Beberapa Isu Perempuan di Dalam Kajian Film: Sebuah Kritik Gender Be Be

18 pencari nafkah utama male breadwinner sedangkan perempuan sebagai istri adalah tertanggung dependant pada suami. Tidak terkecuali Indonesia, kritik Sigiro yang disadur dari pemikiran Esping Andersen melihat bahwa peran negara terhadap konsep negara kesejahteraan welfare state salah satunya memberikan ruang bagi perempuan untuk bekerja di dalam atau di luar sektor domestik.

4. Beberapa Isu Perempuan di Dalam Kajian Film: Sebuah Kritik Gender

Sebelum melihat beberapa pandangan teoritikus feminis atas kritik media relasinya dengan isu perempuan, penting untuk melihat perkembangan pandangan feminisme di dalam perspektif kajian budaya. Storey memaparkan bahwa kemunculan dan perkembangan feminisme di dalam studi sosial telah berkembang di awal 1970 Storey, 1993:125. Perkembangan ini, lanjutnya merupakan reaksi dari kondisi perempuan yang mengalami opresi atau tekanan dalam berbagai lini kehidupan. Tekanan yang terjadi di kaum perempuan pada era tersebut kemudian memicu berbagai pandangan yang kemudian membawa feminisme ke dalam beberapa aliran di antaranya feminisme radikal, Marxis, dan liberal. Kajian budaya populer kemudian menjadi salah satu objek di dalam analisis dengan sudut pandang feminisme. Isu yang cukup populer terkait feminisme di dalam kajian budaya populer antara lain terkait dengan bagaimana perempuan direpresentasikan dalam budaya populer, misalnya di dalam film, novel, atau di dalam industri hiburan. Sigiro yang disadur dari p p em emikiran Esping Ande ders rs en e melihat bahwa peran negara terhadap konsep p n negara kesejahteraan welfare state sa la la h h satunya memberikan ruang bagi gi p perempuan unt nt uk bek k er rja ja d d i i da da la lam m a atau au d d i luar sektor do do mestik.

4. Be Be

be be ra ra pa I I su su Perempuan d i Dalam Kaj ia ia n n Film m : Se Se buah K K ritik G Gender er Seb b el um melihat b eb erapa pa nd angan te or it ikus feminis a a ta t s kr krit itik k m m edia ia re rela lasiny y a a de ng an isu perempu an , pent in g untu k melihat perk em ba ng a an pan anda dang n an femini i sm e di dalam per spek ti f ka ji an bud aya. St or ey memap ar rkan bahw hw a a ke ke mun nc ulan dan perkembanga n fe mi nisme di d al am studi sosial telah b berkem embang g di awal l 1970 St St or orey y , , 1993:125 5 . Perkem m ba bang g an ini, , la la nj nj ut ut ny ny a meru pakan reak ak si i da dari kondisi perempuan yang mengal al am am i opresi atau tekanan dalam berbag ag ai ai l l in ni ke ke hi hi du d pa pa n n. Te Te ka ka na na n n ya ya ng ng t t er er ja ja di d di kaum p p er er em em pu pu an an p p ad ad a a er er a a te te rs rs b ebut t k kem em ud ud ian m me mi micu cu berbaga ga i i pa pandan an ga ga n n yang g k k em em ud ia a n n me me mb mb aw aw a a fe f minism m e e ke ke dalam beberapa a li liran di antaranya femin n is i me rad adikal, Marxis, dan li i b bera l l. Kajian budaya populer kemudian menjadi salah satu objek di dalam analisis dengan sudut pandang fe f minism me. Isu yang cukup populer terkait feminisme di dalam kajian budaya p pop p u uler antara lain terkait dengan bagaimana 19 Karena fenomena yang muncul di atas, beberapa teoritikus yang feminis telah berkontribusi dalam meletakkan dasar-dasar pengkajian teks media yang mengarah pada isu perempuan. Beberapa di antaranya adalah Laura Mulvey Storey, 1993:129 yang melihat film populer sebagai teks utama yang mereproduksi sebuah konsep yang disebut dengan male gaze. Dengan konsep ini, dijelaskan bahwa posisi perempuan sebagai obyek atas hasrat laki-laki dan bagaimana perempuan dikonstruksi sebagaimana dunia dilihat dalam sudut pandang laki-laki sehingga ia tidak lagi memiliki hak penuh untuk menentukan definisi yang membentuk dirinya seperti kriteria ideal “cantik” bagi perempuan. Dengan demikian, kecenderungan yang muncul dalam penelitian Mulvey adalah scopophilia atau kesenangan atas penampilan the pleasure of looking. Bagi Mulvey, bukan hanya sekedar kenikmatan atas penampilan; namun lebih dari itu scopophilia juga berhubungan dengan mengambil “orang” sebagai objek dalam merangsang hasrat seksual melalui pandangan. Di hampir semua bagian dunia saat ini, tidak ada yang lepas dari konsep scopophilia ini, terutama di bidang pertelevisian. Itulah mengapa muncul konsep kecantikan yang dikonstruksi sedemikian rupa, salah satunya karena adanya scopophilia ini. Dengan tegas Mulvey Storey, 1993:130 juga menyatakan bahwa kenikmatan dalam sinema harus dihancurkan guna membebaskan perempuan dari eksploitasi dan tekanan menjadi material yang pasif demi penonton laki-laki yang notabene aktif. Selain Mulvey yang melihat pandangan selektif atas perempuan di dalam film, terdapat pula Ien Ang yang menggunakan serial Dallas untuk menunjukkan mengarah pada isu peremp mpuan. Beberapa di i an an taranya adalah Laura Mulvey Storey, 1993:129 29 yang melihat film populer sebag agai teks utama yang mereproduk uksi sebuah kons n ep yan an g g di i se se bu bu t t de de ng ng an an ma m le gaze. D D en engan konsep ini, dijela a s skan bah h wa w po o si si si perempu p an an s s eb eb ag g ai obye e k k atas hasrat la aki k -laki dan ba bagaiman an a a pe pe remp p ua ua n dikonstruksi s ebagaimana d d un un ia dil il ih ih at at dalam m sudut pand dan an g g laki-la la ki seh in gg a ia tidak l ag i memiliki h ak pen uh uh untuk uk m m enentu ka k n de e f fin inis i i ya a n ng membentuk d ir in ya seper ti kriteria id ea l “cantik” b ag g i pe e re re mp mp ua ua n. f f f f D De ng an demikian, kec en deru ng an yan g muncul dalam p en el elitian n Mu Mulvey y adalah h scopophilia at au k esenan ga n at as pen ampila n the pleasure of lookin n g g . Ba B gi M M ulvey, bukan hanya sek edar kenikmatan atas penampilan; na mu un lebi bi h h dar ri itu scop ophi li i a a ju ju ga g berhubung g an a denga ga n n meng g ambi bi l l “o “o ra ra ng ” se ba gai ob bje je k k da dalam merangsang hasrat seksual me e la la lui pandangan. Di hampir semua ba bagi gi a an du du ni ni a a sa at at i i ni ni, ti ti da da k k ad ad a a ya ya ng ng lepas dari ko ko ns ns ep ep sc sc op op op op hi hi li li a a in in i i, te e ru ruta tama ma di bi bida dang ng pertele e vi vi si si an an. I I tu tu la la h me me ng nga apa mu mu nc nc ul u k k on onse se p p kecant nt ik ikan an yang dikonstr k uk i si sedemikian rupa, sa salah sa a t tunya karena adanya scopophilia ini. Dengan tegas Mulvey Storey, 1993:130 juga menyatakan bahwa kenikmatan dalam sinema harus dihancurkan g g una me embebaskan perempuan dari eksploitasi dan tekanan menjadi material yang pa p si sif demi penonton laki-laki yang notabene 20 bagaimana mekanisme kesenangan dibentuk oleh media serta bagaimana ia diproduksi dan bekerja terhadap penonton During, 1993:402. Penelitian Ien Ang berbasis pada keterkaitan antara penonton serial Dallas dengan reaksi emosional mereka terhadap serial tersebut. Reaksi emosional yang diterima oleh Ien Ang dari para penonton Dallas menunjukkan adanya usaha mereka untuk melihat serial tersebut dan kehidupan sehari-hari para penonton. Pada perkembangannya, Ien Ang menyebutnya dengan ideologi kebudayaan massa During, 1993:403. Apa yang disebut dengan ideologi kebudayaan massa ini tampak dari konsep yang disebut Ang sebagai melodramatic imagination. Dari surat-surat yang diterimanya sebagai bahan analisis, ia mendapati adanya artikuliasi dari cara pandang melihat sebuah tragedi yang ada di sebuah teks kepada kenyataan yang terjadi sehari-hari, yang kemudian memunculkan realisme emosional sehingga dapat dipahami bahwa masyarakat seakan-akan menganggap tragedi yang ada di dalam teks media memiliki keterkaitan erat dengan fenomena sehari-hari mereka. Di dalam sinema Indonesia, Krishna Sen dalam Indonesia Cinema: Framing The New Order 1994: 131-134 membahas representasi perempuan di dalam film Indonesia era orde baru. Sen bersama teman antropologisnya mendeskripsikan perempuan dalam sinema Indonesia sebagai …depicted as passive, not so much unconvincing as unsurprising. Pernyataannya menunjukkan bahwa sifat pasif yang dimiliki oleh karakter di dalam sinema Indonesia bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam pembahasan selanjutnya, Sen berpendapat bahwa peran perempuan di dalam sinema Indonesia di era 80an tidak lebih dari peran Ang berbasis pada kete e rk rk ai aitan antara penonto ton n serial Dallas dengan reaksi emosional mereka ka t erhadap serial tersebut. Reaksi emos io io na n l yang diterima oleh Ien Ang da da ri para pe p no o nt n on D D al l l las s me me nu nun njuk uk ka ka n n adanya usaha ha mereka untuk meliha hat serial l tersebu bu t t dan kehidu du pa pa n sehari-ha ri ri para a penonton n . . Pada pe perkemba ba ng ng an ann nya, I I e en A ng menyebutnya denga n id ideo eo logi k keb eb ud ud ayaan massa Dur r in in g, g, 1993 3 :4 :4 03. Ap a yang dis ebut dengan id eo logi k eb ebuday y aa aa n n massa ini tamp mp ak a da ar i konsep yang di sebut An g sebagai melo dramatic i ma agina na t tion n. Dar r i su su ra r t-su u r ra t ya ng diterimanya s ebag ai bah an analisis, ia me nd d ap a at i i ad ad anya artikuli li as i dari cara pa ndang me li ha t se b ua h trag ed i yang ada di s sebuah tek ek s ke ke pada a kenyataan yang terjad i sehari-hari, yang kemudian memuncul k kan re e a alism me emosiona l se hi hi ng ng ga ga dap p at dip p ah h am ami bahw w a a masy y arakat sea ea ka ka n n - akan mengang g ga gap p tr tragedi yang ada di dalam teks media a m m emiliki keterkaitan erat dengan feno nome me n na se se ha hari ri -ha h ri ri m m er er ek ek a a. Di dal l am am s s i inem em a a In In done e si si a, a, K Krish h na na S S en e d d al alam am Indonesi si a a Ci Cinema: Framing Th The N New Order 1994: 1 131-134 4 membahas represe t ntas i i perempuan di dalam film Indonesia era ord de baru. S Sen bersama teman antropologisnya mendeskripsikan perempuan dala lam sine ema Indonesia sebagai …depicted as passive, not so much unconvincing as as u u n nsurprising. Pernyataannya menunjukkan 21 “keibuan” di mana ranah domestik menjadi dominan bagi karakter-karakter perempuan. Hingga dua dekade setelah tahun 80an, karakter-karakter perempuan di dalam sinema Indonesia cenderung untuk menghadapi stereotipe yang berat sebelah. Karakter-karakter semacam ini terutama dapat dilihat dalam film bergenre komedi, drama, atau horor. Film-film horor terutama cocok dengan konsep yang diutarakan Mulvey tentang fenomena male gaze. Alih-alih mementingkan plot cerita, karakter perempuan lebih banyak mengeksploitasi seksualitas perempuan seperti dapat dilihat dalam film Di Sini Ada Setan dan Panggil Namaku 3X. Meskipun begitu, dalam perkembangan sinema Indonesia pasca reformasi tahun 1998, sutradara Nia Dinata muncul dalam perspektif yang berbeda dengan menggunakan perspektif gender serta feminis yang kuat sebagai landasan film-film garapannya. Ca Bau Kan dan Arisan menjadi dua film penting yang mendapat tanggapan luas dari masyarakat Indonesia.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian