Susetya, 2008:iv. Dengan adanya pr r os o es adaptasi ini, maka Ramayana a b bukan hanya ya berfung ng si si e e st t e etis is s s eb bag agai ai karya sastra, n n amun menjadi medi i a a komuni i ka k si yan an g efektif dan sa sa ra a t dengan n n il ilai a -nilai ai dan mak kna n religius ya yang die e nd ndap apka ka n dala la m m fi lo sofi-filosof i dasar masyar ak akat at Jawa. a. D Dalam m b buku y an g sama Susetya 2008:215 menc er erit i akan an u ula lang cer erita Ra ama mayana a dan memberika n nilai-nila i luhur ya ng dapat dia mb b il il dar ar i i ka ka ra ra kter r - ka ka ra r kter r yan g ada di dalam ny a, ter ma suk De wi Sinta. Tok oh i n ni dic ic er r it it akan sebaga a i istri yang s et ia dan men ga bd i pa da sua mi nya Rama, h hingga pa ad a a an antikli im aks cerita ketika Ra ma tidak meyakin i kesucian Dewi Sint a. . Pada da titik k kritis ini Dewi i Si Si nt nta membuktika kan n kesetiaa aa n nnya y denga g n me me lo lo mp m at k e kobaran n ap ap i i ya yang tidak membakar tubuhnya. Se Se pe pe ng ng ga ga l l an an ti ti kl kl im im ak ak s s tersebut m m en en ja ja di di t t em em a a in in ti ti y y a ang g me memb mb uat pe perb rb ed ed aa a n besa a r r an anta tara v v er er si si klasi i k k Ra Ra m mayana na y y an an g g se se la la ma ma ini dik k en enal al d dengan film ff Opera J Jawa. Film ini men n gekspl o orasi konflik yang d d i ia l lami Dewi Sinta ditunjukkan oleh tokoh Siti terkait rel lasinya dengan Rama Setyo serta Rahwana Ludiro. Dengan setting g kehidu u p pan masyarakat Jawa di era tahun 1998, tokoh Siti menjadi lebih “jujur” dan me enyuguhkan permasalahan yang selama ini 5 Dalam film ini, gambaran tokoh Siti menunjukkan sosok perempuan Jawa yang lazim ditemui di daerah rural Jawa: seorang istri dari kelompok petanipedagang; tinggal di komunitas pedesaan dan berperan sebagai ibu rumah tangga. Hampir tidak ada yang janggal hingga penonton diajak untuk mencermati dialog dan monolog yang diutarakan Siti tentang dirinya; tentang hasrat seksualnya yang tidak terpenuhi oleh suaminya, tentang godaan Ludiro yang sejenak membuatnya terlena, tentang kesedihannya atas kebebasan yang selama ini terpendam di dalam dirinya. Konflik-konflik tersebut mencerminkan tekanan yang mungkin juga dialami oleh para perempuan Jawa. “Tekanan” ini mengakibatkan perasaan isin dan sungkan Magnis-Suseno, 1985:167-168 yang kemudian menuntut dorongan- dorongan pribadi untuk dikontrol atas nama kaedah yang disetujui oleh masyarakat. Konteks demikian memberi makna yang lebih dalam atas kehadiran Siti dalam film Opera Jawa. Hal ini pula yang mendorong peneliti untuk dapat mengkaji lebih lanjut konflik tersembunyi dalam tokoh Siti, terutama melihat konteks tokoh ini dengan realitas yang dimiliki oleh perempuan di masyarakat Jawa. Sebagai gambaran, posisi perempuan dalam masyarakat Indonesia yang kini tidak lagi dimaknai secara sederhana dan terdomestifikasi dalam institusi keluarga. Dalam sektor ekonomi misalnya, perkembangan karir perempuan sebagai PNS di Indonesia menempati hingga jumlah 1.727.797 dari total 3.728.868 PNS di Indonesia Ruspita, 2012:23. Indikasi ini menunjukkan progres dari perempuan yang berkontribusi secara signifikan dalam sektor publik. petanipedagang; tinggal d d i i k komunitas pedesaan n d d an a berperan sebagai ibu rumah tangga. Hampir ti ti d dak ada yang g janggal hingga penonton d d ia ia ja j k untuk mencermati dialog dan an monolog y y an a g di di ut t ar ar ak ak an an S S it i i te te nt n ang dirinya; ; tentang hasrat seksua ua ln ya yan an g tida a k k terpenuhi ol ol eh eh suaminya, t t en entang g g odaan Lu Ludiro yang se se je nak me memb mb u uatnya ya t t er le na, tentang ke sedihannya a a ta ta s s kebe eba ba sa san n yang s s elama ini te erp rp en endam d di dalam d irinya. Ko o n nf lik-konflik te rs eb ut men ce rminkan te kanan yang mun un gk gkin in juga a di dial alami ol eh p ara perempuan Ja wa . “Te kana n” ini mengakiba tk an p p eras as aa a n n isin dan su u n ng kan Magn is -Sus eno, 1 98 5: 16 7- 16 8 yang ke mu di an menun tu ut dorong g an an - do do rong g an pribadi untuk dik ontrol atas na ma kaedah yang d is s et ujui ui ole h h masyarak at . K K on on te te ks ks demikian m memberi m makna ya y ng g leb eb ih ih d d al a am a ta s kehadi dira ra n n Si Si ti dalam film Opera Jawa. Hal in n i i p pula yang mendorong peneliti untuk k d dap ap a at me meng ng ka ji ji l l eb eb ih ih l l an an ju ju t t ko ko nf nf li li k k tersembuny y i da da la la m m to to ko ko h h Si Si ti ti, te te ru ru ta ma ma m m el el i ihat ko kont nt ek ek s s tokoh in in i i de de ng g an an r r ea ea litas ya ya ng ng d dimil l ik ik i i ol ol eh h p p er er em em pu p an di i ma ma sy syarakat Jawa. Sebagai gambaran, posis si perempu a an dalam masyarakat Indonesia yang kini tidak lagi dimaknai secara s sederhan na dan terdomestifikasi dalam institusi keluarga. Dalam sektor ekonomi i mi misalnya, perkembangan karir perempuan 6 Pemberdayaan ini turut didukung oleh Instruksi Presiden Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini merupakan strategi pemerintah yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pemantauan, hingga evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional Sagala, 2007:153. Dalam penelitian sebelumnya Siti juga telah dikaji sebelumnya dalam beberapa penelitian di antaranya pada dua judul skripsi berjudul “Representasi Patriarki Jawa dalam Film Opera Jawa” oleh Alexandra Adyta pada tahun 2009 serta “Sistem Nilai Falsafah Jawa Tentang Perempuan dalam Film Opera Jawa Karya Garin Nugroho: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Hubungan Suami Istri melalui Tokoh Siti” oleh Aisyah pada tahun 2011. Penelitian yang dilakukan oleh Alexandra Adyta berfokus pada faktor kekuasaan yang ditunjukkan pada tokoh Ludiro dan Setyo sehingga menunjukkan adanya unsur patriarki yang terjadi di antara dua tokoh tersebut terhadap Siti. Penelitian yang kedua oleh Aisyah di lain pihak berfokus pada eksplorasi fungsi dan peran perempuan yang muncul dalam tokoh Siti dengan filosofi Jawa. Kedua peneliti di atas memiliki kesamaan dalam melihat sudut pandang Siti sebagai perempuan yang didominasi oleh hierarki laki-laki di dalam konteks kehidupan rumah tangga. Sudut pandang ini memberi pertanyaan baru bagi penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini: bagaimana kemudian posisi Siti sebagai individu yang berada di dalam hierarki ini? Apa yang hendak disampaikan Garin melalui tokoh Siti ini? merupakan strategi pemer er in intah yang dibangun un un tuk mengintegrasikan gender menjadi satu dim m e ensi integral dari perencanaan, penyusun n an an , pemantauan, hingga evaluasi ata ta s kebijakan da da n prog g ra ram m pe pe mb mban n gu una nan n na n sional Saga ala l , 2007:153. Dalam pe p neli ti tian sebelumny ny a a Si S ti j j uga tela a h h dika a ji ji sebelum m ny n a dalam be beberapa a p p en en el elitian di di a ntaranya pad a dua judul s kr ip ip si si berju u du du l l “Repre e se s ntasi Patria ia rk rk i i Jawa a d d alam F il m Opera Jawa” oleh Alexa nd ra A dy dyta t pad ad a a ta tahun 20 009 se e rt rt a a “Siste te m Nilai Falsaf ah Jawa Te nt ang Pe re mp uan dalam Fi Film l O O pe e ra ra Jaw a a Ka Ka rya G Gari n Nugroho: Ana li si s Se mi otika Ro land Barthes d al am m H H ub ubun u gan Suami i Is tri melalui To ko h Siti” oleh A is ya h pa da tah un 2 01 1. Penelitian yang dilaku kan oleh Alexa nd ra Adyta berfokus p pada f fakto or kekuasaa n ya ng ng d d it itunju j kkan p p ad d a a tokoh Lu Lu d diro dan Setyo yo s s eh eh ingg a menunjuk k ka kan n ad adanya unsur patriarki yang terjadi di di antara dua tokoh tersebut terhadap ap Si Si t ti. Pe Pe ne neli l ti i an an y y an an g g ke ke du du a a ol ol eh eh A A is is ya y h di lain pi pi ha ha k k be be rf rf ok ok us us p p ad ad a a ek eksp o lora ra si si fu fu n ngsi da dan n pe pera r n peremp mp ua ua n n ya ya ng ng mu mu ncul d dal al am am tokoh oh S S it it i i deng ngan an f f ilosofi Ja a wa wa . Ke K d dua peneliti di atas mem emiliki ke kesamaan dalam mel l ih ih t at sudut pandang Siti sebagai perempuan yang did dominasi ol leh hierarki laki-laki di dalam konteks kehidupan rumah tangga. Sudut ut panda a n ng ini memberi pertanyaan baru bagi penelitian yang akan dilakukan dalam am p penelitian ini: bagaimana kemudian posisi 7 Dua pertanyaan di atas dapat terjawab apabila peneliti dapat menjabarkan representasi kultural yang ditunjukkan oleh tokoh Siti. Terutama karena banyak adegan-adegan di dalam film yang memperlihatkan monolog Siti dalam usahanya untuk menghadapi konflik batin dan konfliknya dengan Ludiro dan Setyo. Relevansi antara Siti dan representasi tokoh ini sebagai sebuah gambaran kecil dari perempuan Jawa memang tidak dimaksudkan untuk memberikan generalisasi atas apa dan siapa perempuan Jawa, namun tokoh Siti dapat memberikan gagasan lain terhadap perempuan Jawa. Gagasan “keterwakilan” yang dimiliki oleh konsep representasi tidak hanya digunakan untuk memperlihatkan arus utama budaya mainstream culture namun juga dapat menunjukkan budaya tandingan counter culture. Untuk dapat menjabarkan baik representasi arus utama budaya ataupun tandingannya tersebut, maka perlu adanya interpretasi dan pembedahan atas simbol-simbol yang muncul di dalam film Opera Jawa. Jika Metz melihat film sebagai bahasa Stam, Robert dkk 1992:35, maka Opera Jawa adalah bahasa yang memerlukan interpretasi sedemikian rupa dan menuntut proses signifikasi guna membaca tiga media yang digunakan film ini. Proses signifikasi tersebut tidak lain merupakan langkah agar pembacaan terkait simbol-simbol yang ada di film ini dapat dikontekstualisasikan dengan isu yang telah dibahas sebelumnya terkait identitas Siti sebagai salah satu tokoh di film ini. adegan-adegan di dalam f f il il m m yang memperlihat ka ka n n monolog Siti dalam usahanya untuk menghadapi pi k konflik batin dan konfliknya dengan Lud udiro dan Setyo. Rele le va nsi antara S S iti dan n re re pr pr es s en n ta ta s si t t ok okoh oh ini sebagai s s eb e uah gambaran kecil dari per er em e puan an J Jawa mema ma ng ng tidak dimak ak su su dkan n untuk m memberikan ge generalisa sa si si a a ta t s ap ap a a dan siapa pe re mpuan Ja wa , na n mun n to to ko ko h Siti i dapat memb mb er er ik ik an g g ag asan la in terhadap pe rempuan Ja wa . Ga ga asa s n “k “k et ete erwakila lan” ya yang ng dim m il iki oleh kon se p repr es entasi tidak hanya d ig gunak ak an an u u ntuk k me me mper r l li ha tk an arus utama bu daya main st re am culture na mu n n ju ug ga d d apat menunj nj ukkan budaya tan di ngan co un te r cu lture. Un tuk dapat m menjabark ka n n ba ba ik r e ep resentasi arus utama budaya ataupun ta ndingannya tersebut, mak k a a perlu u adanya i nter pr r et et as as i i da dan pe p mbed d ah ah an atas s si si mb ol-simbo bol l ya ya ng n m un cul di dal al am am fi film Opera Jawa. Ji Ji ka ka M M et et z z me me li li ha ha t t fi fi lm lm s s ebagai bahas s a a S S ta ta m m, R R ob ob er er t t dk dk k k 19 19 92 92:3 :3 5 5 , ma m ka Op Oper er a a Jawa ad d al al ah ah b bah h as as a a ya ya ng m mem em e er lu ka a n n in in te te rp rp re e ta tasi si s s edemikia ia n n ru ru p pa dan menuntut proses signifikasi guna m m emba a ca c tiga media yang d d i igunakan film ini. Proses signifikasi tersebut tidak lain merup pakan langkah agar pembacaan terkait simbol-simbol yang ada di film i i ni n dapat t dikontekstualisasikan dengan isu yang telah dibahas sebelumnya terkait iden ntit a as Siti sebagai salah satu tokoh di film ini. 8

B. Rumusan Masalah